IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR PENYEBAB GE

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR PENYEBAB GERAKAN TANAH
DI OBSERVATORIUM GEOFISIKA PELABUHAN RATU DENGAN
METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER

1

Puji Ariyanto1,2, Muhammad Husni1
Sekolah Tinggi Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (STMKG) Tangerang Selatan
2
Stasiun Geofisika Tanjungpandan, Belitung
E-mail: arie_geof@yahoo.com
ABSTRAK

Pengukuran geolistrik telah dilakukan di Observatorium Geofisika Pelabuhan Ratu, Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui nilai tahanan jenis batuan dan
struktur bawah permukaan, serta (2) mengidentifikasi bidang gelincir penyebab gerakan tanah di
daerah penelitian. Metode yang digunakan adalah dengan survei geolistrik tahanan jenis konfigurasi
wenner-schlumberger pada 9 lintasan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software
Res2Dinv versi 3.54 untuk visualisasi model penampang tahanan jenis 2D dan software Google
Sketch Up untuk visualisasi tahanan jenis 3 D. Model penampang tahanan jenis selanjutnya
dibandingkan dengan data geologi regional dan data pemboran teknik. Hasil interpretasi

menunjukkan bahwa di lokasi penelitian secara litologi tersusun atas tanah lempung pasiran dengan
konsistensi medium dengan tahanan jenis 14,9 hingga 33,6 ohm.m, lempungan lunak dengan tahanan
jenis 0,17 hingga 2,96 ohm.m, lempung dengan konsistensi padat dengan tahanan jenis 2,96 hingga
14,9 ohm.m. Batuan yang cukup keras berupa batupasir serta lava andesit dengan tahanan jenis
sangat tinggi 33.6 hingga 171,0 terdapat di bagian timur lokasi penelitian. Bidang gelincir diduga
berupa lapisan lempungan medium hingga padat yang berada pada kedalaman 3 hingga 30 m. Tipe
gerakan tanah yang mungkin adalah rayapan sedangkan orientasi gerakan rayapan adalah
cenderung ke arah barat searah dengan kemiringan lereng.
Kata kunci : bidang gelincir, gerakan tanah, geolistrik, wenner-schlumberger
ABSTRACT
Geoelectrical measurements have been carried out in Geophysical Observatory Pelabuhan Ratu,
Sukabumi , West Java. This research aims to: (1) determine the resistivity of materials and subsurface,
and (2) identify the slip surface from the soil movements at the researched area. The method of the
research is by surveying of geoelectrical resistivity used wenner-schlumberger array at 9 lines. Data
processing used Res2Dinv version 3.54 for visualization of 2D resistivity model and Google Sketch Up
for visualization of 3D resistivity model. Then, the models were compared with geological data and
the results of drilling data. The intrepretation result showed that at the researched area was found a
lithology which consists of sandy clay with resistivity value ranging from 14,9 to 33,6 ohm.m, wet
clay with resistivity value ranging from 0,17 to 2,96 ohm.m, hard clay with resistivity value ranging
from 2,96 to 14,9 ohm.m, and very hardrock like sandstones and andesit lava with very high resistivity

from 33,6 to 171,0. The hardrock is located in the east of the research area. Shortly, it can be
identified that the slip surface is a medium-hard clay layer at depth of 3 to 30 m. The type of soil
movement is creep motion of which is towards the west direction of the slope.
Keywords : slip surface, soil mass movement, geoelectrical, wenner-schlumberger

I.

PENDAHULUAN

Bencana alam tanah longsor atau
gerakan tanah merupakan masalah umum yang
sering terjadi di wilayah Indonesia. Gerakan
tanah ini seringkali terjadi di daerah yang
memiliki kemiringan curam terutama saat
musim hujan terjadi. Berdasarkan data dari
Badan Nasional Penanggulangan Bencana 2),
dari tahun 2003 hingga 2013, gerakan tanah
atau yang lebih populer dengan tanah longsor
ini telah terjadi di Indonesia sebanyak 1959
kali kejadian. Dari gerakan tanah tersebut,

provinsi paling banyak mengalami kejadian
gerakan tanah adalah Provinsi Jawa Barat
dengan 487 kejadian.
Menurut laporan Pusat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi 5), Kabupaten
Sukabumi merupakan salah satu wilayah di
Jawa Barat yang digolongkan sebagai zona
kerentanan menengah hingga tinggi terjadi
gerakan tanah. Tercatat selama 10 tahun
terakhir, di Kabupaten Sukabumi telah terjadi
52 kejadian gerakan tanah. Gerakan tanah
tersebut
telah
menyebabkan
berbagai
kerusakan,
yaitu:
kerusakan
rumah,
infrastruktur, akses transportasi, lahan

pertanian, perkebunan, kerusakan lingkungan,
dan bahkan tidak jarang menelan korban jiwa.
Observatorium Geofisika Pelabuhan
Ratu yang terletak di Kampung Jayanti, Desa
Citarik,
Kecamatan
Pelabuhan
Ratu,
Kabupaten Sukabumi juga dinilai merupakan
daerah yang beresiko karena secara morfologi
wilayah ini berada di bawah Gunung Jayanti,
dimana kondisi wilayahnya yang berbukitbukit dengan kemiringan lereng mencapai 250
– 300. Jikalau terjadi hujan lebat, aliran air
sangat deras dari atas bukit ke area kantor
mengakibatkan beban material lapisan tanah
bertambah berat sehingga area ini seringkali
terjadi pergerakan tanah. Adanya pergerakan
tanah ini telah menyebabkan beberapa rekahan
dan amblesan tanah di sekitar gedung utama
serta menyebabkan adanya retakan struktur

bangunan, baik lantai maupun dinding di
gedung utama Observatorium Geofisika
Pelabuhan Ratu seperti dapat dilihat pada
gambar 1.

Gambar 1. Pengamatan di lokasi yang
menunjukkan adanya tanda-tanda gerakan tanah :
(a) retakan pada lantai gedung utama; (b) retakan
pada dinding bangunan; (c) rekahan dan amblesan
tanah mencapai 20-30 cm di sekitar lokasi gedung
utama; serta (d) adanya rembesan air yang terjebak
pada zona gerakan tanah dan membentuk kolamkolam kecil

Salah satu faktor penyebab gerakan
tanah atau longsoran yang sangat berpengaruh
yaitu adanya bidang gelincir (slip surface) atau
bidang geser (shear surface). Pada umumnya
tanah atau bidang yang mengalami longsoran
akan bergerak di atas bidang gelincir tersebut
3), 8)

. Untuk itu, perlu dilakukan identifikasi
keberadaan
bidang
gelincir
penyebab
terjadinya gerakan tanah tersebut guna
memahami karakteristik dari gerakan tanah.
Metode geolistrik dipilih dalam
identifikasi bidang gelincir penyebab gerakan
tanah dalam penelitian ini karena metode ini
telah banyak digunakan oleh peneliti
sebelumnya dan
terbukti handal dalam
mendeteksi sifat kelistrikan bumi. Selain
pengukuran yang tidak merusak lingkungan,
dan relatif mudah, metode ini peka terhadap
material yang mengandung air dan juga
mampu mendeteksi perlapisan tanah sampai
kedalaman beberapa meter di bawah
permukaan tanah. Oleh karena itu, metode ini

sangat relevan dan aplikatif untuk survei
daerah rawan gerakan tanah 3), 8), 10).
Tujuan survei geolistrik dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur
bawah permukaan serta mengidentifikasi
karakteristik material yang berperan sebagai
bidang gelincir penyebab gerakan tanah.
Dengan mengetahui karakteristik bidang
gelincir penyebab gerakan tanah di wilayah ini,

diharapkan dapat bermanfaat untuk keperluan
mitigasi, terutama untuk kesiapsiagaan dengan
melakukan penanggulangan dan pencegahan
bahaya gerakan tanah.
1.1 Geolistrik
Geolistrik merupakan salah satu
metode geofisika yang mempelajari sifat aliran
listrik di dalam bumi. Geolistrik meliputi
pengukuran potensial, arus, dan medan
elektromagnetik yang dapat dibagi menjadi 2

cara, yaitu: secara alamiah (dikenal sebagai
metode pasif), antara lain metode potensial diri
(Self-Potential) dan magnetotelurik (MT);
maupun dengan injeksi arus ke dalam bumi
(dikenal sebagai metode aktif), antara lain
metode arus telurik (AMT),
Induced
Polarization (IP), dan tahanan jenis
(resistivity) 12).
Dalam pokok bahasan ini hanya akan
diuraikan tentang metode geolistrik tahanan
jenis yang digunakan dalam penelitian ini.
Pada prinsipnya, metode geolistrik tahanan
jenis dilakukan dengan menginjeksikan arus
listrik ke dalam bumi melalui elektroda arus
yang ditancapakan di permukaan bumi
sehingga menimbulkan beda potensial. Beda
potensial yang terjadi diukur melalui elektroda
potensial. Hasil pengukuran arus dan beda
potensial pada setiap jarak elektroda yang

berbeda dapat digunakan untuk menentukan
variasi harga tahanan jenis lapisan di bawah
titik pengukuran 12). Skema dari prinsip
pengukuran geolistrik dapat dilihat pada
gambar 2.

Gambar 2. Prinsip kerja dari metode geolistrik
tahanan jenis. Pengukuran dilakukan dengan
mengalirkan arus listrik DC melalui elektroda C1
dan C2 dan pengukuran beda potensial dilakukan
pada elektroda P1 dan P2. Pengaturan jarak
elektroda arus dan elektroda potensial diatur pada
suatu susunan tertentu. R1, R2, R3, dan R4
merupakan jarak dari penyusunan elektroda arus
dan potensial

Oleh karena bumi pada kenyataannya
terdiri atas lapisan-lapisan dengan ρ yang
berbeda-beda, maka nilai tahanan jenis yang
terukur

bukanlah tahanan jenis material
sebenarnya (true resisitivity) melainkan nilai
tahanan jenis semu (apparent resisitivity) yang
disimbolkan dengan ρa.
Nantinya, untuk
mendapatkan nilai tahanan jenis bawah
permukaan yang sebenarnya, maka dilakukan
proses
inversi
menggunakan
program
komputer terhadap nilai tahanan jenis semu
yang terukur. Nilai tahanan jenis semu sendiri
dirumuskan sebagai berikut:
(1)
dimana K adalah faktor geometri. Nilai K
bergantung pada bentuk konfigurasi dari
pengaturan elektroda. Rumusan dari faktor
geometri dapat dilihat pada persamaan (2).
K=


)

{(

(

)}

(2)

Selanjutnya, dengan memasukkan persamaan
(2) kedalam persamaan (1) dapat ditulis:
{(

)

(

)}

(3)

Notasi dalam persamaan (1) – (3) tersebut
adalah I (arus) dalam ampere, ΔV (beda
potensial) dalam volt, ρ (tahanan jenis) dalam
ohmmeter, dan ri (jarak antar elektroda arus
dan elektroda potensial) dalam meter.
1.2 Konfigurasi Wenner Schlumberger
Berdasarkan
letak
(konfigurasi)
elektroda-elektroda arus dan potensialnya,
dikenal beberapa jenis metode geolistrik
tahanan jenis antara lain, yaitu: metode wenner
alpha, wenner gamma, wenner beta, pole-pole,
pole-dipole, dipole-dipole, equatorial dipoledipole, dan wenner-schlumberger 6). Pada
uraian ini, pembahasan difokuskan pada
metode wenner-schlumberger yang digunakan
dalam penelitian.
Konfigurasi ini pada prinsipnya
merupakan gabungan antara metode wenner
yang sensitif terhadap perubahan lateral
dengan metode schlumberger yang sensitif
terhadap
perubahan
vertikal.
Kedua
konfigurasi ini digunakan secara bersamaan
dalam suatu pengukuran tahanan jenis
sehingga penggunaan konfigurasi ini tepat

untuk mendapatkan resolusi yang baik secara
vertikal maupun secara horisontal 6), 7). Skema
penyusunan elektroda wenner-schlumberger
dan faktor geometrinya dapat dilihat pada
gambar 3.

Gambar
3.
Skema
konfigurasi
wennerschlumberger beserta faktor geometri (k). Elektroda
diatur dengan jarak relatif tetap dengan catatan
faktor “n”, dimana faktor “n” adalah perbandingan
jarak antara elektroda C1-P1 (atau P2-C2) dengan
jarak antara elektroda potensial P1-P2. Jika jarak
antar elektroda potensial P1 dan P2 adalah a maka
jarak antar elektroda arus C1 dan C2 adalah 2na + a

Pelabuhan Ratu; serta formasi lava gunung api
(Qvl) yang tersusun atas andesit dengan
oliglokas-andesin dan banyak hornblanda 4).
II.

DATA DAN METODE

Data utama yang digunakan dalam
penelitian ini didapatkan dari survei
pengukuran geolistrik. Pengukuran geolistrik
ini dilakukan selama 3 hari, yaitu dari tanggal
7 - 9 Desember 2013, sebanyak 9 lintasan
pengukuran. Daerah penelitian berada di dalam
area Observatorium Geofisika Pelabuhan Ratu
terletak di Kampung Jayanti, Desa Citarik,
Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat pada koordinat
geografis 7.000 LS dan 106.330 BT seperti
ditunjukkan pada gambar 4.

1.3 Kondisi Geologi
Pada penelitian terdahulu 1), 9), 11), telah
dijelaskan bahwa secara fisiografi, daerah
Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa
Barat termasuk dalam daerah transisi Zona
Pegunungan Selatan. Zona Pegunungan
Selatan ini merupakan jalur mineralisasi
batuan yang dikenal dengan old andesite, yaitu
batuan andesit sejenis dengan batuan
gunungapi yang berumur tua yaitu Miosen.
Batuan di daerah Pelabuhan Ratu ini pada
umumnya terdiri pula dari batuan endapan
vulkanik Miosen, endapan sedimen, dan
endapan aluvium.
Struktur geologi yang terbentuk di
daerah ini umumnya berupa sesar, lipatan,
kelurusan, dan kekar yang dijumpai pada
batuan berumur Oligosen, Miosen, Pliosen
sampai Kuarter. Sesar terdiri dari sesar geser
dan sesar normal. Sementara itu, formasi
batuan yang ada di daerah penelitian pada
umumnya tersusun dari: formasi aluvium (Qu)
berupa endapan pantai yang tersusun atas
lempung, lanau, kerikil, dan kerakal, serta
berupa pasir dan kerikil terutama di daerah
endapan sungai yang berada di sekitar Teluk
Pelabuhan Ratu; formasi breksi gunungapi tua
(Qvb) yang tersusun dari andesit-basalt dan
anglomerat lapuk di terdapat disebelah timur

Gambar 4. Daerah penelitian geolistrik di
Observatorium Geofisika Pelabuhan Ratu. Lintasan
pengukuran geolistrik ditunjukkan dengan garis
warna merah

Alat utama yang digunakan dalam
penelitian ini adalah satu set alat Ares
(Automatic Resistivitymeter System) G4 v4. 7
seperti ditunjukkan pada gambar 5. Ares
merupakan seperangkat alat yang biasa
digunakan untuk pencitraan bawah permukaan
bumi dangkal dengan cara menginjeksikan
arus listrik DC ke dalam bumi dan mengukur
beda potensial yang dihasikan dengan
menggunakan elektroda yang ditancapkan ke
permukaan bumi dalam susunan tertentu. Ares
sendiri terdiri dari beberapa komponen seperti
: RS232 and USB communication cables,
Cable for 12 V car battery, T-piece, AC
adapter, VES-adapter, dan Battery pack.

Adapun perlengkapan pendukung yang
digunakan survei geolistrik ini yaitu: (a) Aki
12 volt untuk sumber arus; (b) Kabel aktif,
palu geologi, elektroda, dan karet pengikat
untuk kelengkapan pengukuran geolistrik; (c)
Global Positioning System (GPS) untuk
penentuan posisi lintasan pengukuran; (d)
Handy Talky (HT) untuk komunikasi saat
pengukuran di lapangan; (e) Kompas geologi
dan meteran untuk pengukuran slope atau
kemiringan lereng; (f) Laptop untuk akuisisi
data; (g) Perangkat lunak Res2Dinv untuk
pengolahan data dan visualisasi model
penampang tahanan jenis 2D; dan (h)
Perangkat lunak Google Sketch Up untuk
visualisasi 3D.

Gambar 5. Ares main unit

Selain data primer berupa data tahanan
jenis dan data slope (kemiringan) topografi
lintasan, penelitian ini juga menggunakan data
sekunder. Data sekunder diperoleh melalui
studi pustaka berupa hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya, yaitu: (a)
Data geologi lembar Bogor, Jawa 4) ; (b) Data
geologi lembar Jampang dan Balekambang,
Jawa 11); (c) Data pemboran teknik
Observatorium Geofisika Pelabuhan Ratu 14);
dan (d) Data tahanan jenis batuan dan mineral
6), 12)
.
Cara pengumpulan data diawali
dengan tahap persiapan yaitu dengan studi
literatur serta kondisi geologi daerah
penelitian. Langkah selanjutnya adalah
melakukan pengukuran dimulai dengan
menentukan 9 lintasan untuk pengambilan data
sekaligus menentukan posisi lintasan dengan
menggunakan GPS, pembentangan kabel,
menancapkan elektroda tiap 5.5 m, mengaitkan
elektroda dan konduktor kabel dengan karet
pengikat pada tiap spasi lintasan yang telah
ditentukan, menghubungkan kabel elektroda

pada lintasan pengukuran tersebut beserta aki
pada Ares main unit, mengaktifkan alat Ares
dan mengusahakan kondisi aki terisi minimal
85%. Selanjutnya memasukkan input data pada
Ares main unit seperti: jenis pengukuran (2D
multicable untuk pengukuran secara otomatis
atau RP (Resistiviy Profiling) untuk
pengukuran secara manual), nama file, lokasi
pengukuran, tanggal pengukuran, jenis
konfigurasi, panjang dan jarak elektroda,
potensial, stacking, error maximum, dll sesuai
dengan perintah pada display Ares.
Selanjutnya melakukan pengukuran dengan
menginjeksikan arus listrik dan mengukur beda
potensial yang dihasilkan.
Data yang diperoleh kemudian
langsung tersimpan secara otomatis pada Ares
main unit. Data yang tersimpan pada Ares
main unit kemudian diunduh dengan cara
menghubungkan Ares main unit dengan laptop.
Dari akuisisi data lapangan didapatkan data
titik lokasi pengukuran, nilai arus listrik, dan
beda potensial berupa tahanan jenis semu
(apparent resistivity). Data tersebut tersimpan
dalam tipe file *.dat untuk selanjutnya diolah
dengan
software
Res2dinv.
Langkah
selanjutnya adalah pengukuran kemiringan
(slope) dari topografi lintasan pengukuran
dengan menggunakan GPS dan kompas
geologi. Hasil dari pengukuran kemiringan
topografi ini kemudian dibuat tabel pada tiap
lintasan dan dimasukkan ke dalam data
tahanan jenis yang dihasilkan dari Ares main
unit untuk mendapatkan model tahanan jenis
2D dengan topografi lintasan sesuai dengan
kenyataan sebenarnya.
Cara pengolahan data dari hasil
pengukuran geolistrik dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak Res2Dinv.
Res2dinv merupakan suatu program komputer
yang dapat menentukan penampang model 2D
bawah permukaan bumi berdasarkan nilai
tahanan jenis semu di sepanjang lintasan
pengukuran.
Sumbu
y
menunjukkan
kedalaman lapisan bawah permukaan bumi dan
sumbu x menunjukkan posisi elektroda secara
horisontal. Pengolahan dengan perangkat lunak
Res2Dinv ini bertujuan untuk mendapatkan
nilai tahanan jenis sebenarnya (true resistivity)
di bawah titik pengukuran. Selanjutnya
dilakukan proses inversi 2D dengan metode

least square dengan menggunakan software
Res2Dinv. Hasil dari proses inversi akan
ditampilkan dalam 3 section yaitu model
penampang tahanan jenis semu hasil
pengukuran (measured apparent resistivity
pseudosection), model penampang tahanan
jenis hasil perhitungan (calculated apparent
resistivity pseudosection), dan model tahanan
jenis hasil proses inversi (inverse model
resistivity section). Pada setiap seksi model ini
memiliki nilai rms error yang didapat dari
selisih antara tahanan jenis semu hasil
pengukuran dan tahanan jenis hasil
perhitungan dari proses inversi. Proses iterasi
dilakukan sampai mendapatkan rms error
terkecil untuk mendapatkan model yang
mendekati kenyataan sebenarnya. Selanjutnya
dilakukan visualisasi 3 D model tahanan jenis
dengan menggunakan software Google Sketch
up.
Cara analisis data hasil penelitian
secara umum dilakukan menggunakan analisis
spasial, deskriptif, dan komparatif. Analisis
spasial
digunakan
untuk
mengetahui
persebaran data tahanan jenis hasil pengolahan
data di lapangan. Analisis deskriptif dilakukan
dengan menjelaskan persebaran material
dengan nilai tahanan jenisnya. Selanjutnya
dilakukan
analisis
komparatif
dengan
membandingkan dan mencocokkan hasil
berupa model penampang tahanan jenis 2D
dengan tabel nilai tahanan jenis batuan dan
mineral yang sudah baku yang telah dibuat
sebelumnya 6), 12). Untuk meyakinkan
interpretasi, hasil pengukuran dibandingkan
dan dicocokkan juga dengan data geologi lokal
daerah penelitian dan data pemboran teknik
yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya
4), 11), 13).
Selanjutnya, dilakukan interpretasi
litologi perlapisan batuan di bawah
permukaan, ketebalan lapisan yang berpotensi
longsor, dan pendugaan posisi dan material
bidang gelincir yang berpotensi menyebabkan
gerakan tanah.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengukuran geolistrik tahanan
jenis di Observatorium Geofisika Pelabuhan
Ratu disajikan dalam bentuk model
penampang tahanan jenis 2D. Persebaran

spasial nilai tahanan jenis dan litologi bawah
permukaan di Observatorium Geofisika
Pelabuhan Ratu ditunjukkan dengan visualisasi
3D hasil pengolahan Google Sketch Up pada
gambar 7 dan 8.
Pada penelitian sebelumnya, Tohari
dkk. 13) telah melakukan pemboran teknik, uji
insitu, dan uji laboratorium di lokasi untuk
mendapatkan jenis, profil tanah, dan batuan
bawah
permukaan.
Berdasarkan
hasil
pemboran teknik, lokasi penelitian umumnya
tersusun atas 3 lapisan, yaitu: tanah lempung
pasiran, warna kuning abu-abu, dengan
konsistensi medium dan memiliki ketebalan <
10m, lempung abu-abu konsistensi padat
dengan ketebalan < 9m, dan lempung
karbonatan dengan fragmen moluska dengan
ketebalan < 10 m, seperti ditunjukkan pada
gambar 6.

Gambar 6. Jenis lapisan tanah berdasarkan
pemboran teknik oleh Tohari dkk. (2013). Warna
kuning merupakan lapisan tanah lempung pasiran
kuning abu-abu dengan konsistensi medium sebagai
lapisan penutup, warna hijau merupakan lapisan
lempung abu-abu dengan konsistensi padat dan
warna biru merupakan lempung karbonatan dengan
fragmen moluska.

Untuk mempermudah interpretasi
material dalam penelitian ini, maka visualisasi
3D model tahanan jenis dibagi menjadi 2,
yaitu: lintasan yang berarah hampir timurbarat dan utara-selatan (pada gambar 7); serta
lintasan yang berarah hampir
baratlauttenggara dan baratdaya- timurlaut (pada
gambar 8). Hasil visualisasi 3D model tahanan
jenis
tersebut
diharapkan
dapat
menggambarkan persebaran lapisan baik
sebaran tahanan jenis rendah, sedang, hingga
tinggi secara 3 dimensi sehingga memudahkan
dalam interpretasi struktur lapisan di bawah
titik pengukuran dan memperjelas dalam
identifikasi bidang gelincir penyebab gerakan
tanah.

Lintasan 5

Lintasan 2

Lintasan 1

Lintasan 3

Lintasan 4

Gambar 7. Hasil visualisasi 3 D model penampang tahanan jenis pada lintasan 1-5. Sebaran nilai tahanan jenis
rendah (warna biru tua hingga biru muda) dengan nilai tahanan jenis 0,17 - 2,96 ohm.m diinterpretasikan sebagai
lapisan lempungan lunak. Penampang berwarna hijau muda hingga kuning dengan nilai tahanan jenis 2,96 - 14,9
ohm.m diinterpretasikan sebagai lapisan lempung dengan konsistensi padat. Penampang warna kuning hingga
jingga dengan nilai tahanan jenis 14.9 - 33.6 ohm.m diinterpretasikan sebagai tanah lempung pasiran dengan
konsistensi medium. Sementara itu, sebaran material dengan nilai tahanan jenis sangat tinggi (warna merah
hingga merah tua) dengan nilai tahanan jenis 33,6 - 171,0 ohm.m diinterpretasikan sebagai batuan yang cukup
keras berupa batu pasir atau batuan lava andesit tersebar di bagian timur lintasan.

Lintasan 6

Lintasan 9

Lintasan 8
Lintasan 7

Gambar 8. Hasil visualisasi 3 D model penampang tahanan jenis pada lintasan 6-9. Sebaran material tahanan
jenis sangat tinggi (warna jingga hingga merah tua) dengan nilai 33,6 - 171,03 ohm.m diinterpretasikan berupa
lapisan batu pasir dan lava andesit terdapat dibagian timur lintasan. Di bawah lapisan penutup lintasan sebelah
timurlaut terdapat sedikit sisipan material dengan tahanan jenis sangat rendah (warna biru tua hingga biru muda)
dengan nilai tahanan jenis 0,17 - 2,96 ohm.m diinterpretasikan sebagai lapisan lempungan lunak. Sementara itu,
di sebelah baratdaya material relatif homogen (warna hijau) dengan nilai tahanan jenis berkisar dari 2,96 hingga
14,9 ohm.m yang diinterpretasikan berupa lapisan lempung dengan konsistensi padat.

Dari hasil visualisasi 3D tahanan jenis
gambar 7, pada lintasan 1,2, 3 terlihat dibawah
lapisan penutup, terdapat material dengan nilai
tahanan jenis sangat rendah (warna biru mudabiru tua) yang diidentifikasi merupakan lapisan
lempung lunak yang jenuh air. Hal ini sedikit
berbeda dengan hasil dari penelitian
sebelumnya oleh Tohari 13), dimana dibawah
lapisan penutup diidentifikasi berupa lapisan
lempung dengan konsistensi padat. Hal ini
berkaitan perbedaan waktu antara pemboran
teknik dengan penelitian ini dilakukan. Adanya
lempungan yang jenuh air ini diduga karena
sehari sebelum penelitian ini terjadi hujan
dengan intensitas cukup lebat di wilayah
penelitian, sehingga material lempung
menyerap air dengan jumlah yang cukup
banyak.
Bahkan
saat
berlangsungnya
pengukuran lintasan 5 terjadi hujan ringan
sehingga
sebagian
besar
lintasan
5
teridentifikasi material dengan tahanan jenis
rendah. Dengan adanya air hujan yang masuk
ke dalam tanah akan menyebabkan material
mengalami konduksi elektrolitik sehingga
material akan lebih mudah mengalirkan arus
listrik saat pengukuran.
Adanya sebaran tahanan jenis material
sangat rendah berupa material lempung lunak
dibagian barat ini, diduga juga berkaitan
dengan adanya kolam air yang berada di
daerah paling barat lokasi penelitian. Adanya
kolam air yang dekat dengan lembah sungai ini
diperkirakan merupakan tempat berkumpulnya
rembesan air yang masuk melalui rekahan
tanah ketika hujan terjadi (gambar 9).

serta batuan lava andesit yang terdapat di
bagian timur observatorium berasosiasi dengan
adanya singkapan intrusi lava andesit yang
membentuk perbukitan di sebelah timur
(gambar 10). Selain itu, nampak juga adanya
singkapan batuan andesit yang dijumpai di
beberapa lokasi sebelah timur area penelitian
(gambar 11). Batas struktur antara batuan yang
cukup keras yang berada di timur lintasan
dengan material yang berada di bawahnya juga
nampak jelas berada pada bagian tengah lereng
arah ke timur seperti terlihat pada gambar
visualisasi model penampang tahanan jenis 3D
pada gambar 7 dan 8.

Gambar 10. Singkapan intrusi lava andesit yang
membentuk perbukitan di sebelah timur
Observatorium Geofisika Pelabuhan Ratu

Gambar 11. Singkapan batuan andesit yang nampak
di beberapa tempat di sebelah timur Observatorium
Geofisika Pelabuhan Ratu

Gambar 9. Kolam air yang berada di paling barat
Observatorium Geofisika Pelabuhan Ratu. Kolam
air ini berada di dekat lintasan bagian barat dari
lintasan pengukuran 1,2, dan 3

Sementara itu, sebaran nilai tahanan
jenis sangat tinggi berupa material batu pasir

Dari uraian diatas, maka dapat
diketahui bahwa struktur material bawah
permukaan di Observatorium Geofisika
Pelabuhan Ratu khususnya di bagian barat
memiliki 3 jenis lapisan tanah, yaitu: tanah
lempung pasiran dengan konsistensi medium
sebagai lapisan penutup. Lapisan ini tersebar
secara tidak merata dengan ketebalan lapisan
berkisar 3-10 m. Di bawah lapisan penutup,

terdapat material lempung lunak yang
memiliki kandungan air cukup tinggi. Lapisan
lempungan lunak yang jenuh air ini terlihat
berada pada kedalaman 3 m hingga pada
kedalaman 30 m berada di tengah lereng ke
arah barat gedung utama Observatorium.
Lapisan ini mencapai ketebalan 25 m dibawah
lapisan penutup. Di bawah lapisan ini terdapat
lapisan lempung dengan konsistensi padat.
Selanjutnya, dari hasil interpretasi
struktur perlapisan material tanah atau batuan
di bawah titik pengukuran di Observatorium
Geofisika Pelabuhan Ratu ini, maka dapat
diidentifikasi adanya bidang gelincir lapisan
tanah. Bidang batas antara material lempungan
lunak (soft soil) yang menumpang pada
material lempungan padat yang teridentifikasi
terdapat pada lintasan 1, 2, dan 3 (gambar 7)
diduga kuat merupakan zona lemah dari
struktur perlapisan batuan yang dapat
berpotensi terjadi pergerakan.
Sebagaimana studi pada kasus
longsoran yang telah diteliti sebelumnya3), 8), 10)
bidang gelincir merupakan bidang kontras dari
tahanan jenis material yaitu di zona tak jenuh
dan zona jenuh. Bidang yang longsor biasanya
dikaitkan dengan nilai tahanan jenis rendah
dan mempunyai kandungan air tinggi.
Sedangkan untuk bidang gelincir, pada
umumnya berupa bahan lempung atau tanah
liat yang kompak ditandai dengan tahanan
jenis yang lebih tinggi. Pada bidang batas ini
memungkinkan pelapukan material dan
peningkatan kadar air di atasnya.
Untuk lebih memperjelas identifikasi
bidang gelincir pada penelitian ini, maka dapat
dilihat bidang gelincir lapisan pada lintasan 1
(gambar 12).
Bidang Gelincir

Gambar 12. Model penampang tahanan jenis 2D
lintasan 1. Garis hitam putus-putus diduga
merupakan bidang gelincir.

Bidang gelincir (garis hitam putusputus) diidentifikasi merupakan daerah antara

lapisan lempung dengan konsistensi padat
yang kompak dengan lapisan lempung lunak
yang jenuh air berada di atasnya. Ketika air
hujan meresap kedalam lapisan lempung yang
lunak ini menjadikan material tersebut
mengalami
perubahan
volume
dan
menyebabkan adanya beban material yang
berlebih yang diterima lapisan bidang gelincir
berupa lapisan lempung yang lebih kompak.
Akibatnya lapisan lempung yang lebih kompak
menjadi licin dan dapat menjadi landasan
tergelincirnya material lapuk berupa lempung
yang jenuh air menuju ke bawah lereng akibat
adanya gaya gravitasi.
Kemiringan dari lapisan yang diduga
sebagai bidang gelincir searah dengan
topografi lintasan pada kedalaman 10 hingga
30 m dengan kemiringan tidak terlalu curam