Jurnal PendarPena Nomor 6 Tahun I Mei 20

Daftar Isi

Pembuka Kalam: Dunia Kita, Dunia Sastra............................2 Kata Pembaca...................................3 Secangkir Cappucino

Sastra.....................................4 Dosa Balai Pustaka Kepada Bangsa,

Penanggung Jawab:

Dosa Bangsa K epada

Rapat Dewan Redaksi

Balai Pustaka.........................6 Buku-buku……...............................8

Pemimpin Redaksi: Berto Tukan Cerpen: Janin yang Berbicara……...11

Redaksi: Sulaiman Harahap, Mufti Ali. S, Tia Yang Melukai Halimunda,

Septian, Hendra Kaprisma, Oscar Ferry, Firly Kerabat Macondo Itu ……13

Afwika

Karya Sastraku, Ekspresi Diriku........ ………………..15

Tlp: 0813 200 12821, 0856 1112 954 Wawancara Imajiner dengan Pram....17

E-Mail: memendar_pena@yahoo.com Warta : Dua Hari dalam Semangat

Penerbit: Kelompok Belajar Pendar Pena Apresiasi Sastra..…………..19

PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA Nomor 6, Tahun Pertama, Mei 2008

Pembuka Kalam

Dunia Kit a,

D unia Sa st r a

“Manusia adalah Homo Fabulans, makhluk bercerita atau bersastra” (A. Teeuw)

heran apabila dikatakan bahwa manusia adalah makhluk bersastra (Homo Fabulans). Sehingga tidak M

anusia, pikiran, dan karya adalah trinitas dunia perikehidupan kemanusiaan. Pikiran, alam, dan teks adalah tiga serangkai dunia kesusasteraan. Sedangkan Interaksi, Bahasa, dan Pembacaan adalah trilogi dunia teks. Antara dunia manusia, dunia sastra, dan dunia teks adalah tiga dunia yang terhimpun dalam satu tubuh, yakni semesta Manusia. Maka tak

dapat dipungkiri pula bahwa dunia kita adalah dunia sastra; kita dan sastra satu dunia. Omong-omong dunia sastra, bincang-bincang sastra atau dalam kalimat lain dari seorang guru besar Bahasa dan Sastra Indonesia di Leiden, A. Teeuw, yaitu membaca dan menilai sastra (persis dengan judul buku karangannya), kita tak pernah lepas dengan kode-kode dalam proses memaknai sastra. Ada tiga kode yang mesti dikuasai dalam proses membaca sastra. Yakni kode bahasa, kode budaya, dan kode khas bersastra.

Kode bahasa, jelas menjurus pada soal bahasa yang digunakan dalam sebuah karya sastra. Tidak bisa tidak, bahasa yang digunakan dalam sebuah karya sastra mesti kita kuasai, sebagai langkah awal memaknainya. Kode kedua soal konteks budaya, kita mesti paham akan citra manusia dan latar budaya dibalik teks sastra yang kita kaji. Ketiga lebih ruwet, kode khas bersastra. Di sini terujilah kita sebagai pembaca untuk menggali kreativitas, ketajaman interpretasi dan mengajak format kebahasaan yang kita pakai sehari-hari keluar dari ranahnya. Sepertinya rumit. Kenapa? karena kita tidak biasa. Padahal sederhana, sebab kita makhluk bersastra. Potensi ada dalam diri kita, maka tinggal rutinitas, pendekatan diri saja. Ayo coba, terus coba!

Dalam upaya meramaikan obrolan seputar dunia sastra dan seirama dengan pokok penggalan- penggalan teks diatas, Pendar Pena edisi VI hadir dengan tema seputar dunia sastra. Dalam edisi ini tersaji esei-esei sastra dari berbagai perspektif penulisan. Ada ruang bagi esei sastra yang ditelisik dari jendela filsafati dengan bahasa yang renyah, yaitu Secangkir Cappucino Sastra, sekedar umbaran dari Danang Budiawan dan Karya Sastraku, Ekspresi Diriku sebuah goresan pemikiran Aloysius Adhitama, yang menyuratkan bahwa karya sastra adalah ekspresi manusia dari dunia ide yang abstrak menjadi tulisan yang konkret.

Selain itu, terdapat pula tiga esei lain yang masing-masing bertajuk, Dosa Balai Pustaka Kepada Bangsa dan Dosa Bangsa Kepada Balai Pustaka; Yang Melukai Halimunda, Kerabat Macondo Itu, dan Wawancara Imajiner dengan Pramoedya Ananta Toer. Pada judul pertama, Endang Rukmana mengajak kita membenahi image kurang tepat yang terbentuk di masyarakat terhadap Balai Pustaka selama ini. Kedua, bersama Berto Tukan dan pembacaannya atas Seratus Tahun Kesunyian karya Gabriel Garcia Marquez dan Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan, kita bertamasya sastra ke Macondo dan Halimunda. Selanjutnya tak kalah menarik, Oscar Ferry menyeret kita menyimak wawancara imajinernya dengan sastrawan Realisme Sosialis nan legendaris yang populer dengan panggilan Pram.

Tidak hanya itu, kini Pendar Pena pun menyuguhkan ruang baru bagi pembedahan buku. Buku yang dibedah kali ini adalah Pola dan Silangan: Jender dalam Teks Indonesia dan Nirbaya: Catatan Harian Mochtar Lubis dalam Penjara Orde Baru. Kemudian kita pun diajak Teraya Parahmeta untuk bertamasya dalam ruang Karya dengan Cerita Pendeknya berjudul Janin yang Berbicara. Ada juga laporan sekilas dari acara Markas Sastra (Komunitas Sastra di FIB-UI). Semoga edisi seputar dunia sastra ini dapat membaui khasanah membaca dan menilai sastra. Sekian dan selamat membaca.

Sulaiman Harahap

Nomor 6, Tahun Pertama, Mei 2008 PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA

Kata Pembaca

E-m a il d a ri H ilm a n Fa rid

Saya sudah baca sem ua edisi Pen dar Pen a (edisi I-IV, red). Saya sen an g, ada tem an -tem an yan g m au bikin terbitan seperti in i. Kebetulan saya ikut di redaksi len tera, terbitan SM-FSUI jam an dulu (1990 kalau n ggak salah), dan beberapa terbitan gerilya lain n ya. J adi, bisa m en an gkap sem an gatn ya. Di sisi lain , saya berpikir, k ok setelah sekian belas tah un , tem an -tem an yan g kritis dan pun ya m in at dalam dun ia tulis-m en ulis m asih h arus bergerilya juga?

Un tuk terbitan den gan form at n ewsletter, isi Pen dar Pen a m en urut saya rada berat. Usul saya, kalau m em an g m aksudn ya adalah m em perken alkan tem a-tem a yan g m en urut redaksi pen tin g un tu k diketahui um um , tam bahkan juga in form asi m en gen ai apa yan g ditulis dalam artikel yan g “rada berat” tad i. Misaln ya, tu lisan ten tan g h istor iogr afi In d on esia, ya d iban tu sed ikitlah d en gan in for m asi soal buku-buku yan g pern ah ditulis oran g, sedikit in fo rin gan ten tan g siapa Sarton o Kartodirdjo, On g H ok

H am , dan pen dekar-pen dekar lain n ya. Sehin gga pem baca tidak kewalahan m em baca artikel yan g rada abst r ak. Lain lagi kalau m aun ya bikin jurn al. Tapi un tuk form at jurn al, Pen dar Pen a m asih kuran g dielaborasi dan kuran g dalam . Masalahn ya den gan jurn al, dia m em an g bukan bacaan populer, dan biasan ya pun ya kom un itas pem bacan ya (dan pen ulis) sen dir i.

Pen dar Pen a sebagai jurn al m ah asiswa setiap edisin ya selalu m em berikan tem a-tem a yan g m en in ju, tulisan -tulisan yan g m en on jok, dan alh asil adalah keselur uh an paket yan g m em ber ikan bekas-bekas kesan m en gh ibu r dan ju ga in for m atif. Yan g m asih per lu dikem ban gkan dar i Pen d ar Pen a m u n gkin adalah ben tuk dan kem asan luarn ya, agar lebih m en arik bagi para calon pem baca, yan g keban yakan adalah m ahasiswa dan m en ggem ari ben tuk-ben tuk visualisasi. Satu lagi yan g saya kagum dari Pen dar Pen a

ad alah p ar a p r aju r itn ya yan g p an tan g m en yer ah d alam m ewu ju d kan ju r n al in i! Sem an gatn ya am at revolusion er! Sem oga m akin hari arm ada Pen dar Pen a m akin ban yak, jadi prajurit yan g sekaran g gak perlu babak belur setiap m en jelan g deadlin e! am iiin n =) .

( Ch ris ta S a b a th a ly, p r o j e c t o ffi c e r Th e Th r e e D e c a d e s o f J a z z G o e s To c a m p u s , p e n ggia t ko m u n ita s p e n u lis A g e n d a 18 )

S MS d a ri Ro s id a Ero w a ti, M. H u m .

J ika Pen dar Pen a sudah terbit rutin seperti in i, Pen dar Pen a harusn ya jan gan han ya m en jadi m ajalan in die yan g tan pa in stitusi, kar en a poten si yan g dim iliki Pen dar Pen a h ar us dipr ofesion alisasi tetapi bu kan kom su m er isasi.

( Ro s id a Ero w a ti, M. H u m ., D o s e n U IN J a ka rta )

*Pendar Pena edisi Juni akan membahas seputar Jakarta. Bagi yang berminat menyumbangkan artikel, harap dikirimkan ke e-mail redaksi sebelum 10 Juni 2008. Tulisan

berkisar antara 5.500-7.000 karakter, nir-spasi.

*Pendar Pena tersedia di: Bengkel Deklamasi TIM, Toko Buku Kalam Utan Kayu, Toko Buku Cak

Tarno Depok, Perpus FIB UI, Perpus Pusat UI, Perpus UIN Syarif Hidayatulah, Perpus STFK Driyarkara (persediaan terbatas).

PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA

Secangkir Cappuccino Sastra

Cappuccin o dalam can gk ir itu seperti lautan berw arn a cok elat dan rem bulan itu datan g lan gsun g

dari lan git, tercem plun g k e dalam can gk ir, ten ggelam seben tar, tapi lan tas terapun g-apun g seperti bola pim pon g – tapi itu bukan bola pim pon g, in i rem bulan . Rem bulan dalam Cappuccin o – Sen o Gum ira Ajidarm a

D. Budiawan .

Essei

K ata rapat melekat. Bergerak

bersama kopi, nikmat menyayat. Merobek makna

dan menggerus hujan di bawah langit Margonda, lamat-lamat . Persetubuhan dengan cappuccino masih setengah jalan. Bergerak-gerak bersama buih sebuah bulatan coklat di antara uap dari dalam cangkir. Coco granule memberi rasa manis serta sensasi lumer di tiap butirnya. Melepas lelah, merebah jengah, sambil menikmati jazz di balik jendela kafe buku. Banyak yang menganggap hanya sekedar gaya hidup. Kalau tren berganti pasti lama-lama akan mati dengan sendiri. Sekedar membuang-buang waktu untuk berpenetrasi dengan kata-kata. Apa lagi kalau sudah membaca sastra. Mau jadi apa? Bagian dari sekelompok besar penulis yang bukunya berada di deretan pojok kumpulan buku tak laku? Atau menjadi terkenal setelah mati karena miskin berkepanjangan? Atau pandangan paling skeptis, mana mungkin sastra bisa bikin kenyang? Sebegitu tidak berharganya-kah sastra? Tapi mengapa masih tetap dibaca? Awal mulanya cerita, kata merupakan bagian dari simbol

yang dikonvensi dalam pemahaman kolektif. Setiap kata mewakili keberadaan historisitas dan kekinian. Sebagai bagian dari budaya, kata berganti menjadi alat bagi kuasa. Memastikan setiap anggota dalam lingkaran kolektifitas untuk tetap di bawah otoritas. Bersama alasan untuk

memberi jaminan perlindungan bagi keselamatan setiap anggota komunitas. Menjaga dari serangan orang luar yang akan mengganggu masyarakat. Namun perkembangan selanjutnya kekuasaan tidak memberi ruang bagi ranah privat. Sedangkan manusia mulai menyadari keberadaannya terkutuk untuk

menjadi bebas. Kekuasaan ingin mengembalikan keberadaan kata ke dalam periuk tak berdasar, mengontrol manusia untuk tunduk terhadap kuasanya. Dalam terminologi Derrida, otoritas adalah logos yang mendominasi kebenaran absolut. Logosentrisme mengandaikan adanya konsepsi logos atau rasio sebagai pusat dari segala sesuatu.

Mereduksi permasalahan ke dalam suatu teori yang universal dan umumnya memiliki nilai

kebenaran yang apriori. Universalitas kebenaran ini dipercaya merupakan kebenaran yang objektivitasnya

melampaui subjektivitas individu. Teori dan kebenaran tidak

terpangaruh unsur subjek dan dianggap tidak terikat oleh ruang dan waktu. Kebenaran

terbebas dari kontingensi karena

sifatnya yang absolut dan transenden di luar pengalaman yang partikular. Universalitas kebenaran menciptakan kesatuan (unitas) yang hakikatnya dibangun di atas pluralitas. Universalitas kebenaran menciptakan kesatuan makna atas interpretasi- interpretasi yang beragam. Kesatuan makna dicapai dengan metode reduksionisme. Metode reduksionisme adalah pemilah- milahan sesuatu untuk sampai pada esensialitasnya. Esensi adalah

Nomor 6, Tahun Pertama, Mei 2008 PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA

sesuatu yang baku sehingga mengantarkan kita pada kesimpulan yang sama dan satu. Sistem ini sesungguhnya mereduksi the other dalam konsep kesatuan dan menyeragamkan pluralitas ke dalam unitas. Teks merupakan perlawanan terhadap pusat yang dianggap sebagai kebenaran absolut. Adanya differensial tanda dalam teks menyebabkan teks bersifat diseminatif. Teks bersifat diseminatif karena tanda-tanda yang termuat dalam teks menyebar dan berhubungan dengan teks-teks lain. Tidak ada kebenaran yang otonom karena kebenaran dibentuk dari teks, ditemukan dalam teks, dan direkayasa oleh teks. Sebagaimana Dasein yang melalui hidup kesehari- harian sebagai das man, “manusia merindu bebas”, tidak lagi menjadi bagian besar massa yang berada di ranah antah barantah. Massa, teror, dan trauma merupakan segitiga ketidakberdayaan manusia sebagai individu. Bukan karena ia tidak berakal, melainkan karena takut menggunakan akal itu secara publik dan memilih tunduk pada otoritas. Bukan ketakutan yang secara umum dikarenakan oleh kekuasaan yang sangat merugikan individu di dalamnya, tetapi ketakutan yang disebabkan kenyamanan dan kesenangan. Kenyamanan tersebut karena seseorang yang tunduk pada otoritas malah mendapatkan kesejahteraan lebih baik dibanding para pembangkang dan penolak hegemoni otoritas. Sastra memberi ruang bagi manusia untuk bebas. Terlepas dari universalitas dan hegemoni otoritas. Tidak ada sekat. Seolah terbang, entah menyentuh mega atau malah bergumal di kedalaman jantung. Melihat manusia bersama angan yang jauh membumbung langit. Hingga menukik, menelusuri

Danang Budiawan

a d a la h p e n ik m a t k a r ya sa st r a ya n g kin i t er d a ft a r sebagai m ahasiswa Filsafat FIB-UI an gkatan 20 0 4.

kedalaman jiwa. Menembus ruang gelap diantara bilik-bilik ketakutannya sendiri. Chairil Anwar menyebutkan bahwa dalam diri manusia ada “gedong besar dan gelap tempat jiwa yang sejati bersembunyi”. Sehingga ketika sastra menyaput kata menjadi kelabu, mungkin banyak yang memberi arti biru. Tapi tak jarang yang melihatnya sebagai ungu. Seketika kata terlepas dari dirinya. Melebur bersama interpretasi dan persepsi, tak ada yang hakiki. Sebagaimana kopi yang berbeda-beda rasa. Bahkan jika di tangan pembuat yang berbeda, akan berbeda pula rasanya. Hampir susah untuk membedakan antara kopi arabika dengan robusta.

Kopi telah bercampur dengan bermacam- macam bahan lain. Segala macam kopi coba mencari eksistensinya. Terkadang sangat eksperimental hingga kopi hanya sekedar nama, karena tak ada rasa kopi di dalamnya. Walaupun begitu, kopi tetaplah kopi. Sebagaimana sastra tetaplah sastra. Sekalipun tidak ada yang membacanya. Sebuah karya akan terlepas dari penulisnya ketika telah sampai pada pembaca (death of the author). Oleh karena itu, bukan untuk memperdebatkan kelabu, biru, ataupun ungu. Tapi seberapa mampu setiap manusia berinteraksi untuk menemukan

eksistensinya. Dan secangkir cappuccino hangat telah lenyap bersama hujan yang berhenti. Rembulan telah kembali, tak lagi menghiasi cangkir cappuccino yang tersaji. Mulai besok tidak ada menu cappuccino di kafe buku, karena rembulan enggan turun ke bumi. Terlebih tak ada yang peduli kalau selama ini, ia sering pergi. Tapi mungkin besok, rembulan akan datang namun dengan bentuk serupa kopi. Sekedar umbaran.

Sastra memberi ruang

bagi manusia

untuk bebas.

Terlepas dari universalitas

dan hegemoni otoritas. Tidak ada sekat. Seolah terbang, entah menyentuh mega atau malah bergumul

di kedalaman

jantung,

PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA Nomor 6, Tahun Pertama, Mei 2008

Dosa Balai Pustaka Kepada Bang sa DAN Dosa Bangsa Kepada Balai Pustaka

Endang Rukmana .

B kembali jejak yang ditinggalkan Balai Pustaka sebagai sebuah institusi yang mengemban misi ekonomi,

alai Pustaka memang punya dosa. Diawali sebagai alat kepentingan pemerintah kolonial, misi Balai Pustaka jelas bukan hanya hendak mencerdaskan rakyat di tanah Hindia Belanda. Namun betapa besar peranan Balai Pustaka dalam memajukan dan membentuk bahasa serta kesusastraan di Indonesia tidak dapat kita tampik. Menarik untuk kita telaah

sosial dan budaya. Istilah BP, menurut Ajip Rosidi, berasal dari usulan H. Agus Salim yang pada saat itu bekerja di kantor tersebut, atau suka membantu kantor tersebut untuk menerjemahkan beragam bacaan berbahasa Inggris dalam bahasa Melayu. 1

Menurut Doris Jedamski dalam “Balai Pustaka: A Colonial Wolf in Sheep’s Clothing” (Archipel No.

44, 1992 ), ide pendirian komisi ini berasal dari seorang pegawai kolonial bernama J. E. Jasper. Dalam laporannya pada Desember 1905, Jasper meminta pemerintah untuk meningkatkan sistem sekolah desa, terutama di Jawa dan Madura. Hal ini terkait dengan kebijakan politik etis yang mulai diterapkan di Hindia Belanda. Jasper menyarankan adanya pemusatan produksi, distribusi, dan penyimpanan bahan bacaan oleh Departemen Pendidikan dan Agama (Department van Onderwijs en Eerdienst, disingkat O&E). 2

Ide Jasper itu kemudian menjadi kenyataan melalui Keputusan Pemerintah No. 12 pada 14 September 1908 dengan dibentuknya Commisie voor de Inlandsce School en Volkslectuur (Komisi untuk Sekolah Pribumi dan Bacaan Rakyat) . Dengan bertambahnya pekerjaan komisi yang tidak semata-mata memberi pertimbangan, tetapi juga menerbitkan bacaan, didirikanlah Kantoor voor de Volkslectuur berdasarkan Keputusan Pemerintah No. 63 tanggal 22 September 1917. Lembaga inilah yang kemudian kita kenal sebagai Balai Pustaka. Dengan berdirinya Balai Pustaka, maka pekerjaan Komisi Bacaan diambil alih.

Salah satu tujuan penerbitan buku-buku Balai Pustaka adalah mencegah menjamurnya “bacaan liar” yang dikeluarkan oleh penerbit swasta. D. A. Rinkes, direktur Balai Pustaka, sebagaimana yang dikutip Maman S. Mahayana (2005), menyatakan sebagai berikut:

“Hasil pengajaran itu boleh juga mendatangkan bahaya, kalau orang yang telah tahu membaca itu mendapat kitab-kitab bacaan yang berbahaya dari saudagar kitab yang kurang suci hatinya dan dari orang-orang yang hendak mengacau. Oleh sebab itu bersama-sama dengan pengajaran itu haruslah diadakan kitab-kitab bacaan yang memenuhi kegemaran orang kepada pembaca dan memajukan pengetahuannya, seboleh-bolehnya menurut tertib dunia sekarang. Dalam usaha itu perlu dijauhkan segala yang dapat merusakkan kekuasaan pemerintah dan ketenteraman negeri.”

D. A. Rinkes yang menjabat sebagai direktur pertama Balai Pustaka mencatat tiga kriteria penting yang digunakan Balai Pustaka dalam menyeleksi naskah-naskah yang akan diterbitkan; (1) tidak mengandung unsur anti kolonial, (2) tidak menyinggung perasaan dan etika golongan masyarakat tertentu, (3) tidak menyinggung perasaan suatu agama tertentu. Konsekuensinya adalah munculnya sastra bercorak

*Gambar: Perpustakaan Keliling Balai Pustaka. (dari “Indonesian Heritage, Bahasa dan Sastra 10” hal. 87)

Nomor 6, Tahun Pertama, Mei 2008 PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA

elitis, tidak menyinggung Belanda, Balai Pustaka tetap dipertahankan di bawah pengawasan masalah perbedaan etnis, dan Kantor Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Syidosyo). Jepang rupanya sadar yang paling mutlak adalah betul pentingnya membangun sebuah citra yang baik lewat media terlarang menyuarakan gagasan kebudayaan. Bidang sastra dan produk kesenian lainnya ditangani yang mengandung semangat dengan sangat serius. Berbagai sayembara penulisan puisi, cerpen dan (kesadaran) kebangsaan.

naskah drama, dengan tema-tema propaganda kerap dilaksanakan 3 , Pemerintah kolonial tetapi bukan oleh Balai Pustaka, melainkan oleh Keimin Bunka Syidosyo. berupaya membendung

Di tangan Jepang ini Balai Pustaka hanya bertugas sebagai pengaruh produk-produk “penerjemah” dan “percetakan” bagai kepentingan propaganda Jepang, bacaan non Balai Pustaka. Maka, tanpa wewenang berarti dalam menentukan apa-apa yang akan muncullah beberapa istilah diterbitkan. Sebagai pihak yang menguasai sistem penerbitan, pejoratif yang mendistorsi dan pemerintah tidak hanya melakukan sensor atas teks yang akan meminggirkan proses kreatif diterbitkan, tetapi juga melakukan sejumlah perubahan atau revisi para pengarang di luar ‘pagar’ yang disesuaikan dengan semangat propaganda pemerintah. Balai Pustaka. Karya-karya

Selepas proklamasi dikumandangkan, kelesuan sejak masa mereka diklaim sebagai “bacaan pendudukan Jepang masih terwariskan. Balai Pustaka mengalami masa liar ”, “roman pitjisan”, dan vacuum . Pada Agresi militer Belanda ke-1 hingga ke-2, Belanda yang penerbitnya dianggap sebagai menguasai Jakarta berusaha merengkuh kembali Balai Pustaka ke “saudagar kitab yang kurang dalam pengaruh dan kekuasaannya. Namun para redaksi dan suci hatinya”. Akibatanya, karyawan memilih keluar dari Balai Pustaka tinimbang harus sebagian besar karya-karya bekerjasama dengan Belanda. sastra penulis non-Balai Pustaka

Baru pada tahun 1948 P. L. Wery berhasil mengajak Kasuma di Hindia Belanda tidak Sutan Pamuntcak untuk kembali menghidupkan Balai Pustaka. terdokumentasikan dalam Sejumlah bantuan keuangan diberikan pada Balai Pustaka. 4 Perubahan sejarah. Inilah dosa besar Balai kebijakan terjadi dalam tubuh Balai Pustaka: Pustaka kepada bangsa Indonesia.

Dan sedjak tanggal 1 Mei 1948 itu Balai Pustaka sudah memasuki suatu djaman jang baru pula, baru sama

Dosa Bangsa Kepada Balai

sekali.

Pustaka

Balai Pustaka dengan tepat dan sadar ditudjukan Ketika Jepang kearah kedudukan jang sewadjarnya harus diduduki oleh Balai Pustaka sebagai suatu badan pembangun kebudajaan.

menggantikan kedudukan Tjara kerdjanja buat sementara ini ialah: 1. Menjusul kembali kekurangan jang timbul

dimasa 6 tahun jang lalu (mengulang mentjetak buku-buku jang masih baik untuk masjarakat kita sekarang);

2. Memperkenalkan kesusasteraan dunia jang terpilih kepada masjarakat Indonesia; 3. Menjadjikan berbagai-bagai pendapat dan pendirian tentang kebudajaan dari ahli-ahli dalam dan luar negeri;

4. Menerbitkan hasil kesusasteraan pudjangga dan ahli pikir Indonesia;

5. Mengusahakan batjaan untuk anak-anak, pemuda dan untuk orang dewasa jang baru pandai membatja (hasil pem-berantasan buta huruf). 5

Dalam kurun waktu yang singkat (1948 – 1950), Balai Pustaka mengalami masa keemasannya. Inilah kondisi ideal bagi Balai Pustaka sebagai sebuah institusi penerbitan dan lembaga kebudayaan; pada rentang waktu ini redaksi Balai Pustaka memiliki kesadaran, kebebasan dan wewenang penuh dalam menerbitkan buku-buku. Maka lahirlah karya-karya sastra penting dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern, seperti Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948) karya Idrus; Atheis (1949) karya Achdiat Kartamihardja; Tambera (1949) karya Utuy Tatang

Gambar: Poster untuk perpustakaan pribumi tentang biro Sontani; Dia jang Menjerah (1950) karya Pramoedya

kesusasteraan populer, Weltevreden. dari “Indonesia Heritage, Bahasa dan Sastra 10” hal. 86)

PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA Nomor 6, Tahun Pertama, Mei 2008

Ananta Toer; Aki (1950) karya Idrus; Si Djamal (1950)

BukuBuku

karya Mochtar Lubis; dan Surapati (1950) karya Abdul Muis.

Naasnya, kondisi ideal Balai Pustaka yang mencapai puncaknya pada tahun 1950 harus redup di tahun itu juga akibat ulah bangsanya sendiri. Balai Pustaka dipecah dua menjadi bidang penerbitan dan bidang percetakan di bawah wewenang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang cenderung memfungsikannya

sebagai percetakan milik negara. 6 Balai Pustaka

kehilangan otonominya sebagai penerbit dan lembaga kebudayaan. Inilah dosa besar bangsa kita kepada Balai Pustaka; gagal menafsirkan dan memposisikan maksud, tujuan dan fungsi didirikannya Balai Pustaka.

Ironis, Balai Pustaka ternyata bernasib lebih baik di tangan pemerintahan kolonial Belanda—bahkan pemerintah pendudukan Jepang—yang sadar benar fungsi sosial dan budaya Balai Pustaka ketiimbang di tangan pemerintah bangsanya sendiri yang sengaja atau tidak telah menjadikan Balai Pustaka sekadar percetakan milik negara. Meskipun di tahun 1953 lini penerbitan dan percetakan Balai Pustaka digabungkan kembali, perlakuan pemerintah kepada Balai Pustaka di tahun-tahun kemudian tetap sama. Akibatnya image yang terbentuk hingga saat ini

Judul

: NIRBAYA : Catatan Harian Mochtar

Balai Pustaka bukan lagi sebuah institusi yang

Lubis Dalam Penjara Orde Baru

berperan besar dalam memajukan bahasa dan

Penulis

: Mochtar Lubis

kesusastraan Indonesia melainkan sekadar

Penerbit

: LSPP dan Yayasan Obor Indonesia

percetakan milik negara dan penerbit buku-bu.

Tahun Terbit: 2008

Catatan Akhir

Tebal Buku : xi + 142 hlm

1 Atep Kurnia, “Balai Pustaka dan Buku Sunda”, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/062007/16/

Sebagaimana banyak kita ketahui, bahwa khazanah/index.html (diakses pada 31 Desember 2007).

manusia hebat memang selalu lahir dari sebuah 2 Ibid.

kondisi yang tidak lazim. Manusia hebat selalu 3 H. B. Jassin, Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang,

hadir dalam kacaunya situasi zaman yang Jakarta, Balai Pustaka, 1948.

akhirnya membutuhkan seorang manusia hebat Tentu saja bantuan ini punya pamrih. Kuat dugaan

untuk menjadi penyelamat kondisi yang ada. Hal saya redaktur Balai Pustaka kembali menerbitkan dan

yang sama rupanya terjadi pada Mochtar Lubis, mencetak ulang buku-buku yang berisi pencitraan baik

seorang jurnalis kelas wahid yang pernah hidup di pada Belanda seperti Salah Asuhan dan Siti Nurbaya

adalah kompensasi atas bantuan yang diberikan. Indonesia. Mochtar Lubis merupakan anak zaman 5 Maman Mahayana, 9 Jawaban Sastra Indonesia, Jakarta,

yang dengan keberaniandan intelejensinya mampu Bening Publishing, 2005 (hlm 329).

membuat para tokoh Indonesia tercengang. Ia juga 6 Sori Siregar dkk., 80 Tahun Balai Pustaka Menjelajah

merupakan seorang penulis hebat yang pernah Nusantara , Jakarta, Balai Pustaka, 1997 (hlm 42– 43).

hidup dalam penjara Orde Lama dan Orde Baru. Sebagai seorang penulis, tentunya banyak buku yang telah ditulisnya. Karyanya, walaupun merupakan karya lama, baru-baru ini diterbitkan dengan judul NIRBAYA. Buku ini pada awalnya merupakan sebuah catatan harian yang dtulis

Endang Rukmana mahasiswa Mochtar Lubis ketika ia berada di dalam rumah Ilmu Sejarah FIB-UI angkatan tahanan Nirbaya yang terletak di timur Jakarta. 2004, ambasador Rumah Dunia, Buku ini bercerita tentang kehidupan keseharian, pemenang anugerah “Unicef pikiran, keinginan Mochtar Lubis dalam penjara Award for Indonesian Young Orde Baru. Writers 2004”. Ia juga telah

Dalam buku Nirbaya, Mochtar Lubis menulis sejumlah novel populer. menuliskan dengan tegas pikiran-pikirannya tentang Indonesia. Ia berbicara tentang konsep

Nomor 6, Tahun Pertama, Mei 2008 PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA

keberanian yang harus dimiliki warga negara Indonesia yang sedang mengalami keterpurukan. Sikap berani dan sikap kritis harus dimiliki warga Indonesia dalam melihat problem kebangsaan. Dalam hal ini, ia dengan tegas mengkritik sikap para tokoh Indonesia seperti Jacob Oetama yang terlihat ketakutan dalam mengkritisi permasalahan sosial-politik yang terjadi di Indonesia pada tahun 1970an.

Selain itu, Mochtar Lubis juga menghendaki adanya keberanian sikap pemerintah Orde Baru ketika itu terhadap problem bangsa Indonesia seperti pemberantasan korupsi Pertamina, pengaturan penanaman modal asing dan pembukaan sektor usaha milik warga negara asing yang ia curigai juga sebagai agen kebudayaan asing. Selanjutnya, dalam buku ini terlihat juga sisi-sisi kemanusiawian Mochtar Lubis sebagai seorang suami dan ayah. Dia menuliskan rasa cintanya yang sangat mendalam terhadap istrinya Halimah atau Hally dan anak-anaknya. Sebagai seorang suami, ia menuliskan surat cinta yang bercerita tentang rasa rindu diselingi dengan muatan kritiknya terhadap kondisi Indonesia. Dan sebagai seorang ayah, ia memberi nasihat kepada anak-anaknya agar tetap tabah dan sabar menghadapi ujian yang diterima.

Secara keseluruhan, buku ini memperlihatkan bagaimana seorang tahanan yang dimasukan dalam penjara tetap bebas berpikir, karena tahanan sejatinya hanya mengurung kebebasan tubuh tanpa pernah bisa mengurung kebebasan seseorang untuk berpikir dan menuliskan apa yang sedang menjadi fokus perhatiannya. Disamping itu, Mochtar Lubis memperlihatkan tahanan bukanlah rumah yang akhirnya mengkebiri akal sehat, tapi malah memberi inspirasi untuk akal sehatnya dalam menilai

sebuah kasus. (Mufti Ali Sholih)

tataran konotatif pada majalah laki-laki yang menggunakan bahasa teks falogosentris, yang tentu saja mengeksklusikan perempuan dalam afirmasi pembentukan bahasa publik. Esei ini ingin membuktikan seksualitas yang bersifat relasional telah membangun hubungan yang bersifat antagonis atas tubuh perempuan yang dikomodifikasikan hanya berdasarkan atribut artificial .

Tulisan-tulisan dalam buku ini mencoba mengangkat sebuah bahasa baru dalam dunia intelektual feminisme. Manneke Budiman dalam Mencari Ruang Simbolik nampaknya tengah mengusung proyek “bring the margin back into its origin” . Ia mencoba mengangkat 3 karya perempuan Indonesia, yaitu Laluba (Nukila Amal), Kuda Terbang Maria Pinto (Linda Christanty) dan Intan Paramadhita dalam Sihir Perempuan, yang termarjinalkan karena melawan mainstream penulisan “sastrawangi” yang dipelopori Ayu

Judul : Pola dan Silangan: Jender

Utami dan Djenar Maesa Ayu sebagai pendobrakan

dalam Teks Indonesia

penulisan perempuan pasca-reformasi.

Penyunting : Lisabona Rahman

Kenyataannya, ketiga karya ini harus menelan

Penerbit : Kalam dan Hivos

kenyataan pahit: mereka gagal merebut perhatian

Tahun Terbit : 2007

pembaca sastra Indonesia hanya karena mereka

Tebal Buku : iv + 162 hlm

tidak memaknai seks sebagai arus utama cerita. Keberbedaan tidak semestinya diserap dan Buku suntingan Lisabona Rahman ini menyajikan dikungkung dalam pre-given dan predefined space lima esei mengangkat berbagai permasalahan (dalam hal ini telah dikonstuksikan oleh perempuan di era postmodern ini. Esei-esei itu “sastrawangi”), diperlukan ruang tersendiri bagi berkutat seputar semiotik, pembentukan bahasa ambivalensi dan ambiguitas yang berpotensi untuk publik dan subjektivitas perempuan. Dalam Tubuh, diberdayakan sebagai “ruang simbolik”. “Ruang Hasrat, Relasi, Diana Teresa Pakasi memaparkan simbolik” yang dikembangkan Nukila, Linda dan konstruksi sosial masyarakat patriarki, bahwa tubuh Intan diharapkan mampu membuka kemungkinan sebagai situs seksualitas memegang peranan penting pengembangan suatu puitika baru bagi sastra dalam membangun ‘nilai’ sosial perempuan. Diana Indonesia yang tidak dibayang-bayangi ideologi membongkar penanda-penanda yang muncul dalam maskulin atau terpaku pada perayaan seksualitas

PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA Nomor 6, Tahun Pertama, Mei 2008

perempuan semata. Satu yang missed dari pembongkaran karya sastra ini, Manneke tidak menjelaskan terlebih dahulu tentang “sastrawangi” yang akhirnya menyebabkan pemaknaan genre karya sastra menjadi blur, terutama bagi orang awam sastra yang langsung membaca buku ini.

Melalui tulisan-tulisan dalam buku ini, kita akan mampu melihat relevansi bahwa perempuan tengah menjalani, apa yang disebut Irigaray ‘mimetic matrix’ dimana perempuan membiarkan a story of subjection terus berulang dalam tataran semiotik yang menjadikan teks sebagai alat untuk semakin menguatkan dan melanggengkan dominasi seksual laki-laki terhadap perempuan. Sayangnya kebanyakan teks yang dihadirkan hanya sampai pada tahap dekonstruksi tekstual tapi belum mampu menyentuh ranah dekonstruksi seksual. Padahal, diperlukan pemeriksaan ulang hubungan antara tubuh perempuan dengan hukum-hukum dari the symbolic demi memperbaiki posisi injustice yang begitu lama ditanggung perempuan. (Firly Afwika)

OBITUARI

Ketika bangsa ini tengah merayakan seabad Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 2008 yang lalu, pada hari itu juga, bangsa ini ditinggalkan putra dan putri terbaiknya. Bang Ali dan SK Trimurti menutup usia pada hari itu juga. Bang Ali atau Ali Sadikin tentu kita sudah tahu siapa dia. Beliaulah gubernur Jakarta pasca kemerdekaan yang paling dihormati, disegani dan dirindukan. Pada dua periode masa kepemimpinannya, pembangunan di Jakarta betul-betul memihak pada rakyat. Tentu generasi sekarang sudah mulai asing atau melupakan jasa Bang Ali. Namun kenyataan bahwa sampai hari ini banyak dari kita masih mengenal Bang Ali adalah bukti betapa besar sosok dan jasanya. Soerastri Karma Trimurti adalah pejuang 45, yang terus berjuang sampai akhir hayatnya. Ia adalah tokoh gerakan perempuan lima jaman. Ia pernah aktif di Gerwis (Gerakan Wanita Indonesia Sedar) dan Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia). Ia juga pejuang Buruh Perempuan, serta pionir wartawan perempuan, dll. Ia juga adalah istri dari seorang pejuang 45 yang tentu sangat kita kenal; Sayuti Melik, sang pengetik naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Ali Sadikin

Soerastri Karma Trimurti

Seluruh pekerja Pendar Pena mengucapkan turut berduka cita atas kepergian kedua pejuang, serta berterima kasih sebesar-besarnya atas jasa keduanya untuk bangsa ini. Semoga semangat, kinerja, dan apa yang mereka cita-citakan untuk bangsa ini bisa kita

lestarikan, bisa kita lanjutkan.

Nomor 6, Tahun Pertama, Mei 2008 PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA

m uda, m erah, pen uh darah. K Seperti sebuah benih y ang ingin kau

e s a k it a n it u m u n cu l s e p e r t i ja n in y a n g la h ir

JANIN JANIN JANIN JANIN JANIN

Cerita Pendek

t u a i s e b e lu m s a a t n y a . S e p e r t i

YANG YANG YANG YANG YANG

a b o r s i, o g g o k a n d a g in g d a n k u m p u la n t u la n g m u d a t a k b er b en t u k . Ber d a r a h , b er n a n a h , ba u ba cin . Kesa k it a n it u m u n cu l

BERBICARA BERBICARA BERBICARA BERBICARA BERBICARA

p r e m a t u r . K e k e ce w a a n ,

k e p u t u s a s a a n , k e k e lir u a n , Teraya Parametha

k e g a g a la n . S e m u a y a n g t ib a

s e b e lu m s a a t n y a . S e m u a y a n g

hid u p , a t a u ba hk a n m a t i, d i sa a t y an g tidak pern ah k au duga.

m it o lo gi m e n ga t a k a n b a h wa d a h u lu akan penah kuat menghadapi “Ak u h a m il,” u ca p k a la , m a n u s ia la k i- la k i d a n k eju t a n -k eju t a n k ehid u p a n . La lu

perempuan bermata mendung p e r e m p u a n , a d a la h s a t u m a k h lu k k em bali dok trin -dok trin sp iritual it u san t ai. Kabar yan g en t ah baik

d e n ga n e m p a t k a k i, e m p a t t a n ga n , m e n g h a n t u i, m e n ja d i s a t u - a t a u b u r u k t er h u n u s b egit u s a ja

d a n d u a kep a la ya n g m en ga r a h p a d a satun y a cara m elepask an diri dari u n t u k k e k a s ih n ya .

ce la d a n ca r u t - m a r u t s u a s a n a “La lu b a ga im a n a ? ”

a r a h b e r la wa n a n . M e r e k a la h ya n g

h id u p y a n g t id a k sep er t i m im p i Keka sih n ya m em b er i p a n d a n ga n Ba h k a n s a n g d e wa p u n m e r a s a ir i in d a h d a n d on g en g -d on g en g d i

d is e b u t d e n ga n m a k h lu k s e m p u r n a .

kos on g, s ep er t i or a n g b u t a ya n g p a d a k e s e m p u r n a a n m a n u s ia , m a k a aw al m usim sem i. M im pi itu han y a m en cob a foku s p a d a seb u a h t it ik ia m e n gir im p e t ir d a n t e r b e la h la h akan seperti daun , hijau dan segar,

d i t e n ga h k e ge la p a n . “P a s t i m a n u s ia ; la k i- la k i d a n p e r e m p u a n . t e t a p i k e la k a k a n m e n g e r u t , b u k a n a n a k k u .”

M e r e k a m e n ja d i s e b a gia n , m e n ja d i m en g er in g , b er lu b a n g d im a k a n “Te n t u b u k a n a n a k m u .” t id a k sem p u r n a , d a n u n t u k m en ca p a i ulat, jatuh tertiup an gin di m usim

M e r e k a t ib a - t ib a s a lin g k e s e m p u r n a a n n ya , m e r e k a h a r u s g u g u r , t e r in ja k , k e h u ja n a n , b e r p a n d a n ga n ge m a s , la lu m e n ca r i b e la h a n n ya ya n g h ila n g, terp ecah, terlup ak an . t e r t a wa le p a s .

“J a d i le b ih b a ik a k u S em u a h id u p in i a d a la h p e r e m p u a n . Kit a m e m b u k t ik a n m e la h ir k a n n ya ? Ka m u t id a k p e n d e r it a a n . S e m u a ja la n it u

m e n ja d i s e p a s a n g la k i- la k i d a n

b a h wa m it ologi it u sa la h , b a h wa a ku k e b e r a t a n m e s k i d ia b u k a n a d a la h r a s a s a k it . S u a t u s a a t ju ga d a p a t b e r s a t u d e n ga n m u . Kit a

b e n ih ya n g k a u t a n a m ? ” m an usia m en gira esen si k ehidupan s e m p u r n a , t a n p a k e k u r a n ga n

“Se ja k d u lu a k u in gin adalah k ala dia hidup seperti pion - s e d ik it p u n .”

p u n ya a n a k .” pion y an g sudah tersusun rapi pada

M e r e k a t e r s e n yu m . k o t a k n y a m a s in g - m a s in g . p e r s e t a n d e n ga n m it o lo gi it u . Ak u Be r t u k a r p a n d a n ga n h a n ga t , M e n ik a h , b e r k e lu a r g a , p u n y a

“Kit a ju ga a d a la h k e s a t u a n ,

d a n k e d u a t a n ga n ya n g le m b u t an ak , tua, lalu m ati. Lalu apa?

h a n ya m e n ja d i k e s e m p u r n a a n m u ,

d a n k a m u a d a la h k e s e m p u r n a a n k u . it u s a lin g b e r s e n t u h a n , d is u s u l “Ka m i b e r t u k a r ca ir a n Ap a k it a b e r d u a b e r b e d a d e n ga n o le h ciu m a n , p e lu k a n , d a n

s ep er t i la r u t a n gu la b er t em u a ir m a k h lu k - m a k h lu k la in ya n g s a lin g p e r t u k a r a n e n e r gi p o s it if ya n g ga r a m . Klis e , t a p i n a fa s k a m i

m e lu a p - lu a p . Se p e r t i lid a h a p i s e la lu m e n ya t u d a n d e t a k

b e r cin t a ? ”

“Kit a b e r b e d a . Ak u d a n ya n g m e m b e la i la n git - la n git . ja n t u n g k a m i b e r s a h u t a n .”

kam u , kit a m em an g ber bed a t ap i kit a M e r e k a b e r cin t a , t a n p a p e r lu “Ap a k a h k a u m e n cin t a i t id a k b u t u h p e n je la s a n , t id a k b u t u h le git im a s i d a n le ga lis ir . Ta n p a

d ia? Kar en a bila m em an g ya, aku p en gecu a lia n , t id a k b u t u h kesa m a a n , p er lu r est u d a n p en ga ku a n d a r i a k a n s a n ga t m e n gu t u k m u !”

d u n ia ya n g p e n u h k e p a h it a n , “Ak u h a n ya m e n cit a i s a lin g m e m b u t u h k a n . Ak u d a n kepura-puraan,dan

t id a k b u t u h p e n ga k u a n . Kit a h a n ya

d ir im u d a n sega la kein d a h a n n ya . kam u, itu saja. Per setan den gan or an g kebusukkan. Ka m u la h s a t u - s a t u n ya b e la h a n la in d i lu a r sa n a .”

Ka b u t b er m a in -m a in d i h id u p k u ya n g la in . D ia h a n ya

a t a s b u k it , m en y elin a p d i b a lik p e m u a s h a s t r a t s e k s u a lk u s a ja ,

“La lu b a ga im a n a d e n ga n

b e n ih ya n g t e r t a n a m d i r a h im m u sela-sela rerum putan dan ran tin g- t id a k le b ih . D ia h a n ya t u b u h , ya n g b u k a n m ilik k u it u ? ”

r a n t in g p o h o n y a n g m ela m b a i d a n k a u jiwa n ya .”

s e p e r t i ja r i- je m a r i. S e p i it u “Tu b u h ya n g b e r p e n is

K e la k m a s y a r a k a t a k a n bersaudara kem bar dengan dingin. d e n ga n s p e r m a ya n g s e h a t …” m en ja d i lin ta h. Pa n d a n g a n p a hit d a n M a t a h a r i a d a la h ib u n d a d a r i

P a n d a n ga n n ya s e d ik it m u r a m , p en ila ia n - p en ila ia n b u s u k t er h a d a p b u la n . M a la m h a n y a a k a n s e o la h a d a k u m p u k a n a wa n k a u m y a n g a s in g , k a u m y a n g la in , m en em a n i k eg ela p a n d a n m im p i

k u m u lu s ya n g m e n u t u p i kaum yang berbeda.Mereka akan t id a k a k a n m e n y u a r a k a n ilu m n in a s i d a r i m a t a n ya ya n g m em an dan g jiw a m uda pen uh cin ta in i k ecer ia a n . M u n g k in iy a , t et a p i s e p e r t i b u la n m a la m . E n t a h sep er t i g er om bola n a lien d a r i p la n et

ha n y a u n tu k sesa a t. k a r e n a m e n ye s a li pendosa.Kutukan demikutukan,

“Ap a p a n d a n ga n o r a n g k e k u r a n ga n n ya , a t a u k a r e n a p e r s e t a n d e m i p e r s e t a n , m u n cu l la in n a n t i? Bila m er eka m elih a t t e r m a k a n k e ce m b u r u a n n ya .

bergantian seperti anak-anak kecil y ang k it a p u n ya a n a k ? Su lit “Ta h u k a h k a u , t e n t a n g

b e r m a in ju n g k a t - ju n g k it . T e r t a w a m e r a h a s ia k a n s e s u a t u d a r i le ge n d a d a r i m a n a d a t a n gn ya tan pa dosa, an ak k ecil tidak tahu ak an o r a n g- o r a n g ya n g s e la lu in gin

s e p a s a n g k e k a s ih jiwa ? Se b u a h m en jadi seperti apa dun ian y a n an ti. tahu.” M erek a tidak ak an p ern ah siap , tidak

PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA Nomor 6, Tahun Pertama, Mei 2008

“La lu b ia r k a n m e r e k a d ir i d a la m la u t a n s e lim u t , r a n ja n g Kela k a k u a k a n d ila h ir k a n , a k u t a h u , b ia r k a n s a ja m e r e k a ya n g b e r m a n d ik a n t a wa d a n k a s ih . ak an m elupak an sem ua y an g telah m elih a t a p a a d a n ya . Kit a h a n ya Be r ciu m a n . Be r cu m b u . Be r gu lin g k u k a t a k a n s ep er t i s ek a r a n g in i. in gin h id u p , a p a ka h it u sa la h ?” kem b a li b er sa m a p u t a r a n om b a k d a n L a lu s e m u a it u a k a n b e r ja la n

Biarkan m ereka berbicara a r u s ya n g t e r u s m e m b a wa m e r e k a , bersa m a w a k tu , sep erti bia sa n y a . d i m a la m - m a la m d in g in p en u h m e n ja u h k a n d ir i d a r i p a ga r n o r m a - Tu m bu h d ew a sa , m en ik a h, p u n y a bisik-bisik n akal. Bisik-bisik an tara n o r m a d a n n ila i m o r a l, o m o n g-

a n a k , t u a , la lu m a t i. S et ela h it u seoran g ibu-ibu berk on de den gan koson g et ika .

apa? Petualan gan ? R asa sak it itu, suam in y a y an g berdahi hitam dan

Persetan den gan etik a, m erek a k e h id u p a n y a n g p a h it a d a la h b er jen g g ot k a m b in g . Bisik -b isik

h a n y a m e lih a t s e m u a it u s e b a g a i p etu alan gan . antara perempuan-perempuan est et ik a . Sem u a it u ha n y a k ein d a ha n

Labirin-labirin tanpa ujung m u d a k et ik a h en d a k m en jem u r

b e la k a . S e p e r t i lu k is a n , s e p e r t i akan mengantarku pada p a k a ia n d i r u m a h y a n g s a lin g n y a n y ia n . S ia p a y a n g b isa m en ila i? k eabadian . Ak u ak an m en darat di ber teta n g g a . Bisik -bisik p a r a ibu Menentukan ukuran?Menentukan peluk an ibun da y an g ak an k ucin tai

s e p e r t i a k u m e n cin t a i T u h a n . setem p at, dian tara p erbin can gan

d a n b a p a k g u r u d i s e k o la h

ba t a s?

A k u a k a n t er u s t u m b u h d a n N y a w a . H id u p . Kela h ir a n . S u a t u pen uh n ilai-n ilai m oral dan etik a- tum buh. Ak u ak an terus berpik ir tan pa saat sem ua itu akan m en darat pada et ik a k eh id u p a n . Om on g k oson g

b a t a s. A k u a k a n m en ja d i. A k u a k a n k e m a t ia n , b e r la b u h , b e r la n d a s , b u d a y a k e t im u r a n . B ia r k a n hidup. Seperti apa dun ia? Adak ah dia pada ak hir, pada k egelapan . m erek a m eliha t k en y a ta a n d u n ia n erak a y an g hidup, n erak a y an g tidak

Lupakan semua kata- apa adan y a. Biark an m erek a lihat

b er k es u d a h a n h in g g a a k h ir n y a a k u k a t a k u , a k u a k a n m e n ja d i a r t i cin t a y a n g s es u n g g u h n y a , harus hidup dalam derita? Kehidupan m a n u s ia . A k u d ila h ir k a n . A k u y an g tulus tak berbalas.

b er n y a w a . “Ak u s u d a h t id a k s a b a r k rim in al y an g d isik sa d i ten gah k ota,

a k a n m en ca m b u k k u sep er t i seor a n g

“Selam at , Bu . Pu t r a an d a m e lih a t m u m e m b u la t .”

d is a k s ik a n d a n d it e r t a w a k a n o le h s e h a t , la h ir s e m p u r n a t a n p a “Ak u a k a n t a m p a k sek elom p ok m u lu t ber bisa . Dit im p u k

ca ca t .” D o k t e r t u r u t m e r a ya k a n sep er t i b a lon ga s! La lu ka u a ka n o leh s a y u r a n b a s i d a n t elu r b u s u k . n ya wa ya n g b a r u s a ja la h ir , m e n i n ga lk a n k u . ”

m e m e r ik s a k e s e p u lu h je m a r i “Tid a k m u n gk in . Ak u

Diludahi. Diin jak -in jak . Disalib?

D u lu s e m u a it u k u a la m i, s a n g b a yi, m e n d e n ga r t a n gis a n , s a n ga t m e n cin t a im u .” D ia harusk ah sek ali lagi? H idup han y alah m er a sa ka n gen gga m a n ku a t ja r i- m e n ge cu p k e k a s ih n ya le m b u t ,

a r en a u n t u k m en y a k it i d ir i s en d ir i. ja r i m u n gil it u . d a n p e r a s a a n k e d u a in s a n it u

P e r e m p u a n it u b e r la ya r ke la u t le p a s , b e r s a m a n en ek sih ir d en g a n h id u n g b en g k ok m e n it ik k a n a ir m a t a . Tu b u h d eb u r a n om b a k d a n a r u s p a sa n g y an g berbisul dan berlen dir.

H arusk ah k ualam i lagi?

“Sa a t n ya t id a k la m a la gi. kekasih yan g sen an t iasa set ia d an T u b u h s e o r a n g w a n it a Tid a k la m a la gi kit a a ka n ja d i or a n g p en u h cin t a , t u r u t m er a sa ka n h a l ak an m en jadi dua. Seperti am oeba tua.”

ya n g s a m a . y an g m em belah diri, m erek a ak an

“Kit a b e r d u a a k a n m e n cip t a k a n s a t u la g i n y a w a Se m o ga s a ja d ia m ir ip d e n ga n k u , m e n ja d i ib u ya n g b a ik . Bia r la h y a n g ber d et a k , sa t u t a n g is y a n g

“Ak u s u d a h t id a k s a b a r .

b u k a n s e p e r t i la k i- la k i ya n g o r a n g la in b ila n g a p a t e n t a n g m erdu, satu lagi jiw a, tubuh, dan m e n a n a m k a n b e n ih n ya d i t u b u h k u lesb ia n ya n g m em b esa r ka n a n a k. r o h u n t u k b er m im p i. B u a t a p a ini.”

Su a t u sa a t n a n t i d i m a sa h a n y a a k a n m en ja d i a b u y a n g p er lu t a h u . Bia r la h ja d i keju t a n .”

“Ak u t id a k t a h u . Kit a t id a k

d e p a n , k e d u a p e r e m p u a n in i t er b a n g b er sa m a a n g in m a la m ,

b e r ja la n b e r ga n d e n ga n t a n ga n m eleb u r b er sa m a d im en si y a n g

T e r t a w a k a n a k u d a n ja la n

h id u p k u . Kelela w a r m a la m t er b a n g p e n u h k e h a n ga t a n d e n ga n tak berujun g.

d it e n g a h k e b u t a a n , b e g it u p u la s e b u a h k e r e t a d o r o n g. M e r e k a “Ka u leb ih ca n t ik ket ika

a ka n m em b esa r ka n b a yi la ki-la ki sed a n g b u la t sep er t i in i.”

d en g a n k u . T a k t a h u a p a y a n g a k a n

m en ghadan gk u n an ti, ak u han y a ak an it u d e n ga n p e n u h cin t a , d a n “Ta p i a k u ge n d u t ber ja la n . Ak u m en a n t a n g k ehid u p a n .

h id u p b a h a gia sela m a n ya sep er t i s e k a li!”

d a la m d o n ge n g- d o n ge n g p e n u h “Ka u t e t a p ca n t ik . Ka u tidak ak an pern ah bosan m en y ik sak u. p u t r i d a n r a ja . ser ib u ka li leb ih ca n t ik d a r ip a d a

Sekali lagi. Sekali lagi. Sekali lagi. H idup

Lupakan apa yang d ewi Ap r od h it e!”

“Se k a r a n g? ”

“Ya , s e k a r a n g.” M e r e k a k u k a t a k a n . S e la m a t d a t a n g d i “Te n t u ! Ak u d e wi s a lin g t a t a p , p e n u h k e t e ga n ga n . dun ia pen uh k epalsuan . Ak u han y a c i n t a m u !”

b e r m im p i a g a r b is a b e r t a h a n Lagit-langit

D e t a k ja n t u n g d a n r a s a t a k u t

b e r ca m p u r d e n ga n lu a p a n ge m b ir a . hid u p . (Dar i Bekasi ke Dep ok, lalu

m e r e d u p k a n ca h a ya n ya s e a k a n P e n a n t ia n t id a k p e r n a h s ia - s ia b a gi kem b a li ke Beka si. 2 0 0 5-2 0 0 8 ) *

m e n gizin k a n a d a n ya h u b u n ga n

d u a m a n u s ia ya n g s ed a n g b er cin t a .

t e r la r a n g it u . An gin b e r b a la s

Sekarang?Ya,sekarang. Teraya Paramehta alumni

s iu l. Ala m m e r u n d u k , p e n u h Lupak an sem ua k ata-k atak u. Ten tan g

Sastra Inggris FIB UI. Selain

sen yu m . Men syu ku r i cin t a t u lu s n o r m a , t e n t a n g k e p a ls u a n h id u p ,

jurnalis di KABAR Magazine

ya n g t er sisa d i m u ka b u m i ca ca t t e n t a n g r a s a s a k it , t e n t a n g a la m ,

dan mengajar di UI, ia pun

in i. M e r e k a m e n e n gge la m k a n t en t a n g m im p i. L u p a k a n sem u a it u .

bernyanyi di “Wonderbra”.

Nomor 6, Tahun Pertama, Mei 2008 PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA PENDAR PENA

Essei

Yang Melukai Yang Melukai Yang Melukai Yang Melukai Yang Melukai Halimunda, Halimunda, Halimunda, Halimunda, Halimunda, Kerabat Macondo Itu Kerabat Macondo Itu Kerabat Macondo Itu Kerabat Macondo Itu Kerabat Macondo Itu

Berto Tukan .

T itu. Ya benar! Macondo adalah kota imajiner dalam Istilah ini diambil dari kasanah seni lukis oleh

entu judul di atas akan mengingatkan anda realisme magis. Realisme magis sendiri merupakan pada dua novel tebal yang sempat menarik gaya penulisan yang menggunakan surealisme dan perhatian para penikmat sastra dan buku realisme secara bersamaan serta tak terpisahkan.

Seratus Tahun Kesunyian (STK) karya Gabriel Garcia kritikus sastra untuk mencandrakan karya Marquez dan Cantik Itu Luka (CIL) karya Eka Marquez, Grass (The Tin Drum) Borges, Okri serta Eka Kurniawan berkisah di Halimunda. Tentu sudah Kurniawan. Elleke Boehmer (dalam Bandel, 2003) sering kedua tempat dan kedua karya ini dibahas mengatakan, bahwa gaya realisme magis sangat dalam berbagai kaca mata pembacaan. Karya sastra cocok bagi penceritaan tanah-tanah pascakolonial memang tak kering untuk dibahas. Lihatlah Layar

untuk menceritakan dirinya dengan kaca Terkembang , Romeo dan Juliet, atau Madame Bovary.

matanya sendiri. Kedua, STK dan CIL punya Apakah ketiganya sudah bosan diperbincangkan?

atribut-atribut cerita yang hampir- Menurut hemat saya tidak.

hampir mirip. Kreatifitas pengarang bisa dipandang

Salah satu yang sebagai kerja tanpa sadar dalam

paling kentara adalah kedua mengungkapkan sesuatu yang tidak disadari

novel ini menyertakan pula. Jadi, karya sastra mengungkapkan

Dokumen yang terkait

ANALISIS DANA PIHAK KETIGA PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE TRIWULAN I 2002 – TRIWULAN IV 2007

40 502 17

Analisis Pengaruh Pengangguran, Kemiskinan dan Fasilitas Kesehatan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Jember Tahun 2004-2013

21 388 5

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN DENGAN KORBAN ANAK (Putusan Nomor 24/Pid.Sus/A/2012/PN.Pso)

7 78 16

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

IMPROVING CLASS VIII C STUDENTS’ LISTENING COMPREHENSION ACHIEVEMENT BY USING STORYTELLING AT SMPN I MLANDINGAN SITUBONDO IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR

8 135 12

INTENSI ORANG TUA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MENIKAHKAN ANAK PEREMPUAN DI BAWAH USIA 20 TAHUN DI KECAMATAN PAKEM KABUPATEN BONDOWOSO

10 104 107