Makalah Praktikum Kimia Fisika III Inver

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sukrosa adalah senyawa disakarida dengan rumus molekul C12H22O11.
Sukrosa terbentuk melalui proses fotosintesis yang ada pada tumbuh-tumbuhan. Pada
proses tersebut terjadi interaksi antara karbon dioksida dengan air didalam sel yang
mengandung klorofil. Bentuk sederhana dari persamaan tersebut adalah :
6 CO2 + 6 H2O —–> C6H12O6 + 6 O2
Gula tebu adalah disakarida, gula tersebut dapat dibuat dari gabungan dua gula
yang sederhana yaitu glukosa dan fruktosa (monosakarida). Penggabungan dari dobel
unit karbon monosakarida menjadi : C12H22O11 yang selanjutnya dinamakan sukrosa
atau saccharose.
Sukrosa pada kondisi larutan dengan brix rendah dapat mengalami
dekomposisi yang salah satunya dapat disebabkan karena hidrolisis. Dalam larutan
yang mengandung asam, sukrosa mengalami hidrolisis menghasilkan D – Glukosa
dan D – Fruktosa. Sukrosa murni memutar bidang polarisasi ke kanan (+), sedangkan
hasil hidrolisis berupa campuran senyawa yang memutar bidang polarisasi ke kiri (-),
sehingga proses ini disebut inversi. Kehilangan gula akibat hidrolisi harus
diperhatikan terutama pada pH rendah dan suhu yang tinggi. Kehilangan gula dapat
menimbulkan kerugian bagi pabrik. Oleh karena itu pada percobaan ini akan

ditentukan orde reaksi dari reaksi inversi gula menggunakan polarimeter.

B. Rumusan Masalah
Berapa orde reaksi dari reaksi inversi gula menggunakan polarimeter?

C. Tujuan
Menentukan orde reaksi dari reaksi inversi gula menggunakan polarimeter.

!"# "#$%$&%"'

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Istilah laju atau kecepatan sering dibicarakan dalam pelajaran fisika. Pengertian
laju dalam reaksi sebenarnya sama dengan laju pada kendaraan yang bergerak.
Reaksi kimia menyangkut perubahan dari suatu pereaksi (reaktan) menjadi hasil
reaksi (produk), yang dinyatakan dalam persamaan reaksi.
Pereaksi


(reaktan) Hasil reaksi (produk)

Persamaan laju reaksi pertama kali dikemukakan oleh Gulberg dan Wooge
dalam hukum Aksi Massa. Mereka menyebutkan laju reaksi pada suatu sistem
pada temperatur tertentu berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang bereaksi
setelah tiap – tiap konsentrasi dipangkatkan dengan koefisien dalam persamaan
yang bersangkutan. Dengan cara fisis penentuan konsentrasi dilakukan secara
langsung, yaitu berdasar sifat–sifat fisis campuran yang dipengaruhi oleh
konsentrasi campuran, misalnya daya hantar listrik, tekanan, adsorbsi cahaya, dan
sebagainya. Penentuan secara kimia dilakukan dengan menghentikan reakis secara
tiba – tiba (reaksi dibekukan) setelah selang waktu tertentu, kemudian
konsentrasinya dihitung dengan analisis kimia. Laju reaksi akan menurun dengan
bertambahnya waktu. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara konsentrasi
zat yang tersisa saat itu dengan laju reaksi sehingga dapat dikatakan umumnya laju
reaksi tergantung pada konsentrasi awal dari zat – zat pereaksi, pernyataan ini
dikenal sebagai Hukum Laju Reaksi atau Persamaan Laju Reaksi
mA

+


nB

oC

+ pD

Dalam persamaan laju reaksi dapat dituliskan
v = k [A]m [B]n
dimana, v = laju reaksi

(m/detik)

k = konstanta tetapan laju reaksi
[A] = konsentrasi zat A

(L/mol.detik)

(mol/L)


[B] = konsentrasi zat B (mol/L)
m = tingkat reaksi (orde reaksi) terhadap A
n

= tingkat reaksi (orde reaksi) terhadap B

Tingkat reaksi total adalah jumlah total dari tingkat reaksi semua pereaksi.
Tingkat reaksi nol (0) berarti laju reaksi tersebut tidak terpengaruh oleh
konsentrasi pereaksi, tetapi hanya bergantung pada harga tetapan laju reaksi (k).
!"# "#$%$&%"'

2

harga k tergantung pada suhu, jika suhunya tetap harga k juga tetap. Untuk
mengetahui hubungan pereaksi dengan reaktan, digunakan orde reaksi yang
diperoleh dari perhitungan konsentrasi sehingga grafik yang diperoleh berbentuk
grafik perpangkatan. Harga k tergantung pada tingkat (orde) reaksi totalnya.
Apabila ditunjukkan dengan grafik antara laju reaksi terhadap konsentrasi, maka
diperoleh grafik sebagai berikut :
● Orde reaksi nol,

Reaksi yang memiliki kecepatan reaksi tetap dan tidak dipengaruhi
konsentrasi reaktan. Kecepatan reaksi dipengaruhi / ditentukan oleh intensitas
katalis.
Persamaannya :
v = k [x]0 = k
Grafik orde reaksi nol :
v

[x]



Orde reaksi satu,

v

Persamaannya :
v = k [x]1 = k [x]
Grafik orde reaksi satu
[x]




Orde Reaksi dua,
Persamaannya :

v
2

v = k [x]
Grafik orde reaksi dua :

[x]

Polarimeter

Polarimetri adalah suatu cara analisa yang didasarkan pada pengukuran sudut
putaran (optical rotation) cahaya terpolarisir oleh senyawa yang transparan dan
!"# "#$%$&%"'


3

optis aktif apabila senyawa tersebut dilewati sinar monokromatis yang terpolarisir
tersebut.
Senyawa optis aktif adalah senyawa yang dapat memutar bidang getar sinar
terpolarisir. Zat yang optis ditandai dengan adanya atom karbon asimetris atau
atom C kiral dalam senyawa organik, contoh : kuarsa ( SiO2 ), fruktosa.
Cahaya monokromatik pada dasarnya mempunyai bidang getar yang banyak
sekali. Bila dikhayalkan maka bidang getar tersebut akan tegak lurus pada bidang
datar. Bidang getar yang banyak sekali ini secara mekanik dapat dipisahkan
menjadi dua bidang getar yang saling tegak lurus. Yang dimaksud dengan cahaya
terpolarisasi adalah senyawa yang mempunyai satu arah getar dan arah getar
tersebut tegak lurus terhadap arah rambatnya.
Prinsip dasar polarimetris ini adalah pengukuran daya putar optis suatu zat yang
menimbulkan terjadinya putaran bidang getar sinar terpolarisir. Pemutaran bidang
getar sinar terpolarisir oleh senyawa optis aktif ada 2 macam, yaitu :
1. Dexro rotary (+), jika arah putarnya ke kanan atau sesuai putaran
jarum jam.
2. Levo rotary (-), jika arah putarnya ke kiri atau berlawanan dengan
putaran jarum jam.


Inversi Gula

Karbohidrat merupakan senyawa karbon, hidrogen dan oksigen yang terdapat
dalam alam. Karbohidrat sangat beranekaragam sifatnya. Misalnya, sukrosa (gula
pasir) dan kapas, keduanya adalah karbohidrat. Salah satu perbedaan utama antara
pelbagai tipe karbohidrat ialah ukuran molekulnya.
Gula merupakan zat optis aktif. Bila cahaya terpolarisasi linier jatuh pada
bahan optis aktif, maka cahaya yang keluar bahan akan tetap terpolarisasi linier
dengan arah bidang getar terputar terhadap arah bidang getar semula
Sifat optis aktif zat dispesifikasikan dengan sudut putar jenis.Sudut putar
bidang polarisasi sebanding dengan sudut putar jenis dan konsentrasi bila sudut
putar jenis diketahui dan sudut putar bidang polarisasi dapat diukur, maka
konsentrasi (kadar) zat optis aktif dapat ditentukan (hal ini merupakan prinsip
yang digunakan untuk menentukan kadar zat optis
!"# "#$%$&%"'

4

Gula inversi adalah campuran D-glukosa dan D- fruktosa yang diperoleh

dengan hidrolisis asam atau enzimatik dari sukrosa. Enzim yang mengkatalis
hidrolisis sukrosa disebut invertase,bersifat spesifik untuk ikatan β-Dfruktofuranosida dan terdapat dalam ragi dan lebah (madu terutama terdiri dari
gula inversi). Berdasarkan teori bahwa mayoritas gula adalah fruktosa dan
fruktosa membelokkan cahaya ke kiri. Gula yang terdiri dari Sukrosa maupun
Glukosa memutar cahaya ke kanan. Sukrosa memiliki rotasi +66,5° (positif)
produk yang dihasilkan glukosa[α]= +52,7° dan fruktosa [α] = -92,4o mempunyai
rotasi netto negatif.Dengan mengetahui pembelokan cahaya yang dihasilkan oleh
larutan gula, dapat di analisa jenis/komposisi gula yang ada dalam larutan tersebut
Sudut putar jenis jenis dapat dihitung :

[α ] =

putaran yang diamati
panjang tabung (dm) x kadar (gram/ml)

Kinetika reaksi inversi gula merupakan reaksi orde satu terhadap sukrosa.
Dalam larutan gula yang netral (pH=5) reaksi hidrolisa gula mempunyai waktu paruh
10 minggu. Sedangkan didalam larutan asam, dengan adanya katalis ion H+, waktu
paruh tersebut lebih pendek. Hukum laju reaksi inversi gula tersebut dapat
diungkapkan sebagai berikut:

R = - d (gula) / dt

= k (H+)(H2O)(gula)

Dengan metode grafik, dapat dikemukakan sebagai berikut.
Reaksi hidrolisis dari percobaan:
C11H22O11 + H2O

C6H12O6 + C6H12O6

!"# "#$%$&%"'

5

Cara Penggunaan Polarimeter
Cara penggunaan berikut adalah cara pada Zeiss Polarimeter, tetapi secara
umum cara penggunaan polarimeter manapun adalah sama. Untuk memulai
penggunaan polarimeter pastikan tombol power pada posisi on dan biarkan selama
5-10 menit agar lampu natriumnya siap digunakan. Selalu mulai dengan
menentukan keadaan nol (zero point) dengan mengisi tabung sampel dengan

pelarut saja. Keadaan nol ini perlu untuk mengkoreksi pembacaan atau
pengamatan rotasi optik. Tabung sampel harus dibersihkan sebelum digunakan
agar larutan yang diisikan tidak terkontaminasi zat lain. Pembacaan/pengamatan
bergantung kepada tabung sampel yang berisi larutan/pelarut dengan penuh.
Perhatikan saat menutup tabung sampel, harus dilakukan hati-hati agar di dalam
tabung tidak terdapat gelembung udara.
Bila sebelum tabung diisi larutan didapat keadaan terang, maka setelah tabung
diisi larutan putarlah analisator sampai didapat keadaan terang kembali.
Sebaliknya bila awalnya keadaan gelap harus kembali kekeadaan gelap. Catat
besarnya rotasi optik yang dapat terbaca pada skala. Tetapi jangan hanya besar
rotasi optiknya, arah rotasinya juga harus dicatat searah jarum jam atau
berlawanan arah jarum jam. Lakukan pembacaan berkali-kali sampai diperoleh
nilai yang dapat dirata-ratakan.

!"# "#$%$&%"'

6

BAB III
PEMBAHASAN
Pada percobaan penentuan orde reaksi dari reaksi inversi gula menggunakan
polarimeter diperoleh data sebagai berikut :
No

Waktu

Sudut Polarisasi

1

0

46.15o

2

5

44.35°

3

10

31.85°

4

15

25.73°

5

20

16.49°

6

25

10.29°

Dari data diatas maka dapat ditentukan orde reaksi dari reaksi inversi gula dengan
menggunakan metode grafik dan non grafik.


Metode Integral Non Grafik untuk Orde satu
Waktu

ln Sudut Polarisasi

0

3.831

5

3.792

10

3.461

15

3.247

20

2.802

25

2.331





=





Pada t = 5 menit
kt

= ln a – ln (a-x)

k.5

= 3.831 – 3,792

k.5

= 0,039

k

= 0,0078

!"# "#$%$&%"'

7

Pada t = 10 menit
kt

= ln a – ln (a-x)

k.10

= 3.831 – 3.461

k.10

= 0,37

k

= 0,037

Pada t = 15 menit
kt

= ln a – ln (a-x)

k.15

= 3.831 – 3.247

k.15

= 0,584

k

= 0,038

Pada t = 20 menit
kt

= ln a – ln (a-x)

k.20

= 3.831 – 2.802

k.20

= 1,029

k

= 0,051

Pada t = 25 menit
kt

= ln a – ln (a-x)

k.25

= 3.831 – 2.331

k.25

= 1,5

k

= 0,06


Metode Integral Grafik untuk Orde satu

Waktu

ln Sudut Polarisasi

0

3.831

5

3.792

10

3.461

15

3.247

20

2.802

25

2.331

!"# "#$%$&%"'

8

Inversi Gula Orde satu
t vs ln α
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

ln Sudut Polarisasi

y = -0.0611x + 4.0071
R² = 0.9476
0



Linear (ln Sudut
Polarisasi)

10

20

30

Metode Integral Non Grafik untuk Orde dua
Waktu

1/Sudut Polarisasi

0

0.021

5

0.022

10

0.031

15

0.038

20

0.060

25

0.097





=

( − )



Pada t = 5 menit
kt

= 1/(a-x) – 1/a

k.5

= 0,022 – 0,021

k.5

= 0,001

k

= 0,0002

Pada t = 10 menit
kt

= 1/(a-x) – 1/a

k.10

= 0,031 – 0,021

!"# "#$%$&%"'

9

k.10

= 0,010

k

= 0,001

Pada t = 15 menit
kt

= 1/(a-x) – 1/a

k.15

= 0,038 – 0,021

k.15

= 0,017

k

= 0,0013

Pada t = 20 menit
kt

= 1/(a-x) – 1/a

k.20

= 0,060 – 0,021

k.20

= 0,039

k

= 0,0019

Pada t = 25 menit
kt

= 1/(a-x) – 1/a

k.25

= 0,097 – 0,021

k.25

= 0,076

k

= 0,0030


Metode Integral Grafik untuk Orde dua

Inversi Gula Orde dua
t vs 1/α
0.12
0.1
0.08

1/Sudut Polarisasi

0.06
Linear (1/Sudut
Polarisasi)

0.04
0.02
0
0

5

10

15

y = 0.0029x + 0.009
R² = 0.838
20
25
30

!"# "#$%$&%"'

10



Metode Integral Non Grafik untuk Orde tiga
Waktu

1/(Sudut Polarisasi)2

0

0.000441

5

0.000484

10

0.000961

15

0.001444

20

0.003600

25

0.009409

=

1
1

2( − )
2

Pada t = 5 menit
kt

= ½(a-x)2 – 1/2a2

k.5

= 0.000484 – 0.000441

k.5

= 0.00043

k

= 0.000086

Pada t = 10 menit
kt

= ½(a-x)2 – 1/2a2

k.10

= 0.000961 – 0.000441

k.10

= 0.00052

k

= 0.000052

Pada t = 15 menit
kt

= ½(a-x)2 – 1/2a2

k.15

= 0.001444 – 0.000441

k.15

= 0.0001003

k

= 0.0000066

Pada t = 20 menit
kt

= ½(a-x)2 – 1/2a2

k.20

= 0.003600 – 0.000441

!"# "#$%$&%"'

11

k.20

= 0.003159

k

= 0.000157

Pada t = 25 menit
kt

= ½(a-x)2 – 1/2a2

k.25

= 0.009409 – 0.000441

k.25

= 0.008968

k

= 0.000358


Metode Integral Grafik untuk Orde tiga
Waktu

1/(Sudut Polarisasi)2

0

0.000441

5

0.000484

10

0.000961

15

0.001444

20

0.003600

25

0.009409

Inversi Gula Orde tiga
t vs 1/α²
0.01
0.008
0.006

1/(Sudut Polarisasi)2

0.004
0.002

y = 0.0003x - 0.0012
R² = 0.7065

Linear (1/(Sudut
Polarisasi)2)

0
0

10

20

30

-0.002

Dari perhitungan orde reaksi dengang metode integral secara non grafik pada
orde 1, orde 2 dan orde 3 tidak diperoleh harga k yang sama atau hampir sama.

!"# "#$%$&%"'

12

Sehingga, menggunakan metode integral secara non grafik tidak dapat dibuktikan
bahwa orde reaksi dari reaksi inversi gula adalah orde satu menurut teori.
Sedangkan pada metode integral secara grafik diperoleh orde reaksi uyang
sesuai dengan teori yaitu orde satu karena nilai R2 yang paling mendekati linier yaitu
R2 = 0.9476.

!"# "#$%$&%"'

13

BAB IV
KESIMPULAN

Dari perhitungan orde reaksi dari reaksi inversi gula dengan metode integral
secara non grafik tidak dapat membuktikan orde 1, orde 2 atau orde 3 karena harga k
pada ketiga orde hampir tidak sama, sedangkan pada metode integral secara
grafikdapat membuktikan bahwa orde reaksi dari reaksi inversi gula berode satu
dengan nilai R2 paling mendekati linier adalah pada orde 1 pada grafik yaitu R2 =
0.9476.

!"# "#$%$&%"'

14

DAFTAR PUSTAKA
Anonim A.2009.inversi gula.www.wikipedia.com.Diakses tanggal :5 Desember 2011
Anonim B.2010.Polarimeter.www.scribd,co.Diakses Tanggal : 5 Desember 2011
Anonim C.2009.orde reaksi.www.chemistry.org.Diakses Tanggal : 5 Desember 2011
Atkins..P.W. 1990. Kimia Fisika jilid 2 edisi ke empat. Jakarta. : Erlangga
Fessenden , Fessenden.1982. Kimia Organik edisi ketiga jilid 2.Jakarta Erlangga.
Reski Wahyudi, Udin.2011.Polarimeter.http://www. blogspot.com (Diakses pada
tanggal 18 Desember 2011)
Suyono dan Bertha Yonata.2011.Panduan Praktikum Kimia Fisika III.Laboratorium
Kimia Fisika, Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Surabaya:Surabaya.

!"# "#$%$&%"'

15