TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Domba

  TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Domba

  Domba memiliki kedudukan yang sama dalam sistematika hewan yaitu: Filum: Chordata, Sub Filum: Vertebrata (bertulang belakang), Marga: Gnatostomata (mempunyai rahang), Kelas: Mammalia, Bangsa: Placentalia (mempunyai plasenta), Suku: Ungulata (berkuku), Ordo: Artiodactyla (berkuku genap), Sub ordo: Seledontia, Famili: Caprinus, Genus: Ovis, Spesies: Ovis aries (Kartadisastra, 1997).

  Dalam pemeliharaan domba terdapat beberapa keuntungan yaitu dapat beranak lebih dari satu ekor,cepat berkembang biak, berjalan dengan jarak lebih dekat saat digembalakan sehingga pemeliharaanlebih mudah, termasuk pemakan rumput sehinggadalam pemberian pakan lebih mudah (Tomaszweska et al., 1993).

  Domba Lokal

  Domba asli Indonesia adalah domba yang memiliki ekor tipis, populasinya ada di Jawa Barat dan Jawa Tengah sekitar 80%. Domba ini mempunyai tubuh dan bentuk badan yang kecil, serta memiliki ciri yang lain yaitu: Badannya memiliki bulu yang berwarna putih, tetapi ada yang berwarna lain, seperti hitam belang-belang yang terletak disekitar mata. Domba jantan memiliki tanduk yang kecil sedangkan domba betina tidak memiliki tanduk. Ekor relatif tipis dan kecil. Domba jantan dewasa memiliki bobot badan sekitar 30-40 kg sedangkan bobot badan betina sekitar 15-20 kg (Mulyono, 1998).

  Pertumbuhan dan Penggemukan Domba

  Pertumbuhan adalah pertambahan berat jaringan pembangun sepertitulang, urat daging, jantung, otak, semua jaringan tubuh, serta alat-alat tubuh lainnya.

  Sedangkan pertumbuhan murni adalah jumlah protein yang bertambah dan zat- zat mineral. Pertambahan akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni (Anggorodi, 1984).

  Penggemukan adalah suatu istilah untuk menggambarkan keadaan hewan pada saat-saat terakhir stadium pertumbuhannya. Penggemukan (fattening) tidak berarti menyebabkan hewan hanya menimbun lemak saja. Semua hewan yang dimaksudkan untuk diambil dagingnya akan dipotong jauh sebelum berat badannya mengandung banyak lemak (Tillman et al., 1991).

  Komponen tubuh secara kumulatif mengalami pertambahan berat selama pertumbuhan sampai mengalami kedewasaan. Jaringan-jaringan tubuh mengalami pertumbuhan maksimal. Komposisi kimia komponen-komponen tubuh termasuk tulang, otot dan lemak. Tulang, otot dan lemak merupakan komponen utama penyusun tubuh (Soeparno, 1994).

  Sistem Pencernaan Domba

  Ruminansia memiliki lambung yaitu abomasum dan lambung muka yang mempunyai tiga ruang yaitu rumen, retikulum dan omasum. Makanan dikunyah dan mencampurnya dengan sejumlah air liurnya sebelum ditelan ke retikulo rumen. Isi retikulo rumen dicampur aduk dengan kontraksi yang terus menerus dari otot-otot dinding retikulo rumen (Tillman et al., 1991).

  Rumen merupakan tabung besar dengan berbagai kantong yang menyimpan dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba. Rumen adalah bagian perut yang paling besar dengan kapasitas paling banyak. Rumen berfungsi sebagai tempat penampungan pakan yang dikonsumsi (Arora, 1995).

  Perut yang mempunyai bentuk permukaan menyerupai sarang tawon, licin, dengan struktur yang halus serta berhubungan langsung dengan rumen disebut retikulum. Bagian perut yang mempunyai bentuk permukaan berlipat-lipat dengan struktur yang kasar disebutomasum. Bentuk fisik ini dengan gerakan peristaltik berfungsi menyerap sebagian besar air dan sebagai penggiling pakan. Bagian perut yang terakhir sebagai tempat hasil pencernaan untuk diserap oleh tubuh disebut abomasum (Kartadisastra, 1997).

  Proses pencernaan ternak ruminansia di mulai dari ruang mulut. Di dalam ruang mulut, pakan yang masih berbentuk kasar dipecah menjadi partikel-partikel kecil dengan cara pengunyahan dan pembasahan oleh saliva. Dari mulut, pakan masuk ke rumen melalui oesophagus (Siregar, 1994).

  Pakan Domba

  Defisiensi nutrien dapat terjadi karena pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak, sehingga ternak mudah terserang penyakit, penyediaan dan pemberian pakan harus diupayakan secara terus-menerus sesuai dengan standar gizi menurut umur ternak (Cahyono, 1998).

  Hijauan merupakan bahan pakan berserat sebagai sumber energi. Domba lebih menyukai bahan pakan berserat dari pada konsentrat. Hijauan umumnya merupakan bahan pakan yang mengandung serat kasar yang relatif tinggi. Ruminansia mampu mencerna hijauan yang mengandung selulosa yang tinggi karena adanya mikroorganisme di dalam rumen. Makin tinggi populasinya maka semakin tinggi kemampuan mencerna selulosa (Siregar, 1994).

  Pakan yang dikonsumsi oleh ternak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan perawatan tubuh (hidup pokok) yaitu mempertahankan suhu tubuh, kerja tubuh yang normal (jantung berdenyut atau bernafas), memperbaiki jaringan yang aus, selain itu juga digunakan untuk produksi yaitu pertumbuhan, penggemukan, reproduksi, produksi susu dan bekerja (Purbowati, 2009).Menurut Church (1986) palatabilitas pakan dipengaruhi oleh faktor fisik dan kimiawi pakan yang akan berpengaruh terhadap fisiologis ternak dalam ransangan penglihatan, penciuman dan rasa dalam mengkonsumsi pakan.

  Konsentrat

  Ternak yang digemukkan semakin banyak diberikan konsentrat akan semakin baik, tetapi konsumsi serat kasar tidak kurang dari 18% BK konsentrat.

  Pemberian konsentrat harus terbatas agar ternak tidak terlalu gemuk (Siregar, 1994).

  Pakan tambahan yang diberikan untuk melengkapi kekurangan nutrien yang didapat dari pakan utama hijauan disebut konsentrat. Konsentrat mempunyai kandungan energi, protein dan lemak yang relatif tinggi dengan kandungan serat kasar yang rendah dibanding hijauan yang diberikan. Pemberian pakan berupa kombinasi kedua pakan itu akan memberi peluang terpenuhinya nutrien yang dibutuhkan. Konsentrat untuk domba memiliki kandungan serat kasar kurang dari 18% dan mudah dicerna. Konsentrat terdiri dari biji-bijian yang digiling halus, seperti bungkil kelapa,jagung, dedak danbungkil kedelai (Williamson danPayne, 1993).

  Karbohidrat dan protein yang tinggi banyak terkandung dalam konsentrat. Dalam konsentrat juga terkandung unit bahan kering yang lebih tinggi dibanding dengan hijauan. Tingkat kecernaan konsentrat lebih tinggi dibandingkan dengan hijauan sehingga mempunyai nilai nutrisi yang lebih baik dari pada hijauan (Tillman et al., 1991).

  Probiotik Starbio

  Probiotik Starbio adalah koloni bibit mikroba (berasal dari lambung sapi) yang dikemas dalam campuran tanah dan akar rumput serta daun-daun atau ranting-ranting yang dibusukkan. Menurut Syamsu (2006) dalam koloni tersebut terdapat mikroba khusus yang memiliki fungsi yang berbeda, misalnya

  Cellulomonas clostridium thermocellulosa (pencerna lemak); Agaricus dan coprinus (pencerna lignin), serta Klebssiella dan Azozpirillum trasiliensis

  (pencerna protein). Probiotik Starbio merupakan probiotik aerob penghasil enzim berfungsi untuk memecah karbohidrat (selulosa, hemiselulosa, lignin) dan protein serta lemak. Manfaat Starbio dalam ransum ternak adalah meningkatkan daya cerna, penyerapan zat nutrisi dan efisiensi penggunaan pakan, Starbio juga dapat menghilangkan bau kotoran ternak.

  Penggunaan Starbio pada pakan mengakibatkan bakteri yang ada pada Starbio akan membantu memecahkan struktur jaringan yang sulit terurai sehingga lebih banyak zat nutrisi yang dapat diserap dan ditransformasikan ke produk ternak. Selain itu, produktivitas ternak akan meningkat, bahkan lebih banyak zat nutrisi yang dapat diuraikan dan diserap (Samadi, 2007). Adapun nilai nutrisi Starbio dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai nutrisi Starbio

  Zat nutrisi Kandungan (%) Air 19,17 Protein 10,42 Lemak kasar 0,11

  Serat kasar 8,37 Abu 51,54 Sumber: Fuller (1992)

  Probiotik Starbio memiliki fungsi utama antara lain: Menurunkan biaya pakan, membantu penyerapan pakan lebih banyak sehingga pertumbuhan ternak lebih cepat dan produksi dapat meningkat. (Feed Conversion Ratio/ FCR) akan menurun sehingga biaya pakan lebih murah.

  Mengurangi bau kotoran ternak, pakan yang di campur dengan Starbio akan meningkatkan kecernaan sehingga kotoran ternak (feses) lebih kering,kandungan amonia dalam kotoran ternak akan menurun sampai 50%, sehingga daya tahan tubuh ternak akan meningkat dan kondisi ternak aka lebih segar, karena kontaminasi lalat lebih sedikit. Peternak dan lingkungannya akan lebih nyaman, tidak terganggu dengan kotoran ternak (Lembah Hijau Multifarm Indonesia, 2008).

  Hail penelitian Syamsu (2006) menggambarkan bahwa komposisi nutrisi jerami padi yang telah difermentasi dengan menggunakan stater mikroba (Starbio) sebanyak 0,06% dari berat jerami padi, secara umum memperlihatkan peningkatan kualitas dibanding jerami padi yang tidak difermentasi. Selanjutnya dikatakan kadar protein kasar jerami padi yang difermentasi mengalami peningkatan dari 4,23% menjadi 8,14% dan diikuti dengan penurunan kadar serat kasar. Hal ini memberikan indikasi bahwa stater mikroba yang mengandung mikroba proteolitik yang menghasilkan enzim protease dapat merombak protein menjadi polipeptida yang selanjutnya menjadi peptida yang sederhana.

  Fermentasi

  Fermentasi sering didefenisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerob yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat dipecah dalam proses fermentasi adalah karbohidrat, sedangkan asam amino dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu (Fardiaz, 1992). Menurut Saono (1974) fermentasi adalah segala macam proses metabolisme dimana enzim dari mikroorganisme (jasad renik) melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu.

  Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraseluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Winarno, 1983).

  Secara sederhana fermentasi didefenisikan sebagai salah satu cara pengolahan dengan melibatkan mikroba (kapang, bakteri atau ragi), baik yang ditambahkan dari luar ataupun secara spontan sudah terdapat di dalam bahan bakunya. Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia dari senyawa organik (karbohidrat, lemak, protein dan bahan organik lainnya) baik dalam keadaan ada udara (aerob) maupun tanpa udara (anaerob) melalui kerja enzim yang berasal dari mikroba yang dihasilkan (Tjitjah, 1991).

  Menurut jenis mediumnya, proses fermentasi dibagi menjadi 2 yaitu fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat merupakan fermentasi medium yang digunakan tidak larut tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroba, sedangkan fermentasi dengan medium cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi di dalam medium cair (Hardjo et al., 1989).

  Menurut Winarno et al. (1980) fermentasi merupakan proses biokimia yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan pakan sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan pakan tersebut, dimana bahan pakan yang mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih baik dari asalnya disebabkan karena mikroorganisme bersifat katabolik atau memecah komponen-komponen yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna.

  Jerami Padi

  Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang cukup besar jumlahnya dan belum sepenuhnya dimanfaatkan. Produksi jerami padi bervariasi yaitu dapat mencapai 12-15 ton per hektar satu kali panen atau 4-5 ton bahan kering tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman yang digunakan.

  Basri (1990) menyatakan bahwa jerami padi adalah bagian tanaman padi yang sudah diambil buahnya, di dalamnya termasuk batang, daun dan merang. Produksi jerami padi yang dihasilkan sekitar 50% dari produksi gabah kering panen.

  Menurut data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (2007) produksi padi tahun 2008 sebesar 3.340.794 ton Gabah Kering Giling (GKG) dari luas panen 748.540 Ha dengan produktivitas 44,63 kwintal/ Ha. Tahun 2009, produksinya 3.527.899 ton Gabah Kering Giling (GKG) itu diperoleh dari hasil panen 768.407 Ha dengan produktivitas 45,91 kwintal/ Ha, sedangkan pada tahun 2010, diperoleh data luas panennya hanya 740.642 Ha, menurun dibanding tahun 2009. Namun, produktivitas meningkat sebesar 47,46 kwintal per Ha. Produksi padi tahun 2010 di Sumatera Utara diperkirakan sebesar 3.514.928 ton Gabah Kering Giling (GKG), turun sebesar 12.971 ton dibandingkan produksi angka tetap tahun 2009. Penurunan produksi diperkirakan terjadi karena penurunan luas panen sebesar 27.765 Ha atau 3,61% sedangkan hasil per Ha mengalami kenaikan sebesar 1,55 kwintal per Ha atau 3,37 %.

  Menurut Tillman et al. (1991) jerami padi termasuk pakan kasar (rough) yaitu bahan pakan yang berasal dari limbah pertanian/ tanaman yang sudah dipanen. Bila ditinjau dari kandungan nutrisinya, jerami padi memiliki kandungan protein dan daya cerna yang rendah, namun di dalamnya memiliki sekitar 80% zat-zat potensial yaitu lemak dan karbohidrat yang dapat dicerna sebagai sumber energi bagi ternak (Komar, 1984). Adapun nilai nutrisi jerami padi dapat dilihat pada Tabel 2.

  Tabel 2. Nilai nutrisi jerami padi

  Zat nutrisi Kandungan (%) Bahan kering 90,53 Protein kasar 4,50 Serat kasar 35,00 Lemak kasar 1,55 TDN 43,00

  Sumber: Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Program Studi Peternakan, FP-USU (2000).

  Bahan Penyusun Konsentrat Bungkil Inti Sawit

  Bungkil inti sawit mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik dari pada solid sawit. Produksi rata-rata sekitar 40 ton/ hari. Bahan pakan ini sangat cocok terutama untuk bahan konsentrat ternak, namun penggunaannya sebagai pakan tunggal dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, oleh karenanya perlu diberikan secara bersama-sama dengan bahan pakan lainnya (Mathius, 2003).

  Pemberian bungkil inti sawit yang optimal adalah 1,5% dari bobot badan untuk mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan domba. Pertambahan bobot badan harian akan semakin besar jika semakin besar persentase bungkil inti sawit yang diberikan dalam konsentrat (Silitonga, 1993).

  Kandungan protein bungkil inti sawit lebih rendah dari bungkil yang lain. Namun demikian masih dapat dijadikan sebagai sumber protein. Kandungan asam amino essensial cukup lengkap, imbangan kalsium dan posfornya cukup seimbang (Lubis, 1993). Adapun nilai nutrisi bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai nutrisi bungkil inti sawit

  

Zat nutrisi Kandungan (%)

Protein kasar 15-16 Serat kasar 16,18 Bahan kering 91,83

  Lemak kasar 6,49

Ca 0,56

P 0,84

TDN 72,00

  Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000) Dedak Padi

  Dedak padi pada musim panen melimpah, sebaliknya pada musim kemarau berkurang. Selain itu, dedak padi tidak dapat disimpan lama. Keadaan ini disebabkan karena aktivitas enzim yang dapat menyebabkan kerusakan atau ketengikan oksidatif pada komponen minyak yang ada dalam dedak padi(Balitnak, 2010).

  Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari hasil pemisahan beras dengan kulit gabah melalui proses penggilingan dan pengayakan padi (Parakkasi,

  1995). Pemanfaatan dedak padi di Indonesia sampai saat ini adalah sebagai pakan ternak. Hal ini disebabkan kandungan nilai gizi dalam dedak padi cukup tinggi seperti lipid, protein, karbohidrat, vitamin, mineral dan juga serat. Menurut Rasyaf (1992) sebagai bahan pakan asal nabati, dedak mempunyai kandungan nutrisinya juga cukup baik, dimana kandungan protein dedak halus sebesar 12- 13%, kandungan lemak 13% dan serat kasarnya 12%. Adapun nilai nutrisi dedak padi dapat dilihat pada Tabel 4.

  Tabel 4. Nilai nutrisi dedak padi

  

Zat nutrisi Kandungan (%)

Bahan kering

  86 Protein kasar 11,9 - 13 TDN

  64 Lemak kasar 12,1 Serat kasar

  10 Ca 0,1

P 1,3

Sumber : Hartadiet al.(1997) Tepung Daun Singkong

  Singkong merupakan tanaman yang mudah dijumpai dan banyak dihasilkan di Indonesia. Bagian singkong yang dapat digunakan sebagai bahan pakan adalah umbi gaplek. Daun singkong adalah sumber vitamin C dan mengandung provitamin A. Daun singkong mengandung tannin atau HCN (racun). Tannin atau HCN pada daun singkong segar akan banyak berkurang bila daun singkong dicacah, dijemur dan dilayukan selama1-2 hari sebelum dijadikan campuran konsentrat (Adrizal, 2003). Daun singkong dapat digunakan sebagai sumber protein untuk bahan pakan ternak karena mengandung protein tinggi yaitu sekitar 24,1% (Sutardi, 1980). Kelemahan pada daun singkong adalah kandungan serat kasarnya yang tinggi yaitu sekitar 15% (Eviyati,1993) serta kandungan HCN dari daun singkong dapat mencapai 6 kali kandunganHCN umbinya (Ravindran et

  

al .,1985). Adapun nilai nutrisi dari tepung daun singkong dapat dilihat pada

Tabel 5.

  Tabel 5. Nilai nutrisi tepung daun singkong

  

Zat nutrisi Kandungan (%)

Bahan kering 22,43 Protein kasar

  25 Lemak kasar

  7 Serat kasar

  12 Kalsium 1,3 Fosfor 0,3 TDN 74,39 Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000)

  Onggok

  Pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dihasilkan limbah yang disebut onggok. Ketersediaan onggok sangat bergantung pada jumlah varietas dan mutu ubi kayu yang diolah menjadi tapioka, ekstraksi pati tapioka. Moertinah (1984) melaporkan bahwa dalam pengolahan ubi kayu menghasilkan 15-20 % dan 5-20 % onggok kering, sedangkan onggok basah dihasilkan 70-79 %. Adapun nilai gizi nutrisi onggok dapat dilihat pada Tabel 6.

  Tabel 6. Nilai nutrisi onggok Zan nutrisi Kandungan (%)

  Bahan kering 81,7 Protein kasar 0,6

  Lemak kasar 0,4 Serat kasar

  12 TDN

  76 Sumber: : Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Program Studi Peternakan, FP-USU (2000).

  Molases

  Molases adalah hasil samping pabrik gula tebu yang berbentuk cairan kental berwarna kekuning-kuningan. Molases dapat diganti sebagai bahan pakan ternak yang berenergi tinggi. Disamping rasanya manis juga dapat memperbaiki rasa pakan dan aroma. Manfaat penggunaan molases sebagai bahan pakan ternak adalah kadar karbohidratnya yang tinggi, vitamin dan mineral yang cukup sehingga dapat digunakan meskipun sebagai pendukung (Rangkuti et al., 1985). Adapun nilai nutrisi molases dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7.Nilai nutrisi molases

  

Zat nutrisi Kandungan (%)

Bahan kering 92,6 Protein kasar 4,00 Lemak kasar 0,08

  Serat kasar 0,38

TDN 81,00

Sumber: Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Program Studi Peternakan, FP-USU (2000).

  Urea

  Urea adalah bahan pakan sebagai sumber nitrogen yang dapat difermentasi. Urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi serat kasar dan daya cerna (Kartadisastra, 1997).

  Urea tidak dapat digunakan secara berlebihan, apabila berlebih atau tidak dicerna oleh tubuh ternak maka urea akan diabsorbsi oleh dinding rumen, kemudian dibawa aliran darah ke hati dibentuk kembali amonium yang kemudian disekresikan melalui urin (Parakkasi, 1995).

  Mineral

  Mineral merupakan nutrisi yang essensial selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba rumen. Tubuh ternak ruminansia terdiri atas mineral kurang lebih 4%. Dijumpai ada 31 jenis mineral yang terdapat pada tubuh ternak ruminansia yang dapat diukur tetapi hanya 15 jenis mineral yang tergolong essensial untuk ternak ruminansia. Agar pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal, mikroba rumen membutuhkan

  15 jenis mineral essensial yaitu 7 jenis mineral essensial makro yaitu Ca, K, P, Mg, Na, Cl dan S. Jenis mikro ada 4 yaitu Cu, Fe, Mn dan Zn dan 4 jenis mineral esensial langka yaitu I, Mo, Co dan Se (Siregar, 2008).

  Garam

  Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas (Pardede dan Asmira, 1997).

  Garam berfungsi untuk merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Defisiensi garam lebih sering terdapat pada hewan herbivora dari pada hewan lainnya. Karena hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, nafsu makan hilang dan produksi menurun sehingga menurunkan bobot badan (Anggorodi, 1990).

  Parameter Penelitian Konsumsi Pakan

  Konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan apabila bahan pakan tersebut diberikan secara ad libitum. Jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu paling penting yang menentukan jumlah nutrien yang didapat oleh ternak dan berpengaruh terhadap tingkat produksi (Parakkasi, 1999).

  Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan konsumsi kimia serta kualitas pakan. Salah satu yang menjadi penentu tingkat konsumsi adalah keseimbangan zat pakan dan palatabilitas. Tingkat perbedaan konsumsi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas (Parakkasi 1995).

  Banyaknya jumlah pakan yang dikonsumsi oleh seekor ternak merupakan salah satu faktor penting yang secara langsung mempengaruhi produktivitas ternak. Konsumsi pakan dipengaruhi terutama oleh faktor kualitas pakan dan oleh faktor kebutuhan energi ternak yang bersangkutan. Makin baik kualitas pakannya, makin tinggi konsumsi pakan seekor ternak. Akan tetapi konsumsi pakan ternak berkualitas baik ditentukan oleh status fisiologi seekor ternak. Konsumsi bahan kering pakan oleh ternak ruminansia dapat berkisar antara 1,5 % - 3,5 % tetapi pada umumnya 2 – 3 % dari berat badannya ( Bamualim, 1988).

  Konsumsi pakan yang rendah akan menyebabkan kekurangan zat makanan yang dibutuhkan ternak dan akibatnya akan menghambat pertumbuhan lemak dan daging. Apabila kebutuhan untuk hidup pokok sudah terpenuhi, kelebihan gizi yang dikonsumsi akan ditimbun sebagai jaringan lemak dan daging (Anggorodi,1994).

  Suhu yang tinggi juga dapat menyebabkan nafsu makan menurun dan meningkatnya konsumsi air minum. Hal ini mengakibatkan otot-otot daging lambat membesar sehingga daya tahannya juga menurun (Tillman et al., 1993).

  Pengukuran konsumsi pakan dipengaruhi oleh perbedaan ternak, palatabilitas pakan dan seleksi terhadap hijauan pakan. Konsumsi pakan juga mempunyai hubungan dengan kebutuhan energi ternak yang sering menyebabkan konsumsi pakan ternak menjadi berbeda (Williamson dan Payne, 1993).

  Pertambahan Bobot Badan

  Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan melalui penimbangan berulang-ulang, yaitu setiap hari, setiap minggu atau setiap waktu lainnya. Penimbangan ternak pada setiap jangka waktu tertentu misalnya setiap minggu atau setiap bulan akan dapat mengetahui besarnya pertambahan bobot badan ternak (Tillman et al., 1998).

  Penimbangan ternak pada setiap jangka waktu tertentu misalnya setiap minggu atau setiap bulan akan dapat mengetahui besarnya pertambahan bobot badan ternak. Pertambahan bobot badan ternak tersebut dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan (Kamal, 1994).

  Pertambahan bobot badan pada umumnya mengalami tiga tingkat kecepatan yang berbeda-beda, yang pertama pertumbuhan tulang, diikuti dengan pertumbuhan otot dan yang terakhir adalah pertumbuhan jaringan lemak (Anggorodi, 1994).

  Salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan ialahdengan pengukuran pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan yangdiperoleh dari percobaan pada ternak merupakan hasil metabolisme zat – zatmakanan yang dikonsumsi. Makin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak akandiikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi (Church dan Pond,1998) . Sumoprastowo (1993) menyatakan bahwa pada kondisi padang pengembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9 – 1,3 kg seminggu per ekor. Padang pengembalaan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan domba akan mengakibatkan domba mengalami pertumbuhan yang lambat.

  Konversi Pakan

  Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dicapai dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan merupakan suatu indikator yang dapat menerangkan tingkat efisiensi penggunaan pakan, dimana semakin rendah angkanya berarti semakin baik pakan tersebut (Anggorodi, 1990).

  Kualitas pakan menentukan konversi pakan. Pakan yang berkualitas baik dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Penggunaan pakan akan semakin efisien bila jumlah pakan yang dikonsumsi rendah, namun menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi (Martawidjaja, 1998).

  Faktor yang mempengaruhi konversi pakan yaitu lingkungan (suhu, penyakit, pakan dan minuman), kemampuan genetik, nilai gizi pakan dan tingkat energi pakan (Neshum et al., 1979).

  Efisiensi penggunaan pakan dapat diketahui dari konversi pakan yakni jumlah pakan yang dikonsumsi untuk mencapai pertambahan bobot badan per satu kilogram bobot badan. Konsumsi pakan yang diukur adalah bahan kering sehingga efisiensi penggunaan pakan dapat ditentukan berdasarkan konsumsi bahan kering untuk mencapai satu kilogram pertambahan bobot badan (Siregar, 1994).

  Konversi ransum pada ruminansia di pengaruhi oleh kualitas ransum, nilai kecernaan dan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam proses metabolisme didalam jaringan tubuh ternak. Makin baik kualitas ransum yang dikonsumsi ternak, akan diikuti oleh pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dan makin efisien penggunaan ransumnya (Pond et al., 1995). Menurut Nesheim dan Card(1972) faktor yang turut berperan dalam konversi ransum adalah temperaturlingkungan, potensi genetik, nutrisi, kandungan energi dan penyakit. Ishida dan Hasan (1993) menyatakan bahwa konversi pakan yang normal untuk domba adalah 8,0 – 10,0.