TINJAUAN PUSTAKA Abu Vulkanik

  TINJAUAN PUSTAKA Abu Vulkanik

  Tanah vulkanik merupakan tanah yang berasal dari hasil letusan gunung api, dimana pada saat gunung api meletus mengeluarkan tiga jenis bahan berupa bahan padatan, cair dan gas. Bahan padatan dapat berupa pasir, debu dan abu vulkan, bahan cair dapat berupa lava, sedangkan bahan gas dapat berupa asap yang dihasilkan dari erupsi. Bahan-bahan vulkanis tersebut nantinya akan menjadi bahan induk penyusun tanah. Tanah yang berkembang dari abu vulkan tergolong subur dan cocok untuk dijadikan sebagai lahan pertanian. Menurut Lembaga Penelitian Tanah 1972, bahwa luas tanah ini di Indonesia sekitar 6,5 juta ha atau 34 % tersebar di daerah-daerah vulkan dan dijadikan sebagai daerah untuk lahan pertanian terutama bagi tanaman hortikultura dan perkebunan (Hardjowigeno, 2007).

  Awan debu vulkanik merupakan material debu vulkanik yang diejeksikan ke atmosfer menyerupai bentuk kolom jamur/cendawan membumbung vertikal yang dapat diamati secara visual, kemudian terdispersi mengikuti arah angin. Dampak yang ditimbulkan oleh awan debu vulkanik bisa secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan manusia. Material debu vulkanik merupakan materil pyroclastic berukuran antara 0,3 sampai 30 mikron, apabila terdispersi dan terhirup oleh manusia (Krisbiantoro, 2011).

  Abu dan pasir vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan. Abu maupun pasir vulkanik terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus, yang berukuran besar berukuran halus dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan kilometer bahkan ribuan kilometer dari kawah disebabkan terbawa oleh hembusan angin (Sudaryo dan Sutjipto, 2009).

  Abu vulkanik gunung berapi juga mengandung logam berat dan zat-zat mikro berbahaya yang bersifat mudah mengendap dalam air. Logam berat merupakan unsur mikro yang ada di semua jenis batuan. Jenis logam berat pada abu vulkanik, antara lain, Cd dan Cu.

  Tanah yang bercampur abu vulkanik (tanah lapisan atas) tergolong masam dengan nilai pH 4,83. Kemasaman yang tinggi atau nilai pH yang rendah hingga sangat rendah dari debu vulkanik ini, disebabkan kadar sulfur (belerang) yang tinggi sebesar 3,36 persen. Selain itu ketebalan abu yang menutup permukaan tanah menjadi faktor penting dalam menentukan kecepatan penggunaan kembali tanah yang tertutup debu. Untuk ketebalan debu yang tipis, kurang dari 1 cm dapat hilang dengan segera ketika hujan turun. Ketebalan 1 cm hingga 4 cm dapat hilang dengan pengolahan menggunakan cangkul dan ketebalan antara 5-10 cm dapat hilang saat dilakukan pengolahan tanah secara mekanik menggunakan traktor. Pada ketebalan abu mencapai 40 cm atau lebih memerlukan waktu cukup lama, agar tanah dapat digunakan kembali untuk bercocok tanam, menunggu terjadi proses pelapukan dan dekomposisi dari abu (Rauf, 2014).

  Banyaknya hara yang disumbangkan oleh abu letusan tergantung dari tebalnya tutupan dan kandungan hara mineralnya. Secara umum sifat kimia abu letusan dapat dibedakan berdasarkan kandungan silika (SiO2%) yaitu abu bersifat basis (45-55%), intermedier (55-62%) dan masam (>62%). Makin masam abu

  Mikroorganisme Tanah

  Jasad hidup yang ukurannya kecil sering disebut sebagai mikroba atau mikroorganisme atau jasad renik. Jasad renik disebut sebagai mikroba bukan hanya karena ukurannya yang kecil, sehingga sukar dilihat dengan mata biasa, tetapi juga pengaturan kehidupannya yang lebih sederhana dibandingkan dengan jasad tingkat tinggi. Ukuran mikroba biasanya dinyatakan dalam mikron (μ), 1 mikron adalah 0,001 mm (Sumarsih, 2003).

  Tanah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme, mikroorganisme tanah seperti bakteri dan jamur sangat mempengaruhi kesuburan tanah, oleh karena itu mikroorganisme merupakan salah satu aspek penting yang berperan dalam suatu pembentukan ekosistem. Mikroorganisme tanah juga bertanggungg jawab atas pelapukan bahan organik dan pendauran unsur hara, dengan demikian mikroorganisme mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik dan sifat kimia tanah (Anas, 1989).

  Mikroorganisme ditemukan dalam jumlah besar di tanah, biasanya antara satu hingga sepuluh juta mikroorganisme yang hadir per gram tanah dengan bakteri dan jamur yang paling umum. Namun ketersediaan nutrisi sering membatasi pertumbuhan mikroba dalam tanah dan sebagian besar ketersedian nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme berupa air, sumber nitrogen, mineral dan sumber energi. Jika keterssediaan ini mengalami keterhambatan aktivitas mikroorganisme dalam tanah akan tidak aktif secara fisiologis sampai kebutuhan akan nutrisi dapat terpenuhi.

  Bakteri dan fungi merupakan mikroorganisme yang paling penting dalam Alexander (1977), pada tanah tanah yang mempunyai aerasi yang baik, bakteri dan fungi sangat dominan, sebaliknya bakteri sendiri terlibat pada hampir semua proses biologi dan perubahan kimia dalam lingkungannya yang mengandung sedikit atau tanpa O .

  perubahan sifat fisik dan kimia tanah, sehingga hal ini dapat menjadi tanda awal dalam perbaikan tanah akibat degradasi tanah. Mikroorganisme tanah merupakan salah satu indikator dalam menentukan kesehatan tanah yang merespon dengan cepat perubahan yang terjadi dalam tanah serta memiliki hubungan yang erat dengan lingkungan tempatnya hidup (Nielseen and Winding, 2002).

  Mikroba bersama dengan fauna tanah melaksanakan berbagai metabolisme yang secara umum disebut sebagai aktivitas biologi tanah. Perannya yang penting dalam perombakan bahan organik dan siklus hara menempatkan organisme tanah sebagai faktor sentral dalam memelihara kesuburan dan produktivitas tanah. Kemampuan mengukur kapasitas metabolisme berbagai mikroba dan fauna tanah menjadi basis bagi konsep perlindungan dan penyehatan tanah, terutama pada masa kini dan mendatang dimana laju degradasi lahan terus mengancam sejalan dengan makin terbatasnya sumber daya lahan. Oleh sebab itu, tersedianya metode analisis biologi tanah yang memadai sangat diperlukan untuk mempelajari tanggap organisme tanah yang terkait dengan perubahan sifat fisik dan kimia di lingkungan tanah serta memanfaatkannya, baik sebagai agen penyubur dan pembaik tanah maupun sebagai indikator laju degradasi lahan (Saraswati, dkk, 2007).

  Jamur

  Jamur adalah sel mikroskopik yang biasanya tumbuh sebagai benang panjang atau helai yang disebut hifa. Hifa berinteraksi dengan partikel tanah, akar, untuk mengambil makanan. Umumnya membentuk 10-20% dari jumlah mikroorganisme di rizosfir tanah. Jamur umumnya memiliki jumlah individu yang banyak pada tanah-tanah yang sehat, dan juga jamur mendominasi biomassa tanah karena ukurannya lebih besar. Selain itu, karena ukuran tubuh jamur yang lebih kecil maka jamur sangat efisiensi dalam menutrisi unsur hara N dan P di dalam tanah (Hoorman, 2011).

  Mikrobia tanah ini dijumpai sangat bervariasi di dalam tanah. Jamur tanah yang dikenal sampai sekarang ini adalah sebagai berikut Absida, Acrostalagus,

  

Alternaria, Aspergillus, Botrytis, Cephalosporium, Chaetomium, Cladosporium,

Clyndocarpon, Fusarium, Mortierella, Mucor, Penicillium, Rhizopus,

Stemphylium, Trichoderma, Veticilium, Zygorrhynchus , yang paling sering

dijumpai Penicillium, Fusarium, Mucor, Aspergillus (Hanafiah, dkk, 2009).

  Berdasarkan sistem respirasinya, mikroba terdiri dari: 1. Kelompok aerobik, yang hidup hanya pada kondisi adanya ketersediaan oksigen.

  2. Kelompok anaerobik, yang hidup hanya pada kondisi tidak ada gas didalam tanah.

  3. Kelompok fakultatif anaerobik, yang dapat hidup pada keadaan ada atau tidak adanya oksigen. Fungi umumnya termasuk kelompok aerobik karena membutuhkan kondise aerasi yang baik. Bakteri dapat dijumpai dalam berbagai kondisi baik aerob, anaerob atau fakultatif anaerob (Hanafiah, dkk., 2009).

  Bakteri

  Bakteri merupakan mikrobia prokariotik uniseluler, termasuk klas

  

Schizomycetes , berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan sel. Bakteri

  tidak berklorofil kecuali ada beberapa yang bersifat fotosintetik. Cara hidup bakteri ada yang dapat hidup bebas, parasitik, saprofitik, patogen pada manusia, hewan dan tumbuhan (Sumarsih, 2003).

  Bakteri berkembang dengan baik pada pH 5,5. Fungi dapat berkembang baik pada segala tingkat kemasaman tanah. Pada pH lebih dari 5,5 jamur harus bersaing dengan bakteri (Hardjowigeno, 2007). Beberapa fungi dapat tetap hidup dalam pH diatas 9,0 (Rao, 1994). Aktinomisetes berkembang dengan baik pada pH diatas 5 (Hanafiah, dkk., 2009).

  Secara umum bakteri dikelompokkan atas 4 kelompok utama yaitu dekomposer, mutualistik, patogen, lithrotoph (kemoautotroph). Bakteri merupakan mikroba yang penting, disamping sebagai dekomposer utama bahan tanaman hijau/organik. Beberapa jenis bakteri berperan penting dalam siklus nitrogen dengan kemampuan memfiksasi N dari udara sehingga dapat menambah

  2 ketersediaan N dalam tanah (Hanafiah, dkk, 2009).

  Bakteri merupakan kelompok paling dominan yang meliputi separuh dari biomassa mikroba dalam tanah. Bakteri terdapat dalam segala macam tipe tanah

  • – tetapi populasinya akan menurun dengan bertambahnya kedalaman tanah. Faktor
faktor yang mempengaruhi populasi bakteri dalam tanah adalah pH, praktik pertanian, pemakaian pestisida dan penambahan bahan organik (Rao, 1994 ).

  Jumlah bakteri yang ada di dalam tanah dipengaruhi oleh berbagai kondisi yang mempengaruhi pertumbuhannya, seperti temperatur, kelembaban, aerasi, dan sumber energi. Tetapi secara umum populasi yang terbesar terdapat di horison permukaan. Mikroorganisme tanah lebih banyak ditemukan pada permukaan tanah karena bahan organik lebih tersedia. Oleh karena itu mikroorganisme lebih banyak berada pada lapisan tanah atas (Alexander, 1977).

  Bakteri perombak selulosa yang aerobik tidak tahan teradap kondisi aerasi yang jelek dan kemasaman yang tinggi. Aktivitas mereka terhenti pada pH kisaran <5,5. Bakteri ini biasanya dijumpai pada humus dan dibawah tegakan campuran pinus dan kayu tegak. Sedangkan bakteri yang anaerobik toleran terhadap kondisi yang sangat masam dan drainase jelek,etapi penguraian bahan organik oleh biota yang anaerob ini lambat. Akibatnya terjadi akumulasi bahan organik pada tanah- tanah berdrainase jelek (Hanafiah, dkk, 2009).

  Sebagian besar bakteri mampu melakukan kegiatan mikrobiologi dalam tanah dalam kondisi anerob (tidak ada oksigen). Rentang pH yang paling cocok untuk pertumbuhan bakteri yaitu 6-8. Bakteri dapat bertahan hidup pada kondisi yang ekstrim hal ini dikarenakan kemampuan bakteri untuk membentuk spora sebagai perlindungan dari seluruh yang ganas (Rao, 1994).

  Arthropoda

  Kelompok arthropoda di dominasi oleh hewan-hewan tanah yang berukuran sekitar 0.1-0.2 mm. Jenis tungau dan kutu lebih dominan di dalam jenis kelompok hewan tanah lainnya yang belum dikenal. Kelompok ini memiliki peranan penting dalam fungsi tanah. Melalui interaksi mereka dengan mikroba tanah, kelompok ini dapat mendekomposisi dan dapat memineralisasi proses hara, serta mengubah struktur tanah dan porositas tanah (Marra and Edmonds, 2005).

  Ada beberapa anggota yang tergolong dalam kelompok arthropoda, diantaranya adalah tungau (Acari) dan springtail (Collembola). Di Negara Irlandia

  2.

  populasi arthropoda mencapai 220.000 ekor per m Kelompok arthropoda dapat dibagi menurut kelompok fungsional. Arthropoda sebagai predator yang dapat memangsa, seperti halnya kumbang yang memangsa musuhnya dengan menyuntikkan racun yang berasal dari kulitnya (Wood, 1995).

  Invertebrata, dengan ukuran dari mikroskopis hingga panjang beberapa inci. Dijumpai dalam berbagai jenis seperti springtail, kumbang, semut, arachnida seperti laba-laba dan tungau, dan myriapoda seperti lipan, millipede dan scorpion ini berperan penting dalam proses dekomposisi serasah organik, mereka juga merupakan konsumer utama yang memotong dan memindahkan bagian tanaman dari permukaan ke dalam tanah (Hanafiah, dkk, 2009).

  Peran arthropoda terhadap tanah antara lain: 1.

  Berperan dalam perbaikan tata udara melalui sarang-sarang berupa galian-galian yang dibuatnya di tanah ketika sedang mencari makanan di dalam tanah.

  2. Mereka mencabik-cabik bahan organik menjadi bagian yang lebih kecil, sehingga proses dekomposisi lebih cepat.

  3. Mereka mengatur populasi biota tanah lain sehingga secara langsung ikut

  (Hanafiah, dkk, 2009).

  Bahan Organik

  Di dalam tanah banyak ditemukan ribuan jenis hewan dan mikroorganisme, dari yang berukuran sangat kecil (bakteri, fungi dan protozoa) hingga biota yang berukuran sangat besar seperti cacing tanah, kutu, tikus, kaki seribu dan megafauna. Aktivitas biologi organisme tanah terkonsentrasi di topsoil.

  Komponen biologi menempati tempat yang tipis atau halus (<0.5%) dari total volume tanah dan membuat kurang dari 10% total bahan organik tanah.

  Komponen hidup ini terdiri dari akar tumbuhan dan organisme tanah.

  Curah hujan yang tinggi membuat pH tanah menjadi masam. Air hujan akan membuat abu dari hasil pembakaran yang mengandung kation-kation basa tercuci. Air hujan juga membuat tercucinya koloid-koloid organik (humus) pada tanah sehingga jumlah bahan organik akan berkurang dan membuat penurunan kadar C-organik di tanah. Akibat dari air hujan itu, kation-kation basa yang ada di tanah menjadi tidak terikat dan mudah tercuci. Menurut Winarso (2005), faktor curah hujan membuat berkurangnya kation-kation basa seperti Ca, Mg, K dan Na didalam tanah.

  Bahan organik umumnya ditemukan dipermukaan tanah, jumlahnya sekitar 3-5 persen. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya juga terhadap pertumbuhan tanaman adalah (1) sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah (2) sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro (3) tanah untuk menahan unsur-unsur hara (KTK tanah menjadi tinggi) (5) sumber energi bagi mikroorganisme (Hardjowigeno, 2007).

  Bahan organik memainkan banyak peran penting dalam tanah. Karena bahan organik tanah berasal dari sisa-sisa tumbuhan, bahan organik tanah pada mulanya mengandung semua hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Bahan organik itu sendiri mempengaruhi struktur tanah dan cenderung untuk menaikkan kondisi fisik yang dikehendaki (Foth, 1994).

  Aktivitas Mikroorganisme Tanah

  Dalam suatu ekosistem tanah, umumnya sifat mikrobia tanahnya sangat bervariasi, tergantung pada kondisi pH suatu tanah. Seperti halnya pada jamur, jamur mampu hidup dan toleran terhadap pH tanah berkisar antara pH 4-6,5 sedangkan untuk bakteri sendiri menyukai kondisi tanah yang ber pH netral yakni berkisar antara pH 6,0-7,0. Hal ini disebabkan karena distribusi ion H dalam tanah sangat heterogen, sehingga dapat disimpulkan pada tanah yang ber-pH rendah umumnya ditemukan mikrobia yang neutrofil dalam jumlah banyak dan aktif (Hanafiah, dkk, 2009).

  Jumlah CO

  2 yang dihasilkan dan O 2 yang dikonsumsi tergantung pada tipe

  dari substrat, faktor lingkungan, dan mikroorganisme yang terlibat. Pengukuran respirasi mempunyai korelasi yang baik dengan parameter lain yang berkaitan dengan aktivitas mikroorganisme tanah seperti kandungan bahan organik, transformasi nitrogen atau fosfor, pH, dan rata-rata jumlah mikroorganisme (Anas, 1989).

  Jumlah dan aktivitas mikroba tanah dipengaruhi oleh jenis tanah, makro maupun iklim mikro dari setiap lokasi. Daerah rizosfer mendapat perhatian utama, karena kondisi ekologi di daerah tersebut dipengaruhi oleh eksudat akar.

  Jumlah mikroba tanah dan aktivitas metaboliknya lebih tinggi di daerah rizosfer dibandingkan daerah sekitarnya (Hanafiah, dkk, 2009).

  Aktivitas biologis dalam tanah sebagian besar terkonsentrasi di lapisan tanah atas dengan kedalaman yang berbeda sampai 30 cm . Di tanah lapisan atas, komponen biologi menempati < 0,5% dari total volume tanah dan membuat < 10 % dari total bahan organik dalam tanah. Komponen biologis ini terutama terdiri dari organisme tanah, khususnya mikroorganisme. Meskipun jumlahnya sedikit di dalam tanah, mikroorganisme ini merupakan pemegang kunci dalam siklus nitrogen, sulfur, dan fosfor, dan dekomposisi residu organik (Nielseen and Winding, 2002).

  Respirasi adalah proses metabolisme yang menghasilkan produk sisa berupa CO dan H O dan pelepasan energi. Metabolisme ini merupakan proses

  2

  2

  dekomposisi bahan organik yang secara umum mengindikasikan kegiatan mikroorganisme, dengan tujuan menyediakan karbon yang merupakan sumber metabolisme ini merupakan proses dekomposisi bahan organik yang secara umum mengindikasikan kegiatan mikroorganisme, dengan tujuan menyediakan karbon yang merupakan sumber utama bagi pembentukan material-material baru (Alexander, 1977). Selanjutnya hasil proses dekomposisi sebagian digunakan organisme untuk membangun tubuh, akan tetapi terutama digunakan sebagai sumber energi atau sumber karbon utama, dimana proses dekomposisi dapat berlangsung dengan mediasi mikroorganisme, sehingga mikroorganisme

  Keberadaan mikroba di dalam tanah terutama dipengaruhi oleh sifat kimia dan fisika tanah. Komponen penyusun tanah yang terdiri atas pasir, debu, lempung dan bahan organik akan membentuk struktur tanah. Mikroba akan membentuk mikrokoloni dalam struktur tanah tersebut, dengan tempat pertumbuhan yang sesuai dengan sifat mikroba dan lingkungan yang diperlukan. Dalam suatu struktur tanah dapat dijumpai berbagai mikrokoloni seperti mikroba heterotrof pengguna bahan organik maupun bakteri autotrof, dan bakteri aerob maupun anaerob (Sumarsih, 2003).

  Menurut hasil penelitian Suriadikarta, dkk (2011) terhadap dampak letusan gunung Merapi, penutupan debu dan ketebalannya berpengaruh terhadap kepadatan tanah dan cukup sulit untuk ditembus oleh air. Hasil analisis kimia menunjukkan pH tanah >5 sehingga baik untuk pertumbuhan tanaman karena tersedianya unsur hara makro Ca dan Mg, sedangkan untuk hasil analisis biologi menunjukkan tanah tersebut terjadi penurunan keaneka ragaman dan populasi fauna tanah terutama cacing dan larva serangga tanah dan juga terjadi penurunan keragaman dan populasi mikroba tanah terutama pada tanah lapisan atas, sedangkan keragaman dan populasi mikroba pada tanah lapisan bawah tidak terpengaruh.

Dokumen yang terkait

II. TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Faktor -Faktor yang Penpengaruhi Permintaan Kompos dari Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Perusahaan Perkebunan Sawit di Kabupaten Aceh Tamiang

0 0 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sepsis Neonatorum 2.1.1. Definisi - Prokalsitonin Sebagai Tes Diagnostik Sepsis Bakterialis Pada Neonatus

0 4 14

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. DISPEPSIA - Peran Infeksi Helicobacter pylori Terhadap Profil Lipid pada Pasien Dispepsia Kronik

0 0 26

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Analisa Getaran pada Poros Pompa Sentrifugal Sistem Penyambungan Kopling Sabuk untuk Monitoring Kondisi

1 1 25

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian - Konstruksi Media Terhadap Jilbab di Majalah Noor

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Silikat - Analisis Kadar Silika pada Air Umpan Ketel dan Air Boiler dengan Metode Comparasi di PKS Adolina

1 3 47

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air - Analisis Kadar Kadmium, Tembaga, dan Seng dalam Air Sumgai Deli di Kelurahan Pekan Labuhan secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 1 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetika - Analisa Metanol, Etanol dan Triklosan dalam Sabun CAir Sirih Sumber Ayu Orchid secara Kromatografi Gas dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Kreativitas - Pengaruh Kreativitas dan Inovasi Terhadap Minat Beli Konsumen Lopian Kopi Kafe di Kota Medan

0 0 13

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Penelitian Terdahulu - Pengaruh Kualitas Pelayanan Kunjungan Dan Nilai Pengunjung Terhadap Kepuasan Pengunjung Lembaga Pemasyarakatan Kelas Iia Anak Medan

0 0 20