BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Definisi Kecemasan - Pengaruh Progressive Muscle Relaxation terhadap Kecemasan Pasien Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kecemasan
2.1.1 Definisi Kecemasan
Menurut KBBI, kecemasan berasal dari kata cemas yang artinya tidak tentram hati, merasa gelisah dan takut. Kecemasan atau anxiety berasal dari bahasa Jerman dari kata angst yang artinya ketakutan. Secara konseptual, kecemasan berarti suatu perasaan emosional seperti rasa takut (Hamlin & Pottash, 1986).
Menurut Post (1978) dalam Hawari (2006) kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem saraf pusat. Kecemasan merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu, seperti perubahan detak jantung dan pernafasan. Kecemasan juga melibatkan persepsi tentang perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi fisiologis. Dengan kata lain, kecemasan adalah reaksi atas situasi yang dianggap berbahaya.
Lefrancois dalam Hawari (2006) juga menyatakan bahwa kecemasan merupakan reaksi emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan ketakutan. Hanya saja menurut Lefrancois pada kecemasan bahaya bersifat kabur, misalnya ada ancaman, adanya hambatan terhadap keinginan pribadi, adanya perasaan-perasaan tertekan yang muncul dalam kesadaran. Kartono (1981) juga mengungkapkan bahwa kecemasan ialah kondisi psikis dalam ketakutan dan kecemasan yang kronis, walaupun tidak ada rangsangan yang spesifik. Menurut Kartono (1981), ada perbedaan mendasar antara kecemasan dan ketakutan. Pada ketakutan yang menjadi sumber penyebabnya selalu dapat ditunjuk secara nyata, sedangkan pada kecemasan sumber penyebabnya tidak dapat ditunjuk dengan tegas, jelas dan tepat.
Menurut Kaplan, Saddock, dan Grebb (2010) kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam dan merupakan hal normal yang terjadi yang disertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru, serta dalam menemukan identitas diri dan hidup. Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman.
Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan perubahan fisiologis dan psikologis. Kecemasan dalam pandangan kesehatan juga merupakan suatu keadaan yang menggoncang karena adanya ancaman terhadap kesehatan.
Secara garis besar, kecemasan merupakan suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan dan kekhawatiran diri akibat kondisi atau keadaan yang sedang dijalani yang akan mempangaruhi kondisi fisik dan psikologis seorang individu.
Pasien sering mengalami masalah seperti: kehilangan pekerjaan, penghasilan, kebebasan, usia harapan hidup yang menurun dan fungsi seksual sehingga dapat menimbulkan kemarahan dan akan mengarah pada suatu kondisi kecemasan sebagai akibat dari penyakit sistemik yang mendahuluinya (Fatayi, 2008).
Cemas merupakan suatu sikap alamiah yang dialami oleh setiap manusia sebagai bentuk respon dalam menghadapi ancaman. Namun ketika perasaan cemas itu menjadi berkepanjangan (maladaptif), maka perasaan itu berubah menjadi gangguan cemas atau anxietydisorders (Kaplan, Saddock & Grab, 2010).
Kecemasan merupakan kondisi gangguan psikologis dan fisiologis yang di tandai dengan gangguan kognitif, somatik, emosional dan komponen dari rangkaian tingkah laku. Kecemasan pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa merupakan salah satu dampak psikologis yang dialami oleh pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa (Cahyaningsih, 2009).
Angka kejadian kecemasan yang terjadi baik di dunia maupun di Indonesia sangat terlihat, dibuktikan dengan beberapa penelitian yang memaparkan jumlah pasien yang menjalani hemodialisa dan mengalami kecemasan. Penelitian yang dilakukan di RS Universitas Kristen Indonesia menemukan bahwa dari 54 pasien hemodialisa yang diteliti, didapati 28 responden menderita kecemasan ringan dan 26 pasien menderita kecemasan sedang (Luana, Panggabean, Lengkong & Christine, 2012).
2.1.2 Gejala Kecemasan
Kondisi kecemasan yang dialami oleh seorang individu akan memberikan tanda dan gejala atau manifestasi klinik berupa tanda fisik dan mental. Menurut Kaplan, Sadock & Grebb (2010) menyebutkan bahwa takut dan cemas merupakan dua emosi yang berfungsi sebagai tanda akan adanya suatu bahaya. Rasa takut akan muncul jika adanya ancaman yang jelas dan nyata yang berasal dari lingkungan dan tidak menimbulkan konflik bagi individu. Sedangkan kecemasan akan muncul jika bahaya berasal dari dalam diri sendiri dan menyebabkan konflik bagi diri.
Dewi (2012) meneliti di unit Hemodialisa RSUD Wangaya Denpasar dari 8 pasien yang menjalani hemodialisa sebanyak 62,5% (5 pasien) mengatakan dirinya mengalami kecemasan saat menjalani hemodialisa dengan mengalami tanda-tanda merasa tegang, jantung berdebar-debar, serta khawatir terhadap efek samping setelah hemodialisa (misalnya mual dan kepala terasa pusing).
Keluhan yang dirasakan penderita juga bermacam-macam, seperti rasa khawatir, gelisah, sulit tidur, takut mati, sulit membuat keputusan, dan sebagainya. Hal ini mengakibatkan dalam praktek sehari-hari, gangguan cemas sering luput dari diagnosis oleh karena keluhan yang dirasakan bersifat umum atau tidak khas (Romadhon, 2002).
Tanda dan gejala individu yang mengalami kecemasan menurut Jeffrey, Spencter & Beverley (2005) dibagi dalam tiga gejala, yaitu; a.
Gejala fisik: gelisah, anggota tubuh bergetar, berkeringat, sulit bernafas, jantung berdetak kencang, merasa lemas, panas dingin, mudah marah dan tersinggung.
b.
Gejala behavioral: perilaku menghindar, terguncang, melekat dan dependen.
c.
Gejala kognitif: khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan sesuatu yang akan terjadi di masa depan, ketakutan akan ketidakmampuan mengatasi masalah, bingung dan sulit berkonsentrasi.
2.1.3 Faktor Penyebab Kecemasan
Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian besar tergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-peristiwa atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan. Menurut Stuart (2006) ada beberapa faktor yang menunujukkan reaksi kecemasan, diantaranya yaitu: a.
Lingkungan Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya.
b.
Emosi yang ditekan Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat lama.
c.
Sebab-sebab fisik Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi- kondisi ini, perubahan-perubahan perasaan lazim muncul dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.
Hawari (2006) mengemukakan beberapa penyebab dari kecemasan yaitu : 1)
Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya terlihat jelas di dalam pikiran. 2)
Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani. Kecemasan ini sering pula menyertai gejala-gejala gangguan mental yang kadang-kadang terlihat dalam bentuk yang umum.
3) Kecemasan karena penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk. Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak berhubungan dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan takut yang mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderitanya. Kecemasan hadir karena adanya suatu emosi yang berlebihan. Selain itu, keduanya mampu hadir karena lingkungan yang menyertainya, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun penyebabnya.
Cahyaningsih (2009) menyebutkan faktor yang mempengaruhi adanya kecemasan yaitu: a)
Lingkungan keluarga Keadaan rumah dengan kondisi yang penuh dengan pertengkaran atau penuh dengan kesalahpahaman serta adanya ketidakpedulian orangtua terhadap anggota keluarga yang lain dapat menyebabkan ketidaknyamanan serta kecemasan saat berada di dalam rumah.
b) Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan individu. Jika individu tersebut berada pada lingkungan yang tidak baik dan individu tersebut menimbulkan suatu perilaku yang buruk, maka akan menimbulkan adanya berbagai penilaian buruk di mata masyarakat. Sehingga dapat menyebabkan munculnya kecemasan.
Kecemasan timbul karena adanya ancaman atau bahaya yang tidak nyata dan sewaktu-waktu terjadi pada diri individu serta adanya penolakan dari masyarakat menyebabkan kecemasan berada di lingkungan yang baru dihadapi (Kaplan, Sadock & Grebb, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah :
1. Faktor fisik: kelemahan fisik dapat melemahkan kondisi mental individu sehingga memudahkan timbulnya kecemasan.
2. Trauma atau konflik: Munculnya gejala kecemasan sangat bergantung pada kondisi individu dalam arti bahwa pengalaman-pengalaman emosional atau konflik mental yang terjadi pada individu akan memudahkan timbulnya gejala-gejala kecemasan.
3. Lingkungan awal yang tidak baik: lingkungan adalah faktor utama yang dapat mempengaruhi kecemasan individu, jika faktor tersebut kurang baik maka akan menghalangi pembentukan kepribadian sehingga muncul gejala-gejala kecemasan.
Kecemasan pasien hemodialisa terjadi karena beberapa hal diantaranya disebabkan karena harus menaati diet yang ketat, membatasi minum dan melihat kegiatan pemasangan jarum ditubuhnya yang selalu pindah saat hemodialisa
(Reski, 2009). Berdasarkan etiologi, gangguan kecemasan pasien hemodialisa dapat disebabkan oleh faktor genetik, gangguan neurobiokimiawi, aspek kepribadian, dan penyakit fisik (Nutt & Balenger, 2007). Dikenal adanya tujuh jenis gangguan cemas, yaitu gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia, agorafobia dengan atau tanpa gangguan panik, fobia spesifik, fobia sosial, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan stres pasca trauma (posttraumatic stress
disorder /PTSD), dan gangguan kecemasan umum (Romadhon, 2002).
Seperti halnya pada sakit fisik lainnya, kecemasan pada pasien penyakit ginjal kronik stadium terminal sering dianggap sebagai kondisi yang wajar terjadi.
Penyakit ginjal kronik (PGK) stadium terminal menyebabkan pasien harus menjalani hemodialisis. Selain oleh karena penyakit PGK itu sendiri, biaya hemodialisis yang cukup mahal mengakibatkan kecemasan maupun depresi pada pasien bertambah, sehingga sangat dibutuhkan dukungan sosial terhadap para penderita ini (Njah, Nasr & Ben, 2001).
2.1.4 Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart (2009) ada 4 tingkat kecemasan yaitu: a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
b.
Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah.
c.
Kecemasan Berat Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain.
Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain.
d.
Panik (Kecemasan Sangat Berat) Berhubungan dengan ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan.
Kecemasan yang dialami akan memberikan berbagai respon yang dapat dimanifestasikan pada respon fisiologis, respon kognitif dan respon perilaku yang tergambar pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.1 Tingkat respon kecemasan (Stuart, 2009) Tingkat Kecemasan Ringan Sedang Berat Panik FisiologisTekanan Darah (TD) TD Tidak ada perubahan TD meningkat TD Meningkat TD meningkat kemudian menurun
Nadi Nadi tidak berubah Nadi cepat Nadi cepat Nadi cepat kemudian
lambatPernafasan Pernafasan tidak ada perubahan Pernafasan meningkat Pernafasan meningkat Pernafasan cepat dan dangkal
Ketegangan Otot Rileks Wajah tampak tegang Rahang menegang, menggertakkan gigi Wajah menyeringai, mulut ternganga
Pola makan Masih ada nafsu makan Meningkat/menurun Kehilangan nafsu makan Mual dan muntah
Pola tidur Pola tidur teratur Sulit mengawali tidur Sering terjaga Insomnia
Pola eliminasi Teratur Frekuensi BAB dan
BAK meningkat
Frekuensi BAB danBAK meningkat Retensi urin, konstipasi
Kulit Tidak ada keluhan Mulai berkeringat, Keringat berlebihan Keringat berlebihan.
akral dingin dan
pucat Kulit teraba panas dinginKognitif Fokus perhatian Cepat berespon terhadap stimulasi
Fokus pada hal
yang penting Fokus pada sesuatu yang rinci dan spesifikFokus perhatian terpecah Proses belajar Motivasi belajar tinggi Perlu arahan Perlu banyak arahan Tidak bisa berfikir
Orientasi Baik Ingatan menurun pelupa Disorientasi waktu,
orang dan tempatPerilaku Motorik Rileks Gerakan mulai tidak terarah Agitasi Aktivitas motorik kasar dan meningkat
Komunikasi Koheren Koheren Bicara cepat Inkoheren Produktivitas Kreatif Menurun Bicara cepat Tidak produktif Interaksi sosial Memerlukan orang lain
Memerlukan orang
lain Interaksi kurang Menarik diri2.1.5 Manajemen Kecemasan
Intervensi yang dapat diberikan pada pasien yang mengalami kecemasan dapat berupa terapi individu seperti terapi kognitif, terapi perilaku, thought
stopping , relaksasi. Terapi kelompok berupa terapi suportif dan logoterapi dan
terapi keluarga berupa psikoedukasi keluarga (Stuart, 2009). Relaksasi merupakan salah satu bentuk mind body therapy dalam Coplementary and Alternatif Therapy (Moyand & Hawks, 2009). Terapi komplementer adalah pengobatan tradisional yang sudah diakui dan dapat dipakai sebagai pendamping terapi medis yang pelaksanaannya dapat dilakukan bersamaan dengan terapi medis (Tzu, 2010).
Menurut Townsand (2009), terapi spesialis untuk mengatasi cemas adalah: a. Terapi kognitif: merupakan terapi yang didasarkan pada keyakinan pasien dalam kesalahan berfikir, penilaian negatif terhadap diri sendiri dan orang lain. Terapi membantu pasien mengidentifikasi pikiran negatif yang menyebabkan kecemasan. Menciptakan suatu realita dan membangun hal-hal yang positif. b.
Terapi perilaku: merupakan terapi yang diberikan untuk merubah perilaku pasien yang menyimpang sehingga menjadi perilaku yang adaptif. Terapi tersebut digunakan sebagai pembelajaran dan praktik secara langsung dalam upaya menurunkan kecemasan.
c.
Logoterapi: merupakan sebuah aliran psikologis yang berfokus pada memaknai hidup.
2.1.6 Kecemasan pada pasien Penyakit Ginjal Kronis Yang Menjalani
HemodialisaPasien penyakit ginjual kronis akan mengalami ketergantungan pada mesin dialisa seumur hidupnya hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan pasien. Perubahan tersebut antara lain: perubahan fisik yang mengakibatkan penyakit jantung, gangguan tidur, perubahan nafsu makan dan berat badan, konstipasi dan keinginan seksual yang menurun (Kimel, 2001). Tindakan dialisis merupakan terapi pengganti utama pada pasien penyakit ginjal kronis yang dilakukan sepanjang usia mereka. Tindakan dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti: hiperkalemia, perikarditis, dan kejang.
Pasien penyakit ginjal kronis menjalani hemodialisa membutuhkan waktu 12-15 jam untuk dialisis setiap minggunya, atau paling sedikit mejalani 3-4 jam setiap kali melakukan terapi hemodialisa. Penyesuaian diri terhadap kondisi sakit mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan pasien baik kondisi fisik maupun kondisi psikososialnya (Brunner & Suddart, 2008).
Perubahan sosial yang dirasakan oleh individu terjadi karena rangkaian perawatan medis yang harus dijalani sehingga individu merasa kehilangan kebebasan pribadi dan merasa terasingkan dalam kehidupan sosial sehingga menimbulkan perubahan perilaku yang mengarah pada interaksi negatif (Cahyaningsih, 2009).
Perubahan psikologis yang dirasakan dapat dilihat dari kondisi fisik dan perubahan perilaku diantaranya: pasien selalu merasa bingung, merasa tidak aman, ketergantungan dan menjadi individu yang pasif. Dua pertiga dari pasien yang menjalani terapi dialisis tidak pernah kembali pada aktifitas atau pekerjaan seperti sebelum dia menjalani hemodialisa. Pasien sering mengalami masalah seperti: kehilangan pekerjaan, penghasilan, kebebasan, usia harapan hidup yang menurun dan fungsi seksual sehingga dapat menimbulkan kemarahan dan akan mengarah pada suatu kondisi kecemasan sebagai akibat dari penyakit sistemik yang mendahuluinya (Fatayi, 2008).
Kecemasan merupakan kondisi gangguan psikologis dan fisiologis yang di tandai dengan gangguan kognitif, somatik, emosional dan komponen dari rangkaian tingkah laku. Kecemasan merupakan salah satu dampak psikologis yang dialami oleh pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa.
Pasien tidak mampu menerima kondisi bahwa harus menjalani terapi hemodialisa seumur hidup, sehingga pasien menganggap dirinya sudah cacat dan menderita sepanjang hidupnya. Pasien menganggap tidak ada lagi cita-cita, harapan dan tidak lagi mampu melakukan kegiatan seperti biasanya (Caninsti, 2007).
Kecemasan yang dirasakan oleh pasien hemodialisa dapat terlihat dari beberapa gejala menurut Jeffrey, Spencter & Beverley (2005), yaitu; a.
Gejala fisik: otot terasa tegang, gelisah, anggota tubuh bergetar, berkeringat, sulit bernafas, jantung berdetak kencang, merasa lemas, panas dingin, mudah marah dan tersinggung. Penelitian Daria (2009) 50 – 80% pasien mengalami kondisi anoreksia, susah tidur, kelemahan dan perubahan berat badan.
b.
Gejala behavioral/psikososial: perilaku menghindar, terguncang, melekat dan dependen.
Penelitian Daria (2009) pasien mengalami kondisi yang mudah marah, sedih, pesimis, merasa tidak puas, dan mengalami gangguan dalam interaksi sosial. Sedangkan Kimel (2001) menyebutkan pasien yang menjalani hemodialisa akan mengalami kegelisahan, kecemasan, harga diri rendah yang akan mengarah pada tindakan bunuh diri.
c.
Gejala kognitif: khawatir tentang efek hemodialisa, perasaan terganggu akan ketakutan sesatu yang akan terjadi di masa depan, ketakutan akan ketidakmampuan mengatasi masalah, bingung dan sulit berkonsentrasi. Penelitian Daria (2009), pasien mengalami kesulitan berkonsentrasi, produktivitas menurun, sering merasa bersalah dan terganggunya suasana hati. Kecemasan yang tidak teratasi dapat menyebabkan individu mengalami depresi (Wicks, Bolden, Mynatt, Rice & Acchiardo, 2007). Kecemasan dan depresi merupakan kondisi gangguan psikologis yang sering terjadi pada pasien penyakit ginjal kronis dan sangat sering terkait dengan angka kematian yang tinggi, angka kesakitan dan hospitalisasi yang tinggi (Kojima, 2012). Tindakan bunuh diri saat menjalani hemodialisa berkepanjangan 15 kali lebih tinggi dari populasi umum dan lebih tinggi dari pasien dengan kondisi kanker (McQuillan & Jassal, 2010).
Kecemasan yang dialami oleh pasien yang menjalani hemodialisa secara rutin akan menyebabkan penurunan kualitas hidup (Lysaght & Mason, 2000).
Kualitas hidup merupakan satu hal yang sangat penting yang harus dipantau dari pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa. Kualitas hidup yang baik dapat dicapai dengan menjaga kesehatan tubuh, pikiran dan jiwa, sehingga seseorang dapat melakukan segala aktivitas tanpa ada gangguan. Kecemasan merupakan salah satu dampak psikologi yang dihadapi oleh pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa. Sehingga kondisi cemas pasien harus dikontrol agar dapat mempertahankan kualitas hidup yang baik pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa (Ventegodt, Merrick & Anderson, 2003). Daria (2009) melakukan penelitian untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa dan menemukan bahwa kecemasan, depresi dan persepsi terhadap kesehatan yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas hidup pasien. Kulitas hidup pasien dengan penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa adalah sesuatu yang penting untuk kita jaga karena agar mencapai kondisi kesehatan individu yang optimal (Prince & Wilson, 2006).
2.1.7 Peran perawat hemodialisa
Perawat hemodialisa adalah perawat yang bersertifikat perawat dialisis yang bertanggung jawab melaksanakan perawatan dan bekerja secara tim di unit hemodialisa. Perawat hemodialisa mempunyai peranan penting sebagai pemberi asuhan, advokasi, konsultan pemberi edukasi untuk membantu pasien dengan penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa agar mendapatkan adekuasi hemodialisa yang baik sehingga pasien akan memiliki kualitas hidup yang baik (Depkes, 1999). Kallenbech, et al (2005) menyebutkan peran perawat dialisis adalah sebagai care provider (pemberi asuhan keperawatan), educator (pendidik),
conselor, administrator, advocatte, researcher dan collaborator.
Tindakan dialisis merupakan terapi pengganti utama pada pasien penyakit ginjal kronis yang dilakukan sepanjang usia mereka. Penyesuaian diri terhadap kondisi sakit mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan pasien baik kondisi fisik maupun kondisi psikososialnya (Brunner & Suddart, 2008).
Perubahan psikologis yang dirasakan dapat dilihat dari kondisi fisik dan perubahan perilaku diantaranya: pasien selalu merasa bingung, merasa tidak aman, ketergantungan dan menjadi individu yang pasif. Pasien sering mengalami masalah seperti: kehilangan pekerjaan, penghasilan, kebebasan, usia harapan hidup yang menurun dan fungsi seksual sehingga dapat menimbulkan kemarahan dan akan mengarah pada suatu kondisi kecemasan sebagai akibat dari penyakit sistemik yang mendahuluinya (Fatayi, 2008).
Kecemasan merupakan kondisi gangguan psikologis dan fisiologis yang di tandai dengan gangguan kognitif, somatik, emosional dan komponen dari rangkaian tingkah laku (Cahyaningsih, 2009). Kondisi tersebut merupakan gangguan pada komponen pemenuhan kebutuhan keperawatan individu sesuai dengan teori keperawatan yang dijelaskan oleh Hildegard E. Peplau (Tomey, A., M & Alligod, M., A, 2006).
Kecemasan yang terjadi akibat kondisi penyakit kronis pada pasien akan menyebabkan pasien mengalami gangguan dalam menjalankan proses interpesonal sehingga akan mempengaruhi kondisi fisik individu. Oleh karena itu perawat memiliki peranan penting dalam mengatasi kondisi kecemasan yang dialami oleh individu melalui intervensi keperawatan secara berkesinambungan.
2.2 Progressive Muscle Relaxation
2.2.1 Definisi Progressive Muscle Relaxation
Relaksasi merupakan teknik mengatasi kekhawatiran/kecemasan melalui pengendoran otot-otot dan saraf yang terjadi atau bersumber dari objek tertentu (Thantawy, 1997). Teknik relaksasi dan musik adalah bagian yang integral dari pendekatan non-farmakologi dan diketahui untuk mengatasi kecemasan (Tzu, 2010). Relaksasi merupakan suatu kondisi istirahat pada aspek fisik dan mental individu, sementara aspek bawah sadar tetap bekerja. Dalam keadaan relaksasi seluruh tubuh dalam keadaan seimbang, keadaan tenang tapi tidak tertidur dan seluruh otot dalam keadaan rileks dan posisi tubuh yang nyaman.
Mengurangi ketegangan otot merupakan komponen dari terapi komplementer yang digunakan untuk menurunkan angka kecemasan dan memberikan kenyamanan (Snyder, Pestka & Bly, 2006). Sebagai contoh, relaksasi otot sering menjadi bagian dari guided imagery. Banyak teknik yang ditawarkan untuk memberikan relaksasi otot. Salah satu yang sering digunakan adalah
Progressive Muscle Relaxation yang diperkenalkan oleh Edmund Jacobson pada
tahun 1938.Relaksasi otot memberikan sensasi kesadaran terhadap otot dan ketegangan yang ada pada diri individu dan menurunkan ketegangan tersebut. Kesadaran tersebut dapat dicapai dengan menegangkan otot-otot dan merelakskannya dengan fokus terhadap otot tersebut dan membayangkan otot tersebut bebas dari ketegangan yang dirasakan (Snyder, Pestka & Bly, 2006).
Progressive Muscle Relaxation merupakan salah satu teknik untuk
mengurangi ketegangan otot dengan proses yang simpel dan sistematis dalam menegangkan sekelompok otot kemudian merilekskannya kembali (Snyder, Pestka & Bly, 2006). Ketika otot tubuh terasa tegang, kita akan merasakan ketidaknyamanan, seperti sakit pada leher, punggung belakang, serta ketegangan pada otot wajahpun akan berdampak pada sakit kepala. Jika ketegangan otot ini dibiarkan akan menganggu aktivitas dan keseimbangan tubuh seseorang (Marks, 2011).
Progressive Muscle Relaxation merupakan kombinasi latihan pernafasan yang terkontrol dengan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot.
Kegiatan ini menciptakan sensasi dalam melepaskan ketidaknyamanan dan stress (Potter dan Perry, 2005). Dengan melakukan tindakan Progressive Muscle
Relaxation secara berkelanjutan, seorang individu dapat merasakan relaksasi otot
pada berbagai kelompok otot yang diinginkan.Dalam buku aslinya 'Progressive Relaxation', Dr Jacobson mengembangkan serangkaian 200 latihan relaksasi otot yang berbeda dan program pelatihan yang memerlukan waktu berbulan-bulan untuk menyelesaikan. Saat ini ini serangkaian teknik tersebut telah disederhanakan menjadi 15-20 latihan dasar, yang telah ditemukan dan memberikan efek yang sama dengan gerakan aslinya jika dilakukan secara teratur (Jacobson, 1938 dalam Snyder, Pestka & Bly, 2006).
2.2.2 Manfaat Progressive Muscle Relaxation
Progressive Muscle Relaxation memberikan hasil yang memuaskan dalam
program terapi terhadap ketegangan otot, menurunkan kecemasan, memfasilitasi tidur, depresi, mengurangi kelelahan, kram otot, nyeri pada leher dan pungung, menurunkan tekanan darah tinggi, fobia ringan, serta meningkatkan konsentrasi (Davis, 1995). Target yang tepat dan jelas dalam memberikan Progressive Muscle
Relaxation pada keadaan yang memiliki respon ketegangan otot yang cukup tinggi dan membuat tidak nyaman sehingga dapat menggangu kegiatan sehari-hari.
Jacobson (1938) dalam Snyder, Pestka & Bly, (2006)mengatakan bahwa
Progressive Muscle Relaxation menurunkan konsumsi oksigen tubuh,
metabolisme tubuh, frekuensi nafas, ketegangan otot, kontraksi ventrikel yang tidak sempurna, tekanan darah sistolik dan diastolik, dan meningkatkan gelombang alpha otak.
Manfaat dari Progressive Muscle Relaxationtelah dibuktikan pada beberapa jenis penyakit dan gangguan pada pasien yang dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan di dunia maupun di Indonesia.Singh pada tahun 2009 melakukan penelitian penggunaan teknik Progressive Muscle Relaxationpada pasien COPD yang mengalami kecemasan. Dalam penelitiannya diketahui bahwa setelah dilakukan dua kali tindakan PMR, maka tingkat ansietas pasien dengan penyakit COPD memiliki penurunan angka kecemasan terhadap penyakitnya sehingga memberikan dampak positif terhadap perjalanan proses penyembuhannya.
Wilk dan Turkoski (2001) melakukan penelitian penggunaan Progressive
Muscle Relaxation pada pasien rehabilitasi pasca operasi jantung dan berhasil mencegah kenaikan tekanan darah dan mencegah terjadinya kecemasan.
Progressive Muscle Relaxation juga efektif untuk mengurangi mual muntah
pasien kanker payudara (Mollasiotis, Yam, Chan & Mok, 2002). Pasien yang menjalani rehabilitasi penyakit gangguan pernafasan penyakit paru yang mengalami kecemasan dilakukan pemberian teknik relaksasi Progressive Muscle
Relaxation rutin selama dalam proses rehabilitasi efektif untuk mengatasai cemas
pada pasien rehabilitasi pada pasien gangguan pernafasan penyakit paru (Lee, Bhattacharya, Sohn & Verres, 2012). Lauche (2013) melakukan penelitian melihat efektifitas antara massase cuping dan Progressive Muscle Relaxation pada pasien
chronic neck pain yang dilakukan selama 12 minggu dan memperoleh hasil
bahwa pasien yang menerima massase cuping hidung tetap mengalami nyeri dan peningkatan tekanan darah sedangkan pada pasien yang menerima Progressive
Muscle Relaxation mengalami angka penurunan nyeri dan stabil hingga minggu
ke 12. Sehingga dapat diketahui bahwa Progressive Muscle Relaxation lebih efektif untuk mengurangi nyeri kronis leher pasien dari pada massase cuping.
Vancamport (2012) meneliti Progressive Muscle Relaxation dalam menurunkan gejala dan tanda kecemasan, psikologi distres dan untuk meningkatkan angka kesembuhan pasien dengan penyakit skizofrenia.
Di Indonesia penelitian penggunaan Progressive Muscle Relaxation sudah pernah ada dilakukan beberapa diantaranya Mashudi (2011) melakukan penelitian berupa pemberian tindakan latihan Progressive Muscle Relaxation pada pasien dengan kadar glukosa darah pasien DM Tipe 2 di Jambi mendapatkan hasil bahwa tindakan PMR memiliki hubungan yang signifikan dalam menurunkan kadar glukosa darah pasien DM Tipe 2. Penelitian Harmono 2010 Progressive Muscle
Relaxation juga menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Penelitian
Duma (2012) Progressive Muscle Relaxation meningkatkan kemampuan memaknai hidup pasien pasien kanker dan menjadi alternatif dalam terapi keperawatan dalam merawat luka kanker dengan kecemasan dan depresi.
2.2.3 Prinsip Kerja Progressive Muscle Relaxation
Dalam melakukan Progressive Muscle Relaxation, hal yang penting dikenali adalah tegangan otot ketika otot berkontraksi (tegang) maka rangsangan akan disampaikan ke otot melalui jalur saraf aferent. Tension merupakan kontraksi dari serat otot rangka yang menghasilkan sensasi tegangan. Relaksasi adalah pemanjangan dari serat serat otot tersebut yang dapat menghilangkan sensasi ketegangan setelah memahami dalam mengidentifikasi sensasi tegang, kemudian dilanjutkan dengan merasakan relaks. Ini merupakan sebuah prosedur umum untuk mengidentifikasi lokalisasi ketegangan, relaksasi dan merasakan perbedaan antara keadaan tegang (tension) dan relaksasi yang akan diterapkan pada semua kelompok otot utama. Dengan demikian, dalam Progressive Muscle
Relaxation diajarkan untuk mengendalikan otot-otot rangka sehingga memungkinkan setiap bagian merasakan sensasi tegang dan relaks secara sistematis (Mc Guigan dan Lehrer, 2005).
Teknik kerja Progressive Muscle Relaxation mencakup: a. Mengisolasi kelompok otot yang terpilih saat fase kontraksi dan otot lain dalam keadaan rileks.
b.
Mengontraksikan kelompok otot yang serupa pada kedua sisi tubuh secara bersamaam (misalnya: kedua tangan).
c.
Memfokuskan perhatian pada intensitas kontraksi, rasakan ketegangan pada setiap kelompok otot.
d.
Selama fase relaksasi, fokuskan pikiran untuk merasakan kondisi relaks tersebut. Bandingkan kondisi kontraksi (tension) dengan kondisi relaks.
2.2.4 Mekanisme Fisiologi Progressive Muscle Relaxationdalam Mengatasi
KecemasanKontraksi dari serat otot rangka mengarah kepada sensasi dari tegangan otot yang merupakan hasil dari interaksi yang kompleks dari sistem saraf pusat dan sistem saraf tetapi dengan otot dan sistem otot rangka. Dalam hal ini, saraf pusat melibatkan sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Beberapa organ dipengaruhi oleh kedua sistem saraf ini. Walaupun demikian, terdapat perbedaan antara efek sistem saraf simpatis dan para simpatis yang berasal dari otak dan saraf tulang belakang (Andreassi, 2000 dalam Conrad dan Roth, 2007). Antara simpatik dan para simpatik bekerja saling timbal balik. Aktifasi dari sistem saraf simpatik disebut juga erotropic atau respon figh or flight (Cannon, 1929 dalam Conrad dan Roth, 2007) dimana organ diaktifitas untuk keadaan stress. Respon ini memerlukan energi yang cepat, sehingga hati lebih banyak melepaskan glukosa untuk menjadi bahan bakar otot sehingga metabolisme juga meningkatkan. Cannon (1929) dalam Conrad dan Roth (2007) mengobservasi efek dari saraf simpatis, yaitu meningkatkan denyut nadi, tekanan darah, hiperglikemia, dan dilatasi pupil, pernafasan meningkatkan, serta otot menjadi tegang.
Aktivitas dari sistem saraf parasimpatis disebut juga trophotropic yang dapat menyebabkan perasaan ingin istirahat, dan perbaikan fisik tubuh. aktivas ini merupakan dasar yang disebut Benson (1972) dalam Condrad dan Roth (2007) yaitu respon relaksasi. Respon parasimpatik meliputi penurunan denyut nadi dan tekanan darah serta meningkatkan aliran darah (Conrad dan Roth, 2007). Oleh sebab itu melalui latihan relaksasi dapat memunculkan respon relaksasi sehingga dapat mencapai keadaan tenang.
2.2.5 Pelaksanaan Progressive Muscle Relaxation
Davis (2005), Progressive Muscle Relaxationmemberikan cara dalam mengidentifikasi otot dan kumpulan otot tertentu serta membedakan antara perasaan tegang dan relaks. Dalam pelaksanaannya, otot akan mendapatkan penegangan terlebih dahulu kemudian menghentikan penegangan dan merasakan hilangnya ketegangan otot secara rileks. Untuk hasil yang maksimal, dianjurkan untuk melakukan latihan Progressive Muscle Relaxationsebanyak 2 kali sehari selama satu minggu dengan waktu 20-30 menit (Davis, 2005). Greenberg (2002) mengatakan bahwa latihan Progressive Muscle Relaxation akan memberikan pengaruh yang signifikan setelah dilakukan sebanyak 3 kali latihan. Waktu yang diperlukan untuk melakukan Progressive Muscle Relaxation sehingga dapat menimbulkan efek yang maksimal adalah selama satu sampai dua minggu dan dilaksanakan selama satu sampai dua kali 15 menit per hari (Davis, 1995).
Dalam buku aslinya 'Progressive Relaxation', Dr Jacobson mengembangkan serangkaian 200 latihan relaksasi otot yang berbeda dan program pelatihan yang memerlukan waktu berbulan-bulan untuk menyelesaikan. Saat ini ini serangkaian teknik tersebut telah disederhanakan menjadi 15-20 latihan dasar yang telah ditemukan dan memberikan efek yang sama dengan gerakan aslinya jika dilakukan secara teratur (Jacobson, 1938 dalam Conrad & Roth, 2007).
Progressive Muscle Relaxation memberikan kondisi tegang dan relaks,
secara bergantian, enam belas kelompok otot tubuh yang berbeda. Tekniknya adalah dengan memberikan ketegangan (sesuai kemampuan individu) kepada otot selama sekitar 10 detik dan kemudian merilekskannya. Setelah itu individu merasakan perasaan rileks dan santai selama 15-20 detik dan rasakan perubahan kondisi tegang dan rileks (Jacobson, 1938). Jika sudah berada dalam kondisi yang nyaman, lakukan latihan sebagai berikut: a.
Untuk memulai awali denga tarik nafas dalam sebanyak 3 kali, tarik nafas melalui hidung dan menghembuskan napas perlahan-lahan melalui mulut dan setiap kali menghembuskan nafas rasakan ketegangan seluruh tubuh hilang.
b.
Kepalkan tangan, tahan selama 7-10 detik dan kemudian lepaskan selama 15-20 detik. Gunakan interval waktu yang sama untuk semua kelompok otot lain. c.
Kencangkan otot bisep Anda dengan menggambar lengan Anda ke arah bahu dan "membuat otot" dengan kedua tangan. Tahan dan kemudian relaks.
d.
Kencangkan trisep, otot pada sisi bawah lengan atas dengan memperpanjang lengan Anda keluar lurus dan mengunci siku Anda. Tahan dan kemudian relaks .
e.
Tegangkan otot-otot di dahi Anda dengan menaikkan alis Anda sejauh yang Anda bisa. Tahan dan kemudian relaks. Bayangkan otot dahi Anda menjadi halus dan lemas.
f.
Tegang otot-otot di sekitar mata Anda dengan menutup kelopak mata Anda tertutup rapat. Tahan dan kemudian relaks. Bayangkan sensasi relaksasi yang mendalam menyebar di sekitar mata.
g.
Kencangkan rahang dengan membuka mulut Anda begitu lebar bahwa Anda meregangkan otot-otot sekitar engsel rahang Anda. Tahan dan kemudian relaks. Biarkan bibir Anda dan bagian rahang Anda untuk longgar dan rileks.
h.
Kencangkan otot-otot di bagian belakang leher Anda dengan menarik kepala Anda ke belakang, seolah-olah Anda akan menyentuh kepala Anda ke punggung Anda (semampu anda dan tidak untuk dipaksakan). Fokus hanya pada menegangkan otot-otot di leher Anda. Tahan dan kemudian relaks. i.
Kencangkan bahu Anda dengan meningkatkan mereka seolah-olah Anda akan menyentuh telinga Anda. Tahan dan kemudian relaks. j.
Kencangkan otot-otot sekitar tulang belikat Anda dengan mendorong bahu Anda kembali seolah-olah Anda akan menyentuh mereka bersama-sama.
Tahan ketegangan di bahu Anda dan kemudian relaks . k.
Kencangkan otot-otot dada Anda dengan mengambil napas dalam-dalam.
Tahan hingga 10 detik dan kemudian lepaskan perlahan-lahan. Bayangkan ketegangan berlebih di dada mengalir pergi dengan pernafasan. l.
Kencangkan otot perut Anda dengan mengecilkan perut Anda masuk Tahan dan kemudian lepaskan. Bayangkan gelombang relaksasi menyebar melalui perut Anda. m.
Kencangkan punggung bawah dengan melengkung ke atas. (jangan lakukan bagian ini kalau ada nyeri punggung). Tahan dan kemudian relaks. n.
Kencangkan bokong Anda dengan menarik mereka bersama-sama. Tahan dan kemudian relaks. Bayangkan otot-otot di pinggul Anda akan longgar dan lemas. o.
Remas otot-otot di paha Anda semua jalan ke lutut. Anda mungkin harus mengencangkan pinggul Anda bersama dengan paha. Tahan dan kemudian relaks. Rasakan otot-otot paha Anda santai sepenuhnya. p.
Kencangkan otot betis Anda dengan menarik jari-jari kaki ke arah Anda (melenturkan dengan hati-hati untuk menghindari kram). Tahan dan kemudian relaks . q.
Kencangkan kaki Anda dengan jari-jari kaki meringkuk ke bawah. Tahan dan kemudian relaks. r.
Sekarang bayangkan gelombang relaksasi perlahan-lahan menyebar ke seluruh tubuh Anda, mulai dari kepala Anda dan secara bertahap menembus setiap kelompok otot sepanjang jalan turun ke jari-jari kaki Anda. Penelitian ini akan melakukan pemberian latihan Progressive Muscle
Relaxation dengan menggunakan modifikasi oleh Davis (1995) pada 10 kelompok
otot utama yang meliputi (1) kelompok otot pergelangan tangan, (2) kelompok otot lengan bawah, (3) kelompok otot siku dan lengan atas, (4) kelompok otot bahu, (5) kelompok otot kepala dan leher, (6) kelompok otot wajah, (7) kelompok otot punggung, (8) kelompok otot dada, (9) kelompok otot perut, (10) kelompok otot kaki dan paha.
Latihan Progressive Muscle Relaxation akan dilakukan kepada kelompok intervensi dengan latihan panduan secara langsung saat melakukan hemodialisa dan latihan mandiri di rumah dengan melihat buku panduan dalam durasi waktu 30 menit per latihan dan selama 4 minggu. Relaksasi dilakukan secara bertahap dan dipraktekkan dengan berbaring atau duduk di kursi dengan kepala di topang dengan bantal. Setiap kelompok otot di tegangkan selama 5-7 detik dan di relaksasikan selama 10-20 detik. Prosedur ini diulang paling tidak satu kali. Petunjuk progressive muscle relaxation dibagi dalam dua bagian, yaitu bagian pertama dengan mengulang kembali pada saat praktek sehingga lebih mengenali bagian otot tubuh yang paling sering tegang, dan bagian kedua dengan prosedur singkat untuk menegangkan merilekskan beberapa otot secara simultan sehingga relaksasi otot dapat dicapai dalam waktu singkat. Adapun urutan pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
1. Kelompok otot pergelangan tangan a.
Rentangkan lengan dan kepalkan kedua telapak tangan anda dengan kencang, sekuat dan semampu yang anda bisa. Rasakan ketegangan pada kedua pergelangan tangan anda selama 5-7 detik.
b.
Lepaskan kepalan tangan anda dan rasakan tangan anda menjadi lemas dan semua ketegangan pada tangan anda menjadi hilang. Rasakan hal tersebut selama 10-20 detik.
c.
Ulangi lagi gerakan menegangkan dan melemaskan otot tangan anda.
Rasakan pergelangan tangan anda menjadi semakin lemas.
2. Kelompok otot lengan bawah a.
Tekuklah kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan sekuat dan semampu yang anda bisa. Sehingga otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari terbuka menghadap ke langit-langit. Rasakan ketegangan pada bagian lengan bawah selama 5-7 detik.
b.
Lemaskan dan luruskan kembali tangan bagian bawah anda pada posisi yang nyaman. Rasakan lengan bawah dan telapak tangan anda menjadi lemas dan seya ketegangan hilang. Rasakan hal tersebut selama 10-20 detik.
c.
Ulangi lagi gerakan menegangkan dan melemaskan otot lengan bawah anda, rasakan perbedaan pada saat tegang dan lemas serta rasakan lengan bawah anda menjadi semakin lemas.
3. Kelompok otot siku dan lengan atas a.
Genggamlah kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian bawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot lengan atas terasa kencang dan tegang. Lakukanlah sebisa dan semampu anda. Lakukan selama 5-7 detik.
b.
Luruskan siku dan jari-jari anda, rasakan lengan atas anda menjadi lemas dan ketegangan pada lengan atas sudah hilang. Rasakan hal tersebut 10-20 detik.
c.
Ulangi lagi gerakan menegangkan otot siku dan lengan atas anda, rasakan perbedaan antara saat tegang dan lemas serta rasakan otot siku dan lengan atas semakin lemas.
4. Kelompok otot bahu a.
Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu akan dibawa menyentuh kedua telinga. Rasakan ketegangan pada bahu selama 5-7 detik.
b.
Lemaskan bahu anda hingga semua ketegangan pada bahu anda tadi hilang. Rasakan hal tersebut selama 10-20 detik.
c.
Ulangi gerakan tersebut dan rasakan otot bahu anda semakin lemas.
5. Kelompok otot kepala dan leher a.
Tekuk leher dan kepala anda ke belakang hingga menekan bantal, rasakan ketegangan pada leher dan kepala bagian belakang. Rasakan ketegangannya selama 5-7 detik b.
Lemaskan dan luruskan kepada dan leher anda hingga semua ketegangan pada kepala dan leher anda hilang. Lakukan dalam 10-20 detik.
c.
Ulangi gerakan dan rasakan otot tersebut menjadi sangat lemas d.
Tekuk leher dan kepala anda ke depan hingga menyentuh dada, rasakan ketegangan pada leher dan kepala bagian depan selama 5-7 detik.
e.
Lemaskan dan luruskan kepala dan leher anda hingga semua ketegangan pada kepala dan leher anda hilang, rasakan dalam 10-20 detik.
f.
Ulangi gerakan dan rasakan otot semakin lemas 6. Kelompok otot wajah a.
Kerutkan dahi anda ke atas dan rasakan ketegangan pada dahi anda selama 5-7 detik b. Lemaskan dahi anda sehingga ketegangan pada dahi anda akan hilang, rasakan hal ini selama 10-20 detik.
c.
Ulangi gerakan tersebut dan rasakan dahi anda semakin lemas.
d.
Tutup mata anda sekuat dan semampu yang anda bisa, rasakan ketegangan pada mata selama 5-7 detik.
e.
Lemaskan mata perlahan-lahan dan hilangkan ketegangannya selama 10- 20 detik.
f.
Ualngi gerakan menegangkan mata dan melemaskannya dan rasakan mata semakin lemas.
g.
Katupkan rahang dan gigi anda secara bersamaan sekuat dan semampu yang anda bisa, rasakan ketegangannya selama 5-7 detik. h.
Lemaskan rahang anda dan hilangkan ketegangannya perlahan-lahan dan rasakan dalam 10-20 detik. i.
Ulangi gerakan dan rasakan lemasnya punggung anda.
Ualngi gerakan kembali dan rasakan dada semakin lemas.
c.
Lemaskan otot dada sambil mengeluarkan nafas secara perlahan-lahan rasakan hilangnya ketegangan pada dada dalam 10-20 detik.
b.
Tarik nafas dalam dan tahan semampu anda. Rasakan ketegangan pada dada selama 5-7 detik.
8. Kelompok otot dada a.
c.
Ulangi gerakan tersebut hingga anda merasakan rahang anda semakin lemas. j.
Lemaskan punggung anda sehingga ketegangannya hilang dan rasakan melemasnya punggung 10-20 detik.
b.
Jika anda dalam posisi tidur, maka bangunlah dan jadikan posisi anda duduk di tempat tidur. Lengkungkan punggung dan busungkan dada sekuat dan semampu yang anda bisa, rasakan ketegangan pada punggung selama 5-7 detik.
7. Kelompok otot punggung a.
Ulangi gerakan dan rasakan bibir semakin lemas.
Lemaskan bibir dan hilangkan ketegangan pada bibir selama 10-20 detik. l.
Monyongkan bibir anda ke depan sekuat dan semampu yang anda bisa, rasakan ketegangan selama 5-7 detik. k.
9. Kelompok otot perut a.
Tarik perut ke bagian dalam dan bernafaslah secara perlahan-lahan, rasakan ketegangan pada perut selama 5-7 detik.
b.
Lemaskan otot perut, dan hilang kan ketegangan serta rasakan melemasnya otot perut dalam 10-20 detik.
c.