BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Perlindungan Merek Asing Terhadap Tindakan Pendaftaran Secara Itikad Tidak Baik (Studi Putusan No. 108/PK/PDT.SUS/2011)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merek adalah sesuatu yang sering dijumpai baik pada barang dagangan

  maupun jasa, atau dikenal sebagai merek dagang dan merek jasa. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa merek adalah unsur penting yang melekat pada suatu barang maupun jasa, merek adalah suatu unsur dasar pembeda antara satu barang dengan barang lainnya. Jadi boleh dikatakan bahwa merek itu merupakan identitas bagi suatu

  1

  barang ataupun jasa. Dengan merek, produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal produksinya, kualitasnya, dan keterjaminan bahwa produk itu original.

  Fungsi merek tidak hanya sekadar untuk membedakan suatu produk dengan produk yang lain, melainkan juga berfungsi sebagai aset perusahaan yang tidak ternilai harganya, khususnya untuk merek-merek yang berpredikat terkenal (well- known marks).

  Untuk memperkenalkan produksi suatu perusahaan, merek mempunyai peranan yang sangat penting bagi pemilik suatu produk. Hal ini disebabkan oleh fungsi merek itu sendiri untuk membedakan suatu barang dan/atau jasa dengan barang dan/atau jasa lainnya yang mempunyai kriteria dalam kelas

  2

  barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi oleh perusahaan yang berbeda. Menurut

  1 2 Dwi Sri Rezki Astriani, Penghapusan Merek Terdaftar,(Bandung : PT Alummi, 2009), hal 2 Muhammad Djumhana dan, R. Djubaedillah, Hak Kekayaan Intelektual ,Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia ( Jakarta: Citra Aditya Abadi,1997), hal. 170

  1 Abdul Kadir Muhammad, Merek dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa mempunyai fungsi sebagai berikut:

  1. Tanda pengenal untuk membedakan produk perusahaan yang satu dengan produk perusahaan yang lain

  (product identity

  ). Fungsi ini juga menghubungkan barang atau jasa dengan produsennya sebagai jaminan reputasi hasil usahanya ketika diperdagangkan.

  2. Sarana promosi dagang (mean of trade promotion). Promosi tersebut dilakukan melalui iklan produsen atau pengusaha yang memperdagangkan barang atau jasa.

  3. Jaminan atas mutu barang atau jasa (quality guarantee). Hal ini tidak hanya menguntungkan produsen Pemilik Merek saja, melainkan juga sebagai perlindungan jaminan mutu barang atau jasa kepada konsumen.

  4. Penunjuk asal barang atau jasa yang dihasilkan (source of origin). Merek merupakan tanda pengenal atau jasa yang menghubungkan barang atau jasa dengan produsen.

3 Pada umumnya yang membuat suatu barang diminati dan harganya tinggi

  adalah mereknya, bukan produknya. Merek hanyalah menimbulkan kepuasan bagi konsumen. Bagi pihak produsen yang perlu disadari adalah produk merupakan benda mati, sedangkan yang memberi nyawa dari suatu produk adalah merek, sehingga suatu merek sangat penting untuk dikelola sehingga konsumen akan selalu loyal akan produk tersebut. Merek memiliki kemampuan sebagai tanda yang dapat membedakan hasil perusahan yang satu dengan perusahaan yang lain di dalam pasar, baik untuk barang/jasa yang sejenis maupun yang tidak sejenis.

  Selain membangun loyalitas konsumen, melalui merek dapat pula dilakukan strategi pemasaran berupa pengembangan produk kepada masyarakat pemakai atau kepada masyarakat konsumen, dimana kedudukan suatu merek dipengaruhi oleh baik 3 Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual,(Bandung :

  Citra Aditya,2001), hal 1 atau tidaknya mutu suatu barang yang dihasilkan oleh perusahaan yang mempunyai merek tersebut. Jadi produk atau jasa dengan merek yang mempunyai mutu dan karakter yang baik ataupun yang dapat digunakan untuk mempengaruhi pasar merupakan merek yang akan selalu dikonsumsi oleh para konsumen. Bahkan, kadangkala yang membuat suatu barang menjadi mahal bukan karena produknya, tetapi mereknya. Padahal merek hanyalah sesuatu yang dilekatkan pada produk dan bukan produk itu sendiri. Terlihat jelas bahwa merek merupakan kekayaan

  4

  immaterial. Apabila suatu perusahaan mencapai tahapan yang menjadikan merek dikenal luas oleh masyarakat konsumen, maka hal itu dapat menimbulkan terdapatnya para kompetitor yang beritikad tidak baik (bad faith) untuk melakukan persaingan tidak sehat dengan cara peniruan, pembajakan, bahkan mungkin dengan cara pemalsuan produk bermerek dengan mendapatkan keuntungan dagang dalam waktu

  5 yang singkat.

  Pada abad 20 perhatian masyarakat Indonesia terhadap perlindungan merek masih rendah, dengan perkembangan zaman dan teknologi masyarakat mulai melihat penting nya perlindungan terhadap merek. dalam memasuki era Globalisasi perlindungan merek sendiri menjadi bagian yang penting. Apalagi Indonesia yang menjadi anggota WTO (World Trade Organization) dan juga telah meratifikasi

  Agreement On Establishing 4 maka Indonesia di wajibkan untuk mengikuti ketentuan OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right), (Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, 1995), hal 330 5 Darmadi Durianto, Sugiarto, dan Tony Sitinjak, Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas Perilaku Merek , (Jakarta: Gramedia Utama Pustaka, 2011), hal. 22.

  TRIPs (Trade Related Aspect Of Intelectual Property Right), salah satunya adalah memaksimalkan perlindungan pada merek. Pada perjanjian TRIPs ini ditentukan standar yang dapat dicapai oleh negara-negara peserta dalam memberikan pengertian merek, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat 1 perjanjian TRIPs yang berbunyi:

  “Any signs or any combination of signs, capable of distiguishing the good or services of one undertaking from those of other undertaking, shall be capableof constituting a trademark. Such signs, in particular words including personal names, letters, numarels, figurative elements dan combinations of colours as well as any combination of such signs, shall be eligible for registrationas trademarks. Where signs are not inherently capable of distiguishing the relevant good orservis, members may make registrability depend on distinctiveness acquired through use. Members may require, as a condition of registration, that signs be

  6 visually perceptible”.

  Ketentuan tersebut menggambarkan bahwa merek merupakan suatu tanda yang dapat menunjukkan identitas barang atau jasa, yang menjadi pembeda suatu barang atau jasa dengan barang atau jasa yang dihasilkan orang lain yang memiliki daya pembeda yang jelas, yang dipakai dalam perdagangan. Dalam perjanjian TRIPs diakui dan diperbolehkan 2 (dua) metode pokok untuk menciptakan hak-hak atas merek yaitu pemakaian dan pendaftaran. Perjanjian TRIPs juga menentukan standar- standar perlindungan yang harus dilaksanakan negara-negara anggota WTO di bidang Hak Kekayaan Intelektual.

  Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek menganut sistem konstitutif. Pada sistem konstitutif ini setiap merek harus didaftarkan, dan dalam aplikasinya suatu merek yang didaftar harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 6 O.C. Kaligis, Teori & Pratek Hukum Merek Indonesia, (Bandung : PT Alummi, 2008), hal

  253

  1. Memiliki daya pembeda

  2. Merupakan tanda pada barang atau jasa

  3. Tidak bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan dan ketertiban umum

  4. Bukan menjadi milik umum

  5. Tidak berupa keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftarannya.

7 Berdasarkan pengertian diatas, berarti bahwa pada sistem konstitutif ini

  perlindungan hukumnya didasarkan pada pendaftar pertama (first to file). Dalam sistem konstitutif dimaksudkan supaya negara tidak keliru memberikan perlindungan hukum beserta hak atas merek kepada orang yang tidak berhak menerimanya.

  8 Jadi

  bisa diketahui bahwa seorang pemilik merek tidak akan diberikan hak eksekutif dan tidak diberikan perlindungan terhadap mereknya apabila tidak dilakukan pendaftaran terhadap merek yang dimilikinya tersebut. Tetapi dalam konvensi internasional ada disebutkan juga bahwa perlindungan merek juga diberikan terhadap merek terkenal, hal ini sebagaimana tertera dalam konvensi Paris artikel 6 bis ayat pertama :

  “The countries of the Union undertake, ex officio if their legislation so permits, or at the request of an interested party, to refuse or to cancel the registration, and to prohibit the use, of a trademark which constitutes a reproduction, an imitation, or a translation, liable to create confusion, of a mark considered by the competent authority of the country of registration or use to be well known in that country as being already the mark of a person entitled to the benefits of this Convention and used for identical or similar goods. These provisions shall also apply when the essential part of the mark constitutes a reproduction of any such well-known mark or an imitation liable to create confusion therewith.”

  9

  7 Endang Purwaningsih, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Dan Lisensi, (Bandung : Mandar Maju, 2012), hal 52 8 Gatot Suparmono, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia, (Jakarta: Rineka cipta, 2008), hlm. 18. 9 Paris Convention for the Protection of Industrial Property , http://www.wipo.int/treaties/en/text.jsp?file_id=288514#P151_21198 , 29 July 2014

  Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 pada Pasal 6 ayat 1 (b) ada disinggung sedikit mengenai merek terkenal, tetapi tidak diberikan penjelasan, definisi, ataupun kriteria dari merek terkenal. Dan para sarjana ada memberikan pendapat mengenai kriteria merek terkenal. adapun menurut Monstret, Untuk menentukan apakah merek tersebut masuk kategori “well-known” atau “famous”, maka ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan, yaitu:

  1. tingkat pengakuan akan merek yang bersangkutan; 2. tingkat penggunaan serta jangka waktu penggunaan merek; 3. tingkat keluasan dan jangka waktu iklan dan promosi dari merek; 4. tingkat keluasan dimana merek tersebut diakui, digunakan, diiklankan, didaftarkan dan dilaksanakan secara geografis, atau faktor-faktor yang berhubungan yang dapat menentukan jangkauan merek tersebut secara geografis, yaitu lokal, regional atau seluruh dunia;

  5. tingkat daya pembeda yang dimiliki merek tersebut; 6. derajat keeksklusifan merek serta sifat dan keluasan penggunaan merek yang sama atau serupa oleh pihak ketiga; 7. sifat barang atau jasa serta jalur perdagangan atas barang dan jasa yang menunjang merek tersebut; 8. derajat dimana reputasi merek melambangkan kualitas barang; dan 9. keluasan dan nilai komersial yang dihubungkan dengan merek.

  10 Dalam dunia usaha saat ini banyak orang yang melakukan segala usaha untuk

  memajukan bisnis yang di jalankannya, sehingga banyak nya persaingan usaha tidak sehat yang terjadi. Dalam hal ini kerap terjadi perlanggaran terhadap merek, terutama terhadap merek asing. Contoh perlanggaran yang kerap terjadi adalah tindakan 10

  http://hukumit.blogspot.com/2011/09/pengertian-mengenai-merek-terkenal.html. Pengertian merek terkenal, eka putra ,Tanggal 21 april 2014 pemboncengan merek. Dalam tindakan pemboncengan merek maksudnya adalah bahwa seorang pelaku usaha memproduksi suatu barang dan memberikan nama merek yang sama dengan ataupun nama merek yang memiliki persamaan bunyi dan makna dengan merek barang terkenal, dapat dilihat bahwa tujuan nya untuk membonceng ketenaran suatu merek. dalam hal ini ada 3(tiga) bentuk perlanggaran merek yang perlu diketahui, yaitu :

  1. Trademark Piracy (Pembajakan Merek)

  2. Counterfeiting (Pemalsuan)

  11

  3. Imitations of Labels and Packaging (Peniruan Label dan Kemasan) Pembajakan merek terjadi dalam hal jika suatu merek tidak di daftarkan oleh pemiliknya ataupun pemakai pertama, dan kemudian di daftar oleh orang lain yang bukan pemakai pertama merek tersebut. Sehingga pihak yang pertama memakai merek tersebut tidak bisa mendaftarkan mereknya lagi dengan dalil persamaan pada pokoknya dan persamaan pada keseluruhan dengan merek terdaftar.

  Pemalsuan merek adalah tindakan dimana seseorang memproduksi suatu produk dan menempel suatu merek yang terkenal pada produknya, dan produk tersebut dipasarkan kepada masyarakat. Pemalsuan merek dapat dikatakan sebagai tindak kejahatan ekonomi, karena tindakan ini tergolong menipu konsumen yang mengeluarkan uang untuk mendapatkan produk dengan merek dan kualitas di harapkan tetapi mendapatkan produk dengan kualitas tidak sebanding dengan yang 11 Julius Rizaldi, Perlindungan Kemasan Produk Merek Terkenal Terhadap Persaingan

  Curang (Bandung : PT Alummi, 2009), hal 2 diharapkan. Tindakan Pemalsuan merek ini juga bisa merusak reputasi terhadap perusahan produsen merek yang dipalsukan, karena kemungkinan besar merek dipalsukan tersebut tidak diproduksi dengan kualitas yang sama dengan merek yang asli sehingga menurunkan minat pembeli.

  Tindakan peniruan label dan kemasan ini memiliki persamaan pada tindakan pemalsuan merek. Tindakan peniruan label dan kemasan ini dilakukan dengan memproduksi suatu barang sejenis dengan merek yang ingin ditiru, dan produk yang diproduksi dibuat semirip mungkin dengan produk dari merek yang ingin ditiru. Dan bukan hanya pada produk tapi pada kemasan juga dibuat semirip mungkin, dan nama yang dipakai untuk produk dibuat berbeda pada produk yang ditiru tetapi nama yang dipakai biasanya memiliki persamaan dengan nama merek yang ditiru. Tindakan peniruan label dan kemasan ini dibuat dengan tujuan membuat masyarakat bingung dan menimbulkan kekeliruan dalam masyarakat sehingga mengganggap kedua produk tersebut sama ataupun menyebabkan masyrakat salah dalam memilih produk.

  Setelah membahas ketiga bentuk perlanggaran merek di atas, dapat diketahui bahwa tindakan perlanggaran merek berupa pemalsuan merek dan peniruan label dan kemasan produk adalah tindakan perlanggaran merek yang sering kita jumpai. Dan penertiban terhadap tindakan perlanggaran merek berupa pemalsuan merek dan peniruan label ini masih belum berjalan sepenuhnya. Dan dari semua tindakan perlanggaran terhadap merek ini kebanyakan semuanya melibatkan produk asing.

  Adapun beberapa contoh perlanggaran merek asing yang terjadi di Indonesia yakni kasus perkara merek Paul & Shark Yachting dengan lukisan ikan Hiu milik Dama S.p.A melawan merek Paul & Shark milik Sutejo. Melalui putusan No. 011/PK/HaKI/2004, dinyatakan bahwa merek Paul & Shark milik Sutejo memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek Paul & Shark Yachting dengan lukisan ikan Hiu milik Dama S.p.A dan juga membatalkan pendaftaran merek Paul & Shark milik sutejo dengan segala akibatnya.

  Kasus perlanggaran merek lainnya adalah kasus perkara Jiangsu Jiangdong Group Corp (RRC) melawan Musdjaja Trihadi. Dalam perkara ini pihak Jiangsu Jiangdong Group Corp menggugat Musdjaja Trihadi atas pendaftaran merek Jiang Dong dengan logo JD atas barang kelas 7 yaitu mesin diesel. Pihak Jiangsu Jiangdong Group Corp menyatakan bahwa merek Jiang Dong dengan logo JD yang didaftarkan Musdjaja Trihadi memiliki persamaan pada keseluruhan dengan merek Jiang Dong dengan Logo JD. Melalui Putusan No. 012/PKN/HaKI/2004 menyatakan bahwa merek Jiang Dong dengan logo JD milik Musdjaja Trihadi didaftarkan secara itikad tidak baik dan menyatakan batal pendaftaran merek Jiang Dong dengan logo JD atas nama Musdjaja Trihadi.

  Selain kedua kasus perlanggaran merek yang disebutkan di atas masih masih banyak contoh kasus perlanggaran merek baik perlanggaran pada merek yang memiliki persamaan pada pokoknya ataupun persamaan pada keseluruhannya dengan merek lain. Kebanyakan perlanggaran merek yang terjadi adalah melibatkan merek terkenal, karena perlanggaran merek tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan dari ketenaran suatu merek tersebut. Dan dari semua kasus perlanggaran merek yang terjadi, banyak juga yang melibatkan merek asing contohnya kasus Davidoff, kasus Benetton, Kasus Cesare Paciotti dan masih banyak kasus lainnya Studi ini akan membahas tentang kasus perlanggaran merek dalam Kasus perkara Wen Ken Drug CO., PTE LTD, melawan Tjioe Budi Yuwono. Dalam perkara Merek ini pihak pihak Wen Ken Drug CO, PTE LTD menggugat Tjioe Budi Yuwono terhadap Pendaftaran Merk Cap Badaknya. Dasar gugatan nya adalah pendaftaran merek Cap Badak oleh pihak Tjioe Budi Yuwono didasarkan pada itikad tidak baik. Pihak Wen Ken Drug CO, PTE LTD menyatakan bahwa unsur itikad tidak baik dalam pendaftaran Cap Badak tersebut terlihat pada Pendaftaran merek Cap Badak tersebut memiliki persamaan pada pokoknya dengan Merek Cap Kaki Tiga milik pihak Wen Ken Drug CO,PTE LTD.

  Unsur persamaan pada pokoknya dari pendaftaran Merek Cap Badak oleh Tjioe Budi Yuwono adalah penggunaan lukisan badak sebagai bagian dari Cap Badak, Lukisan Badak tersebut memiliki persamaan dengan Lukisan Badak yang terdapat Merek Cap Kaki Tiga yang dimiliki oleh pihak Wen Ken Drug CO,PTE LTD. Selain lukisan Badak yang sama di kedua merek tersebut, juga ada beberapa persamaan pada tampilannya. Persamaan pada merek Cap Kaki Tiga dan merek Cap Badak dapat kita lihat pada perbandingan kedua gambar di bawah.

  Gambar I.1. Tampilan merek Cap Kaki Tiga Gambar I.2. Tampilan merek Cap Badak

  Pihak Wen Ken Drug CO,PTE LTD menyatakan bahwa unsur Itikad Tidak Baik dalam Pendaftaran merek Cap Badak dengan Lukisan Badak sangat jelas karena pada awal nya antara pihak Wen Ken Drug CO,PTE LTD dengan pihak Tjioe Budi Yuwono ada melakukan kerjasama. Kerjasama itu dalam bentuk pemberian izin untuk memproduksi, menjual, memasarkan serta mendistribusikan larutan penyegar Cap Kaki Tiga di Indonesia yang diberikan oleh Pihak Wen Ken Drug CO,PTE LTD kepada PT Sinde Budi Sentosa dalam bentuk Sebuah Lisensi. Dalam lisensi tersebut juga termasuk kuasa untuk mendaftarkan larutan Penyegar merek cap Kaki Tiga menurut Undang-undang merek yang berlaku di Indonesia.

  Kenyataannya pihak Tjioe Budi Yuwono mendaftarkan Merek Cap Kaki Tiga tersebut tanpa diikuti dengan lukisan badaknya atas nama Wen Ken Drug CO,PTE LTD. Kemudian Tergugat, tanpa izin, tanpa persetujuan ataupun tanpa sepengetahuan Penggugat telah mendaftarkan dengan itikad tidak baik, merek Cap Badak dengan lukisan badak atas nama Tergugat pada kantor merek. Oleh karena itu pihak Wen Ken Drug CO,PTE LTD merasa haknya terlanggar. Itulah yang menjadi alasan pihak Wen Ken Drug CO,PTE LTD mengajukan gugatan merek terhadap pihakTjioe Budi Yuwono atas Pendaftaran merek Cap Badak dengan lukisan badak.

  Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang tersebut, maka dipilih topik sengketa Merek antara Cap Kaki Tiga dan Cap Badak sebagai pembahasan dalam Judul Tesis “ ANALISIS HUKUM PERLINDUNGAN MEREK ASING TERHADAP TINDAKAN PENDAFTARAN SECARA ITIKAD TIDAK BAIK (STUDI PUTUSAN NO.

  108/PK/Pdt.Sus/2011)”.

B. Permasalahan

  Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas maka permasalahan yang akan di bahas lebih lanjut dalam tesis adalah

  1. Bagaimanakah perlindungan yang diberikan oleh Undang-undang merek Indonesia terhadap suatu merek asing dalam hal terjadi pendaftaran secara itikad tidak baik di Indonesia?

  2. Bagaimanakah penerapan Hukum oleh Hakim dalam perkara merek antara pihak Wen Ken Drug CO PTE LTD dan pihak Tjioe Budi Yuwono ?

  C. Tujuan Penelitan

  Dari rumusan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak di capai dalam penulisan tesis ini adalah :

  1. Untuk mengetahui dan menganalisa sejauhmana perlindungan hukum terhadap merek asing menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

  2. Untuk mengetahui dan menganalisa apakah hukum yang diterapkan oleh Hakim dalam perkara sudah sesuai dengan kaedah hukum merek di Indonesia.

  D. Manfaat Penelitian

  Manfaat penelitian adalah hal yang hendak di capai dalam membuat suatu penelitan, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

  1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah bahan literatur dalam memahami masalah mengenai sejauhmana perlindungan terhadap merek asing menurut Undang-undang yang berlaku di Indonesia.

  2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah perlindungan merek asing terhadap tindakan itikad tidak baik menurut Undang-Undang yang berlaku di Indonesia.

  E. Keaslian Penelitian

  Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul “Analisa Hukum Perlindungan Merek Asing terhadap pendaftaran dengan itikad tidak baik (studi Putusan larutan penyegar merek Cap Kaki Tiga dengan No Putusan No. 108 PK/Pdt .Sus /2011 )”. Akan tetapi ada beberapa penelitian yang menyangkut merek antara lain, penelitian yang dilakukan oleh :

  1. Saudara Feri Susanto Limbong dengan Nomor Induk Mahasiswa 027011011, Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar Menurut Ketentuan Hukum Merek Indonesia di Kota Medan”

  2. Saudari Puspa Melati Hasibuan dengan Nomor Induk Mahasiswa, Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, 002105012, dengan judul “Pelaksanaan Pendaftaran Merek Dagang Menurut Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001 Di Kota Medan”

  3. Saudari Faradilla Yulistari Sitepu dengan Nomor Induk Mahasiswa 107005065, Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara dengan Judul “Larangan Pendaftaran Merek Yang Sama Pada Pokoknya dengan Merek Terdaftar (Studi Terhadap Beberapa Putusan Mahkamah Agung)” Jika dihadapkan pada penelitian yang telah ada, judul yang akan dibahas dalam penelitian ini berbeda dari segi judul dan pembahasan. Dengan demikian jelas bahwa penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, objektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

  Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis,dengan tujuan untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk

  12

  proses tertentu terjadi. Teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang

  13 dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.

  Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka logis artinya menempatkan permasalahan dalam suatu penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. Fungsi teori dalam suatu penelitian adalah untuk mensistematiskan penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penenmuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus

  14 didukung oleh fakta empiris yang dapat dinyatakan benar.

  Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perlindungan hukum yang dikemukakan oleh Philipus M Hadjon Perlindungan hukum artinya suatu perlindungan yang diberikan oleh perangkat hukum baik yang bersifat preventif 12 13 Soeryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta : Universitas Pers, 1986), hal 122 14 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian,( Bandung : Madju, 1994), hal 80

  Ibid , hal 17 maupun yang bersifat represif, baik melalui hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis yang diberikan terhadap subjek hukum dengan tujuan memberikan suatu rasa

  15 aman, damai, tertib dan pasti dalam kehidupan sehari-hari subjek hukum.

  Perlindungan hukum preventif merupakan sebuah bentuk perlindungan yang mengarah pada tindakan yang bersifat pencegahan. Tujuannya adalah meminimalisasi peluang terjadinya pelanggaran merek dagang. Langkah ini difokuskan pada pengawasan pemakaian merek, perlindungan terhadap hak eksklusif pemegang hak atas merek dagang terkenal asing, dan anjuran-anjuran kepada pemilik merek untuk mendaftarkan mereknya agar haknya terlindungi. Perlindungan hukum represif yang dilakukan untuk menyelesaikan atau menanggulangi suatu peristiwa atau kejadian yang telah terjadi, yaitu berupa pelanggaran hak atas merek. Tentunya dengan demikian peranan lebih besar berada pada lembaga peradilan dan aparat penegak

  16 hukum lainnya.

  Perlindungan hukum menunjukkan arti bahwa hukum itu melindungi sesuatu. Sesuatu yang dilindungi oleh hukum adalah kepentingan manusia, karena memang hukum itu dibuat oleh dan untuk manusia atau masyarakat. Kepentingan pada hakekatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya.

  Perlindungan hukum diperlukan untuk mewujudkan fungsi hukum dan tujuan hukum. Pada umunnya ahli ahli hukum sudah sepakat mengatakan bahwa fungsi 15 Otje Salman, Teori Hukum (Suatu Pencarian/Penelaahan), (Jakarta :Granada Media,2007),

  hal 19 16 Y Sri Pudyatmoko, Penegakan dan perlindungan Hukum, (Jakarta : Salemba Empat, 2007),hal 155-160 hukum merupakan perlindungan kepentingan manusia, sementara tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang terbit, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan terciptanya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia terlindungi.

  Hukum juga memberikan perlindungan terhadap hak yang dimiliki oleh manusia. Sanusi Bintang dalam bukunya yang berjudul “Hak Cipta” memgartikan hak sebagai Kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk dipergunakan

  17

  secara bebas. Menurut Satjipto Raharjo Hak tidak saja berarti kewenangan yang dilindungi oleh hukum namun juga menekankan pada pengakuan atas wewenang dari

  18 hak tersebut.

  Diantara hak-hak yang diakui oleh masyarakat global harus mendapat perlindungan adalah Intelectual Property Rights atau di sebut juga hak kekayaan intelektual, hak yang secara khusus diperuntukkan bagi perlindungan hasil karya atau pikiran manusia. Beberapa penulis hukum ada pula yang nmenggunakan istilah Hak Milik Intelektual. Hak Milik Intelektual tersebut meliputi:

  a. Hak milik hasil pemikiran (intelektual), melekat pada pemiliknya, bersifat tetap dan eksklusif;

  19 b. Hak yang diperoleh pihak lain atas izin dari pemilik, bersifat sementara.

  Dalam Hak Kekayaan Intelektual, salah satunya mencakup merek. Merek tersebut harus memiliki daya pembeda yang cukup,artinya memiliki kekuatan untuk 17 18 Sanusi Bintang, Hukum Hak Cipta, (Bandung :Citra Aditya, 1998), hal 1 19 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, ( Bandung : Citra Aditya, 1996), hal 54 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 1

  membedakan barang atau jasa produk suatu perusahaan dari perusahaan lainnya. Agar memiliki daya pembeda, merek itu harus dapat memberikan ciri khas pembeda pada barang atau jasa yang bersangkutan yang pada umumnya dilekatkan pada barang atau pada bungkusan barang, atau dicantumkan secara tertentu pada hal-hal yang

  20

  bersangkutan dengan jasa. Ciri khas pembeda demikian diharapkan dapat memberikan citra sekaligus menunjukkan goodwill (itikad baik) perusahaan tersebut.

  Demikian pentingnya peranan Merek sehingga terhadapnya terkait hak-hak perseorangan atau badan hukum, sehingga pada dasarnya Merek dimata hukum

  21

  adalah benda tidak berwujud. Pengertian Merek yang diberikan oleh Undang- Undang Merek pun tidak jauh berbeda dengan yang terdapat dalam Black Law

  Dictionary

  , yang pada prinsipnya terkandung penegasan bahwa: 1. Merek setiap tanda barang dagang atau jasa.

  22 2. Untuk membedakan barang atau jasa dari barang atau jasa orang lain.

  Perlindungan hukum diberikan kepada subjek hukum pemilik merek yang telah terdaftarkan di Direktorat Jendaral Hak Kekayaan Intelektual. Perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang merek di Indonesia hanya pada merek terdaftar. Pada Merek yang telah terdaftar di Departemen Kehakiman Bidang Hak Kekayaan Intelektual selanjutnya akan mendapatkan Hak Atas Merek. Pada Undang- Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 disebutkan bahwa: 20 21 Endang Purwaningsih, Op.Cit, hal 49 22 OK. Saidin, Op. Cit, hal 331 M. Yahya Harahap, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia

  Berdasarkan Undang-Undang No.19 Tahun 1992 , (Bandung : Citra Aditya Bakti, , 2002), hal 181

  “Hak Atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada pihak lain untuk menggunakannya”.

  Hak atas merek dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 menggunakan “Sistem Deklaratif”, yaitu memberikan Hak Atas Merek kepada pemakai pertama di Indonesia walaupun tidak didaftarkan, dengan didaftarkan maka pemiliknya dianggap sebagai pemakai pertama kecuali terbukti sebaliknya, maka dapat dibatalkan

  23

  berdasarkan Pasal 10. Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 ini sudah memakai “Sistem Konstitutif”. Sistem Konstitutif ini memberikan Hak Atas Merek yang terdaftar, dengan demikian pihak yang mereknya terdaftar dalam Daftar Umum Kantor Merek sajalah yang berhak terhadap merek tersebut. Sistem ini lebih menjamin adanya kepastian hukum, yaitu kepada pihak yang mempunyai bukti pendaftaran dan diterima sebagai merek dalam bentuk sertifikat sebagai bukti sah kepemilikan merek, dianggap sekaligus sebagai pemakai pertama merek tersebut, dan jika terjadi sengketa maka merek terdaftar tersebut lebih mudah memberikan pembuktian daripada merek yang tidak terdaftar, dimana dalam kasus-kasus sidang perdata dalam pemeriksaannya lebih menggunakan bukti otentik atau tulisan dibandingkan dengan bukti keterangan saksi-saksi. Pada sistem konstitutif ini

  24 perlindungan diberikan kepada pendaftar pertama yang beritikad baik. 23 Erma Wahyuni, T. Syamsul Bahri, Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan dan Manajemen , (Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia,2002), hal. 143.

  Hukum Merek 24 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indones ia,( Bandung :PT.Alumni, 2003), hal 320

  Jadi dalam Undang-Undang merek No. 15 tahun 2001, Hak Atas Merek hanya dapat dimiliki oleh Pemilik Merek Terdaftar, merek tersebut hanya dapat digunakan oleh yang bersangkutan. Namun dapat juga digunakan oleh pihak ketiga, hal inilah yang disebut dengan Sistem Konstitutif, yaitu setiap merek, baru dapat dilindungi apabila merek tersebut telah didaftarkan. Tapi dalam hal terdapat unsur itikad tidak baik dari pemohon pendaftaran merek tersebut maka pendaftaran hak atas merek tersebut dapat di tolak, hal ini sebagaimana tercantum di dalam Pasal 4 Undang- Undang nomor 15 tahun 2001 yang mengatur tentang merek.

  Sedangkan merek yang tidak terdaftar, yang tergolong merek terkenal juga di berikan perlindungan. Definisi Merek Terkenal didalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek hanya tersirat diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, didalamnya pengertian dan pengaturan tentang merek terkenal tidak terlalu jelas.

  Pengertian terhadap merek terkenal lebih kita dapati dalam Konvensi-Konvensi Internasional dan Pendapat Para Sarjana. Oleh karena pada merek terkenal tidak didaftarkan akan tetapi tetap mendapat perlindungan hukum, maka hal ini menunjukkan pada prinsipnya perlindungan terhadap merek terkenal adalah merupakan pengecualian dari Sistem Konstitutif dalam perlindungan merek secara umum.

2. Konsepsi

  Konsep adalah salah satu bagain terpenting dari teori. Konsepsi diterjenmahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang khusus, yang disebut dengan operational definition.

  25 Suatu konsep merupakan

  abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian, keadan, kelompok atau individu.

  26 Dalam penelitian tesis ini, perlu kiranya didefinisikan beberapa pengertian

  konsep-konsep yang saling terhubung guna menghindari kesalahpahaman atas berbagai istilah yang dipergunakan dalam penulisan tesis ini, selanjutnya akan dijelaskan maksud dari istilah-istilah tersebut dalam suatu kerangka konsep sebagai berikut:

  1. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

  2. Merek asing adalah suatu merek yang dimiliki oleh badan hukum asing yang belum terdaftar menurut hukum merek di Indonesia

  3. Pendaftaran secara itikad tidak baik adalah pendaftaran suatu merek yang memiliki persamaan pada pokoknya ataupun persamaan pada keseluruhan dengan merek terdaftar maupun merek terkenal, yang bertujuan untuk membonceng ketenaran suatu merek

G. Metode Penelitian

  Dalam setiap penelitian pada dasarnya ada menggunakan metode penelitian dan metode penelitian tersebut ditentukan berdasarkan pada tujuan penelitian.

  27 Sebelum menjelaskan lebih lanjut metode yang digunakan dalam penelitian ini, 25 Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998), hal 31 26 Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), hal 19 27 Jujun S.Suria Sumantri, Filsafat Hukum suatu Pengantar Populer, ( Jakarta : Sinar Harapan), hal 328

  terlebih dahulu perlu dipahami arti tentang metodologi penelitian. Metodologi penelitian merupakan penelitian yang menyajikan bagaimana cara atau prosedur, maupun langkah-langkah yang harus diambil dalam suatu penelitian secara sistematis

  28

  dan logis sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Metode penelitian

  29 adalah metodologi yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan penelitian.

1. Sifat dan pendekatan penelitian

  Sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini yaitu bersifat deskriptif analistis. Deskriptif maksudnya untuk mengetahui gambaran secara menyeluruh dan sistematis mengenai peraturan yang dipergunakan yang berkaitan dengan masalah yang di kaji. Analitis adalah mengungkapkan karakteristik objek dengan cara menguraikan dan menafsirkan fakta-fakta tentang pokok persoalan yang diteliti. Jadi penelitian ini mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang

  30

  berkaitan dengan objek penelitian. Penelitian ini akan menguraikan secara utuh, menyeluruh dan sistematis kaidah-kaidah hukum yang terdapat didalam perundang- undangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap merek asing di Indonesia.

  Pendekatan penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian yuridis normatif (normative legal research) ataupun disebut juga penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat 28 29 Sutrisno Hadi, Metodologi Riset Nasional, (Magelang : Penerbit Akmil, 1987), hal 8 30 Taliziduhu Ndraha, Metodologi Ilmu Pemerintahan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), hal 24

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 105

  pada peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum serta mengkaji ketentuan perundang-undangan, putusan

  31

  pengadilan dan bahan hukum lainnya. Penelitian normatif merupakan penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi

  32

  normatifnya. Penelitian normatif sering kali disebut dengan penelitian doktrinal, yaitu penelitian yang objek kajiannya adalah dokumen peraturan perundang-

  33

  undangan dan bahan kepustakaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum dan putusan

  34 pengadilan yang menjadi fokus dan tema penelitian ini.

2. Sumber Data Penelitian

  Pengumpulan data adalah bagain penting dalam suatu penelitian, karena dengan pengumpulan data akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai kehendak yang diharapkan. Dalam penelitian ini menggunakan

  35

  metode pengumpulan data kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan

  36 hukum tertier. 31 Ibrahim Johni, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (malang : Bayu Media Publishing, 2005), hal 336 32 33 Ibid , hal 57 34 Soejono H. Abdurahman, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Bina Cipta, 2003), hal 56 35 Ibid , hal 302

  Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Suatu Pengantar,(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal 10 36 Soerjono Soekanto dan Sri Manudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tingkatan Singkat ,(Jakarta : Raja Grafindo Indonesia, 1995), hal 38 a) Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang berhubungan dan mengikat, seperti peraturan perundang-undangan dan literatur dari para ahli hukum, yakni Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang hak merek.

  b) Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan hukum dari buku teks yang berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan kalsik

  37

  para sarjana yang memiliki kalsifikasi tinggi. Bahan hukum sekunder terdiri dari semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer sebagaimana yang terdapat dalam kumpulan pustaka yang bersifat sebagai penunjang dari bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder ini bisa berasal dari buku-buku, hasil-hasil penelitian dan hasil karya ilmiah dari kalangan hukum.

  c) Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti

  38 kamus, ensiklopedia dan majalah yang berkaitan dengan tema yang diteliti.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

  Teknik yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah dengan metode penelitian kepustakaan (library research). Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajuan terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku teks, teori-teori literatur-literatur, tulisan-

  39 tulisan para pakar hukum, dan bahan kuliah yang berkaitan dengan penelitian ini.

  37 38 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,(Jakarta : Praditya Paramitha, 2005), Hal 141 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,(Jakarta : Raja Grafindo Persada,2006), hal 31 39 Riduan, Metode & Teknik Menyusun Tesis, (Bandung : Bina Cipta, 2004), hal 97.

  Pengumpulan data adalah merupakan suatu bagain yang penting dalam suatu penelitian dan dalam pengumpulan data harus selalu berpedoman pada ruang lingkup penelitian dan tujuan penelitian. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini yaitu studi dokumen (Documentary study).

4. Analisa Data

  Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang tepat guna memberikan jawaban terhadap permasalahn yang akan diteliti. Analisa data merupakan proses mengorganisasikan dan menguraikan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan

  

40

hipotesa kerja seperti yang disarankan data.

  Analisa data yang digunakan dalam tesis ini adalah analisa data kualitatif yang artinya menggunakan data secara bermutu dalam kalimat yang teratur, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif sehingga memudahkan dalam interprestasi data dan pemahaman hasil analisa. Data sekunder yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis, untuk selanjutnya dianalisis menggunakan metode kualitatif untuk mendapatkan kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas. Kemudian data dikelompokkan atas data yang sejenis, untuk kepentingan analisis, sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara kualitatif yang dicatat satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban. Oleh karena itu data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan dedukatif.