Analisis Hukum Perlindungan Merek Asing Terhadap Tindakan Pendaftaran Secara Itikad Tidak Baik (Studi Putusan No. 108/PK/PDT.SUS/2011)

(1)

TESIS

Oleh

ANDY HORISON

127011143/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANDY HORISON

127011143/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nomor Pokok : 127011143 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 2. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 3. Dr. Jelly Leviza, SH, MHum


(5)

Nim : 127011143

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS HUKUM PERLINDUNGAN MEREK ASING

TERHADAP TINDAKAN PENDAFTARAN SECARA

ITIKAD TIDAK BAIK (STUDI PUTUSAN NO.

108/PK/PDT.SUS/2011

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : ANDY HORISON


(6)

dari tindakan pelanggaran merek. pelanggaran yang sering terjadi adalah pendaftaran merek secara itikad tidak baik. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran untuk melakukan penelitian yang membahas Perlindungan Merek Asing terhadap pendaftaran dengan itikad tidak baik.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai perlindungan Hukum yang diberikan oleh Undang-Undang merek Indonesia terhadap merek asing dalam hal terjadi pendaftaran secara itikad tidak baik dan mengenai penerapan Hukum oleh Hakim dalam perkara merek antara pihak Wen Ken Drug CO PTE LTD melawan pihak Tjioe Budi Yuwono. Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif yang melakukan analisis deskriptif.

Hasil penelitian yang didapat adalah bahwa Undang-Undang No 15 tahun 2001 tentang merek menganut sistem Konstitutif, oleh karena itu perlindungan merek hanya diberikan kepada pemilik merek yang melakukan pendaftaran pertama atas mereknya, dan pendaftaran merek merupakan sesuatu yang diwajibkan bila ingin mendapatkan perlindungan merek. Analisa terhadap Putusan dalam perkara merek antara pihak Wen Ken Drug CO PTE LTD melawan pihak Tjioe Budi Yuwono, dapat diketahui bahwa pendaftaran merek Cap Badak tidak terbukti melanggar ketentuan Pasal 4 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001.

Kesimpulan yang didapat adalah perlindungan merek hanya diberikan kepada merek terdaftar. Terhadap merek asing yang belum terdaftar menurut Undang-Undang merek tidak mendapat perlindungan. Akan tetapi bilamana pemilik merek asing dapat membuktikan bahwa merek yang dimiliki adalah tergolong merek terkenal maka akan memungkinkan mendapatkan perlindungan dari Undang-Undang No 15 Tahun 2001. Sementara dalam perkara merek antara pihak Wen Ken Drug CO, PTE LTD Melawan pihak Tjioe Budi Yuwono, Penerapan Hukum yang dilakukan Hakim sudah sesuai dengan ketentuan pada ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Diharapkan pada pembahasan Rancangan Undang-Undang Merek berikutnya ada dimuat pengaturan mengenai merek asing. Pemilik merek asing tidak semuanya mengetahui tentang perundang-undangan merek di negara lain, sehingga memungkinkan pemilik asing tidak mengikuti pendaftaran merek disetiap negara. Sehingga menimbulkan perlanggaran terhadap merek asing tersebut. Sementara Hakim dalam memutuskan suatu perkara merek selain hanya mengacu pada perundang-undangan merek, Hakim juga diharapkan memperhatikan yurisprudensi dari Hakim terdahulu maupun bisa juga memperhatikan Konvensi Internasional. Sehingga bisa mendapatkan masukan lebih banyak dalam memberikan Putusan sengketa merek terutama terkait dengan merek asing.


(7)

its fame also causes it to be the violating target, and what usually occurs is bad faith in registering the brand. This condition has made the researcher conduct a research on the protection of foreign brands toward bad faith in registering a brand.

The problems of the research was about legal protection under Law on Indonesian brands toward foreign brands about bad faith in registering a brand and about the implementation of law by a judge in the brand case between Wen Ken Drug CO PTE LTD and Tjioe Budi Yuwono. The research used judicial normative method with descriptive qualitative approach.

The result of the research showed that Law No. 15/2001 on Brand was adhered to constitutive system; therefore, brand protection was only given to the brand owner who registered it for the first time and brand registration was required when someone wanted to get brand protection. From the analysis on the verdict in the brand case between Wen Ken Drug CO PTE LTD and Tjioe Budi Yuwono, it was found that the registration of Cap Badak was not confirmed by evidence that it violated the provision in Article 4 of Law No. 15/2001.

The conclusion was that brand protection was only given to registered brand. According to Law on Brand, a foreign brand which had not been registered did not get any protection. However, when foreign brand owner could give evidence that his brand could be categorized as a famous brand, it was possible for him to get brand protection under Law No. 15/2001. Meanwhile, in the brand case between Wen Ken Drug CO PTE LTD and Tjioe Budi Yuwono, the implementation of law by the judge was in line with the provision under Law No. 15/2001 on Brand.

It is recommended that reviewing the next draft of Law on Brand should include the regulation on foreign brands since not all foreign brand owners know about the regulation about foreign brands. They do not know the regulation of a certain country about it so that they do not register their brands in each country, and this will violate the regulation. It is also recommended that the judge who reaches a verdict on brand case pay attention to the jurisprudence of the previous judges and pay attention to the International Convention so that he will obtain input in reaches a verdict on the brand dispute related to foreign brands.


(8)

sebuah karya ilmiah berbentuk Tesis dengan judul “ANALISIS HUKUM

PERLINDUNGAN MEREK ASING TERHADAP TINDAKAN

PENDAFTARAN SECARA ITIKAD TIDAK BAIK (STUDI PUTUSAN NO. 108/PK/Pdt.Sus/2011)”. Penyusunan Tesis ini bertujuan untuk melengkapi syarat memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dengan penuh kesadaran bahwa tiada satupun yang sempurna di muka bumi ini, penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan tesis ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan terlebih dengan keterbatasan kemampuan, baik dari segi penyajian, teknik penulisan maupun materi. Penulisan tesis ini tidaklah mungkin akan menjadi sebuah karya ilmiah tanpa adanya bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah ikut serta baik langsung maupun tidak langsung dalam usaha menyelesaikan tesis ini. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K), Selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatasan yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas sumatera Utara dan juga sebagai Dosen Pembimbing Utama dalam penelitian tesis ini, atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Sumatera Utara serta dengan sabar memberikan masukan yang berarti dalam penulisan tesis ini.


(9)

Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Sumatera Utara serta dengan sabar memberikan masukan yang berarti dalam penulisan tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Universitas sumatera Utara dan juga sebagai Dosen Pembimbing II dalam penelitian tesis ini, atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Sumatera Utara serta dengan sabar memberikan masukan yang berarti dalam penulisan tesis ini.

5. Bapak Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku Dosen Penguji dalam penelitian tesis ini, yang telah dengan sabar memberikan masukan berarti dalam penulisan tesis ini.

6. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH, M.Hum, selaku Dosen Penguji dalam penelitian tesis ini, yang telah dengan sabar memberikan masukan berarti dalam penulisan tesis ini.

7. Para Dosen pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas jasa-jasanya dalam memberikan ilmu selama masa perkuliahan.

8. Segenap keluarga besar penulis atas segala doa, rasa sayang dan cinta yang tidak terbatas sehingga menjadi dukungan untuk penulis selama masa perkuliahan, khususnya dalam menyelesaikan tesis ini.

9. Para pegawaipada Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu kelancaran dalam manajemen administrasi selama perkuliahan.

10. Rekan-rekan mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah berjuang bersama-sama selama ini serta telah


(10)

keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi ini.

Akhirnya tidak lupa penulis memohon maaf yang sedalam-dalamnya atas segala kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Semoga Tuhan senantiasa melindungi dan membalas segala budi baik mereka semuanya, dengan segala kerendahan hati penulis berharap penelitian ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Medan, Januari 2015 Penulis


(11)

Nama : Andy Horison

Tempat/Tanggal Lahir : Tanjung Balai, 9 April 1989

Jenis Kelamin : Pria

Agama : Buddha

Status : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jalan Yos Sudarso, Komplek Sarimas No 1 AA

Telepon/HP : 08197262214

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Sayuti Tanjung Balai 1994-2000

2. SLTP Wiyata Dharma Medan 2000-2003

3. SLTA Wiyata Dharma Medan 2003-2006

4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Dharmawangsa 2007-2011


(12)

ABSTRACT... . ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... . vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

DAFTAR ISTILAH ASING ... x

DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Keaslian Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 15

1. Kerangka Teori ... 15

2. Konsepsi ... 20

G. Metode Penelitian ... 21

1. Sifat dan pendekatan penelitian ... 22

2. Sumber Data Penelitian ... 23

3. Teknik dan Alat Pengumpul Data ... 24

4. Analisis Data ... 25

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM YANG DIBERIKAN UNDANG-UNDANG MEREK INDONESIA TERHADAP MEREK ASING DALAM HAL TERJADI PENDAFTARAN SECARA ITIKAD TIDAK BAIK DI INDONESIA ... 26


(13)

3. Perlindungan Hukum Merek melalui Administrasi

Negara ... .. 44

C. Pembatalan Pendaftaran Merek Terdaftar dan Penghapusan Merek Terdaftar ... 48

D. Pengertian Dan Konsep Itikad Tidak Baik Dalam Pendaftaran Merek... 58

1. Pengaturan Itikad Tidak Baik Dalam Hukum Beberapa Negara ... 61

2. Kriteria Itikad Tidak Baik Menurut Undang-undang Merek Di Indonesia ... 70

E. Perlindungan Merek Asing Menurut Perundang-undangan merek Di Indonesia ... 73

BAB III PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM PERKARA MEREK ANTARA PIHAK WEN KEN DRUG CO PTE LTD MELAWAN PIHAK TJIOE BUDI YUWONO ... 78

A. Deskripsi Kasus ... 78

B. Amar Putusan ... 80

C. Analisa Putusan ... 86

1. Merek Terkenal ... 88

2. Itikad Tidak Baik dalam Pendaftaran ... 97

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 102

A. Kesimpulan ... 102

B. Saran ... 103


(14)

WTO : World Trade Organization

KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHPerd : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

CTMO : China Trademark Office


(15)

Trademark piracy : Pembajakan Merek

Counterfaiting : Pemalsuan

Imitations of labels and packaging : Peniruan label dan kemasan

Product identity : Identitas produk

Mean of trade promotion : Promosi dalam perdagangan

Quality guarantee : Jaminan atas kualitas

Source of origin : Sumber asal

Principle of Assimilation : Prinsip assimilasi

Judex Facti : Hakim yang berwenang memeriksa fakta dan

bukti, dalam hal ini Hakim-Hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi

Judex Yuris : Hakim yang berwenang memeriksa penerapan

Hukum dari suatu perkara, dalam hal ini Hakim-Hakim dalam tingkat Mahkamah Agung

Ex-officio : jabatan seseorang pada lembaga tertentu

karena tugas dan kewenangannya pada lembaga lain


(16)

Gambar I.2 Tampilan merek Cap Badak ... 11 Gambar III.1 Perbandingan merek Cap Kaki Tiga dan Cap Badak ... 100


(17)

dari tindakan pelanggaran merek. pelanggaran yang sering terjadi adalah pendaftaran merek secara itikad tidak baik. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran untuk melakukan penelitian yang membahas Perlindungan Merek Asing terhadap pendaftaran dengan itikad tidak baik.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai perlindungan Hukum yang diberikan oleh Undang-Undang merek Indonesia terhadap merek asing dalam hal terjadi pendaftaran secara itikad tidak baik dan mengenai penerapan Hukum oleh Hakim dalam perkara merek antara pihak Wen Ken Drug CO PTE LTD melawan pihak Tjioe Budi Yuwono. Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif yang melakukan analisis deskriptif.

Hasil penelitian yang didapat adalah bahwa Undang-Undang No 15 tahun 2001 tentang merek menganut sistem Konstitutif, oleh karena itu perlindungan merek hanya diberikan kepada pemilik merek yang melakukan pendaftaran pertama atas mereknya, dan pendaftaran merek merupakan sesuatu yang diwajibkan bila ingin mendapatkan perlindungan merek. Analisa terhadap Putusan dalam perkara merek antara pihak Wen Ken Drug CO PTE LTD melawan pihak Tjioe Budi Yuwono, dapat diketahui bahwa pendaftaran merek Cap Badak tidak terbukti melanggar ketentuan Pasal 4 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001.

Kesimpulan yang didapat adalah perlindungan merek hanya diberikan kepada merek terdaftar. Terhadap merek asing yang belum terdaftar menurut Undang-Undang merek tidak mendapat perlindungan. Akan tetapi bilamana pemilik merek asing dapat membuktikan bahwa merek yang dimiliki adalah tergolong merek terkenal maka akan memungkinkan mendapatkan perlindungan dari Undang-Undang No 15 Tahun 2001. Sementara dalam perkara merek antara pihak Wen Ken Drug CO, PTE LTD Melawan pihak Tjioe Budi Yuwono, Penerapan Hukum yang dilakukan Hakim sudah sesuai dengan ketentuan pada ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Diharapkan pada pembahasan Rancangan Undang-Undang Merek berikutnya ada dimuat pengaturan mengenai merek asing. Pemilik merek asing tidak semuanya mengetahui tentang perundang-undangan merek di negara lain, sehingga memungkinkan pemilik asing tidak mengikuti pendaftaran merek disetiap negara. Sehingga menimbulkan perlanggaran terhadap merek asing tersebut. Sementara Hakim dalam memutuskan suatu perkara merek selain hanya mengacu pada perundang-undangan merek, Hakim juga diharapkan memperhatikan yurisprudensi dari Hakim terdahulu maupun bisa juga memperhatikan Konvensi Internasional. Sehingga bisa mendapatkan masukan lebih banyak dalam memberikan Putusan sengketa merek terutama terkait dengan merek asing.


(18)

its fame also causes it to be the violating target, and what usually occurs is bad faith in registering the brand. This condition has made the researcher conduct a research on the protection of foreign brands toward bad faith in registering a brand.

The problems of the research was about legal protection under Law on Indonesian brands toward foreign brands about bad faith in registering a brand and about the implementation of law by a judge in the brand case between Wen Ken Drug CO PTE LTD and Tjioe Budi Yuwono. The research used judicial normative method with descriptive qualitative approach.

The result of the research showed that Law No. 15/2001 on Brand was adhered to constitutive system; therefore, brand protection was only given to the brand owner who registered it for the first time and brand registration was required when someone wanted to get brand protection. From the analysis on the verdict in the brand case between Wen Ken Drug CO PTE LTD and Tjioe Budi Yuwono, it was found that the registration of Cap Badak was not confirmed by evidence that it violated the provision in Article 4 of Law No. 15/2001.

The conclusion was that brand protection was only given to registered brand. According to Law on Brand, a foreign brand which had not been registered did not get any protection. However, when foreign brand owner could give evidence that his brand could be categorized as a famous brand, it was possible for him to get brand protection under Law No. 15/2001. Meanwhile, in the brand case between Wen Ken Drug CO PTE LTD and Tjioe Budi Yuwono, the implementation of law by the judge was in line with the provision under Law No. 15/2001 on Brand.

It is recommended that reviewing the next draft of Law on Brand should include the regulation on foreign brands since not all foreign brand owners know about the regulation about foreign brands. They do not know the regulation of a certain country about it so that they do not register their brands in each country, and this will violate the regulation. It is also recommended that the judge who reaches a verdict on brand case pay attention to the jurisprudence of the previous judges and pay attention to the International Convention so that he will obtain input in reaches a verdict on the brand dispute related to foreign brands.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Merek adalah sesuatu yang sering dijumpai baik pada barang dagangan maupun jasa, atau dikenal sebagai merek dagang dan merek jasa. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa merek adalah unsur penting yang melekat pada suatu barang maupun jasa, merek adalah suatu unsur dasar pembeda antara satu barang dengan barang lainnya. Jadi boleh dikatakan bahwa merek itu merupakan identitas bagi suatu barang ataupun jasa.1Dengan merek, produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal produksinya, kualitasnya, dan keterjaminan bahwa produk itu original.

Fungsi merek tidak hanya sekadar untuk membedakan suatu produk dengan produk yang lain, melainkan juga berfungsi sebagai aset perusahaan yang tidak ternilai harganya, khususnya untuk merek-merek yang berpredikat terkenal (well-known marks). Untuk memperkenalkan produksi suatu perusahaan, merek mempunyai peranan yang sangat penting bagi pemilik suatu produk. Hal ini disebabkan oleh fungsi merek itu sendiri untuk membedakan suatu barang dan/atau jasa dengan barang dan/atau jasa lainnya yang mempunyai kriteria dalam kelas barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi oleh perusahaan yang berbeda.2Menurut

1Dwi Sri Rezki Astriani,Penghapusan Merek Terdaftar,(Bandung : PT Alummi, 2009), hal 2 2Muhammad Djumhana dan, R. Djubaedillah, Hak Kekayaan Intelektual ,Sejarah, Teori dan


(20)

Abdul Kadir Muhammad, Merek dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Tanda pengenal untuk membedakan produk perusahaan yang satu dengan produk perusahaan yang lain (product identity). Fungsi ini juga menghubungkan barang atau jasa dengan produsennya sebagai jaminan reputasi hasil usahanya ketika diperdagangkan.

2. Sarana promosi dagang (mean of trade promotion). Promosi tersebut dilakukan melalui iklan produsen atau pengusaha yang memperdagangkan barang atau jasa.

3. Jaminan atas mutu barang atau jasa (quality guarantee). Hal ini tidak hanya menguntungkan produsen Pemilik Merek saja, melainkan juga sebagai perlindungan jaminan mutu barang atau jasa kepada konsumen.

4. Penunjuk asal barang atau jasa yang dihasilkan (source of origin). Merek merupakan tanda pengenal atau jasa yang menghubungkan barang atau jasa dengan produsen.3

Pada umumnya yang membuat suatu barang diminati dan harganya tinggi adalah mereknya, bukan produknya. Merek hanyalah menimbulkan kepuasan bagi konsumen. Bagi pihak produsen yang perlu disadari adalah produk merupakan benda mati, sedangkan yang memberi nyawa dari suatu produk adalah merek, sehingga suatu merek sangat penting untuk dikelola sehingga konsumen akan selalu loyal akan produk tersebut. Merek memiliki kemampuan sebagai tanda yang dapat membedakan hasil perusahan yang satu dengan perusahaan yang lain di dalam pasar, baik untuk barang/jasa yang sejenis maupun yang tidak sejenis.

Selain membangun loyalitas konsumen, melalui merek dapat pula dilakukan strategi pemasaran berupa pengembangan produk kepada masyarakat pemakai atau kepada masyarakat konsumen, dimana kedudukan suatu merek dipengaruhi oleh baik

3Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual,(Bandung :


(21)

atau tidaknya mutu suatu barang yang dihasilkan oleh perusahaan yang mempunyai merek tersebut. Jadi produk atau jasa dengan merek yang mempunyai mutu dan karakter yang baik ataupun yang dapat digunakan untuk mempengaruhi pasar merupakan merek yang akan selalu dikonsumsi oleh para konsumen. Bahkan, kadangkala yang membuat suatu barang menjadi mahal bukan karena produknya, tetapi mereknya. Padahal merek hanyalah sesuatu yang dilekatkan pada produk dan bukan produk itu sendiri. Terlihat jelas bahwa merek merupakan kekayaan immaterial.4 Apabila suatu perusahaan mencapai tahapan yang menjadikan merek dikenal luas oleh masyarakat konsumen, maka hal itu dapat menimbulkan terdapatnya para kompetitor yang beritikad tidak baik (bad faith) untuk melakukan persaingan tidak sehat dengan cara peniruan, pembajakan, bahkan mungkin dengan cara pemalsuan produk bermerek dengan mendapatkan keuntungan dagang dalam waktu yang singkat.5

Pada abad 20 perhatian masyarakat Indonesia terhadap perlindungan merek masih rendah, dengan perkembangan zaman dan teknologi masyarakat mulai melihat penting nya perlindungan terhadap merek. dalam memasuki era Globalisasi perlindungan merek sendiri menjadi bagian yang penting. Apalagi Indonesia yang menjadi anggota WTO (World Trade Organization) dan juga telah meratifikasi Agreement On Establishing maka Indonesia di wajibkan untuk mengikuti ketentuan

4OK. Saidin,Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right),(Jakarta:

PT.Rajagrafindo Persada, 1995), hal 330

5Darmadi Durianto, Sugiarto, dan Tony Sitinjak,Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset


(22)

TRIPs (Trade Related Aspect Of Intelectual Property Right), salah satunya adalah memaksimalkan perlindungan pada merek. Pada perjanjian TRIPs ini ditentukan standar yang dapat dicapai oleh negara-negara peserta dalam memberikan pengertian merek, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat 1 perjanjian TRIPs yang berbunyi:

“Any signs or any combination of signs, capable of distiguishing the good or services of one undertaking from those of other undertaking, shall be capableof constituting a trademark. Such signs, in particular words including personal names, letters, numarels, figurative elements dan combinations of colours as well as any combination of such signs, shall be eligible for registrationas trademarks. Where signs are not inherently capable of distiguishing the relevant good orservis, members may make registrability depend on distinctiveness acquired through use. Members may require, as a condition of registration, that signs be visually perceptible”.6

Ketentuan tersebut menggambarkan bahwa merek merupakan suatu tanda yang dapat menunjukkan identitas barang atau jasa, yang menjadi pembeda suatu barang atau jasa dengan barang atau jasa yang dihasilkan orang lain yang memiliki daya pembeda yang jelas, yang dipakai dalam perdagangan. Dalam perjanjian TRIPs diakui dan diperbolehkan 2 (dua) metode pokok untuk menciptakan hak-hak atas merek yaitu pemakaian dan pendaftaran. Perjanjian TRIPs juga menentukan standar-standar perlindungan yang harus dilaksanakan negara-negara anggota WTO di bidang Hak Kekayaan Intelektual.

Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek menganut sistem konstitutif. Pada sistem konstitutif ini setiap merek harus didaftarkan, dan dalam aplikasinya suatu merek yang didaftar harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

6O.C. Kaligis,Teori & Pratek Hukum Merek Indonesia, (Bandung : PT Alummi, 2008), hal


(23)

1. Memiliki daya pembeda

2. Merupakan tanda pada barang atau jasa

3. Tidak bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan dan ketertiban umum 4. Bukan menjadi milik umum

5. Tidak berupa keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftarannya.7

Berdasarkan pengertian diatas, berarti bahwa pada sistem konstitutif ini perlindungan hukumnya didasarkan pada pendaftar pertama (first to file). Dalam sistem konstitutif dimaksudkan supaya negara tidak keliru memberikan perlindungan hukum beserta hak atas merek kepada orang yang tidak berhak menerimanya.8 Jadi bisa diketahui bahwa seorang pemilik merek tidak akan diberikan hak eksekutif dan tidak diberikan perlindungan terhadap mereknya apabila tidak dilakukan pendaftaran terhadap merek yang dimilikinya tersebut. Tetapi dalam konvensi internasional ada disebutkan juga bahwa perlindungan merek juga diberikan terhadap merek terkenal, hal ini sebagaimana tertera dalam konvensi Paris artikel 6 bis ayat pertama :

“The countries of the Union undertake, ex officio if their legislation so permits, or at the request of an interested party, to refuse or to cancel the registration, and to prohibit the use, of a trademark which constitutes a reproduction, an imitation, or a translation, liable to create confusion, of a mark considered by the competent authority of the country of registration or use to be well known in that country as being already the mark of a person entitled to the benefits of this Convention and used for identical or similar goods. These provisions shall also apply when the essential part of the mark constitutes a reproduction of any such well-known mark or an imitation liable to create confusion therewith.”9

7 Endang Purwaningsih, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Dan Lisensi, (Bandung : Mandar

Maju, 2012), hal 52

8 Gatot Suparmono, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia, (Jakarta:

Rineka cipta, 2008), hlm. 18.

9Paris Convention for the Protection of Industrial Property,


(24)

Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 pada Pasal 6 ayat 1 (b) ada disinggung sedikit mengenai merek terkenal, tetapi tidak diberikan penjelasan, definisi, ataupun kriteria dari merek terkenal. Dan para sarjana ada memberikan pendapat mengenai kriteria merek terkenal. adapun menurut Monstret, Untuk menentukan apakah merek tersebut masuk kategori “well-known” atau “famous”, maka ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan, yaitu:

1. tingkat pengakuan akan merek yang bersangkutan;

2. tingkat penggunaan serta jangka waktu penggunaan merek; 3. tingkat keluasan dan jangka waktu iklan dan promosi dari merek;

4. tingkat keluasan dimana merek tersebut diakui, digunakan, diiklankan, didaftarkan dan dilaksanakan secara geografis, atau faktor-faktor yang berhubungan yang dapat menentukan jangkauan merek tersebut secara geografis, yaitu lokal, regional atau seluruh dunia;

5. tingkat daya pembeda yang dimiliki merek tersebut;

6. derajat keeksklusifan merek serta sifat dan keluasan penggunaan merek yang sama atau serupa oleh pihak ketiga;

7. sifat barang atau jasa serta jalur perdagangan atas barang dan jasa yang menunjang merek tersebut;

8. derajat dimana reputasi merek melambangkan kualitas barang; dan 9. keluasan dan nilai komersial yang dihubungkan dengan merek.10

Dalam dunia usaha saat ini banyak orang yang melakukan segala usaha untuk memajukan bisnis yang di jalankannya, sehingga banyak nya persaingan usaha tidak sehat yang terjadi. Dalam hal ini kerap terjadi perlanggaran terhadap merek, terutama terhadap merek asing. Contoh perlanggaran yang kerap terjadi adalah tindakan

10http://hukumit.blogspot.com/2011/09/pengertian-mengenai-merek-terkenal.html. Pengertian


(25)

pemboncengan merek. Dalam tindakan pemboncengan merek maksudnya adalah bahwa seorang pelaku usaha memproduksi suatu barang dan memberikan nama merek yang sama dengan ataupun nama merek yang memiliki persamaan bunyi dan makna dengan merek barang terkenal, dapat dilihat bahwa tujuan nya untuk membonceng ketenaran suatu merek. dalam hal ini ada 3(tiga) bentuk perlanggaran merek yang perlu diketahui, yaitu :

1. Trademark Piracy (Pembajakan Merek) 2. Counterfeiting(Pemalsuan)

3. Imitations of Labels and Packaging(Peniruan Label dan Kemasan)11

Pembajakan merek terjadi dalam hal jika suatu merek tidak di daftarkan oleh pemiliknya ataupun pemakai pertama, dan kemudian di daftar oleh orang lain yang bukan pemakai pertama merek tersebut. Sehingga pihak yang pertama memakai merek tersebut tidak bisa mendaftarkan mereknya lagi dengan dalil persamaan pada pokoknya dan persamaan pada keseluruhan dengan merek terdaftar.

Pemalsuan merek adalah tindakan dimana seseorang memproduksi suatu produk dan menempel suatu merek yang terkenal pada produknya, dan produk tersebut dipasarkan kepada masyarakat. Pemalsuan merek dapat dikatakan sebagai tindak kejahatan ekonomi, karena tindakan ini tergolong menipu konsumen yang mengeluarkan uang untuk mendapatkan produk dengan merek dan kualitas di harapkan tetapi mendapatkan produk dengan kualitas tidak sebanding dengan yang

11Julius Rizaldi, Perlindungan Kemasan Produk Merek Terkenal Terhadap Persaingan


(26)

diharapkan. Tindakan Pemalsuan merek ini juga bisa merusak reputasi terhadap perusahan produsen merek yang dipalsukan, karena kemungkinan besar merek dipalsukan tersebut tidak diproduksi dengan kualitas yang sama dengan merek yang asli sehingga menurunkan minat pembeli.

Tindakan peniruan label dan kemasan ini memiliki persamaan pada tindakan pemalsuan merek. Tindakan peniruan label dan kemasan ini dilakukan dengan memproduksi suatu barang sejenis dengan merek yang ingin ditiru, dan produk yang diproduksi dibuat semirip mungkin dengan produk dari merek yang ingin ditiru. Dan bukan hanya pada produk tapi pada kemasan juga dibuat semirip mungkin, dan nama yang dipakai untuk produk dibuat berbeda pada produk yang ditiru tetapi nama yang dipakai biasanya memiliki persamaan dengan nama merek yang ditiru. Tindakan peniruan label dan kemasan ini dibuat dengan tujuan membuat masyarakat bingung dan menimbulkan kekeliruan dalam masyarakat sehingga mengganggap kedua produk tersebut sama ataupun menyebabkan masyrakat salah dalam memilih produk.

Setelah membahas ketiga bentuk perlanggaran merek di atas, dapat diketahui bahwa tindakan perlanggaran merek berupa pemalsuan merek dan peniruan label dan kemasan produk adalah tindakan perlanggaran merek yang sering kita jumpai. Dan penertiban terhadap tindakan perlanggaran merek berupa pemalsuan merek dan peniruan label ini masih belum berjalan sepenuhnya. Dan dari semua tindakan perlanggaran terhadap merek ini kebanyakan semuanya melibatkan produk asing.

Adapun beberapa contoh perlanggaran merek asing yang terjadi di Indonesia yakni kasus perkara merek Paul & Shark Yachting dengan lukisan ikan Hiu milik


(27)

Dama S.p.A melawan merek Paul & Shark milik Sutejo. Melalui putusan No. 011/PK/HaKI/2004, dinyatakan bahwa merek Paul & Shark milik Sutejo memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek Paul & Shark Yachting dengan lukisan ikan Hiu milik Dama S.p.A dan juga membatalkan pendaftaran merek Paul & Shark milik sutejo dengan segala akibatnya.

Kasus perlanggaran merek lainnya adalah kasus perkara Jiangsu Jiangdong Group Corp (RRC) melawan Musdjaja Trihadi. Dalam perkara ini pihak Jiangsu Jiangdong Group Corp menggugat Musdjaja Trihadi atas pendaftaran merek Jiang Dong dengan logo JD atas barang kelas 7 yaitu mesin diesel. Pihak Jiangsu Jiangdong Group Corp menyatakan bahwa merek Jiang Dong dengan logo JD yang didaftarkan Musdjaja Trihadi memiliki persamaan pada keseluruhan dengan merek Jiang Dong dengan Logo JD. Melalui Putusan No. 012/PKN/HaKI/2004 menyatakan bahwa merek Jiang Dong dengan logo JD milik Musdjaja Trihadi didaftarkan secara itikad tidak baik dan menyatakan batal pendaftaran merek Jiang Dong dengan logo JD atas nama Musdjaja Trihadi.

Selain kedua kasus perlanggaran merek yang disebutkan di atas masih masih banyak contoh kasus perlanggaran merek baik perlanggaran pada merek yang memiliki persamaan pada pokoknya ataupun persamaan pada keseluruhannya dengan merek lain. Kebanyakan perlanggaran merek yang terjadi adalah melibatkan merek terkenal, karena perlanggaran merek tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan dari ketenaran suatu merek tersebut. Dan dari semua kasus perlanggaran merek yang terjadi, banyak juga yang melibatkan merek asing


(28)

contohnya kasus Davidoff, kasus Benetton, Kasus Cesare Paciotti dan masih banyak kasus lainnya

Studi ini akan membahas tentang kasus perlanggaran merek dalam Kasus perkara Wen Ken Drug CO., PTE LTD, melawan Tjioe Budi Yuwono. Dalam perkara Merek ini pihak pihak Wen Ken Drug CO, PTE LTD menggugat Tjioe Budi Yuwono terhadap Pendaftaran Merk Cap Badaknya. Dasar gugatan nya adalah pendaftaran merek Cap Badak oleh pihak Tjioe Budi Yuwono didasarkan pada itikad tidak baik. Pihak Wen Ken Drug CO, PTE LTD menyatakan bahwa unsur itikad tidak baik dalam pendaftaran Cap Badak tersebut terlihat pada Pendaftaran merek Cap Badak tersebut memiliki persamaan pada pokoknya dengan Merek Cap Kaki Tiga milik pihak Wen Ken Drug CO,PTE LTD.

Unsur persamaan pada pokoknya dari pendaftaran Merek Cap Badak oleh Tjioe Budi Yuwono adalah penggunaan lukisan badak sebagai bagian dari Cap Badak, Lukisan Badak tersebut memiliki persamaan dengan Lukisan Badak yang terdapat Merek Cap Kaki Tiga yang dimiliki oleh pihak Wen Ken Drug CO,PTE LTD. Selain lukisan Badak yang sama di kedua merek tersebut, juga ada beberapa persamaan pada tampilannya. Persamaan pada merek Cap Kaki Tiga dan merek Cap Badak dapat kita lihat pada perbandingan kedua gambar di bawah.


(29)

Gambar I.1. Tampilan merek Cap Kaki Tiga

Gambar I.2. Tampilan merek Cap Badak

Pihak Wen Ken Drug CO,PTE LTD menyatakan bahwa unsur Itikad Tidak Baik dalam Pendaftaran merek Cap Badak dengan Lukisan Badak sangat jelas karena pada awal nya antara pihak Wen Ken Drug CO,PTE LTD dengan pihak Tjioe Budi Yuwono ada melakukan kerjasama. Kerjasama itu dalam bentuk pemberian izin untuk memproduksi, menjual, memasarkan serta mendistribusikan larutan penyegar Cap Kaki Tiga di Indonesia yang diberikan oleh Pihak Wen Ken Drug CO,PTE LTD kepada PT Sinde Budi Sentosa dalam bentuk Sebuah Lisensi. Dalam lisensi tersebut juga termasuk kuasa untuk mendaftarkan larutan Penyegar merek cap Kaki Tiga menurut Undang-undang merek yang berlaku di Indonesia.


(30)

Kenyataannya pihak Tjioe Budi Yuwono mendaftarkan Merek Cap Kaki Tiga tersebut tanpa diikuti dengan lukisan badaknya atas nama Wen Ken Drug CO,PTE LTD. Kemudian Tergugat, tanpa izin, tanpa persetujuan ataupun tanpa sepengetahuan Penggugat telah mendaftarkan dengan itikad tidak baik, merek Cap Badak dengan lukisan badak atas nama Tergugat pada kantor merek. Oleh karena itu pihak Wen Ken Drug CO,PTE LTD merasa haknya terlanggar. Itulah yang menjadi alasan pihak Wen Ken Drug CO,PTE LTD mengajukan gugatan merek terhadap pihakTjioe Budi Yuwono atas Pendaftaran merek Cap Badak dengan lukisan badak.

Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang tersebut, maka dipilih topik sengketa Merek antara Cap Kaki Tiga dan Cap Badak sebagai pembahasan dalam Judul Tesis “ANALISIS HUKUM PERLINDUNGAN MEREK ASING TERHADAP TINDAKAN PENDAFTARAN SECARA ITIKAD TIDAK BAIK (STUDI PUTUSAN NO. 108/PK/Pdt.Sus/2011)”.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas maka permasalahan yang akan di bahas lebih lanjut dalam tesis adalah

1. Bagaimanakah perlindungan yang diberikan oleh Undang-undang merek Indonesia terhadap suatu merek asing dalam hal terjadi pendaftaran secara itikad tidak baik di Indonesia?

2. Bagaimanakah penerapan Hukum oleh Hakim dalam perkara merek antara pihak Wen Ken Drug CO PTE LTD dan pihak Tjioe Budi Yuwono ?


(31)

C. Tujuan Penelitan

Dari rumusan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak di capai dalam penulisan tesis ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisa sejauhmana perlindungan hukum terhadap merek asing menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan menganalisa apakah hukum yang diterapkan oleh Hakim dalam perkara sudah sesuai dengan kaedah hukum merek di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah hal yang hendak di capai dalam membuat suatu penelitan, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah bahan literatur dalam memahami masalah mengenai sejauhmana perlindungan terhadap merek asing menurut Undang-undang yang berlaku di Indonesia.

2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah perlindungan merek asing terhadap tindakan itikad tidak baik menurut Undang-Undang yang berlaku di Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister


(32)

Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul “Analisa Hukum Perlindungan Merek Asing terhadap pendaftaran dengan itikad tidak baik (studi Putusan larutan penyegar merek Cap Kaki Tiga dengan No Putusan No. 108 PK/Pdt .Sus /2011 )”. Akan tetapi ada beberapa penelitian yang menyangkut merek antara lain, penelitian yang dilakukan oleh :

1. Saudara Feri Susanto Limbong dengan Nomor Induk Mahasiswa 027011011, Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar Menurut Ketentuan Hukum Merek Indonesia di Kota Medan”

2. Saudari Puspa Melati Hasibuan dengan Nomor Induk Mahasiswa, Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, 002105012, dengan judul “Pelaksanaan Pendaftaran Merek Dagang Menurut Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001 Di Kota Medan”

3. Saudari Faradilla Yulistari Sitepu dengan Nomor Induk Mahasiswa 107005065, Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara dengan Judul “Larangan Pendaftaran Merek Yang Sama Pada Pokoknya dengan Merek Terdaftar (Studi Terhadap Beberapa Putusan Mahkamah Agung)”

Jika dihadapkan pada penelitian yang telah ada, judul yang akan dibahas dalam penelitian ini berbeda dari segi judul dan pembahasan. Dengan demikian jelas bahwa penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur,


(33)

objektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis,dengan tujuan untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi.12 Teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.13

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka logis artinya menempatkan permasalahan dalam suatu penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. Fungsi teori dalam suatu penelitian adalah untuk mensistematiskan penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penenmuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris yang dapat dinyatakan benar.14

Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perlindungan hukum yang dikemukakan oleh Philipus M Hadjon Perlindungan hukum artinya suatu perlindungan yang diberikan oleh perangkat hukum baik yang bersifat preventif

12

Soeryono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta : Universitas Pers, 1986), hal 122 13M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian,( Bandung : Madju, 1994), hal 80 14Ibid, hal 17


(34)

maupun yang bersifat represif, baik melalui hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis yang diberikan terhadap subjek hukum dengan tujuan memberikan suatu rasa aman, damai, tertib dan pasti dalam kehidupan sehari-hari subjek hukum.15 Perlindungan hukum preventif merupakan sebuah bentuk perlindungan yang mengarah pada tindakan yang bersifat pencegahan. Tujuannya adalah meminimalisasi peluang terjadinya pelanggaran merek dagang. Langkah ini difokuskan pada pengawasan pemakaian merek, perlindungan terhadap hak eksklusif pemegang hak atas merek dagang terkenal asing, dan anjuran-anjuran kepada pemilik merek untuk mendaftarkan mereknya agar haknya terlindungi. Perlindungan hukum represif yang dilakukan untuk menyelesaikan atau menanggulangi suatu peristiwa atau kejadian yang telah terjadi, yaitu berupa pelanggaran hak atas merek. Tentunya dengan demikian peranan lebih besar berada pada lembaga peradilan dan aparat penegak hukum lainnya.16

Perlindungan hukum menunjukkan arti bahwa hukum itu melindungi sesuatu. Sesuatu yang dilindungi oleh hukum adalah kepentingan manusia, karena memang hukum itu dibuat oleh dan untuk manusia atau masyarakat. Kepentingan pada hakekatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya.

Perlindungan hukum diperlukan untuk mewujudkan fungsi hukum dan tujuan hukum. Pada umunnya ahli ahli hukum sudah sepakat mengatakan bahwa fungsi

15Otje Salman,Teori Hukum (Suatu Pencarian/Penelaahan), (Jakarta :Granada Media,2007),

hal 19

16 Y Sri Pudyatmoko, Penegakan dan perlindungan Hukum, (Jakarta : Salemba Empat,


(35)

hukum merupakan perlindungan kepentingan manusia, sementara tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang terbit, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan terciptanya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia terlindungi.

Hukum juga memberikan perlindungan terhadap hak yang dimiliki oleh manusia. Sanusi Bintang dalam bukunya yang berjudul “Hak Cipta” memgartikan hak sebagai Kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk dipergunakan secara bebas.17 Menurut Satjipto Raharjo Hak tidak saja berarti kewenangan yang dilindungi oleh hukum namun juga menekankan pada pengakuan atas wewenang dari hak tersebut.18

Diantara hak-hak yang diakui oleh masyarakat global harus mendapat perlindungan adalah Intelectual Property Rights atau di sebut juga hak kekayaan intelektual, hak yang secara khusus diperuntukkan bagi perlindungan hasil karya atau pikiran manusia. Beberapa penulis hukum ada pula yang nmenggunakan istilah Hak Milik Intelektual. Hak Milik Intelektual tersebut meliputi:

a. Hak milik hasil pemikiran (intelektual), melekat pada pemiliknya, bersifat tetap dan eksklusif;

b. Hak yang diperoleh pihak lain atas izin dari pemilik, bersifat sementara.19 Dalam Hak Kekayaan Intelektual, salah satunya mencakup merek. Merek tersebut harus memiliki daya pembeda yang cukup,artinya memiliki kekuatan untuk

17Sanusi Bintang,Hukum Hak Cipta, (Bandung :Citra Aditya, 1998), hal 1 18Satjipto Rahardjo,Ilmu Hukum, ( Bandung : Citra Aditya, 1996), hal 54 19Abdulkadir Muhammad,Op.Cit, hal 1


(36)

membedakan barang atau jasa produk suatu perusahaan dari perusahaan lainnya. Agar memiliki daya pembeda, merek itu harus dapat memberikan ciri khas pembeda pada barang atau jasa yang bersangkutan yang pada umumnya dilekatkan pada barang atau pada bungkusan barang, atau dicantumkan secara tertentu pada hal-hal yang bersangkutan dengan jasa.20 Ciri khas pembeda demikian diharapkan dapat memberikan citra sekaligus menunjukkangoodwill (itikad baik) perusahaan tersebut. Demikian pentingnya peranan Merek sehingga terhadapnya terkait hak-hak perseorangan atau badan hukum, sehingga pada dasarnya Merek dimata hukum adalah benda tidak berwujud.21 Pengertian Merek yang diberikan oleh Undang-Undang Merek pun tidak jauh berbeda dengan yang terdapat dalam Black Law Dictionary, yang pada prinsipnya terkandung penegasan bahwa:

1. Merek setiap tanda barang dagang atau jasa.

2. Untuk membedakan barang atau jasa dari barang atau jasa orang lain.22

Perlindungan hukum diberikan kepada subjek hukum pemilik merek yang telah terdaftarkan di Direktorat Jendaral Hak Kekayaan Intelektual. Perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang merek di Indonesia hanya pada merek terdaftar. Pada Merek yang telah terdaftar di Departemen Kehakiman Bidang Hak Kekayaan Intelektual selanjutnya akan mendapatkan Hak Atas Merek. Pada Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 disebutkan bahwa:

20Endang Purwaningsih,Op.Cit, hal 49 21OK. Saidin,Op. Cit, hal 331

22M. Yahya Harahap, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia


(37)

“Hak Atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada pihak lain untuk menggunakannya”.

Hak atas merek dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 menggunakan “Sistem Deklaratif”, yaitu memberikan Hak Atas Merek kepada pemakai pertama di Indonesia walaupun tidak didaftarkan, dengan didaftarkan maka pemiliknya dianggap sebagai pemakai pertama kecuali terbukti sebaliknya, maka dapat dibatalkan berdasarkan Pasal 10.23 Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 ini sudah memakai “Sistem Konstitutif”. Sistem Konstitutif ini memberikan Hak Atas Merek yang terdaftar, dengan demikian pihak yang mereknya terdaftar dalam Daftar Umum Kantor Merek sajalah yang berhak terhadap merek tersebut. Sistem ini lebih menjamin adanya kepastian hukum, yaitu kepada pihak yang mempunyai bukti pendaftaran dan diterima sebagai merek dalam bentuk sertifikat sebagai bukti sah kepemilikan merek, dianggap sekaligus sebagai pemakai pertama merek tersebut, dan jika terjadi sengketa maka merek terdaftar tersebut lebih mudah memberikan pembuktian daripada merek yang tidak terdaftar, dimana dalam kasus-kasus sidang perdata dalam pemeriksaannya lebih menggunakan bukti otentik atau tulisan dibandingkan dengan bukti keterangan saksi-saksi. Pada sistem konstitutif ini perlindungan diberikan kepada pendaftar pertama yang beritikad baik.24

23Erma Wahyuni, T. Syamsul Bahri, Hessel Nogi S. Tangkilisan,Kebijakan dan Manajemen

Hukum Merek, (Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia,2002), hal. 143.

24Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi


(38)

Jadi dalam Undang-Undang merek No. 15 tahun 2001, Hak Atas Merek hanya dapat dimiliki oleh Pemilik Merek Terdaftar, merek tersebut hanya dapat digunakan oleh yang bersangkutan. Namun dapat juga digunakan oleh pihak ketiga, hal inilah yang disebut dengan Sistem Konstitutif, yaitu setiap merek, baru dapat dilindungi apabila merek tersebut telah didaftarkan. Tapi dalam hal terdapat unsur itikad tidak baik dari pemohon pendaftaran merek tersebut maka pendaftaran hak atas merek tersebut dapat di tolak, hal ini sebagaimana tercantum di dalam Pasal 4 Undang-Undang nomor 15 tahun 2001 yang mengatur tentang merek.

Sedangkan merek yang tidak terdaftar, yang tergolong merek terkenal juga di berikan perlindungan. Definisi Merek Terkenal didalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek hanya tersirat diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, didalamnya pengertian dan pengaturan tentang merek terkenal tidak terlalu jelas. Pengertian terhadap merek terkenal lebih kita dapati dalam Konvensi-Konvensi Internasional dan Pendapat Para Sarjana. Oleh karena pada merek terkenal tidak didaftarkan akan tetapi tetap mendapat perlindungan hukum, maka hal ini menunjukkan pada prinsipnya perlindungan terhadap merek terkenal adalah merupakan pengecualian dari Sistem Konstitutif dalam perlindungan merek secara umum.

2. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagain terpenting dari teori. Konsepsi diterjenmahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang


(39)

khusus, yang disebut dengan operational definition.25 Suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian, keadan, kelompok atau individu.26

Dalam penelitian tesis ini, perlu kiranya didefinisikan beberapa pengertian konsep-konsep yang saling terhubung guna menghindari kesalahpahaman atas berbagai istilah yang dipergunakan dalam penulisan tesis ini, selanjutnya akan dijelaskan maksud dari istilah-istilah tersebut dalam suatu kerangka konsep sebagai berikut:

1. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

2. Merek asing adalah suatu merek yang dimiliki oleh badan hukum asing yang belum terdaftar menurut hukum merek di Indonesia

3. Pendaftaran secara itikad tidak baik adalah pendaftaran suatu merek yang memiliki persamaan pada pokoknya ataupun persamaan pada keseluruhan dengan merek terdaftar maupun merek terkenal, yang bertujuan untuk membonceng ketenaran suatu merek

G. Metode Penelitian

Dalam setiap penelitian pada dasarnya ada menggunakan metode penelitian dan metode penelitian tersebut ditentukan berdasarkan pada tujuan penelitian.27 Sebelum menjelaskan lebih lanjut metode yang digunakan dalam penelitian ini,

25Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998), hal 31 26Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), hal 19 27 Jujun S.Suria Sumantri, Filsafat Hukum suatu Pengantar Populer, ( Jakarta : Sinar


(40)

terlebih dahulu perlu dipahami arti tentang metodologi penelitian. Metodologi penelitian merupakan penelitian yang menyajikan bagaimana cara atau prosedur, maupun langkah-langkah yang harus diambil dalam suatu penelitian secara sistematis dan logis sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.28Metode penelitian adalah metodologi yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan penelitian.29

1. Sifat dan pendekatan penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini yaitu bersifat deskriptif analistis. Deskriptif maksudnya untuk mengetahui gambaran secara menyeluruh dan sistematis mengenai peraturan yang dipergunakan yang berkaitan dengan masalah yang di kaji. Analitis adalah mengungkapkan karakteristik objek dengan cara menguraikan dan menafsirkan fakta-fakta tentang pokok persoalan yang diteliti. Jadi penelitian ini mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek penelitian.30 Penelitian ini akan menguraikan secara utuh, menyeluruh dan sistematis kaidah-kaidah hukum yang terdapat didalam perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap merek asing di Indonesia.

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian yuridis normatif (normative legal research) ataupun disebut juga penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat

28Sutrisno Hadi, Metodologi Riset Nasional, (Magelang : Penerbit Akmil, 1987), hal 8 29Taliziduhu Ndraha,Metodologi Ilmu Pemerintahan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), hal 24 30Zainuddin Ali,Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 105


(41)

pada peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum serta mengkaji ketentuan perundang-undangan, putusan pengadilan dan bahan hukum lainnya.31 Penelitian normatif merupakan penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.32 Penelitian normatif sering kali disebut dengan penelitian doktrinal, yaitu penelitian yang objek kajiannya adalah dokumen peraturan perundang-undangan dan bahan kepustakaan.33 Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum dan putusan pengadilan yang menjadi fokus dan tema penelitian ini.34

2. Sumber Data Penelitian

Pengumpulan data adalah bagain penting dalam suatu penelitian, karena dengan pengumpulan data akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai kehendak yang diharapkan. Dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data kepustakaan.35 Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.36

31Ibrahim Johni, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (malang : Bayu Media

Publishing, 2005), hal 336

32Ibid, hal 57

33Soejono H. Abdurahman,Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Bina Cipta, 2003), hal 56 34Ibid, hal 302

35 Bambang Sunggono,Metodologi Penelitian Hukum, Suatu Pengantar,(Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada, 2003), hal 10

36 Soerjono Soekanto dan Sri Manudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tingkatan


(42)

a) Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang berhubungan dan mengikat, seperti peraturan perundang-undangan dan literatur dari para ahli hukum, yakni Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang hak merek.

b) Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan hukum dari buku teks yang berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan kalsik para sarjana yang memiliki kalsifikasi tinggi.37 Bahan hukum sekunder terdiri dari semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer sebagaimana yang terdapat dalam kumpulan pustaka yang bersifat sebagai penunjang dari bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder ini bisa berasal dari buku-buku, hasil-hasil penelitian dan hasil karya ilmiah dari kalangan hukum.

c) Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia dan majalah yang berkaitan dengan tema yang diteliti.38

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah dengan metode penelitian kepustakaan (library research). Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajuan terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku teks, teori-teori literatur-literatur, tulisan-tulisan para pakar hukum, dan bahan kuliah yang berkaitan dengan penelitian ini.39

37Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum,(Jakarta : Praditya Paramitha, 2005), Hal 141 38 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,(Jakarta : Raja

Grafindo Persada,2006), hal 31


(43)

Pengumpulan data adalah merupakan suatu bagain yang penting dalam suatu penelitian dan dalam pengumpulan data harus selalu berpedoman pada ruang lingkup penelitian dan tujuan penelitian. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini yaitu studi dokumen (Documentary study).

4. Analisa Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang tepat guna memberikan jawaban terhadap permasalahn yang akan diteliti. Analisa data merupakan proses mengorganisasikan dan menguraikan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan data.40

Analisa data yang digunakan dalam tesis ini adalah analisa data kualitatif yang artinya menggunakan data secara bermutu dalam kalimat yang teratur, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif sehingga memudahkan dalam interprestasi data dan pemahaman hasil analisa. Data sekunder yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis, untuk selanjutnya dianalisis menggunakan metode kualitatif untuk mendapatkan kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas. Kemudian data dikelompokkan atas data yang sejenis, untuk kepentingan analisis, sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara kualitatif yang dicatat satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban. Oleh karena itu data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan dedukatif.

40Lexy J. Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993),


(44)

BAB II

PERLINDUNGAN HUKUM YANG DIBERIKAN UNDANG-UNDANG MEREK INDONESIA TERHADAP MEREK ASING DALAM HAL TERJADI

PENDAFTARAN SECARA ITIKAD TIDAK BAIK DI INDONESIA

A. Konsep Perlindungan Hukum Dalam Merek

Pada masa perkembangan globalisasi sekarang ini, Merek yang adalah salah satu bagian hak kekayaan intelektual memiliki peranan penting bagi kelancaran perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan perdagangan dan investasi. Demikian pentingnya peranan merek ini, maka terhadapnya dilekatkan perlindungan hukum, yakni sebagai objek terhadapnya terkait hak-hak perseorangan atau badan hukum.41

Pengertian perlindungan dalam ilmu hukum adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman, baik fisik maupun mental, kepada korban dan sanksi dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun yang diberikan pada tahap penyelidikan, penuntutan, dan atas pemeriksaan di sidang pengadilan.42

Jadi Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum,

41Adrian Sutedi,Hak atas Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 91-92. 42Pengertian Perlindungan hukum,


(45)

yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.43

Perlindungan hukum selalu dikaitkan dengan konsep rechtstaat.44 Konsep rechtstaat atau konsep Rule of Law karena lahirnya konsep-konsep tersebut tidak lepas dari keinginan memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, konsepRechtstaatmuncul di abad ke-19 yang pertama kali dicetuskan oleh Julius Stahl. Pada saatnya hampir bersamaan muncul pula konsep negara hukum (rule of Law) yang dipelopori oleh A.V.Dicey.45

Negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan pemerintah dilandasi dua prinsip negara hukum, yaitu :46

1. Perlindungan hukum yang preventif, adalah Perlindungan hukum bersifat pencegahan dan bertujuan untuk minimalisasi kemungkinan terjadi sengketa. 2. Perlindungan hukum yang represif, adalah Perlindungan hukum yang

bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.

Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang

43Perlindungan Hukum,http://statushukum.com/perlindungan-hukum.html , diakses tanggal

25 September 2014

44Philipus M Hadjon,Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia, (PT. Bina Ilmu,

Jakarta) , 1987, hlm. 72.

45 Konsep Negara Hukum,

http://tifiacerdikia.wordpress.com/lecture/lecture-5/pendidikan-kewarganegaraan/konsep-negara-hukum/ , diakses 25 September 2014

46 Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli,


(46)

pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.

Aspek dominan dalam konsep barat tentang hak asasi manusia menekankan eksistensi hak dan kebebasan yang melekat pada kodrat manusia dan statusnya sebagai individu, hak tersebut berada di atas negara dan di atas semua organisasi politik dan bersifat mutlak sehingga tidak dapat diganggu gugat. Karena konsep ini, maka sering kali dilontarkan kritik bahwa konsep Barat tentang hak-hak asasi manusia adalah konsep yang individualistik. Kemudian dengan masuknya hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi serta hak kultural, terdapat kecenderungan mulai melunturnya sifat indivudualistik dari konsep Barat.

Dalam merumuskan prinsip-prinsip perlindungan hukum di Indonesia, landasannya adalah Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara. Konsepsi perlindungan hukum bagi rakyat di Barat bersumber pada konsep-konsep Rechtstaat dan ”Rule of The Law”.47 Dengan menggunakan konsepsi Barat sebagai kerangka berfikir dengan landasan pada Pancasila, prinsip perlindungan hukum di Indonesia adalah prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindak pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarahnya di Barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi

47 Gagasan Negara Hukum Indonesia, http://www. docudesk.com, diakses pada tanggal 25


(47)

menusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.

Didalam perlindungan hukum ini dikenal dua sarana perlindungan Hukum, yaitu sarana perlindungan Hukum bersifat Preventif dan saran perlindungan hukum yang bersifat Represif.48

Perlindungan Hukum yang preventif ini bertujuan untuk mencegah timbulnya sengketa. para pemilik merek diberikan wadah untuk mendapatkan perlindungan hukum. Wadah perlindungan hukum merek adalah dengan dibuatnya Undang-Undang No 15 Tahun 2001 yang mengatur tentang merek. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual meminta dan menganjurkan para pemilik merek yang sah untuk mendaftarkan merek sesuai dengan ketentuan yang ada didalam Undang-Undang No 15 Tahun 2001. Hal ini bertujuan supaya para Pemilik merek yang sah mendapatkan perlindungan dari Undang-Undang merek karena Undang-Undang merek No 15 Tahun 2001 ini menganut sistem Konstitutif. Sistem Konstitutif ini berarti bahwa jika seorang pemilik merek yang sah ingin mendapatkan perlindungan terhadap mereknya maka pendaftaran merek tersebut ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual merupakan sesuatu yang diwajibkan.

Setelah didaftarkan merek sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2001, maka pemilik merek mendapatkan hak atas merek. Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek

48 Perlindungan Hukum Unsur Essensial dalam suatu Negara Hukum,

http://fitrihidayat-ub.blogspot.com/2013/07/perlindungan-hukum-unsur-esensial-dalam.html , diakses 25 September 2014


(48)

yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. terhadap merek terdaftar tersebut akan diberikan perlindungan.

Permohonan Pendaftaran suatu merek tidak boleh dilandasi dengan unsur itikad tidak baik, tidak boleh memiliki persamaan pada pokoknya dan persamaan pada keseluruhannya dengan merek terdaftar lainnya maupun merek terkenal. Merek yang diajukan permohonan pendaftaran ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual juga tidak boleh bertentang dengan poin-poin yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang No 15 Tahun 2001, menyatakan bahwa suatu merek tidak boleh didaftar apabila merek tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban Umum, tidak memiliki daya pembeda, telah menjadi milik umum, dan merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

Mengenai Jangka waktu perlindungan terhadap merek diatur pada Pasal 28 Undang-Undang No 15 Tahun 2001, yang menyatakan bahwa Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang. Jangka waktu yang diberikan oleh Pasal 28 ini jauh lebih lama dari jangka waktu perlindungan yang


(49)

ditetapkan Pasal 18 TRIPs, yang hanya memberikan perlindungan hukum selama 7 tahun dan setelah itu dapat diperbaharui lagi.49

Jangka waktu perlindungan merek ini dapat diperpanjang setiap kali untuk jangka waktu perlindungan yang sama.50 Dalam perpanjangan jangka waktu perlindungan merek ini tidak dilakukan lagi penelitian terhadap merek tersebut, juga tidak dimungkinkan adanya bantahan dari pihak lain. Perpanjangan waktu perlindungan merek ini harus dilakukan secara tertulis oleh pemilik merek atau kuasa yang ditunjuk oleh pemilik merek yang sah.

Permohonan perpanjangan jangka waktu ini harus telah diajukan dalam jangka waktu tidak lebih dari 12 bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan merek. Permohonan perpanjangan jangka waktu perlindungan merek terdaftar, diterima atau disetujui apabila:

1. Merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa sebagaimana disebut dalam Sertifikat Merek.

2. Barang atau jasa sebagaimana dalam Sertifikat Merek tersebut masih diproduksi dan diperdagangkan.

Jadi selama jangka waktu perlindungan merek berlaku, maka Undang-Undang merek memberikan perlindungan merek terdaftar tersebut. Walaupun sebuah merek telah didaftarkan dan mendapat perlindungan tetap tidak menutup kemungkinan

49Jangka Waktu Perlindungan Merek,

http://merek-paten-nurdin.blogspot.com/2007/11/jangka-waktu-perlindungan-merek.html , di akses pada tanggal 14 Oktober 2014


(50)

timbulnya perlanggaran terhadap merek terdaftar tersebut. Pencegahan akan pelanggaran terhadap merek sebenarnya telah dilakukan oleh pihak Dirjen HKI, mereka melakukan pengecekan seperti yang tertera di dalam Undang-Undang Merek 2001. Namun pengecekan ini hanya bersifat First To File, tanpa pengecekan lebih lanjut apakah merek yang didaftarkan tersebut adalah merek yang sudah didaftarkan terlebih dahulu atau tidak.51 Oleh karena itu pelanggaran merek berupa pendaftaran merek secara itikad tidak baik kerap terjadi. Maka dari itu diperlukan juga sarana perlindungan hukum yang bersifat Represif.

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Negeri di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum ini bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak-hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.

Perlindungan hukum yang bersifat represif ini juga sangat diperlukan dalam hal perlindungan merek karena walaupun suatu merek telah terdaftar kerap menjadi sasaran dari pelanggaran merek, terutama merek terkenal yang sering menjadi sasaran

51Metha Kurniawan,Perlindungan Hukum Merek Di Indonesia, (Jakarta: Program Magister


(51)

pemboncengan merek. penyelesaian sengketa, Undang-Undang merek No 15 Tahun 2001 menyatakan bahwa peradilan yang berwenang adalah pengadilan Niaga.

Didalam Pasal 76 Undang-Undang No 15 Tahun 2001 dinyatakan bahwa pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau persamaan pada keseluruhannya untuk barang atau jasa sejenis berupa gugatan ganti rugi dan penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut. Selain gugatan ganti rugi dan penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek, pada Pasal 80 yang mengatur tentang gugatan pembatalan merek.

Mengenai sanksi Pidananya pada KUHP ada di atur pada Pasal 253-262 KUHP, tetapi dengan ada pembaharuan Undang merek dengan Undang-Undang No 15 Tahun 2001 yang didalam Pasal 91-94 ada pengaturan sanksi pada dan oleh karena juga Undang-Undang No 15 tahun 2001 ini adalah lex spesialis maka Pasal KUHP yang mengatur hal yang sama di kesampingkan.

Selain penyelesaian sengketa melalui pengadilan, juga di kenal penyelesaian melalui arbitrase atau melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 84 Undang-Undang No 15 Tahun 2001. Arbitrase adalah institusi hukum alternatif bagi penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yang dimaksud dengan Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang


(52)

didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Pada dasarnya, arbitrase dapat berwujud dalam 2 (dua) bentuk yaitu :

a. Klausula Arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa.

b. Suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.

Selain penyelesaian sengketa melalui arbitrase, juga beberapa jenis lagi dari alternatif penyelesaian sengketa. Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 yang dimaksud dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.52

Mengenai Konsultasi di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tidak dirumuskan pengertian konsultasi. Pengertian konsultasi menurut Black Law Dictionary yang pada prinsipnya konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut.53

Negosiasi Menurut Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 pada dasarnya para pihak dapat berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul di antara mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya

52Gunawan Widjaya Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,

2001), hlm 86

53 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, (Bandung : PT


(53)

harus dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak. Negosiasi merupakan salah satu penyelesaian sengketa alternatif yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersengketa atau kuasanya secara langsung pada saat negosiasi dilakukan, tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah. Para pihak yang bersengketa yang secara langsung melakukan perundingan atau tawar-menawar sehingga menghasilkan suatu kesepakatan bersama. Para pihak yang bersengketa sudah barang tentu telah berdiskusi atau bermusyawarah sedemikian rupa agar kepentingan-kepentingan dan hak-haknya terakomodir menjadi kepentingan/ kebutuhan bersama para pihak yang bersengketa. Pada umumnya kesepakatan bersama tersebut dituangkan secara tertulis.

Mediasi merupakan salah satu penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang tidak memihak (imparsia) yang turut aktif memberikan bimbingan atau arahan guna mencapai penyelesaian.54 Namun ia tidak berfungsi sebagai hakim yang berwenang mengambil keputusan. Inisiatif penyelesaian tetap berada pada tangan para pihak yang bersengketa. Dalam kaitan dengan Mediasi menurut ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 menyatakan atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan ”seorang atau lebih penasehat ahli” maupun melalui seorang mediator. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat bagi para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik.


(54)

Konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa alternatif yang melibatkan seorang pihak ketiga, pihak ketiga yang diikutsertakan untuk menyelesaikan sengketa adalah seseorang yang secara profesional sudah dapat dibuktikan kehandalannya. Konsiliator dalam proses konsiliasi ini memiliki peran yang cukup berarti, oleh karena konsilisator Konsiliator juga berhak menyampaikan pendapat secara terbuka tanpa memihak siapa pun. Selain itu, konsiliator tidak berhak untuk membuat keputusan dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak sehingga keputusan akhir merupakan proses konsiliasi yang diambil sepenuhnya oleh para pihak dalam sengketa yang dituangkan dalam bentuk kesepakatan di antar mereka.55

B. Perlindungan Hukum Merek Dari Berbagai Aspek 1. Perlindungan Merek secara Pidana

Perbuatan yang dilarang berhubungan dengan merek juga diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam KUHP mengenai perbuatan yang dilarang berhubungan dengan merek ini diatur pada pasal 253-262 KUHP. Dalam hal ini rumusan perbuatan-perbuatan tersebut dapat dikelompokkan, antara lain :

1. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun, baik itu menaruhkan sesuatu yang palsu dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain untuk menggunakan barang-barang tersebut seolah-olah merek atau tanda yang ditaruhkan itu asli dan tidak palsu.

55konsoliasi, http://nielasafiraaa.blogspot.com/2014/01/konsoliasi.html, diakses pada tanggal


(55)

2. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun dalam hal ini menaruhkan merek atau tanda pada barang yang dengan melawan hak memakai cap yang asli.

3. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun dalam hal ini menambah atau memindahkan Merek Negara yang asli atau tanda pembuat yang dikehendaki oleh, di dalam, pada atau atas barang-barang lain yang terbuat dari emas atau perak dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan barang itu, seolah-olah merek atau tanda itu dari mula-mulanya ditaruhkan pada barang itu.

4. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun dalam hal ini dengan sengaja memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual, atau memalsukan ke negara Indonesia materai, tanda, atau merek palsu, yang dipalsukan atau yang dibuat dengan melawan hak, atau barang-barang yang ditaruh materai, tanda atau merek itu dengan melawan hak, seolah-olah materai, tanda atau merek asli tidak dipalsukan dan tidak dibuat dengan melawan hak atau tidak melawan hak ditaruhkan pada barang itu

5. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun dalam hal ini memalsukan ukuran dan takaran timbangan yang sudah dibubuhi tanda dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan seolah-olah asli dan tidak dipalsukan

6. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun dalam hal ini menbuangkan tanda batal dari barang yang telah ditera dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan barang tersebut seolah-oleh tidak dibatalkan.

7. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun dalam hal ini menyediakan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang diketahuinya digunakan untuk melakukan kejahatan memalsukan merek.56

Sanksi terhadap suatu tindakan yang melanggar merek, selain diatur khusus dalam ketentuan sanksi peraturan Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang merek, juga terdapat ketentuan KUH Pidana yang mengatur sanksi terhadap perlanggaran merek. salah satunya adalah Pasal 393 KUH Pidana yang pada butir pertama menyatakan bahwa “Barang siapa memasukkan ke Indonesia tanpa tujuan jelas untuk mengeluarkan lagi dari Indonesia, menjual, menamarkan, menyerahkan, membagikan atau mempunyai persediaan untuk dijual atau dibagi-bagikan. barang-barang yang


(56)

diketahui atau sepatutnya harus diduganya bahwa pada barangnya itu sendiri atau pada bungkusnya dipakaikan secara palsu, nama firma atau merek yang menjadi hak orang lain atau untui menyatakan asalnya barang, nama sehuah tempat tertentu, dengan ditambahkan nama atau firma yang khayal, ataupun pada barangnya sendiri atau pada bungkusnya ditirukan nama, firma atau merek yang demikian sekalipun dengan sedikit perubahan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.”

Pasal 393 KUHPidana butir kedua menyatakan bahwa “Jika pada waktu melakukan kejahatan belurn lewat lima tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama sembilan bulan.”

Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek juga memuat pengaturan tentang pidana. Ketentuan pidana pada Undang-undang No 15 Tahun 2001 ini bersifat khusus atau lex spesialis dorogat lex generalis atau hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum. Ketentuan asas Hukum‘Lex Specialis” dapat mengesampingkan ketentuan yang termuat dalam KUH Pidana terhadap aturan yang memiliki kesamaan. Dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tenang bentuk deliknya untuk masalah merek diatur dalam Pasal 95, yang mnyatakan bahwa deliknya bukan delik biasa namun delik aduan, adapun delik aduan delik dimana walaupun telah terjadi tindak pidana namun polisi tidak proaktif dalam penindakan sebelum ada pengaduan, kemudian untuk delik aduan ini dapat dicabut pengaduannya dan dapat tidak dilanjutkan.Adapun pasal-pasal yang mengatur tentang pidana merek


(1)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Undang-Undang No 15 tahun 2001 tentang merek menganut sistem Konstitutif, oleh karena itu perlindungan merek hanya diberikan kepada pemilik merek yang melakukan pendaftaran pertama atas mereknya. Bilamana ada pendaftaran secara itikad tidak baik yang melanggar hak merek terdaftar, maka pemilik merek terdaftar bisa mengajukan gugatan penghapusan terhadap merek yang didaftarkan secara itikad tidak baik tersebut. Terhadap merek asing ataupun merek lokal yang belum terdaftar menurut Undang-Undang merek tidak mendapat perlindungan. Akan tetapi bilamana pemilik merek asing atau pemilik merek lokal dapat membuktikan bahwa merek yang dimiliki adalah tergolong merek terkenal maka ini akan memungkinkan merek asing ataupun merek lokal tersebut bisa mendapatkan perlindungan dari Undang-Undang No 15 Tahun 2001.

2. Dalam perkara merek antara pihak Wen Ken Drug CO, PTE LTD Melawan pihak Tjioe Budi Yuwono dalam hal pendaftaran merek Cap Badak dengan lukisan badak yang digugat pembatalan karena memiliki persamaan dengan Merek Cap kaki tiga, Penerapan Hukum yang dilakukan Hakim sudah sesuai dengan ketentuan pada ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek.


(2)

B. Saran

1. Diharapkan pada pembahasan Rancangan Undang-Undang Merek berikutnya ada dimuat pengaturan mengenai merek asing. Karena dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2001 menganut sistem Konstitutif, pendaftar pertama mendapat perlindungan hukum. Pemilik merek asing tidak semuanya mengetahui tentang perundang-undangan merek di negara lain, sehingga memungkinkan pemilik asing tidak mengikuti pendaftaran merek disetiap negara. Sehingga menimbulkan perlanggaran terhadap merek asing tersebut.

2. Dalam perkara merek Cap Kaki Tiga pihak Wen Ken Drug CO,PTE LTD Melawan Cap Badak pihak Tjioe Budi Yuwono, Hakim dalam memberikan Putusan sudah sesuai dengan Pasal-Pasal Undang-Undang No 15 Tahun 2001. Tetapi diharapkan Hakim dalam memutuskan suatu perkara merek selain hanya mengacu pada perundang-undangan merek, Hakim juga diharapkan memperhatikan yurisprudensi dari Hakim terdahulu maupun bisa juga memperhatikan Konvensi Internasional. Sehingga bisa mendapatkan masukan lebih banyak dalam memberikan Putusan sengketa merek terutama terkait dengan merek asing.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

Astararini, Dwi Sri Rezki, Penghapusan Merek Terdaftar, Bandung : PT Alummi, 2009

Asikin, Zainal dan Amiruddin ,Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada,2006

Ashshofa,Burhan,Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, 1996 Ali, Zainuddin,Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2009

Budi, Insan Maulana,Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia dari Masa ke Masa, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999

Bintang, Sanusi,Hukum Hak Cipta, Bandung :Citra Aditya, 1998

Casavera,15 Kasus Sengketa Merek DI Indonesia,Yogyakarta:Graha Ilmu, 2009 Damian, Eddy dkk., Hak Kekayaan Intelektual (suatu pengantar), Bandung :

Penerbit PT Alumni, 2003

Durianto, Darmadi, Sugiarto, dan Tony Sitinjak,Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas Perilaku Merek, Jakarta: Gramedia Utama Pustaka, 2011

Djumhana, Muhammad dan R. Djubaedillah, Hak Kekayaan Intelektual ,Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia, Jakarta: Citra Aditya Abadi,1997

Direktorat Jenderal HKI, Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (pertanyaan & jawabannya), Jakarta : Ditjen HKI Depkeh & HAM, 2000

Gautama, Sudargo dan Rizwanto Winata, Pembaharuan hukum Merek di Indonesia (Dalam Rangka WTO, TRIPs),Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1997

_______, Undang-Undang Merek Baru Tahun 2001, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2004

Harahap, M. Yahya,Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No.19 Tahun 1992, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002

Hadi, Sutrisno,Metodologi Riset Nasional, Magelang : Penerbit Akmil, 1987

Hadjon, Philipus M, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia, Jakarta : PT. Bina Ilmu, 1987


(4)

Ibrahim, Johnny,Teori dan Metodologi Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007 Johni, Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, malang : Bayu

Media Publishing, 2005

Kansil, CST.,Hak Milik Intelektual (Hak Milik Perindutrian dan Hak Cipta),Jakarta : Sinar Grafika, 2001

Lubis, M.Solly,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : Madju, 1994

Marzuki, Peter Mahmud,Penelitian Hukum, Jakarta : Praditya Paramitha, 2005 Muhammad,AbdulKadir, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual,

Bandung : Citra Aditya,2001

Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993

Margono, Suyud dan Longginus Hadi, Pembaharuan Perlindungan Hukum Merek, Jakarta : Novirindo Pustaka Mandiri, 2002

Ndraha, Taliziduhu,Metodologi Ilmu Pemerintahan, Jakarta : Rineka Cipta, 1997 Nurachmad, Much,Segala Tentang HAKI Indonesia, Jogjakara : Penerbit Buku Biru,

2012

Priapantja, Cita Citrawinda, Hak Kekayaan Intelektual Tantangan masa depan, Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003

Purwaningsih, Endang, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Dan Lisensi, Bandung : Mandar Maju, 2012

Rahardjo, Satjipto,Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya, 1996

Rizaldi, Julius, Perlindungan Kemasan Produk Merek Terkenal Terhadap Persaingan Curang, Bandung : PT Alummi, 2009

Riduan,Metode & Teknik Menyusun Tesis, Bandung : Bina Cipta, 2004

Riswandi, Budi Agus dan M. Syamsuddin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum,Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2004

Sjahputra, Imam, Heri Herjandono dan Parjio, Hukum Merek Terkenal di Indonesia Seluk Beluk Tanya Jawab Merek,Jakarta : Harvarindo, 1997

Soekanto,Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum,Jakarta : Universitas Pers, 1986 Soekanto, Soejono dan Sri Manudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tingkatan


(5)

Syarifin, Pipin dan Dedah Jubaedah, Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004

Suryabrata, Samadi,Metodologi Penelitian, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998 Sumantri, Jujun S.Suria, Filsafat Hukum suatu Pengantar Populer, Jakarta : Sinar

Harapan

Suparmono, Gatot, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia, Jakarta : Rineka cipta, 2008

Saidin, OK, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right), Jakarta : PT.Rajagrafindo Persada, 1995

Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek,Bandung: Mandar Maju, 2005

Salman, Otje,Teori Hukum (Suatu Pencarian/Penelaahan), Jakarta : Renada Media, 2007

Sutedi, Adrian,Hak atas Kekayaan Intelektual, Jakarta: Sinar Grafika, 2009

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Suatu Pengantar, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003

Usman, Rachmadi, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Bandung : PT Citra Aditya Bhakti, 2003

______, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung : PT.Alumni, 2003

Wahyuni, Erna, T. Syamsul Bahri, dan Hassel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek, Yogyakarta : Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia,2002

Widjaya, Gunawan, Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2001

Y Pudyatmoko, Sri,Penegakan dan perlindungan Hukum, Jakarta : Salemba Empat, 2007

Yuhassarie, Emmy, Hak Kekayaaan Intelektual dan Perkembangannya, Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2004

MAKALAHDAN JURNAL HUKUM

Ridwan Khairandy, Perlindungan Hukum Merek Terkenal di Indonesia, Jurnal Hukum UII, vol.6, 1999


(6)

Luiz Edgard Montaury Pimenta, IPO Annual Meeting 2013 Brazil, Brazilian Trademark Oppositions/Cancellations Bad Faith Filings and Issues

Agus Mardianto, “Penghapusan Pendaftaran Merek Berdasarkan Gugatan Pihak Ketiga”, Jurnal Dinamika Hukum, Unsoed Purwokerto, Vol. 10 No. 1, 2010 ARTIKEL MEDIA SOSIAL

http://mukahukum.blogspot.com/2010/02/pengertian-dan-kriteria-merek-merk.html http://www.wipo.int/treaties/en/text.jsp?file_id=288514#P151_21198

https://www.academia.edu/4098784/Perkembangan_Hukum_Merek_di_Indonesia http://seputarpengertian.blogspot.com/2014/01/seputar-pengertian-perlindungan-hukum.html

http://prayitnobambang.blogspot.com/2010/04/ruang-lingkup-hak-merek.html http://catatansuryaibrahim.blogspot.com/2011/04/peninjauan-permasalahan-haki-tentang.html

http://statushukum.com/perlindungan-hukum.html

http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/ http://politkum.blogspot.com/2013/05/pengertian-perlindungan-hukum.html http://fitrihidayat-ub.blogspot.com/2013/07/perlindungan-hukum-unsur-esensial-dalam.html

http://merek-paten-nurdin.blogspot.com/2007/11/jangka-waktu-perlindungan-merek.html

http://nielasafiraaa.blogspot.com/2014/01/konsoliasi.html

http://www.mondaq.com/x/310464/Trademark/Bad+Faith+Registration+What+China s+New+Trademark+Law+Will

http://kenfoxlaw.com/faq/13042-how-is-bad-faith-construed-and-dealt-with-in-vietnam.html

http://www.gadens.com/publications/Pages/Trade-mark-application-for-SUPERMAN-WORK-OUT-made-in-bad-faith.aspx