BAB I PENDAHULUAN - Analisa Jaringan Sosial antara Yayasan Compassion Indonesia dan Gereje Penyebaran Injil melalui Child Sponsorship Program di Pusat Pengembangan Anak IO-552

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Masalah kemiskinan telah lama ada. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini, kemiskinan sebagai akibat mereka tidak dapat menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan- kemudahan lain yang tersedia pada jaman modern. Kemiskinan merupakan masalah multidimensi dan lintas sektor yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan antara lain, tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender dan kondisi lingkungan.

  Sampai saat ini jumlah penduduk miskin di Indonesia masih cukup banyak. Jika menggunakan definisi Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2012, penduduk miskin sekitar 12,5 persen atau 29,13 juta jiwa. Sementara pada 2013 pada angka 11,23%.

  Persentase ini setara dengan 27,48 juta penduduk. Jika menanut makna kemiskinan versi Bank Dunia, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada 2013 mencapai 97,9 juta jiwa. Atau setara dengan 40 persen penduddiakses pada 14:45, Rabu 8 Januari 2014) . Jumlah penduduk miskin yang masih cukup besar serta permasalahan kemiskinan yang kompleks dan luas menuntut penanganan yang komprehensif dan berkelanjutan dalam menurunkan jumlah penduduk miskin.

  Penanganan masalah kemiskinan merupakan masalah sosial yang serius dan krusial untuk ditangani oleh negara berkembang seperti Indonesia. Sebagaimana menurut Hadirman dan Midgley (1982) dan Jones (1990), pekerjaan sosial di Dunia ketiga seharusnya lebih memfokuskan pada penanganan masalah sosial yang bersifat makro, seperti kemiskinan. (Suharto :2005, 143). Kemiskinan menjadi suatu bentuk kondisi yang menghambat masyarakat untuk dapat menjalankan fungsi sosialnya, dan sebagai akibatnya dapat memunculkan masalah sosial yang baru.

  Kehidupan yang menjadi dambaan masyarakat adalah kehidupan yang sejahtera. Saat ada kondisi yang menunjukkan taraf hidup yang rendah maka adalah tepat untuk menjadikan kondisi ini sebagai sasaran utama dalam berbagai pelaksanaan usaha perbaikan dan peningkatan kesejahteraan. Kondisi kemiskinan dengan berbagai dimensi dan implikasinya merupakan salah satu bentuk masalah sosial yang menggambarkan kondisi kesejahteraan yang rendah. Oleh sebab itu wajar bila kemiskinan menjadi pendorong berbagai tindakan perubahan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat ( Soetomo, 2008 :307).

  Sebagaimana diamanatkan pada pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “…Pemerintah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dapat ditarik kesimpulan bahwa Indonesia telah menunjukkan niat dan tujuan membentuk Negara Kesejahteraan (welfare state) (Husodo, 2006:3). Oleh karenanya Indonesia sebagai negara kesejahteraan harus ambil bagian dalam penanganan masalah sosial (Suharto, 2005:10)

  Usaha pembangunan kesejahteraan sosial yang telah diupayakan pemerintah, dapat dilihat dari berbagai program penanggulangan kemiskinan. Adapun beberapa contoh program yang bertujuan untuk mengurangi angka kemiskinan, adalah sebagai berikut : Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM), Program Keluarga Harapan (PKH), Program Beras untuk Rakyat Miskin (Raskin), (Kredit Usaha Rakyat (KUR). Menurut Rinekso Kartono (Tim Dosen IKS UMM, 2007:110), persoalan pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia, sesungguhnya bukan terletak pada masalah regulasi dan konsep, akan tetapi telah bergeser pada masalah sistem dan komitmen yang belum terbentuk.

  Beranjak dari keruwetan yang menjadi hambatan pemerintah dalam melaksanaan kesejahteraan sosial. Penelitian telah dengan jelas menunjukkan bahwa tujuan-tujuan kesetaraan sosial, capaian dan pemeliharaan provisi standar minimum dan pemeliharaan kohesi sosial dan tanggung jawab kolektif dari negara kesejahteraan, dalam kondisi paling baik hanya secara parsial (Ife,2008: 5). Oleh karenanya perlu ada alternatif yang lain yang mampu mendukung pemerintah dalam tugas pembangunan kesejahteraaan sosial.

  Dalam pembangunan kesejahteraan sosial, bukan hanya Pemerintah sendiri yang bertanggung jawab, tetapi masyarakat juga memiliki tanggung jawab yang sama dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dalam pasal 38 disebutkan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Dengan demikian masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk mendukung keberhasilan pembangunan kesejahteraan sosial.

  Konsep Modal Sosial menjadi salah satu isu yang tak terpisahkan dari upaya pembangunan kesejahteraan sosial berbasis masyarakat. Menurut Fukuyama, modal sosial bersumber dari agama, tradisi dan pengalaman-pengalaman bersama yang selalu berulang ditengah masyarakat, dan ini diluar kemampuan dan kontrol pemerintah (Mutis,2009:174).

  Pada tahun-tahun terakhir ini terdapat peningkatan minat pada gagasan- gagasan modal sosial. Modal sosial dapat dilihat sebagai ‘perekat’ yang menyatukan masyarakat- hubungan-hubungan antarmanusia, orang melakukan apa yang dilakukannya terhadap sesama karena adanya kewajiban sosial dan timbal-balik, solidaritas sosial dan komunitas (Ife,2008:35).

  Konsep modal sosial banyak menjadi perhatian dan kajian pada berbagai lembaga atau institusi termasuk lembaga riset. Seperti Putnam, Leonardi dan Naneti (Hobbs, 2000) melihat bahwa di masyarakat modern Italia, modal sosial: “corak organisasi sosial, kepercayaan, norma dan jaringan sosial dapat meningkatkan efesiensi dan kemudahan berbagai kehidupan masyarakat melalui pemanfaatan fasilitas bersama”. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Bank Dunia (2000), bahwa institusi, hubungan kemasyarakatan, dan norma dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas interaksi sosial masyarakat sehingga pada gilirannya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat baik dalam keperluan individu maupun kepentingan bersama. Demikian pula dikemukakan oleh Grootaert (Lawang, 2005), bahwa kapital sosial yang menunjuk pada institusi, kepercayaan, jaringan, sikap dan nilai dapat memberikan kontribusi pada perkembangan ekonomi dan sosial.

  Menurut Jamaludin Ancok, modal sosial akan semakin kuat apabila sebuah komunitas atau organisasi memiliki jaringan sosial baik secara internal komunitas/ organisasi, atau hubungan kerjasama yang bersifat antar komunitas/ organisasi. Jaringan sosial yang sinergetik yang merupakan modal sosial akan memberikan banyak manfaat bagi kehidupan bersama. (Mutis, 2009: 170).

  Jaringan sosial pada bidang ilmu sosiologi maupun antropologi, digunakan untuk membantu dalam pemahaman fenomena- fenomena urban dan fenomena- fenomena sosial yang kompleks serta memahami perilaku masyarakat. (Agusyanto, 2007: 28). Sementara pada bidang ilmu politik, jaringan sosial memiliki kegunaan praktis untuk mencari ‘main actor’ yang memiliki pengaruh dalam suatu kelompok masyarakat.

  Lalu bagaimana praktisi ilmu kesejahteraan sosial memanfaatkan konsep jaringan sosial? Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jaringan sosial memiliki kekuatan dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. Seperti yang ditegaskan Putnam, bahwa masyarakat yang berhubungan dengan baik dapat melaksanakan ekonomi secara menyeluruh daripada masyarakat yang tidak saling berhubungan.

  Selain itu jaringan sosial juga memberi manfaat untuk kesehatan dan kesejahteraan. Hal ini terjadi karena orang-orang yang berada dalam komunitas-komunitas yang terhubung dengan baik berada pada posisi yang tepat untuk mendapatkan informasi mengenai jasa-jasa kesehatan dan mengaksesnya. (Field, 2005:84)

  Fakta dan fenomena sosial yang diinterpretasikan dengan konsep jaringan sosial ini, kemudian membuka mata akademisi dan praktisi ilmu kesejahteraan sosial bahwa jaringan sosial dapat menjadi alternatif baru dalam usaha kesejahteraan sosial. Buktinya, dewasa ini para pembuat kebijakan, donor dan pembuat keputusan sangat mendorong penggunaan kemitraan sebagai suatu strategi dalam usaha kesejahteraan sosial (Ife, 2008: 323). Unsur- unsur yang melekat pada jaringan sosial seperti, partisipasi, pertukaran timbal balik, solidaritas, kerjasama dan keadilan, menjadi isu yang menarik untuk dibahas dalam rangka memahami kekuatan jaringan sosial.

  Usaha kesejahteraan sosial yang tercipta dari jaringan sosial antar organisasi dapat kita lihat dari perkembangan organisasi sosial itu sendiri. Saat ini keterlibatan organisasi sosial yang berbasis masyarakat semakin memiliki kedudukan, peran dan fungsi yang strategis. Pada masyarakat Indonesia, organisasi sosial lokal baik di perkotaan maupun di pedesaan sudah ada sejak lama secara turun temurun dan berfungsi sebagai wahana pemecahan masalah sosial. Sebagian dari organisasi sosial tersebut tumbuh dari masyarakat yang dilandasi oleh nilai dan adat istiadat. Sedangkan sebagian lagi ditumbuhkan dari luar sebagai media menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat (Markus, 2002). .

  Pertumbuhan jumlah organisasi sosial di Indonesia, tidak dapat dipisahkan dalam upaya mengatasi masalah-masalah pembangunan.. Terbukti sejak pertengahan tahun 1990-an jumlah organisasi sosial, dalam hal ini adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau yang disebut dengan NGO (Non Government Organization) mengalami peningkatan jumlah. LSM berusaha menanggapi pelbagai kebutuhan organisasi akar rumput dengan dukungan lembaga kerjasama pembangunan internasional atau lembaga dana (funding agencies). (Fakih, 1996: 3)

  Gambaran perkembangan LSM di Indonesia dapat dilihat dalam buku The

  (1) the estimates of the number of

  State and NGO’s Perspective of Asia (2002: 165). “

  

NGOs in mid- 1990s range from 6.000-7.000 to over 12,000. (2) Most Indonesia NGOs have

been incorporated and take the organizational form of foundation (yayasan). (3)Almost all

Indonesian NGOs consist of small groups of members working to directly meet the needs of

local communities (4) Although all NGOs are developing various funding channels, there is

still a heavy dependence on outside funds.(5) range of activities are quite varied, with a single

NGO being involved in a number of fields, overall NGOs dealing with social and economic

  Salah satu LSM yang berbentuk yayasan di Indonesia adalah Yayasan Compassion Indonesia (YCI). Yayasan Compassion Indonesia berdiri di Indonesia sejak tahun 1968. Yayasan Compassion Indonesia merupakan sebuah lembaga kesejahteraan sosial anak yang berbasis internasional. Yayasan Compassion Indonesia memberikan pelayanan sosial kepada anak yang berasal dari keluarga miskin dan mengalami social abuse. Dalam artian anak tersebut tidak menerima pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak sebagai akibat dari kemiskinan.

  Salah satu pelayanan sosial anak yang dilakukan oleh Yayasan Compassion Indonesia adalah pelaksanaan program CSP (Child Sponsorship Program). Program CSP bertujuan memperbesar kesempatan kepada anak yang berasal dari keluarga miskin untuk menikmati fasilitas pendidikan dan kesehatan yang layak. Kegiatan yang terangkum dalam CSP meliputi pengembangan kognitif, pengembangan sosial- emosional, pengembangan spiritual dan pengembangan fisik. Kegiatan ini berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, yakni 19 tahun lama maksimal.

  Pelayanan yang diberikan oleh Yayasan Compassion Indonesia berbeda dari lembaga kesejahteraan sosial anak pada umumnya. Yayasan Compassion Indonesia melakukan penggalangan dana dari para sponsor tetap yang berasal seluruh negara mitra compassion (Partner Country/PACO) yang meliputi Negara Australia, Kanada, Prancis, Belanda, Italia, Selandia Baru, Korea Selatan, Swiss, Kerajaan Inggris, dan Amerika Serikat. Para sponsor tetap ini berkomitmen untuk membayar paling sedikit satu bulan komitmen pensponsoran dan terhubung dengan anak yang dibantu Yayasan Compassion Indonesia.

  Bentuk perbedaan yang khas lainnya dari pelaksanaan program CSP adalah adanya kerjasama Yayasan Compassion Indonesia dengan Organisasi lokal, yaitu gereja local. Gereja local dianggap sebagai lembaga yang unik secara local dan juga global. Karena gereja adalah bagian dari masyarakat dimana ia berada, gereja memiliki pengetahuan dan rasa hormat yang mendalam terhadap kebudayaan dan konteks setempat dan juga dapat mencerminkan inisiatif local yang sesungguhnya.

  Sejarah lahirnya negara kesejahteraan di Eropa tidak terlepas dari nilai-nilai agama Kristen dan pengaruh doktrin karitatif (social charity) gereja (Tim Dosen IKS UMM, 2007:100). Dalam Buku The Social Web an Introduction to Sociology (1988: 316), dikatakan bahwa, A church is a religious organization that is thoroughly

institutionalized and well integrated into the social and economic order of society .

  Maka adalah fenomena yang benar jika gereja ikut ambil bagian dalam melakukan pelayanan kemanusiaan atau aktivitas yang mengarah kepada usaha kesejahteraan sosial.

  Kemitraan antara Yayasan Compassion Indonesia dengan gereja lokal dipandang sebagai sebuah strategi untuk mengefektifkan pelaksanaan program CSP.

  Adapun Gereja lokal yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah Gereja Penyebaran Injil. Hasil kemitraan antara Yayasan Compassion Indonesia dengan Gereja Penyebaran Injil membentuk lembaga baru yang disebut Pusat Pengembangan Anak (PPA) IO-552. PPA merupakan pusat kegiatan bagi pelaksanaan CSP.

  Hubungan kemitraan antar organisasi ini mengindikasikan adanya sebuah jaringan sosial sebagai bagian dari modal sosial yang dapat menjadi alternatif baru bagi usaha kesejahteraan sosial. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Analisa Jaringan Sosial antara Yayasan Compassion

  

Indonesia dan Gereje Penyebaran Injil melalui Child Sponsorship Program di

Pusat Pengembangan Anak IO-552

  1.2. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah yang dapat dirumuskan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana gambaran unsur-unsur pembentuk jaringan sosial antara Yayasan Compassion Indonesia dengan Gereja Penyebaran Injil Haleluya melalui Child Sponsorship Program di Pusat Pengembangan Anak IO 552? “

  1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

  1.3.1. Tujuan Penelitian

  Adapun yang menjadi dari tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis unsur-unsur pembentuk jaringan sosial antara Yayasan Compassion Indonesia dengan Gereja Penyebaran Injil Haleluya melalui Child Sponsorship Program di Pusat Pengembangan Anak IO 552

  1.3.2. Manfaat Penelitian

  Manfaat dari penelitian ini adalah :

  a. Manfaat Praktis Menambah pengetahuan mengenai unsur pembentuk jaringan sosial serta menunjukkan model baru usaha kesejahteraan sosial b. Manfaat Teoritis Menambah konsep-konsep dan teori keilmuan mengenai modal sosial dan jaringan sosial

1.4 Sistematika Penulisan

  Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  BAB I : Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian

  BAB II : Tinjauan Pustaka Bab ini berisikan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, dan kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional

  BAB III : Metode Penelitian Bab ini berisikan uraian metodologi penelitian yang terdiri dari tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data

  Bab IV : Deskripsi Lokasi Penelitian Bab ini berisikan uraian sejarah geographis dan gambaran umum tentang lokasi dimana peneliti melakukan penelitian

  Bab V : Analisa Data Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta analisisnya. BAB VI : Penutup Bab ini berisikan kesimpulan dan saran atas penelitian yang