Gerakan Gerakan Sosial Yang Ada Di Jawa

Gerakan-Gerakan Sosial Yang Ada Di Jawa
Pendahuluan
Selama abad ke-19 dan ke-20 di indonesa terus-menerus timbul pemberontakan,
kerusuhan, kegaduhan, dan sebagianya. Peristiwa itu di sebutkan sebagai suatu gerakan
social yang lebih banyak terjadi di daerah pedesaan. Suatu pergolakan yang terjadi di
daerah pedesaan khususnya petani, itu merupakan suatu ledakan atas keteganganketegangan atas eksploitasi dan pemerasan yang dilakukan para tuan tanah terhadap
petani/masyarakat di dalamnya.
Gerakan-gerakan para petani menunjukkan bahwa masyarakat menghendaki
adanya perbaikan kehidupan, dengan pendorong gerakan ini yaitu adanya rasa dendam
terhadap keadaan sosial ekonomi bagi pendukungnya. Disamping itu ada juga gerakan
bersifat mesianistis. Dalam gerakan ini dipercaya akan muncul seorang penyelamat
yang disebut Ratu Adil atau Imam Mahdi. Serta satu gerakan keagamaan yang mana
gerakan ini adalah melawan kebobrokan yang telah merasuki kehidupan masyarakyat
Islam dan mengembalikan praktek-praktek keagamaan sesuai ajaran Allah SWT dan
Sunnah Rasul. Sehingga banyaknya gerakan-gerakan dengan berbagi factor.
GERAKAN SOSIAL
Masuknya kekuasaan Barat ke Indonesia telah membawa perubahan dan bahkan
kegoncangan dalam kehidupan rakyat Indonesia. Semenjak awal abad ke-19, Belanda
mulai

mengadakan


pembaharuan

politik-ekonomi

kolonial.

Belanda

juga

mempraktekkan sistem ekonomi baru. Akibatnya ada perubahan tata kehidupan di
kalangan masyarakyat Indonesia. Dengan masuknya sistem ekonomi-uang, ternyata
beban rakyat menjadi bertambah berat. Sehingga kesejahteraan rakyat semakin merosot
hingga mencapai tingkat kemiskinan yang tinggi. Praktek pemerasan dan penindasan
yang dilakukan oleh penguasa telah menjadikan rakyat menjadi lemah. Dalam
menghadapi hal itu, rakyat pedesaan merasa harus melawan yaitu dalam bentuk gerakan
sosial. Gerakan sosial ini dalam perwujudannya merupakan gerakan untuk menentang
atau memprotes kepada pihak penguasa, baik pemerintah kolonial maupun penguasa
Jaka Samudri


1

setempat yang dianggap telah menjadi penyebab kesengsaraan atau penderitaan yang
dialami rakyat. Gerakan ini masih bersifat sederhana dan tidak tersusun dalam bentuk
organisasi yang rapih, serta tidak mendasarkan kepada rencana-rencana yang matang.
Gerakan rakyat ini bersifat setempat dan tidak mempunyai kerjasama dengan daerah
lainnya. Dapat dikatakan bahwa gerakan rakyat ini bersifat tradisionil. Tetapi hal ini
cukup menggoncangkan masyarakat dan pemerintah. Peristiwa tersebut banyak terjadi
di daerah pedesaan. Boleh dikatakan hampir setiap tahun di salah satu daerah terjadi
pergolakan dan kerusuhan, yang sering diwujudkan sebagai tindakan-tindakan yang
bersifat agresif dan radikal. Gerakan itu ternyata merupakan kekuatan sosial yang besar
untuk daerah pedesaan. Sikap rakyat dalam mengambil bagian dalam gerakan-gerakan
sangat radikal, karena digerakkan oleh harapan-harapan yang timbul akibat ajaran
mesianistis atau milenaristis dan juga dengan pandangan eskatologi yang bersifat
revolusioner. Gerakan rakyat melawan pemerasan banyak terjadi di tanah partikelir
yang akhirnya berujung kepada kerusuhan. Kerusuhan tersebut disebabkan oleh adanya
pungutan pajak yang tinggi dan beban pengerahan tenaga kerja-paksa yang sangat berat.
Kerusuhan itu dilakukan oleh rakyat petani di pedesaan tanah partikelir. Mereka
berontak karena telah ditindas dan diperas oleh penguasa tanah. Karena itu tindakan

yang dilakukan banyak didorong oleh perasaan dendam dan kebencian.
Pada masa kolonial dikenal pula sebutan tanah partikelir. Tanah-tanah partikelir
itu terjadi sebagai hasil penjualan oleh Belanda, sejak zaman VOC sampai perempat
pertama abad XIX. Di tanah-tanah yang dimiliki swasta itu, pemilik memperoleh hak
untuk menarik tjuke dan layanan tenaga kerja pada para petani di atasnya, sehingga
kalau pajak dan layanan itu berlebihan dan memberatkan menimbulkan gejolak
(Kuntowijoyo, 2008: 101). Tanah partikelir kemudian tidak hanya dikuasai oleh
kumpeni atau kemudian pemerintah kolonial, tatapi juga oleh para tuan tanah. Hal ini
karena terjadi pengalihan hak atas tanah partikelir kepada pada tuan tanah baik melalui
pemberian ataupun penjualan. Pada tahun 1915 di Jawa terdapat 582 tanah partikelir
yang meliputi luas tanah sekitar 1,3 juta bau (1 bau = 0,8 hektar) dan dengan penduduk
sebanyak sekitar 1,8 juta jiwa.( Marwati Djoned Poesponegoro,1984:244) sebagian
besar tanah itu dimiliki oleh persekutuan usaha bersama, oleh tuan-tuan tanah bangsa
Eropa yang tinggal di luar Indonesia dan oleh orang-orang Cina.

Jaka Samudri

2

Permasalahan persengketaan tanah yang terjadi pada kalangan masyarakat

mampu menggerakan masyarakat khususnya petani untuk melakukan gerakan protes,
sebuah gerakan protes menentang pemaksaan oleh tuan tanah maupun pemerintah,
permasalahan tanah ini pulalah yang dapat memicu gerakan petani lainnya, yakni
gerakan messianistis,yakni gerakan yang menginginkan terciptanya dunia baru serba
adil, dan gerakan revivalis yakni gerakan yang ingin membangkitkan kejayaan masa
lampau, menghapuskan pajak-pajak atas tanah. Pada umumnya hampir semua
kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di tanah partikelir itu merupakan akibat dari adanya
pungutan pajak yang tinggi dan tuntutan pelayanan kerja yang berat terhadap kaum
petani daerah itu. Para tuan tanah yang menguasai tanah partikelir senantiasa melakukan
eksploitasi dengan cara menarik hasil secara langsung, mengumpulkan uang sewa, dan
bagian panen, dan ada pula yang memungut pajak beserta tenaga kerja dari petanipetani yang menanami tanah tersebut. Para tuan tanah dapat bertindak sewenangwenang seperti memaksakan segala macam kehendaknya, menuntut penyerahan tenaga
kerja, serta mengusir para petani apabila mereka tidak dapat membayar hutangnya atau
memenhi pekerjaan yang diminta, serta membayar pajak sebagaimana mestinya. Salah
satu contoh gerakan petani dalam melawan tuan tanah adalah gerakan yang terjadi di
Ciomas pada tahun 1886. Perisiwa ini merupakan suatu pertentangan antara petani, tuan
tanah dan pemerintah, dan dengan jelas menampilkan situasi yang ricuh. Gerakan ini
terjadi ketika di Jawa Barat kepemimpinan gejolak Ciomas direkrut dari petani sendiri.
Salah satu pemimpinnya adalah Apan. Apan berperan sebagai imam mahdi dan
menyerukan perang suci. Pimpinan yang lain, Mohamad Idris, memakai gelar
panembahan yang merupakan tipikal gerakan messianisme. (Kuntowijoyo, 2008: 102).

Sebelum memuncaknya perlawanan di daerah Ciomas terjadi eksploitasi yang sangat
meningkat setelah para tuan tanah berusaha mengintensifkan produksiyna untuk
kepentingan pasaran di luar desa. Di Ciomas merebak berbagai kerusuhan yang
disebabkan oleh penarikan cukai yang berlebihan. Selain itu terjadi ketidakadilan yang
berhubungan dengan praktik perbudakan, seperti mewajibkan petani mengangkut hasil
panen milik tuan tanah dari sawah dengan jarak yang jauh. Selain itu ada pula adanya
praktik kerja paksa terhadap masyarakat, adanya kewajiban-kewajiban untuk
menyerahkan hasil bumi, adanya penyitaan terhadap aset ketika tidak memenuhi
kewajiban, adanya perluasan penguasaan tanah, pengawasan penjualan ternak, rumput,

Jaka Samudri

3

kayu, dan penebangan kayu. Kemudian ada pula kewajiban bagi wanita dan anak-anak
untuk bekeja seama sembilan hari setiap bulannya. Situasi tersebut akhirnya
memunculkan situasi yang buruk sampai ahirnya memunculkan situasi konflik yang
tajam. Selain itu, adanya hal-hal tersebut meyebabkan terjadinya migrasi sekitar 2000
orang ke luar wilayah untuk menghindari pajak dan timbulnya penolakan para petani
untuk bekerja paksa di perkebunan kopi. (Marwati Djoned Poesponegoro, 1984:248)

Ketidakpuasan itu kemudian meletus sebagai perlawanan yang terbuka dan yang penuh
kekerasan. Gerakan radikal dalam persaingan untuk memperoleh dukungan masyarakat
untuk melawan Pemerintah Kolonial Belanda dan tuan-tuan tanah. Gerakan petani
berkembang dengan rasa-rasa identitas kepribumian tentang kemerdekaan, kebebasan
dan persamaan untuk masyarakat. Dari penjelasan di atas, tampak terlihat bahwa terjadi
proses perubahan struktur masyarakat seperti hilangnya persekutuan hidup di dalam
desa. Pada tanah partikelir tuan tanah melakukan ekspoitasi terhadap tanah dan petani
yang hidup di daerahnya. Selain itu, terjadi proses hilangnya persekutuan hidup di
dalam desa. Di tanah partikelir terbentuk kehidupan organisasi desa yang lepas dan
meletakkan para tuan tanah menjadi lebih kuat dalam kedudukan yang berkuasa, serta
menguatkan cengkeramannya atas kaum petani.
Ada juga dalam bentuk Organisasi seperti Sarekat Islam melakukan aktifitas
yang dapat dikategorikan sebagai gerakan social, yaitu melawan penghuni tanah
partikelir. Sarekat Islam memiliki berbagai ide yang dapat mendorongnya untuk
melakukan gerakan sosial. yang seringkali diangkat menjadi ide pendorong untuk
melakukan gerakan sosial adalah berbagai hal yang menyebabkan tersingkirnya hak-hak
anggota Sarekat Islam. Setiap kali ada kejadian yang menyebabkan seorang anggota
kehilangan haknya, dilukai hak keselamatannya, atau bahkan hanya kehilangan hak
ketentramannya karena disinggung perasaannya, maka mereka lantas bergerak bersama
melakukan gerakan sosial untuk mengembalikan haknya yang telah disingkirkan.

Terlebih pada kasus tanah partikelir, yang seringkali para pemilik atau tuan tanah
bermaksud menyingkirkan penghuni dari tanah yang telah mereka tinggali selama
bertahun-tahun. Semakin menyempitnya tanah seiring dengan pertambahan penduduk,
baik karena faktor kelahiran dan terutama akibat meledaknya laju imigrasi. Sementara
itu, kebutuhan tanah untuk pemukiman Eropa semakin meningkat. Satu-satunya jalan
yang paling mudah dan menguntungkan tuan tanah adalah mengenyahkan penduduk
Jaka Samudri

4

pribumi dan mendirikan rumah-rumah bagi orang Eropa. Penindasan inilah yang
seringkali mendorong Sarekat Islam menyokong sepenuhnya aksi penghuni tanah
partikelir untuk melakukan gerakan sosial.
Gerakan sosial yang dilakukan dilakukan oleh Sarekat Islam juga didorong oleh
keberanian anggotanya karena diikat oleh keyakinan yang begitu mendalam. Keyakinan
ini disatukan dengan menggunakan agama Islam sebagai dasarnya. Meski terkadang
faktor agama ini hanya digunakan sebagai alat penyatu belaka, tanpa benar-benar
bermaksud untuk memajukannya. Selain itu mereka secara berani melakukan
perlawanan dalam wujud gerakan sosial, karena dijanjikan oleh harapan-harapan
kehidupan yang lebih baik (milenaristis) dan akan segera munculnya seorang Ratu Adil

atau Messias (mesianistis).
KESIMPULAN
Apabila tidak ada factor pengikat yang luas seperti ideology, organisasi , kepemimpinan
dan tujuan gerakan maka perlawanan hanya berupa pemberontakan setempat bersifat lokal,
terisolasi dan umurnya pendek. Dan macam gerakan sosialnya terdapat beberapa macam seperti
Gerakan melawan peningkatan pungutan cukai yang tinggi, gerakan milenaristis yang bertujaun
mengembaklikan zaman sebelum terjadi banyak perubahan, serta gerakan yang dipimpin oleh
seorang Ratu Adil atau imam Mahdi yang mana suatu gerakan ini bersifat mesianistis

dengan harapan akan kedatangan ratu adil atau imam mahdi sebagai juru selamat rakyat.
Gerakan semacam ini muncul sebagai protes terhadap berbagai tekanan kolonial
Belanda. Ada pula gerakan revivalistis dan sektaris yang bertujuan memperbaiki kehidupan
beragama.

Beberapa factor lain yang menyebabkan meletusnya kerusuhan-kerusuhan antara
lain seperti, para petani sangat benci terhadap tingginya pungutan cukai, adanya
ketidakadilan yang terjadi berulang-ulang yang berhubungan dengan salah satu praktek
perbudakan, terjadinya perbudakan yang lebih berat yaitu kerja paksa yang banyak
dipraktekkan di tanah partikelir atau adanya kewajiban semacam upeti yang sangat
memberatkan rakyat, dilarangnya ekspor padi, kerbau dan hasil bumi lainnya, bila

petani tidak dapat membayar hutangnya maka tanah, rumah, dan kerbaunya disita,
perluasan kekuasaan tanah sampai juga pada pengawasan penjualan ternak, rumput,

Jaka Samudri

5

kayu dan penebangan pohon, serta wanita dan anak-anak diharuskan untuk bekerja
selama sembilan hari setiap bulannya. Sehingga dari situasi yang seperti itu maka tidak
berlebihanlah bila telah menimbulkan situasi yang buruk dan pada akhirnya sampai
mencapai situasi konflik yang tajam.

DAFTAR PUSTAKA

Kuntowijoyo. 2008. Penjelasan Sejarah (Historical Explanation). Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Marwati Djoned Poesponegoro dan Nugroho Notsusanto (et.al). 1984. Sejarah Nasional
Indonesia Jilid IV. Jakara: Balai Pustaka.
Sartono kartodirdjo. Pengantar sejarah Indonesia.


Jaka Samudri

6

Dokumen yang terkait

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL AGRIBISNIS PERBENIHAN KENTANG (Solanum tuberosum, L) Di KABUPATEN LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

27 309 21

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

47 440 21

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Muda (Carica papaya) Terhadap Jumlah Sel Makrofag Pada Gingiva Tikus Wistar Yang Diinduksi Porphyromonas gingivalis

10 64 5

Identifikasi Jenis Kayu Yang Dimanfaatkan Untuk Pembuatan Perahu Tradisional Nelayan Muncar Kabupaten Banyuwangi dan Pemanfaatanya Sebagai Buku Nonteks.

26 327 121