336966461 1revisi Makalah Kelompok 7

MAKALAH
EKONOMI ISLAM
’’PRODUKSI DALAM EKONOMI ISLAM’’

DISUSUN OLEH :
1. TITANIA MUKTI
2. MUDZAKI AMAM
3. LUTHFIANA KARIIM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
EKONOMI ISLAM
2016/2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Produksi Dalam
Islam ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga kami berterima
kasih kepada Bapak Muhammad Iqbal, S.E.I, M.S.I. selaku Dosen mata kuliah Pemikiran dan
Sistem Ekonomi Islam di UII yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan

serta pengetahuan kita mengenai hakikat produksi yang sesuai dengan syariat islam, dan juga
bagaimana sejarah produksi pada zaman Rosulluloh SAW. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Yogyakarta , 19 November 2016

Penyusun

i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
PEMBAHASAN...................................................................................................................11
PENUTUP.............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................13

ii

BAB 1
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Ekonomi berjalan akibat adanya sistem, dimana suatu sistem ekonomi merupakan
sekumpulan institusi ekonomi yang memiliki keteraturan yang bersifat saling mempengaruhi
dalam pencapaian tujuan bersama pada perekonomian[ CITATION Adi07 \l 1057 ]. Ajaran
Islam dapat dikatakan sebuah sistem ekonomi. Hal ini disebabkan karena ajaran Islam
tentang ekonomi adalah ajaran yang bersifat integral, yang tidak terpisahkan baik dalam
ajaran Islam secara keseluruhan maupun dengan realitas kehidupan.
Kegiatan yang menunjang dari sebuah perekonomian dimana produksi, distribusi dan
konsumsi menjadi sebuah mata rantai yang saling terhubung. Menurut ilmu ekonomi
pengertian produksi adalah kegiatan yang menghasilkan barang maupun jasa atau kegiatan

yang menambah nilai kegunaan atau manfaat suatu barang[ CITATION Met95 \l 1057 ].
Konsep produksi secara umum dimana konsumen menyukai produk yang tersedia di mana
saja dengan harga terjangkau. Maka pada saat seperti ini, perusahaan praktis berkonsentrasi
pada masalah produksi. Produksi ditingkatkan terus menerus dan diedarkan dengan jalur
distribusi yang banyak.

I.II Tujuan Penulisan
I.II.I

Sebagai penyelesaian salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Islam

I.II.II Sebagai pengetahuan tentang pemikiran dan sistem Ekonomi Islam
I.II.III Sebagai pengetahuan tentang produksi dalam Ekonomi Islam

I.III Rumusan Masalah
I.III.I Apa saja prinsip dasar dalam produksi Ekonomi Islam
I.III.II Bagaimana pandangan produksi dalam Ekonomi Islam
I.III.III Apa saja perbedaan antara produsen muslim dengan produsen non muslim

1


BAB II
PEMBAHASAN
II.I Pengertian Produksi dalam Islam
Pendefinisian produksi mencakup proses mencari, mengalokasikan dan mengolah
sumber daya menjadi output dalam rangka meningkatkan mashlahah bagi manusia. Pada saat
kebutuhan manusia masih sedikit dan sederhana, kegiatan produksi dan konsumsi sering kali
dilakukan sendiri. Seiring berjalanya waktu kebutuhan akan konsumsi semakin beragam dan
sumber daya alam yang tersedia semakin terbatas, maka seseorang tidak dapat lagi
menciptakan barang dan jasa yang dibutuhkannya, tetapi memperoleh dari pihak lain yang
mampu menghasilkannya. Beberapa ahli ekonomi islam memberikan definisi yang berbeda
mengenai pengertian produksi, meskipun substansinya sama. Berikut pengertian produksi
menurut para ekonomi muslim kontemporer.
1. Karf (1992) mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif islam sebagai usaha

manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas,
sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama
islam, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.[ CITATION Mon97 \l 1057 ]
2. Manan (1992) menekankan pentingnya motif altruisme (altruism) bagi produsen yang
islami sehingga ia menyikapi dengan hati-hati konsep Pareto Optimality dan Given

Demand Hyphothesis yang banyak dijadikan sebagai konsep dasar produksi dalam
ekonomi konvensional.
3. Rahman (1995) menekankan pentingnya keadilan dan kemerataan produksi (distribusi
produksi secara merata).
4. Ul Haq (1996) menyatakan bahwa tujuan dari produksi adalah memenuhi kebutuhan
barang dan jasa yang merupakan fardhu kifayah, yaitu kebutuhan yang bagi banyak
orang pemenuhannya bersifat wajib.
5. Siddiqi (1992) mendefinisikan kegiatan produksi sebagai penyediaan barang dan jasa
dengan memerhatikan nilai keadilan dan kebijakan/kemanfaatan (mashlahah) bagi
masyarakat. Dalam pandanganya,sepanjang produsen telah bertindak adil dan membawa
kebajikan bagi masyarakat maka ia telah bertindak islami.
Dalam definisi-definisi tersebut diatas bahwa kepentingan manusia yang sejalan
dengan moral islam, harus menjadi fokus atau target dari kegiataan produksi.[ CITATION
P3E15 \l 1057 ]

II.II Tujuan Produksi

2

Dalam konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan untuk

memperoleh laba sebesar-besarnya. Sedangkan tujuan dari produksi dalam Islam adalah
untuk menciptakan mashlahah yang optimum bagi konsumen atau bagi manusia secara
keseluruhan. Dengan mashlahah yang optimum ini, maka akan dicapai falah yang merupakan
tujuan akhir dari kegiatan ekonomi sekaligus tujuan hidup manusia. Tujuan produksi menurut
perspektif fiqh ekonomi khalifah Umar bin Khatab adalah sebagai berikut :
1. Pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkat moderat.
2. Menemukan kebutuhan individu dan keluarga.
3. Menyiapkan persediaan barang/jasa dimasa depan.
4. Pemenuhan sarana bagi kegaitan sosial dan ibadah kepada Allah SWT (Taqarrub).
5. Merealisasikan keuntungan seoptimal mungkin
6. Pembebasan dari belenggu ketergantungan ekonomi
7. Melindungi harta dan mengembangkannya
Meskipun poduksi hanya menyediakan sarana kebutuhan manusia tidak berarti bahwa
produsen sekadar bersikap reaktif terhadap kebutuhan konsumen. Produsen harus proaktif,
kreatif dan inovatif menemukan berbagai barang dan jasa yang memang dibutuhkan oleh
manusia melalui penelitian, riset dan pengembangan teknologi serta berbagai standar lain
guna menemukan berbagai jenis kebutuhan manusia.[ CITATION P3E15 \l 1057 ]

II.III Faktor Produksi
Faktor produksi dalam ekonomi islam dengan ekonomi konvesional tidak berbeda, yang

secara umum dapat dinyatakan dalam :
a. Faktor produksi tenaga kerja
Tenaga kerja menentukan kualitas dan kuantitas suatu produksi. Dalam Islam
tenaga kerja tidak terlepas dari moral dan etika dalam melakukan produksi agar
tidak merugikan orang lain.
b. Faktor produksi Organisasi (Manajeman)
Dalam sebuah produksi hendaknya terdapat sebuah organisasi untuk mengatur
kegiatan dalam perusahaan. Dengan adanya organisasi setiap kegiatan produksi
memiliki penanggung jawab untuk mencapai suatu tujuan perusahaan. Diharapkan

3

semua individu dalam sebuah organisasi melakukan tugasnya dengan baik sesuai
dengan tugas yang diberikan.[ CITATION Ilf08 \l 1057 ]
c. Sumber daya alam (Bahan baku)
Allah Swt menciptakan alam yang di dalamnya mengandung banyak sekali
kekayaan yang bisa dimanfaatkan manusia. Menurut ekonomi Islam jika alam
dikembangkan dengan kemampuan dan tekhnologi yang baik, maka Alam dan
kekayaan yang terkandung di dalamnya tidak akan terbatas. Berbeda dengan
pandangan ilmu ekonomi konvensional, yang menyatakan kekayaan alam terbatas

karena kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Islam memandang kebutuhan
manusialah yang terbatas dan hawa nafsu yang tidak terbatas.
d. Faktor produksi modal
Modal (capital) yaitu meliputi semua jenis barang yang dibuat untuk menunjang
kegiatan produksi barang-barang lain serta jasa-jasa.
e. Faktor Produksi Tanah
Hal yang dimaksud dengan istilah land atau tanah di sini bukanlah sekedar tanah
untuk ditanami atau untuk ditinggali saja, tetapi termasuk pula segala sumber daya
alam (natural resources) yang ada di dalamnya.
Diantara semua unsur yang menopang usaha penciptaan nilai atau usaha memperbesar
nilai barang disebut sebagai faktor-faktor produksi. [ CITATION Suh06 \l 1057 ]. Seorang
produsen dalam menghasilkan suatu produk harus mengetahui jenis atau macam-macam dari
faktor produksi[ CITATION Mas07 \l 1057 ].
Diantara kelima faktor produksi, faktor produksi modal yang memerlukan perhatian
khusus karena dalam ekonomi konvesional diberlakukan sistem bunga. Perbedaan ini timbul
karena adanya konsep kapitalis yang menyatakan bahwa bunga adalah harga modal
sedangkan dalam islam sistem bunga tidak diperbolehkan. [ CITATION P3E15 \l 1057 ]

II.IV Prinsip-Prinsip Produksi Dalam Ekonomi Islam
Pada prinsipnya kegiatan produksi terkait seluruhnya dengan syariat islam, dimana

seluruh kegiatan produksi harus sejalan dengan tujuan dari konsumsi itu sendiri. Konsumsi
seorang muslim dilakukan untuk mencari falah (kebahagiaan), demikian pula produksi
dilakukan untuk menyediakan barang dan jasa guna memenuhi falah tersebut.

4

Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah SAW memberikan arahan mengenai prinsip-prinsip
produksi, yaitu sebagai berikut:
1. Menurut Yusuf Qadharwi, Islam memperbolehkan penggunaan metode ilmiah yang
didasarkan pada penelitian, eksperimen, dan perhitungan. Akan tetapi islam tidak
membenarkan terhadap hasil karya ilmu pengetahuan yang melepaskan dirinya dari
Al-qur’an dan Hadis.[ CITATION Yus97 \l 1057 ]
2. Teknik produksi diserahklan kepada kemampuan manusia. Nabi pernah bersabda :
”kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.”
3. Dalam berinovasi dan bereksperimen, pada prinsipnya agama islam menyukai
kemudahan, menghindari kemudharatan dan memaksimalkan manfaat.
Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi antara lain adalah :
a. Memproduksikan barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
b. Mencegah kerusakan di bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara
kebersihan, dan memanfaatkan dengan bijak sumber daya alam.

c. Produksi

dimaksudkan

untuk

memenuhi

kebutuhan

individu

dan

masyarakat serta mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang harus dipenuhi
harus berdasarkan prioritas yang ditetapkan agama.[ CITATION Mus07 \l
1057 ]

II.V Produksi Dalam Pandangan Islam
Prinsip dasar ekonomi Islam adalah keyakinan kepada Allah SWT yang sudah ada

sejak zaman Rasulullah SAW. Kegiatan produksi pada masa Rosulullah SAW menurut Abul
Hasan bin Mas’ud al Khuza’ie al Andalusy, seorang penulis muslim dari Tilmizan, Andalusia
pada abad ke-14 M, mengatakan bahwa masyarakat Madani adalah masyarakat yang
produktif. Pada masa Rasulullah terdapat kurang lebih 178 usaha industri dan bisnis barang
dan jasa yang menggerakan perekonomian masyarakat pada masa itu.
Diantara berbagai industri tersebut,terdapat 12 macam yang menonjol, yaitu :
a. Pembuatan senjata dan segala usaha dari besi ;
b. Perusahaan tenun-menenun ;
c. Perusahaan kayu dan pembuatan rumah/bangunan;
d. Perusahaan meriam dari kayu;
e. Perusahaan perhiasan dan kosmetik;
f. Arsitektur perumahan;
g. Perusahaan alat timbangan dan alat lainya;

h. Pembuatan alat-alat berburu;
i. Peusahaan perkapalan;
j. Pekerjaan kedokteran dan kebidanan;
k. Usaha penerjemahan buku;

5

l. Usaha kesenian dan kebudayaan lainya.
Kegiatan produksi yang disyariatkan kepada umat manusia ini terdapat dalam AlQur’an dan Al-Hadist seperti : “Dan dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan
apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.”
(Al-jaatsiyah:13). Menurut ajaran Islam, manusia adalah khalifatullāh atau wakil Allah
dimuka bumi dan berkewajiban untuk memakmurkan bumi dengan jalan beribadah kepadaNya. Oleh karena itu seorang produsen tentu tidak akan mengabaikan masalah eksternalitas
seperti pencemaran.[ CITATION Afz95 \l 1057 ]
Dengan keyakinan akan peran dan kepemilikan absolut dari Allah Rabb semesta alam,
maka konsep produksi di dalam ekonomi Islam tidak semata-mata bermotif memaksimalkan
keuntungan dunia, tetapi lebih penting untuk mencapai maksimalisasi keuntungan akhirat.
Ayat 77 surat al-Qashas mengingatkan manusia untuk mencari kesejahteraan akhirat tanpa
melupakan urusan dunia. Artinya, urusan dunia merupakan sarana untuk memperoleh
kesejahteraan akhirat.
Kegiatan produksi harus bergerak dalam dua garis optimalisasi. Tingkatan optimal
pertama adalah mengupayakan berfungsinya sumber daya insani ke arah pencapaian kondisi
full employment, dimana setiap orang bekerja dan menghasilkan karya kecuali mereka yang
“udzur syar’i” seperti sakit dan lumpuh. Optimalisasi berikutnya adalah dalam hal
memproduksi kebutuhan primer (dharuriyyat), kebutuhan sekunder (hajiyyat), kebutuhan
tersier (tahsiniyyat), dan memproduksi sesuatu yang halal dan bermanfaat untuk masyarakat
(thayyib).

II.VI Produsen Muslim dan Non Muslim
Seorang produsen muslim harus berbeda dari produsen non muslim yang tidak
memperdulikan batas-batas halal dan haram, mementingkan keuntungan yang maksimum
semata, tidak melihat apakah produk mereka memberikan manfaat atau tidak, baik atau
buruk, sesuai dengan nilai dan akhlak atau tidak, sesuai dengan norma dan etika atau tidak.

6

Akan tetapi seorang muslim harus memproduksi yang halal dan tidak merugikan diri sendiri
maupun masyarakat banyak, tetap dalam norma dan etika serta akhlak yang mulia.
Dalam HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi, Nasa’I, dan Ibnu Majah dari Jarir dikatakan
bahwa : “Barang siapa dalam Islam yang memprakarsai suatu perbuatan yag buruk, maka
baginya dosa,dan dosa yang mengerjakan sesudahnya, tanpa mengurangi dosa mereka
sedikitpun.
Sangat diharamkan memproduksi segala sesuatu yang merusak akidah dan akhlak
serta segala sesuatu yang menghilangkan identitas umat, merusak nilai-nilai agama,
menjauhkan akhirat, merusak kesejahteraan individu dan kesejahteraan umum. Jelaslah
terlihat bahwa produsen muslim harus memperhatikan semua aturan yang telah ditetapkan
sesuai dengan ajaran islam.

1I.VII

Faktor yang Mempengaruhi Keuntungan Produksi Berdasarkan
Syariat Islam

Pada dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya keuntungan dalam kegiatan
produksi dan dianjurkan dalam islam sesuai prinsip jual beli, sebagaimana dikemukakan
Misanam, dkk adalah sebagai berikut :
a.

Maslahah
Pengaruh maslahah terhadap penawaran, pada dasarnya tergantung pada tingkat

keimanan dari produsen. Produsen dengan tingkat keimanan yang biasa kemungkinan akan
menawarkan barang dengan kandungan berkah minimum. Dalam kondisi seprti ini, jika
barang atau jasa yang ditawarkan telah mencapai kandungan berkah minimum, maka
produsen akan menganggapnya sudah baik sehingga pertimbangan penawaran selanjutnya
akan didasarkan pada faktor keuntungan. Namun, jika produsen dengan tingkat keimanan
yang lebih tinggi lebih menyukai barang dengan kandungan berkah yang lebih tinggi. Jika
mereka melihat barang dengan kandungan berkah yang tinggi, maka mereka akan
meninggalkan barang dengan kandungan berkah yang rendah dan menggantinya dengan
barang dengan kandungan berkah lebih tinggi. Dalam kondisi ini, kemungkinan keuntungan
tidak lagi menjadi faktor penting dalam penawaran barang. Dengan demikian, jumlah
maslahah yang terkandung dalam barang yang diproduksi semakin meningkat, maka
produsen muslim akan memperbanyak jumlah produksinya, begitu juga sebaliknya.

b.

Keuntungan material
7

Keuntungan material merupakan bagian dari maslahah karena keuntungan dapat
mengakumulasi modal, yang akhirnya dapat digunakan untuk berbagai aktivitas lainnya.
Dengan kata lain, keuntungan akan menjadi tambahan modal untuk memperoleh maslahah
lebih besar guna mencapai falah. Sedangkan faktor-faktor yang memperngaruhi keuntungan
sebagaimana dikemukakan oleh Misanam, dkk adalah sebagai berikut :
1. Harga Barang
Faktor pertama yang menentukan keuntungan adalah harga barang itu sendiri. Peran dari
harga barang dalam menentukan penawaran telah lama dikenal oleh para pemikir ekonomi
Islam klasik. Jika harga barang naik, maka jumlah keuntungan per unit yang akan
diperolehnya juga akan naik. Hal ini kemudian akan meningkatkan keuntungan total dan
akhirnya mendorong produsen untuk menaikkan jumlah penawarannya. Sebaliknya, jika
harga turun, maka produsen cenderung mengurangi penawarannya sebab tingkat keuntungan
yang diperolaehnya juga akan turun. Besarnya pengaruh harga terhadap penawaran ini yang
menyebabkan para ekonom Muslim menekankan pentingnya harga yang adil (thaman almitl).
2. Biaya Produksi
Biaya produksi jelas menentukan tingkat keuntungan sebab keuntungan adalah selisih
antara penerimaan (revenue) dengan biaya (cost). Jika biaya turun, maka keuntungan
produsen akan meningkat dan akhirnya akan mendorongnya untuk meningkatkan jumlah
penawarannya ke pasar. Sebaliknya, jika harga naik, maka keuntungan produsen juga akan
menurun dan akhirnya akan mendorong produsen untuk menurunkan jumlah penawarannya.
3. Biaya transportasi atau jasa angkut
Biaya yang dikeluarkan untuk mendistribusikan barang dari tempat pengelola bahan baku
ke tempat produksi dan dari tempat produksi ke pasar.
4. Pajak
Pajak yang dikenakan pemerintah kepada konsumen dan kepada produsen untuk
meningkatkan pendapatan negara guna menjaga kesejahteraan rakyatnya.

8

1I.VIII Rumus Maslahah dalam Produksi Islam
Aplikasi konsep mashlahah dalam perilaku produsen terdiri dari dua komponen, yaitu
manfaat (fisik dan nonfisik) dan berkah. Dalam konteks produsen atau perusahaan yang
menaruh perhatian pada keuntungan/profit, maka manfaat ini dapat berupa keuntungan
material (maal). Keuntungan ini bisa dipergunakan untuk mashlahah lainnya seperti
mashlahah fisik, intelektual, maupun social. Untuk itu rumusan mashlahah yang menjadi
perhartian produsen adalah :
Mashlahah = keuntungan + berkah
M=Π+B
Dimana M menunjukkan mashlahah, Π adalah keuntungan, dan B adalah berkah.
Produsen akan menggunakan proksi yang sama dengan yang dipakai oleh konsumen dalam
mengidentifikasikan, yaitu adanya pahala pada produk atau kegiatan yang bersangkutan.
Adapun keuntungan merupakan selisih antara pendapatan total/total revenue (TR) dengan
biaya totalnya/ total cost (TC), yaitu :
Π = TR-TC
Pada dasarnya berkah akan diperoleh apabila produsen menerapkan prinsip dan nilai
Islam dalam kegiatan produksinya. Penerapan nilai dan prinsip Islam ini sering kali
menimbulkan biaya ekstra yang relatif besar dibandingkan jika mengabaikannya. Disisi lain,
berkah yang diterima merupakan kompensasi yang tidak secara langsung diterima produsen
atau berkah revenue (BR) dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan berkah tersebut
atau berkah cost (BC), yaitu :
B = BR – BC = -BC
Dalam persamaan diatas penerimaan berkah dapat diasumsikan nilainya nol atau secara
indrawi tidak dapat diobservasi karena berkah memang tidak secara langsung selalu berwujud
material. Dengan demikian. Mashlahah bisa ditulis kembali menjadi :
M = TR – BC
Dalam persamaan diatas ekspresi berkah (BC), menjadi factor pengurang. Hal ini masuk
akal karena berkah tidak bisa datang dengan sendirinya melainkan harus dicari dan
diupayakan kehadirannya sehingga kemungkinan akan timbul beban ekonomi atau bahkan

9

financial dalam rangka itu. Sebagai contoh,produsen dilarang untuk melakukan eksploitasi
terhadap tenaga kerja dan harus menunaikan hak-hak tenaga kerja dengan baik, meskipun
kesempatan mengeksploitasi itu terbuka dan tenaga kerja pun sering kali tidak akan
menyadarinya. Dengan mengeksploitasi tenaga kerja (misalnya dengan menekan tingkat
upahnya) sebenarnya produsen dapat meningkatkan efisiensi biaya tenaga kerja yang
kemudian akan berdampak pada meningkatnya keuntungan. Namun, karena pengusaha
Muslim berorientasi pada berkah maka hal tersebut tidak akan dilakukan, meskipun
konsekuensinya harus mengeluarkan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi. Contoh yang lain
adalah penerapan prinsip dan nilai halalan thayyibah dalam produksi, dimana seluruh
kegiatan produksi dan input yang digunakannya adalah legal/resmi dan baik sesuai dengan
prinsip syariah.
Produsen seperti ini rela mengeluarkan biaya lebih tinggi dikarenakan yakin bahwa
hanya dengan cara tersebut berkah akan diberikan oleh Allah. Berkah ada dua yaitu berupa
pahala yang kelak diterimanya diakhirat, dan segala hal yang memberikan kebaikan dan
manfaat bagi produsen sendiri atau juga manusia secara keseluruhan. Komitmen produsen
terhadap hal-hal tenaga kerja, misalnya akan meningkatkan etos, loyalitas, dan produktivitas
tenaga kerja terhadap produsen dengan cara memberikan reward atau bonus bagi pekerja
tergiat. Akibatnya para tenaga kerja akan bekerja dengan lebih baik sehingga pada akhirnya
juga akan menguntungkan produsen itu sendiri. Komitmen seperti ini dipastikan juga akan
meningkatkan citra positif produsen dimata masyarakat sehingga kemungkinan juga akan
meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap produsen. Pada akhirnya apresiasi ini dapat
diwujudkan dalam bentuk peningkatan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa yang
dihasilkan produsen.
Adanya biaya untuk mencari berkah (BC) tentu saja akan membawa implikasi
terhadap harga barang dan jasa yang dihasilkan produsen. Harga jual produk adalah harga
yang telah mengakomodasikan pengeluaran berkah tersebut, yaitu :
B

P = P + BC

Dengan demikian, rumusan mashlahah yang di ekspresikan dalam persamaan diatas
akan berubah menjadi :
M = BTR – TC – BC
Selanjutnya dengan pendekatan kalkulus terhadap persamaan diatas, maka bisa
ditemukan pedoman yang bisa digunakan oleh produsen dalam memaksimumkan mashlahah
atau optimum mashlahah condition (OMC), yaitu :
B

P dQ = dTC + dBC

Jadi optimum mashlahah condition dari persamaan diatas menyatakan bahwasanya
mashlahah akan maksimum jika dan hanya jika nilai dari unit terakhir yang diproduksi
10
(BPdQ) sama dengan perubahan (tambahan) yang terjadi pada biaya total (dTR) dan

pengeluaran berkah total (dBC) pada unit terakhir yang di produksi ( BPdQ) masih lebih besar
dari pengeluarannya, dTC + dBC, maka tidak akan ada lagi dorongan bagi produsen untuk
menambah produksi lagi. Dalam kondisi demikian produsen dikatakan berada pada posisi
keseimbangan (equilibrium) atau optimum.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Secara teknis produksi adalah proses mentransformasi input menjadi output, tetapi
definisi produksi dalam pandangan ilmu ekonomi jauh lebih luas. Kegiatan produksi dalam
perspektif ekonomi Islam pada akhirnya mengerucut pada manusia dan eksistensinya yaitu
mengutamakan harkat kemuliaan manusia.
Kegiatan produksi dan konsumsi merupakan sebuah mata rantai yang saling berkaitan
satu dengan yang lainnya. Kegiatan produksi harus sepenuhnya sejalan dengan kegiatan
konsumsi. Tujuan kegiatan produksi adalah menyediakan barang dan jasa yang bisa
memberikan mashlahah maksimum bagi konsumen yang diwujudkan dalam pemenuhan
kebutuhan manusia pada tingkatan moderat, menemukan kebutuhan masyarakat dan
pemenuhannya, menyiapkan persediaan barang/jasa di masa depan, serta memenuhi sarana
bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah Dalam konsep ekonomi konvensional
(kapitalis) produksi dimaksudkan untuk memperoleh laba sebesar besarnya.
Berbeda dengan tujuan produksi dalam ekonomi konvensional, tujuan produksi dalam
Islam yaitu memberikan mashlahah yang maksimum bagi konsumen. Walaupun dalam
ekonomi Islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba
tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum Islam. Dalam konsep
mashlahah dirumuskan dengan keuntungan ditambah dengan berkah.

11

DAFTAR PUSTAKA

12

(P3EI), P. P. (2015). EKONOMI ISLAM. Yogyakarta: Raja Gravindo Persada.
Diana, I. N. (2008). Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Kahf, M. (1997). Ekonom Islam; Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Karim, A. (2007). Ekonomi Mikro Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Masyhuri. (2007). Ekonomi Mikro . Malang: UIN Malang Press.
Metwally. (1995). Teori dan Model Ekonomi Islam. Jakarta : PT. Bangkit Daya Insana.
Mustafa Edwin Nasution, d. ( 2007). Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana.
Qardhawi, Y. (1997). Norma dan Etika Ekonomi Islam . Jakarta: Gema Insani Press.
Rahman, A. (1995). Doktrin Ekonomi Islam. Jakarta : Dana Bhakti Wahab.
Rosyidi, S. (2006). Pengantar Teori Ekonomi Pendekatan kepada Teori Ekonomi Mikro dan
Makro. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,.

PERTANYAAN
1.

13

Miftakhul Afiyah Maspeke
Dalam pembahasan perbedaan antara produsen muslim dan produsen non muslim

disitu dikatakan bahwa produsen islam menggunakan normadan etika. Apakah produsen non
muslim (konvensional) tidak memiliki norma dan etika ?
Jawaban :
Yang dimaksud norma dan etika pada produsen muslim adalah norma dan etika
syariah, jadi norma dan etika ini hanya dimiliki oleh produsen muslim saja karena norma dan
etika produsen muslim berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits, sedangkan produsen non muslim
hanya memiliki norma dan etika dalam berbisnis secara umum saja bukan norma dan etika
syariah yang memperimbangkan kemaslahatan umat.
2.

M Dony Multazam
Berikan Contoh real produsen muslim dan produsen non muslim!

Jawaban :
Contoh perusahaan muslim :
a. Perusahaan kripik Karichips
b. PT Trakindo Utama
c. PT Chandra Sakti Utama Leasing
Contoh Perusahaan non muslim :
a. PT Djarum Kudus
b. Abadi Barindo Authotec
c. Wings
3.

Siti Shalma
Apakah ada perbedaan dalam cara memproduksi antara produsen islam dan produsen

konvensional ?, jelaskan
Jawabanya :

Terdapat perbedaan cara memproduksi antara produsen muslim dan non muslim yaitu
produsen muslim mempertimbangkan kemaslahatan umat dalam kegiatan produksinya seperti
kehalallan suatu produk,manfaat dari produk yang diproduksi,penentuan keuntunganya
semua itu dipertimbangkan, sedangkan produsen non muslim tidak mempertimbangkan
kemaslahatan umat,mereka hanya mementingkan keuntungan maksimal.
4.

Joko
Bagaimana cara memaksimalkan falah ?
Apakah produsen muslim boleh bekerja sama dengan produsen non muslim ?

Jawabanya :
a. Cara memaksimalkan falah dimulai dari memperbaiki diri terlebih dahulu, dengan
kesadaran diri sendiri dan iman yang kuat, kita sadar akan pentingnya memilah suatu produk
yang halal atau tidak, kita sadar akan dampak baik atau buruk dalam pemakaian suatu produk
bagi diri sendiri maupun orang lain, dst. Jika pertimbangan - pertimbangan tersebut akhirnya
dipilih menjadi suatu keputusan , maka keputusan yang mengandung unsur manfaat dan
mashlahah lah yang akan mendorong kita menuju falah yang maksimal dari segi ekonomi.
b. Boleh selagi tidak membuat iman kita luntur dan masih dalam batas batas ukuwah
yang ditentukan oleh Allah
5.

Aisyah Isnaeni
Jelaskan Etika bisnis dalam EKIS!

Jawab :
Etika bisnis dalam ekonomi islam :
a. Kesatuan (Tauhid/Unity)
Memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi,
politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen.
b. Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat
curang atau berlaku dzalim.
Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur
dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk
pengurangan takaran dan timbangan.

Seperti yang tertulis dalam Q.S. al-Isra’: 35 yang artinya :
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca
yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,”
c. Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan
itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya
batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja
dengan segala potensi yang dimilikinya.
d. Tanggung jawab (Responsibility)
untuk

memenuhi

tuntunan

keadilan

dan

kesatuan,

manusia

perlu

mempertaggungjawabkan tindakanya.
e. Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar
yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas
pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku
preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi,
kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
6.

M Dzakky Sore2

Bagaimana pandangan ekonomi islam terhadap barang-barang kw ?
Jawab :
Hukum memplagiat merk dalam pembuatan sebuah produk tanpa izin pemiliknya
adalah aktivitas pelanggaran hak cipta, yang secara hukum dan secara syariah dilarang, dan
hukumnya sama seperti mencuri.
Namun, bila suatu perusahaan kecil membeli lisensi/merk subuah produk dari pemilik
aslinya dan perusahaan kecil tersebut membayar pajaknya maka kegiatan produksi tersebut
boleh-boleh saja karena sudah mendapat izin dari pemilik asli dari merk dagang yang
dimaksud, namun perusahaan kecil tersebut tidak diakui sebagai cabang dari perusahaan
pemilik lisensi.
7.

M Habib al-Fajri
Apakah produsen muslim mempunyai hak untuk menaikan harga daganganya diatas

harga pasar ?
Jawab :

Produsen muslim boleh menaikan harga Namun bila produsen sudah menaikkan harga
di atas batas kewajaran, mereka itu telah berbuat zalim dan sangat membahayakan umat
manusia,maka seorang penguasa (Pemerintah) harus campur tangan dalam menangani
persoalan tersebut dengan cara menetapkan harga standar. Dengan maksud untuk melindungi
hak-hak milik orang lain., mencegah terjadinya penimbunan barang dan menghindari dari
kecurangan- kecurangan. Inilah yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Kattab
8.

Bapak M Iqbal, S.E.I , M.S.I
Bagaimana pandangan islam terhadap teori pareto optimum yang berkaitan dalam hal

teori produksi?
Jawab :
Ekonomi Islam memandang banyak kekurangan pada penerapan konsep pareto
optimum sebagai kondisi efisien dalam perekonomian.
Pada konsep pareto optimum sebenarnya banyak sekali ditemukan ketidakadilan. Hal
ini dikarenakan titik berat pareto optimum yang hanya menekankan pada efisiensi
perekonomian. Efisiensi dalam perekonomian konvensional hanya bertujuan untuk
memaksimalkan surplus konsumen dan produsen.
Pada

analisiscontract

curve dalam

kotak

Edgeworth,

dijelaskan

bahwa

sepanjang contract curve alokasi sumber daya akan selalu efisien. Ini suatu pernyataan yang
sangat tidak adil karena dengan begitu kita bisa saja mengambil titik pada contract
curve yang memberikan alokasi terbesar hanya kepada satu pihak yang diinginkan dengan
begitu pihak lain akan mendapatkan alokasi sumber daya yang sangat kecil. Namun menurut
konsep pareto optimum kondisi seperti itu sudah terbaik dalam perekonomian .
Pihak yang mendapatkan alokasi terkecil pun dianggap sudah mencapai alokasi
sumber daya terbaiknya dan tidak dapat menaikkan utilitasnya, yang sangat kecil itu, karena
jika dinaikkan akan membuat pihak lain, yang utilitasnya sangat besar, menjadi worse-off dan
berakibat pada terganggunya efisiensi perekonomian konvensional. Hal ini jelas
menunjukkan ketidakadilan terhadap masyarakat kecil (miskin).
Kelemahan pareto optimum lainnya adalah ketidakmampuan konsep efisiensi alokasi
menentukan pada contract curve, alokasi efisien mana yang akan memberikan hasil terbaik
bagi masyarakat. Pareto optimum hanya menjelaskan bahwa sepanjang contract curve alokasi
pada perekonomian perdagangan akan selalu efisien dan ekonomi harus mencapai
efisiensinya. Oleh karena itu jika kita hanya mengacu pada sistem pareto optimum dari

ekonomi konvensional ini, efisiensi yang akan terjadi dalam perekonomian belum tentu
memberikan keadilan pada seluruh masyarakat.