IDENTIFIKASI PENETRASI AIR TANAH TERCEMA

1

IDENTIFIKASI PENETRASI AIR TANAH TERCEMAR LIMBAH INDUSTRI PADA
DAERAH X DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS

Arif Ramos Parulian, S.Si.
Universitas Padjadjaran

Abstrak
Daerah X merupakan kawasan multi fungsi. Terdapat lahan persawahan, daerah pemukiman, dan
daerah industri pada daerah ini. Pada daerah X terdapat sungai Y. Sungai ini menjadi menjadi
tempat pembuangan untuk limbah dari pabrik yang ada disekitar daerah X, yang telah terjadi
selama 15 tahun terakhir. Limbah industri telah mencemari permukaan dan telah meresap kedalam
lapisan akuifer dan mencemari air tanah yang menjadi sumber kehidupan penduduk sekitar.
Menggunakan metode geofisika resistivitas dengan konfigurasi Wenner, Schlumberger, dan
Dipole-dipole, diteliti sudah berapa dalam penetrasi air tercemar limbah. Penelitian ini dilakukan
pada daerah X dengan membentang garis akuisisi data sepanjang 560 m dengan jumlah elektroda
28 buah dan spasi antar elektroda yaitu 20 m. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
software Res2DInv. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa air tanah pada daerah penelitian
telah tercemar hingga lapisan akuifer dalam pada kedalaman dibawah 60 meter.
Kata kunci: kawasan multi fungsi, pencemaran, resistivitas

Abstract

Regions X is a multifunctional area. There are agricultural area, residential area and industrial
area in this region. There also river Y in this area. This river into becoming a dumping ground for
waste from the area around the existing plant X, which has occurred over the last 15 years.
Industrial waste has polluted the surface and has seeped into the aquifer layer and contaminate
the groundwater which is the source of life surrounding population. By using the methods of
geophysical resistivity with Wenner configuration, Schlumberger and Dipole-dipole, examined
how the penetration of polluted waste water. This research was conducted in the area X by
extending the data acquisition line along 560 m with a number of electrodes 28 pieces and the
space between the electrodes is 20 m. Data processing is performed using software RES2DINV.
Results of this research found that groundwater in the region X has been contaminated by layers
deep aquifer at depths below 60 meters.
Keywords : multifunctional areas, pollution, resistivity

I.

Pendahuluan

Air merupakan kebutuhan terpenting bagi

kehidupan manusia. Air yang bersih
sangatlah penting bagi manusia untuk dapat
melakukan
kegiatannya
sehari-hari.

Peradaban manusia selalu berada tidak jauh
dari sumber mata air. Selain dari air
permukaan, dewasa ini untuk dapat
memenuhi kebutuhan, air yang terdapat
dibawah permukaan juga telah dimanfaatkan.

2

Biasanya air yang berada dibawah
permukaan berada pada lapisan akuifer. Hal
demikian terjadi pada daerah pemukiman
yang berada di cekungan, seperti pemukiman
di daerah X. Pada daerah X, masyarakat
mendapatkan sumber air dari sungai yang

mengalir pada daerah tersebut, yaitu sungai
Y, juga mendapatkan air dari sumur-sumur
air. Semakin berkembang jaman, maka
daerah X juga berkembang, ditandai dengan
munculnya daerah industri pada daerah
tersebut. Dengan munculnya daerah industri
tersebut, terjadi pencemaran sungai, sebab
industri
tersebut
membuang
limbah
industrinya ke sungai. Karena pencemaran
sungai ini masyarakat sekitar beralih sumber
air dari sungai menjadi sumur. Namun, akibat
pencemaran yang terjadi secara bertahuntahun, akhirnya limbah meresap ke lapisan
akuifer. Akibatnya, air pada lapisan akuifer
yang menjadi sumber air masyarakat sekitar
menjadi tercemar. Namun, tidaklah diketahui
berapa dalam limbah telah meresap, sehingga
masyarakat sekitar hanya memperdalam

sumur tanpa mengetahui apakah air yang
dipakai masih bersih atau sudah tercemar.
Untuk mengetahui kedalaman penetrasi dari
limbah, maka dilakukan penelitian geofisika
menggunakan metode geolistrik resistivitas.
II.

Landasan Teori

2.1 Tinjauan Geologi dan Hidrogeologi
Daerah X berada pada suatu cekungan, dan
dibentuk oleh jenis batuan sedimen dan
vulkanik. Mengacu pada hasil penelitian
sebelumnya, susunan batuan daerah

penelitian dari yang berumur tua ke muda
adalah sebagai berikut
 Hasil gunung api muda
Formasi batuan ini berada dibagian bawah,
terdiri dari breksi gunung api yang terpilah

buruk dengan fagmen utama batuan beku
andesit, tufa lapilli, lava andesit, dan pasir
tufaan yang berbutir halus kasar.
 Formasi kosambi
Formasi ini dikenal dengan sebutan endapan
danau, yang terdiri dari lempung tufaan, batu
lanau tufaan dan pasir tufaan. Satuan batuan
ini menipis ke arah timur dan utara daerah
penelitian, menumpang diatas formasi hasil
gunung api muda dengan ketebalan 0-125
meter
Secara hidrologi, batuan dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis, yaitu:
 Akuifer, yaitu batuan lepas yang
berukuran batu pasir atau lebih kasar
serta batuan padu yang memiliki celahan
 Akuiklud, yaitu batuan yang dapat
menyimpan air tanah tetapi tidak dapat
meloloskannya dalam jumlah yang
berarti (contohnya batuan lempung)

 Akuitar adalah batuan yang dapat
menyimpan air tanah tetapi kurang dapat
meloloskannya
 Akuifug, yaitu batuan yang tidak
bercelah, yang tidak dapat menyimpan
ataupun meloloskan air tanah (contonya
batuan beku)
Mengacu pada hasil pemetaan hidrogeologi
oleh Sutrisno (1983), Pada daerah penelitian
batuan pasir tufaan merupakan akuifer
utama, dan diketemukan pada berbagai
kedalaman yang berbeda.

3

Gambar 2.1 Geologi didaerah bandung dan sekitarnya
2.2 Konsep Dasar Geolistrik Resistivitas
Dalam beberapa seri pertama, kita mengenal
beberapa informasi umum tentang fenomena
gempa bumi. Gempa bumi di bidang

keilmuan geofisika merupakan fenomena
sifat fisika bumi yang elastik. Batuan-batuan
di dalam bumi, dan beberapa material lainnya
(misalnya fluida, mineral, dan lain
sebagainya) memiliki resistivitas atau
konduktivitas tertentu. Resistivitas adalah
ukuran
bagaimana
suatu
material
mengalirkan aliran arus listrik. Batuan
berpori dengan kandungan fluida yang
bersifat elektrolit biasanya memiliki nilai
resistivitas yang rendah, artinya batuan
tersebut memiliki kemampuan yang baik
dalam mengalirkan aliran arus listrik atau
batuan tersebut bersifat konduktif. Distribusi

resistivitas di bawah permukaan bumi
diperoleh dari hasil perekaman beda

potensial di permukaan akibat dari adanya
arus listrik yang diinjeksikan ke dalam bumi
melalui suatu elektroda. Gambar 2.3 di
bawah ini menunjukkan skematik sederhana
pengukuran geolistrik pada medium yang
homogen.

Gambar 2.2 Aliran arus listrik apabila
menggunakan satu elektroda A sebagai
sumber arus (a), aliran arus listrik oleh
sepasang elektroda sumber AB dan

4

penerima MN (b). (Sumber: Geoelectrical
Methods – MØLLER et al)
Pengukuran geolistrik berkaitan erat dengan
geometri susunan elektroda arus dan
potensial yang digunakan. Beberapa
konfigurasi elektroda yang umum digunakan

adalah Schlumberger, Wenner, Dipoledipole, dan Gradient Array. Perkiraan
distribusi resistivitas secara horizontal atau
lateral dari data sekunder memungkinkan
untuk melakukan pengukuran geolistrik
dengan teknik sounding atau profiling.
Geolistrik sounding atau Vertical Electrical
Sounding merupakan salah satu teknik
geolistrik 1-Dimensi yang melihat perubahan
nilai resistivitas yang bervariasi terhadap
kedalaman di satu titik. Konfigurasi
elektroda yang umum digunakan adalah
konfigurasi
Schlumberger.
Variasi
perubahan nilai resistivitas secara lateral
dapat dilihat secara tepat dengan teknik
geolistrik profiling atau geolistrik 2-Dimensi.
Teknik pengukuran geolistrik di lapangan
telah berkembang dari penggunaan sepasang
elektroda sumber arus dan sepasang

elektroda penerima beda potensial menjadi
beberapa
elektroda
sekaligus
(multi
electrode). Setiap elektroda dapat berfungsi
sebagai sumber atau penerima pada saat
tertentu. Penggunaan elektroda semacam ini,
dapat meningkatkan produktifitas dan
menekan biaya operasional lapangan.
(Gambar 2.4).

Gambar 2.3 Layout pengukuran geolistrik
multi-eketroda
Pada dasarnya batuan memiliki
karakteristik tertentu yang dapat dijelaskan

dari besaran-besaran fisis. Beberapa
karakteristik batuan diantaranya adalah
permeabililitas, porositas, konduktivitas dan

resistivitas. Sifat-sifat suatu formasi dapat
digambarkan oleh tiga parameter dasar yaitu
konduktivitas listrik, permeabilitas magnet,
dan
permitifitas
dielektrik.
Sifat
konduktivitas batuan berpori dihasilkan oleh
sifat konduktivitas dari fluida yang mengisi
pori, interkoneksi ruang pori dan sifat
konduktivitas dari interfase butiran dan fluida
pori. Salah satu metoda yang menerapkan
konsep dasar fisika yang meliputi besaranbesaran fisis diatas adalah metoda geolistrik.
Metode ini mempelajari sifat aliran listrik di
dalam bumi. Metode geolistrik yang lazim
dikenal antara lain : Metode potensial diri
(Self potensial), arus telurik, magnetotelurik,
metode polarisasi terinduksi (inducted
polarization ), dan metode tahanan jenis /
resistivitas (resistivity). Pendeteksian diatas
permukaan meliputi pengukuran medan
potensial , arus dan elektromagnetik yang
terjadi baik secara alamiah maupun akibat
penginjeksian arus kedalam bumi. Oleh
karena metode geolistrik cukup sederhana,
murah dan sangat rentan terhadap gangguan
sehingga cocok digunakan dalam eksplorasi
dangkal seperti eksplorasi mineral maupun
reservoar air.
2.2.1 Hukum Ohm
Hukum Ohm menyatakan hubungan antara
nilai tahanan yang sebanding Dengan nilai
potensial dan berbanding terbalik dengan
nilai arus, dimana nilai tahanan memiliki
satuan Ohm, nilai potensial memiliki satuan
volt dan arus memiliki satuan ampere.
R = V/I
(2.1)
Dengan : R = tahanan (Ohm)
V
= Beda potensial (Volt)
I
= arus ( Ampere)
2.2.2 Arus Listrik Searah
Konsep mengenai arus listrik searah
merupakan konsep arus listrik I yang

5

melewati suatu medium dengan luas
penampang A, Panjang medium L dan
memiliki beda potensial V antara kedua
ujungnya.Secara
matematis
dituliskan
sebagai :
I 

A
V
L

Dengan  

I 

atau


1

 kons tan

A
V
L

(2.2)

Kedua konsep tersebut dapat digabungkan
secara matematis menjadi :
AV
(2.3)
I 
L
Dengan :
: Beda potensial antara kedua ujung
V
kawat (Volt)
: tahanan jenis bahan (Ohm m)

: Panjang bahan
L
: Konduktivitas (siemens/meter)

I

V1

V2

L Arus listrik searah
Gambar 2.4

3.
4.

Temperatur
Permeabilitas atau kesanggupan suatu
bahan yang mempunyai pori – pori untuk
mengalirkan cairan.

2.2.3 Potensial dalam Medium Homogen
Jika suatu arus mengalir dalam medium yang
homogen isotropik dan dA merupakan

elemen permukaan, J adalah rapat arus
dalam ampere/meter2, maka arus tersebut

dapat dinotasikan sebagai J .Da. Berdasarkan
persamaan 2.4, maka :
I
V
(2.5)

Mengingat E 


A
V
L

L

 I
dan J 

A

Maka rapat arus menjadi


(2.6)
J  E
Dengan E (volt/meter) dan  adalah
konduktivitas bahan (siemens/meter).Telah
diketahui bahwa medan listrik merupakan
gradient dari potensial scalar,

(2.7)
E  V
Dengan V dalam volt, maka persamaan 2.7
menjadi :

(2.8)
J  V
Jika muatan tersebuut berada pada suhu
ruangan dengan volume tertutup dengan luas
permukaan A, maka kondisi tersebut dapat
ditulis :

(2.9)
 J .dA  0
A

Harga tahanan jenis batuan ditentukan oleh
masing – masing tahanan jenis unsur
pembentuk batuan. Hantaran listrik pada
batuan yang ada didekat permukaan tanah ,
sebagian besar ditentukan oleh distribusi
elektrolit yang ada dalam pori – pori batuan
tersebut. Selain dari jenis batuan dan jumlah
masing – masing unsure pembentuk batuan ,
tahanan jenis ditentukan juga oleh faktor –
faktor :
1. Kesarangan (Porositas)
2. Hantaran jenis / tahanan jenis cairan
yang ada dalam pori – pori batuan

Menurut teorema Gauss yang menyatakan
bahwa divergensi integral volume dari suatu
arus dalam suatu luasan akan sama dengan
total muatan yang dilingkupi oleh luasan
tersebut, dan dinyatakan dengan :
 
(2.10)
 .J dV  0
v

Dengan V adalah volume yang melingkupi
muatan tersebut.Dengan mensubstitusikan
persamaan (2.8) ke persamaan (2.10) maka
didapat :
   
.J  .V   0
Sehingga  
 .V   2V  0

6

Jika  bernilai konstan maka akan
didapatkan persamaan laplace berikut :
(2.11)
 2V  0
2.2.4 Tahanan Jenis Semu (Apparent
Electrical Resistivity)
Tahanan jenis semu (apparent electrical
resistivity) ρa dari suatu formasi geologi
diperoleh dari hubungan berikut ini:
ρa = R (A/L)
(2.12)
dimana R adalah tahanan terhadap arus listrik
searah I (yang menyebabkan terjadinya
perbedaan potensial V) pada blok satuan dari
material batuan dengan luas penampang A
dan panjang L. Di dalam material yang jenuh
air, ρa tergantung pada kepadatan dan
porositas dari material dan salinitas dari
fluida yang terkandung di dalam material ini.
Dimana K adalah faktor konfigurasi dan
bernilai :
K

2
1 1 1 1
      
 r1 r2   r3 r4 

(2.13)

Harga tahanan semu bergantung pada faktor
geometri atau dengan kata lain bergantung
pada susunan elektroda yang digunakan.
Dalam pendugaan tahanan jenis digunakan
asumsi-asumsi sebagai berikut:
1. Di bawah permukaan tanah terdiri dari
lapisan-lapisan
dengan
ketebalan
tertentu.
2. Bidang batas antar lapisan adalah
horizontal.
3. Setiap lapisan dianggap homogen
isotropis.
Yang dimaksud dengan homogen adalah nilai
tahanan jenisnya sama dan isotropis adalah
tahanan jenisnya akan menyebar ke segala
arah dengan harga yang sama.
2.3
Sifat Listrik Batuan
Berdasarkan proses konduksi di dalam
batuan, jenis batuan digolongkan menjadi
tiga macam, yaitu:

1. Konduksi dielektrik
Terjadi jika batuan bersifat dielektrik
terhadap aliran listrik (terjadi polarisasi
muatan saat bahan dialiri arus listrik).
2. Konduksi elektrolitik
Terjadi jika batuan bersifat porus dan poripori tersebut terisi cairan-cairan elektrolit.
Pada kondisi ini arus dibawa oleh ion-ion
elektrolit.
3. Konduksi elektronik
Terjadi jika batuan mem[unyai banyak
elektron bebas sehingga arus listrik dibawa
oleh elektron bebas.
2.4
Susunan (Konfigurasi) Elektroda
dalam Pengukuran Tahanan Jenis
Ada beberapa macam susunan (konfigurasi)
elektroda dalam pengukuran tahanan jenis,
antara lain :
1. Konfigurasi Schlumberger
Dalam susunan elektroda Schlumberger ini,
jarak antara dua elektroda arus A dan B
dibuat lebih besar daripada jarak elektroda
potensialnya M dan N. Umumnya pada
susunan ini elektroda – elektroda diletakkan
satu garis lurus seperti yang ditunjukan oleh
gambar 2.6 dibawah ini :
Sumber

I

b

b

a

A

M

0

N

L

Gambar 2.5 Susunan Elektroda
Schlumberger
Berdasarkan besaran fisis yang diukur
susunan elektroda schlumberger ini bertujuan

B

7

untuk mengukur gradien potensial listriknya.
Besar faktor geometris untuk susunan
elektroda schlumberger ini sesuai dengan
persamaan :
 b2 a 
K     
(2.14)
 a 4
Jadi,
 b 2 a  V
 a , s     
(2.15)
 a 4 I
2. KonfigurasiWenner
Dalam praktek aktifitas pendugaan geolistrik
di lapangan, suatu arus listrik yang besarnya
diketahui dilewatkan dari suatu alat duga
geolistrik ke dalam tanah, yakni melalui
sepasang elektrode arus yang dipasang,
katakanlah di titik-titik A dan B. Kemudian
selisih potensialnya diukur, yaitu melalui
sepasang
elektrode
potensial
yang
ditancapkan di titik-titik M dan N. Titik-titik
A, M, N, B diusahakan berada dalam suatu
garis lurus. Metode pendugaan yang
menggunakan susunan elektrode aturan
Wenner (yang merupakan bentuk khusus dari
susunan Schlumberger dengan mengambil a
= MN = 1/3 AB). Setiap kali selesai
dilakukan pengukuran, elektrode arus (C)
dan elektrode potensial (P) bersama-sama
digerakkan atau dipindahkan dengan jarak
pindah sesuai dengan kedalaman duga
menurut aturan tersebut. Jarak atau spasi
elektrode-elektrode menentukan kedalaman
penetrasi arus listrik ke dalam tanah. Untuk
setiap kali pengukuran, nilai ρa dihitung atas
dasar hasil pengukuran perbedaan potensial,
besar arus yang dikenakannya dan spasi dari
elektrode-elektrode
tersebut.
Panjang
bentangan diatur sekitar 500 m untuk
kedalaman duga sekitar 150 m. Dengan
menerapkan susunan elektrode Wenner ini
(lihat gambar 2.7), bisa diperoleh hargaharga serta hubungan antara nilai tahanan
jenis semu (apparent specific resistivity) ρa

dengan besaran fisika R (tahanan listrik)
dengan menggunakan rumus:
a

A

a

I
A

B

V
M

N

Gambar 2.6 Susunan Elektroda Wenner

K  2 .MN
(2.16)
V
V
a  K
 2 .MN.
 2 .a .R
I
I

3.

Konfigurasi dipole-dipole

Gambar 2.7 Susunan dipole-dipole
k  n(n  1)(n  2)a

4.

(2.17)

Konfigurasi pole-dipole

Gambar 2.8 Susunan pole-dipole
� = 2�� �2 + n

(2.18)

8

5.

Konfigurasi pole-pole

Gambar 2.9 Susunan pole-pole

III.

� = 2��

(2.19)

Metode Penelitian

3.1
Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan
mengunakan alat Super Sting dan
menggunakan
konfigurasi
Wenner,
Schlumberger, dan dipole-dipole. Lokasi
Pengambilan data dilakukan didaerah
persawahan yang terletak pada daerah X
dengan memfokuskan pada daerah yang
dilewati oleh sungai Y, dan penelitian dengan
membentangkan elektroda sepanjang 560
meter dengan jumlah elektroda 28 buah, spasi
20 meter dan lintasan pengukuran memotong
sungai Y yaitu diantara elektroda 14 dan 15.

Gambar 3.2 Diagram alir umum prosedur
percobaan

Gambar 3.1 Lokasi penelitian

9

3.2
Pengolahan Data
Setelah melakukan akuisisi data, didapatkan
data nilai resistivitas daerah pengukuran.
Data yang didapatkan dari super sting
dikonvert terlebih dahulu menggunakan
software AGISSadmin . Setelah dikonvert,
lalu data RAW dikoreksi terlebih dahulu,
yakni menghilangkan data yang memiliki
nilai negative dan nilai yang terlalu besar
pada data nilai resistivitas. Setelah data
selesai dikoreksi, kemudian data diolah
menggunakan software Res2DInv. Pada
software Res2DInv juga dilakukan koreksi
dengan cara menghilangkan bad datum
points. Hasilnya kemudian diinversi dengan
metode last square inversion , lalu dijadikan
penampang. Hasil penampang dari beberapa
metode disamakan kontur intervalnya, dan
menggunakan acuan nilai resistivita,
kemudian ditentukan lapisan bawah
permukaan daerah pengukuran.

Gambar 3.3 Diagram alir pengolahan data

IV.
Hasil
4.1 Karakteristik
Resistivitas
Semu
Daerah Tidak Tercemar
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, pada daerah yang memiliki
keadaan geologis yang sama dengan daerah
penelitian (daerah Z), maka terlihat bahwa
pada daerah Z yang belum tercemar, nilai
resistivitas pada lapisan yang mengandung
air bersih yaitu berkisar antara 10-50 ohm.m
(gambar 4.1). Pada daerah Z yang masih
memiliki kandungan air bersih, harga
resistivitas pada lapisan akuifernya adalah
berkisar antara 5-20 ohm.m, yang secara
geologi maka lapisan akuifernya dapat
berupa lapisan pasir tufaan, pasir lempungan
atau pun lapisan lempung pasiran. Adapun
pada daerah Z memiliki dua lapisan akuifer,
yaitu akufier dangkal pada kedalaman 7-30
meter dan akuifer dalam pada kedalaman 90
meter kebawah. Pada daerah ini juga
mengandung lapisan akuiklud sebagai
penahan air pada lapisan akuifer yang
memisahkan antara akuifer dangkal dengan
akuifer dalam, dapat berupa lempung atau
pun lapisan lempung tufaan. Lapisan
akuiklud ini berperan penting dalam
terpengaruhnya air yang terkandung didalam
lapisan akuifer dari penetrasi fluida yang
berasal dari permukaan. Semakin tebal
lapisan akuiklud, maka semakin sulit untuk
menerobos lapisan akuiklud sebab sifat dari
lapisan akuiklud adalah dapat menyimpan
kandungan fluida namun sulit untuk
meloloskan fluida. Pada daerah Z, lapisan
akuiklud memiliki ketebalan 40 meter
dengan kedalamannya adalah mulai dari 3090 meter. Adapun harga resistivitas pada
lapisan akuiklud yang masih memiliki
kandungan air bersih berkisar antara 20-50
ohm.m.

10

Gambar 4.1 Penampang resistivitas semu pada daerah Z

(a)

(b)
Gambar 4.2 Lapisan pada daerah Z (a) Lapisan akuifer (b) Lapisan akuiklud
4.2 Karakteristik
Resistivitas
Semu
Daerah Penelitian
Dari hasil data penampang resistivitas semu,
terlihat bahwa pada pada keempat hasil
penampang
memiliki
kecenderungan
penyebaran harga resistivitas semu yang
hampir sama. Terdapatnya perbedaan pada
masing-masing penampang disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti adanya faktor
kelelahan alat pada saat pengambilan data
dan perbedaan pemberian daya pada alat oleh
baterai akibat pemakaian yang terusmenerus. Selain itu, perbedaan penyebaran
harga resistivitas semu ini juga disebabkan
oleh sifat dari masing-masing konfigurasi
yang
berbeda-beda.
Konfigurasi
Schlumberger memiliki kualitas data yang
baik secara vertikal, namun kurang bagus
secara horizontal, dan baik dalam
menggambaran perbedaan harga resistivitas
semu didekat permukaan. Konfigurasi

schlumberger juga akan menurun kualitas
datanya ketika spasi antar elektrodanya
semakin besar. Untuk konfigurasi Wenner,
memiliki kualitas data yang kurang baik
secara vertikal, namun dapat menunjukkan
perbedaan harga resistivitas semu yang baik
secara
horizontal.
Sementara
untuk
konfigurasi
dipole-dipole,
merupakan
perpaduan antara konfigurasi schlumberger
dan konfigurasi wenner. Namun, konfigurasi
dipole-dipole tidak memberikan hasil data
yang secara vertikal sebaik konfigurasi
schlumberger, dan tidak memberikan hasil
data yang secara horisontal sebaik
konfigurasi wenner, namun konfigurasi ini
dapat menggambarkan penyebaran harga
resistivitas semu yang baik secara horizontal
dan vertikal. Oleh karena itu, keempat
penampang resistivitas semu ini kemudian
dilihat tren data yang kemudian diolah

11

menjadi keadaan geologi bawah permukaan
daerah penelitian.

(a)

(b)

(c)

(d)
Gambar 4.3 Penampang resistivitas semu pada daerah X (a) Konfigurasi dipole-dipole 750 mA
(b) Konfigurasi dipole-dipole 1000 mA (c) Konfigurasi schlumberger (d) Konfigurasi wenner
Dari
penampang
resistivitas
yang
ditunjukkan oleh gambar 4.3, terlihat bahwa
pada pada daerah X, terdapat tiga jenis
lapisan, yaitu lapisan tanah penutup, lapisan
akuifer, dan lapisan akuiklud, dimana ketiga
lapisan ini mengandung air. Lapisan akuifer
pada daerah penelitian juga dibagi dua, yaitu
lapisan akuifer dangkal dan lapisan akuifer
dalam. Kedua lapisan akuifer ini dipisahkan
oleh lapisan akuiklud. Keadaan geologi pada

daerah penelitian sama dengan keadaan
geologi pada daerah tidak tercemar yang
menjadi referensi pembanding. Suatu lapisan
akuifer yang tercemar oleh fluida yang
bersifat konduktif, memiliki karakteristik
resistivitas turun, atau lebih konduktif bila
dibandingkan dengan lapisan akuifer yang
tidak tercemar. Hal ini disebabkan adanya
fluida cemaran yang bersifat konduktif,
sehingga menurunkan harga resistivitas

12

lapisan akuifer. Pada lapisan akuiklud yang
telah tercemar oleh fluida yang bersifat
konduktif, maka karakteristik resistivitasnya
menaik,
atau
lebih
resistive
bila
dibandingkan dengan lapisan akuiklud yang
tidak tercemar. Limbah yang dihasilkan oleh
industri tekstil pada daerah penelitian
memiliki sifat yang konduktif.
Pada lapisan tanah penutup, harga
resistivitasnya memiliki rentang 1-5 ohm.m
dengan ketebalan ± 5 meter. Jika
dibandingkan dengan harga resistivitas semu
pada daerah tidak tercemar, suatu lapisan
yang mengandung air bersih memiliki harga
resistivitas 10-50 ohm.m, maka terlihat
bahwa harga resistivitas semu pada lapisan
tanah penutup daerah penelitian memiliki
harga resistivitas yang lebih kecil, yaitu