PENGARUH PEMBERIAN KUNYIT DAN TEMULAWAK MELALUI AIR MINUM TERHADAP GAMBARAN DARAH PADA BROILER

(1)

AIR MINUM TERHADAP GAMBARAN DARAH PADABROILER

Oleh

Nopendika Fahrurozi

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

AIR MINUM TERHADAP GAMBARAN DARAH PADABROILER

Oleh

Nopendika Fahrurozi

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kunyit dan temulawak terhadap jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih, dan kadar hemoglobin padabroiler. Penelitian ini dilaksanakan dari Februari -- Maret 2013 di unit kandang percobaan PT. Rama Jaya Lampung yang berada di Desa Fajar Baru II, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan. Ayam yang digunakan adalah broiler strain Cobb sebanyak 180 ekor. Penelitian terdiri atas tiga perlakuan, yaitu P0 : air minum biasa; P1 : air rebusan kunyit 10 g/600 ml; dan P2 : air rebusan temulawak 10 g/600 ml. Setiap perlakuan terdiri atas 6 ulangan dengan masing-masing ulangan terdiri atas 10 ekor. Dari 18 petak kandang, setiap petaknya diambil 1 ekor untuk dijadikan sampel. Data yang diperoleh dianalis ragam menggunakan taraf nyata 5% dan atau 1%. Apabila pada analisis ragam diperoleh hasil nyata maka akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5% dan atau 1% (Steel dan Torrie, 1993).

Hasil penelitian menunjukan pemberian kunyit dan temulawak tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap jumlah sel darah merah, sel darah putih dan kadar hemoglobin. Rata-rata jumlah sel darah merah yang dihasilkan yaitu P0 (1.128.333/mm3), P1 (1.440.000/mm3), dan P2 (1.386.667/mm3). Rata-rata jumlah sel darah putih yang dihasilkan yaitu P0 (7.767/mm3), P1 (7.792/mm3), dan P2 (7.908/mm3). Rata-rata kadar hemoglobin yang dihasilkan yaitu P0 (7,6 g/100ml), P1 (8,5 g/100ml), dan P2 (8,5 g/100ml). Pada perlakuan yang diberikan kunyit dan temulawak (P1 dan P2) memiliki nilai rata-rata sel darah merah, sel darah putih, dan hemoglobin yang lebih tinggi dari pada yang tidak diberikan perlakuan (P0).

Kata kunci : broiler, kunyit, temulawak, sel darah merah, sel darah putih, hemoglobin.


(3)

(4)

(5)

Halaman

DAFTAR ISI...i

DAFTAR TABEL...ii

DAFTAR GAMBAR ...iii

I. PENDAHULUAN ... ...1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian... ...3

C. Kegunaan Penelitian... 3

D. Kerangka Pemikiran... 3

E. Hipotesis ... 8

II. TI NJAUAN PUSTAKA... 9

A. Broiler ... 9

B. Kunyit... 9

C. Temulawak ... 12

D. Kurkuminoid ... 14

E. Gambaran Darah... 16

1. Sel darah putih ... 16


(6)

III. METODE PENELITIAN... 20

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 20

C. Rancangan Penelitian ... 24

D. Pelaksanaan Penelitian ... 24

E. Peubah yang Diamati... 26

F. Analisis Data... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

A. Hasil ... 28

1. Pengaruh Kurkumin Terhadap Jumlah Sel Darah Merah ... 28

2. Pengaruh Kurkumin Terhadap Jumlah Sel Darah Putih ... 29

3. Pengaruh Kurkumin Terhadap Kadar Hemoglobin ... 30

B. Pembahasan ... 31

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 39

A. Simpulan ... 39

B. Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40 LAMPIRAN


(7)

A. Latar Belakang dan Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

mengalami peningkatan sehingga permintaan akan ketersediaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat. Jenis makanan yang bergizi baik yaitu berasal dari produk hewani dan nabati. Salah produk makanan dari hewani yaitu daging. Daging dapat berasal dari ternak ruminansia maupun non ruminansia. Ternak non ruminansia yang sangat baik untuk di kembangkan yaitubroiler.

Broiler(ayam pedaging) merupakan jenis ternak yang banyak dikembangkan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan protein hewani. Broilermerupakan ternak ayam yang paling cepat pertumbuhannya, hal ini karenabroilermerupakan hasil budidaya yang menggunakan teknologi maju, sehingga memiliki sifat-sifat ekonomi yang menguntungkan. Broilermemiliki sifat-sifat yang unggul dibanding dengan unggas yang lain, tetapibroilerjuga memiliki beberapa kelemahan yaitubroilergampang terkena stress dan sulit beradaptasi terhadap lingkungan sekitarnya,broilersangat rentan dan mudah terserang penyakit, baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, ataupun parasit. Selain itu, tingkat

penyebaran penyakitnya terbilang relatif sangat tinggi ketimbang penyakit yang menyerang ayam buras. Untuk lebih meningkatkan daya tahan tubuh dari


(8)

serangan berbagai macam penyakit dan untuk menghindarkan stress akibat dari pengaruh lingkungan dibutuhkan suplemen.

Suplemen adalah makanan kesehatan yang berfungsi sebagai penambah atau penunjang kesehatan tubuh. Menurut Karyadi (1997), suplemen makanan merupakan makanan yang mengandung zat-zat gizi dan non gizi, biasanya dalam bentuk kapsul, kapsul lunak, tablet, bubuk atau cairan yang fungsinya sebagai pelengkap kekurangan gizi yang dibutuhkan untuk menjaga agar vitalitas tubuh tetap prima. Ahmad (1999), menambahkan bahwa suplemen makanan adalah segala bentuk makanan berkhasiat atau tidak biasanya didapati dalam bentuk kapsul, tablet serbuk atau sirup yang diambil sebagai makanan tambahan untuk memenuhi kekurangan zat dalam makanan harian. Namun, bahan suplemen yang ada di pasaran saat ini pada umumnya adalah bahan kimia sintetis yang dapat menimbulkan efek negatif bagi kesehatan tubuh. Bahan-bahan suplemen alami yang dapat digunakan sebagai pengganti suplemen sentetik yaitu dari jenis tanaman yang mengandung kurkumin.

Peran antioksidancurcuminuntuk pencegahan oksidasi hemoglobin dan lisisnya sel eritrosit, disebabkan adanya struktur fenolik OH (Venkatesan,et al., 2003). Kurkumin ini banyak terkandung pada tanaman rimpang-rimpangan terutama pada rimpang kunyit dan temulawak. Peran antioksidan kurkumin dapat menjaga kondisi sel darah merah dan hemoglobin dalam kondisi yang baik, karena proses oksidasi dapat menyebabkan oksidasi hemoglobin dah lisisnya sel darah merah. Dengan peran antioksidan kurkumin diharapkan juga dapat melindungi sel darah


(9)

putih dari bahaya oksidasi. Menurut Halliwel (1995), Senyawa antioksidan dapat melindungi sel dari efek berbahaya yang disebabkan radikal bebas oksigen reaktif.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kunyit dan temulawak melalui air minum terhadap gambaran darah padabroilerserta mengetahui perlakuan yang terbaik terhadap gambaran darah padabroiler.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat umum khususnya peternak tentang manfaat kunyit dan temulawak sebagai penambah daya tahan tubuhbroiler. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan pengaruh pemberian kunyit dan temulawak terhadap gambaran darah broiler.

D. Kerangka Pemikiran

Broilermerupakan jenis ayam yang telah mengalami pemuliaan sehingga menjadi ayam pedaging yang unggul, mempunyai bentuk, ukuran dan warna yang

seragam. Ayam ini pertama kali dikenal pada periode menjelang 1980-an, meskipun galur murninya baru diketahui sejak tahun 1960-an (Rasyaf, 1993). Broilerini terdiri dari jantan dan betina, Ayam ini memiliki pertumbuhan

fantastis, yaitu mampu mencapai bobot 1 -- 2 kg dalam kurun waktu 1 -- 6 minggu (Rasyaf, 1993). Pertumbuhan ayambroilerdipengaruhi oleh beberapa faktor


(10)

diantaranya makanan (ransum), temperatur lingkungan (19--210C) dan sistem pemeliharaannya (Rasyaf 1992).

Pertumbuhanbroilersaat ini semakin pesat dan berkembang. Menurut Anggorodi (1985), pertumbuhan berlangsung mulai perlahan-lahan kemudian cepat dan pada tahap terakhir perlahan-lahan kembali yang kemudian berhenti sama sekali. Dijelaskan lebih lanjut mengenai faktor yang mempengaruhi pertumbuhanbroiler antara lain faktor nutrisional yang meliputi energi, protein, vitamin, mineral dan kalsium.

Menurut Wahju (1997), faktor yang mempengaruhi pertumbuhanbroileryaitu faktor menejerial meliputi genetik, jenis kelamin, umur, penyakit, manajemen pemeliharaan. Penyakit merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhanbroiler, sehingga kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam pertumbuhanbroiler. Dengan melihat gambaran darah kita dapat mengetahui kondisi kesehatan ternak. Contoh dari gambaran darah yang dapat dilihat yaitu jumlah sel darah putih, sel darah merah, dan hemoglobin. Darah memiliki fungsi yang sangat penting di dalam tubuh ternak. Darah pada hewan berfungsi sebagai media pembawa yaitu membawa nutrisi dari saluran pencernaan ke jaringan, hasil akhir metabolisme dari sel ke organ ekskresi, oksigen dari paru-paru ke jaringan, karbondioksida dari jaringan ke paru-paru-paru-paru, dan sekresi kelenjar endokrin ke seluruh tubuh. Darah juga membantu regulasi suhu tubuh, menjaga keseimbangan konsentrasi air dan elektrolit di dalam sel, mengatur konsentrasi ion hidrogen tubuh dan menjaga tubuh dari mikroorganisme (Swenson, 1984).


(11)

Leukositmempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Leukositdapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesisleukositdapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung, (Effendi, 2003). Fungsi utamaeritrositadalah mengangkut hemoglobin yang selanjutnya

hemoglobin ini mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan (Guyton dan Hall, 1997).

Banyak tanaman yang dapat dijadikan sebagai sumber kurkumin yang dapat digunakan sebagai suplemen, untuk menjaga kondisi kesehatan ternak. Salah satunya yaitu kunyit dan temulawak, cara pemberian kebroileryaitu air rebusan kunyit dan air rebusan temulawak sebagai air minum. Kunyit dan temulawak mengandung zat yang dapat menjaga kondisi darah pada ternak, zat tersebut yaitu kurkumin.

Supriyanto (2004), menyatakan bahwa air rebusan kunyit dalam air minum sebanyak 10 g/600 ml memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertambahan bobot tubuh dan konsumsi ransumbroiler. Tantalo (2009)

menyebutkan bahwa penggunaan air seduhan kunyit 10 g/600 ml padastrain CP 707 nyata lebih baik daripadastrain Lohmannterhadap pertambahan bobot tubuh, konsumsi ransum, dan konsumsi air minum.

Peran kurkumin terhadap sel darah merah dan hemoglobin yaitu kurkumin mempunyai aktivitas farmakologi yang sangat luas antara lain sebagai antiinflamasi, antioksidan, dan antikanker, (Majeed,et al., 1995). Peran antioksidan kurkumin untuk pencegahan oksidasi hemoglobin dan lisisnya sel


(12)

eritrosit, disebabkan adanya struktur fenolik OH (Venkatesan,et al., 2003). Peran antioksidan dari kurkumin juga diharapkan dapat melindungi sel darah putih dari bahaya oksidasi sehingga jumlah sel darah putih dapat berada pada kisaran normal. Kurkumin ini banyak terkandung pada tanaman rimpang-rimpangan terutama pada rimpang kunyit dan temulawak.

Fungsi antioksidan dari kurkumin dapat menjaga kondisi kesehatan sel darah merah dan hemoglobin, serta sel darah putih karena adanya struktur fenol pada struktur kimia dari kurkumin. Komponen kimia yang berperan sebagai

antioksidan adalah senyawa golongan fenol dan polifenol. Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menunda, memperlambat atau menghambat reaksi oksidasi (Pokorny,et al. 2001). Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat oksidasi zat yang mudah teroksidasi meskipun dalam

konsentrasi rendah. Senyawa antioksidan dapat melindungi sel dari efek

berbahaya yang disebabkan radikal bebas oksigen reaktif. Radikal bebas ini dapat berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor eksternal lainnya (Halliwel,et al. 1995).

Komponen kimia dalam kunyit dan temulawak yang berkhasiat sebagai obat adalah kurkuminoid. Kurkuminoid adalah komponen yang memberikan warna kuning pada rimpang temulawak dan kunyit. Pigmen kurkuminoid kunyit terdiri dari beberapa senyawa yaitu kurkumin, desmetoksikurkumin dan

bisdesmetoksikurkumin, sedangkan pada temulawak hanya terdiri dari dua senyawa yaitu kurkumin dan desmetoksikurkumin (Sidik,et al., 1992). Struktur kumina senyawa penyusun kurkuminoid dapat dilihat pada Gambar 1.


(13)

Gambar 1. Struktur Kurkuminoid Sumber : Sidik, et al., 1992 Keterangan :

A = senyawa kurkumin

B = senyawa desmetoksikurkumin C = senyawa bisdesmetoksikurkumin

Dengan membandingkan struktur kimia kurkumin, desmetoksikurkumin, dan bisdesmetoksikurkumin berdasarkan aktivitas, kurkumin memiliki peran yang sinergisme dengan desmetoksikurkumin. Gugusan aktif pada kurkuminoid diduga terletak pada gugus metoksil (CH3), karena pada bisdesmetoksikurkumin, kedua gugus metoksil telah tersubstitusi oleh atom hidrogen (H) (Sidik,et al., 1992). Kurkuminoid rimpang temulawak tidak mengandung bisdesmetoksikurkumin, sehingga rimpang temulawak lebih efektif dibandingkan dengan rimpang kunyit. Hal ini disebabkan aktivitas bisdesmetoksikurkumin berlawanan atau antagonis dengan aktivitas kerja kurkumin dan desmetoksikurkumin (Afifah, 2003). Aktivitas dari bidesmetoksikurkumin yang berlawanan atau antagonis menyebabkan adanya hambatan dalam proses penyerapan kurkumin.

H3CO

OCH3 OH HO O O A OCH3 OH HO O O B OH HO O O C


(14)

Kurkumin merupakan salah satu produk senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam rimpang tanaman familiZingiberaceae. Kurkumin dikenal sebagai bahan alam yang mempunyai aktivitas biologis berupa zat warna kuning. Zat warna kuning ini sering digunakan sebagai bahan tambahan makanan, bumbu, atau obat-obatan dan tidak menimbulkan efek toksik (Meiyanto, 1999). Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa kurkumin aman dan tidak toksik bila dikonsumsi oleh manusia (Commandeur dan Vermeulen, 1996).

Penambahan kurkumin dengan cara pemberian air minum berupa air rebusan kunyit dan temulawak diharapkan dapat membuat kondisi gambaran darah pada broilerdalam keadaan yang sangat baik. Tidak adanya senyawa penyusun

kurkuminoid temulawak yang memiliki aktivitas antagonis (bismetoksikurkumin) dengan senyawa penyusun lainnya, yang dapat mengganggu proses penyerapan kurkumin. maka pemberian temulawak diharapkan akan lebih efektif daripada kunyit.

E. Hipotesis

1. pemberian kunyit dan temulawak melalui air minum memberikan pengaruh positif terhadap gambaran darah padabroiler;

2. gambaran darah yang terbaik terdapat padabroileryang diberi perlakuan temulawak.


(15)

A. Broiler

Broileradalah ayam-ayam muda jantan atau betina yang umumnya dipanen umur 5--6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging. Broilermempunyai

peranan yang penting sebagai sumber protein hewani asal ternak. Broiler

mempunyai kelebihan bila dibandingan dengan ayam kampung yakni keempukan daging, kulit halus dan lunak, ujung tulang dada lunak, serta dada lebar dengan timbunan daging yang baik (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Menurut Rasyaf (2001),broileradalah ayam jantan atau betina muda yang berumur kurang dari 8 minggu ketika dijual, dengan berat tertentu, mempunyai pertumbuhan yang cepat dan dada yang lebar, serta dengan timbunan daging yang banyak.

B. Kunyit

Kunyit (Curcuma domestica Val.)merupakan salah satu tanaman rempah dan obat. Habitat asli tanaman kunyit meliputi wilayah Asia khususnya Asia

Tenggara. Kunyit merupakan tanaman berbatang semu yang tumbuh tegak dengan tinggi 28--85 cm cm, lebar 10--25 cm, dan batang berwarna hijau kekuningan. Batang semu, tegak dan berbentuk bulat. Setiap berdaun tiga sampai delapan


(16)

helai, panjang tangkai hingga pangkal daun beserta pelepah daun sampai 70 cm. Helaian daun tunggal berbentuk lanset memanjang dengan ujung dan pangkal runcing. Daun keseluruhan berwarna hijau dan ukuran panjang 20--40 cm dan lebar 8--12,5 cm (Soedibyo, 1998 dan Taryono, 2001).

Tanaman kunyit memiliki daun besar berbentuk lonjong dengan ujung yang meruncing dan berwarna hijau. Tanaman kunyit tumbuh pada daerah dataran rendah hingga 2.000 meter di atas permukaan laut dan memiliki tinggi kurang lebih 40--100 cm.

Toksonomi tanaman kunyit menurut Rukmana (2008) : Kingdom : Plantarum

Divisio : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledone Ordo : Zingiberaces Famili : Zingiberaceae Genus :Curcuma

Spesies :Curcuma domestica Val.

1. Manfaat kunyit

Zat kandungan kunyit dapat dibagi dalam tiga golongan besar yaitu kurkumoid, minyak astiri dan pati (Sari dan Hastuti 1986). Senyawa aktif utama dalam kunyit adalah kurkumin, suatu antioksidan kuat dan turmerin suatu antioksidan


(17)

peptida. Senyawa aktif dalam kunyit yang berpotensi sebagai zat antibakteri serta zat antioksidan adalah kurkumin (Sundaryono, 2005).

Kunyit adalah tumbuhan rimpang yang banyak dimanfaatkan untuk keperluan dapur, juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional, seta membantu meningkatkan daya tahan tubuh. Kandungan utama kunyit adalah kurkumin dan minyak atsiri berfungsi untuk pengobatan. Kandungan bahan kimia yang sangat berguna adalah kurkumin yaitu diarilhatanoid yang memberi warna kuning. Kandungan kimianya adalah tumeron, zingiberen yang berfungsi sebagai antibakteria, antioksidan dan antiinflamasi (antiradang) serta minyak pati yang terdiri dari turmerol, fellandren, kanfer, curcumin dan lain-lain (Balittro, 2008).

2. Kandungan kunyit

Rimpang kunyit merupakan bagian terpenting yang banyak dimanfaatkan dalam pengobatan dimana mengandung beberapa komponen antara lain minyak folatil, pigmen, zat pahit, resin, protein, selulosa, pentosa, pati dan elemen mineral. Salah satu komponen kimia dalam kunyit yang berkhasiat sebagai obat adalah

kurkuminoid. Pigmen kurkuminoid merupakan suatu zat yang terdiri dari campuran senyawa-senyawa kurkumin (yang paling dominan),

desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin (Sidik,et al., 1995). Adapun komposisi kimia kunyit dapat dilihat pada Tabel 1.


(18)

Tabel 1. Komposisi Kimia Kunyit

Komponen Hasil analisa

Kadar air (%) Bahan kering (%) Abu (%)

Protein kasar (%) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) Energi (kal) Minyak atsiri (%) Kurkumin (%) 12,9 -11,13 8,67 8,08 12,6 4283 1,3-6 3-4

Sumber : Purwanti (2008)

C. Temulawak

Temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah tanaman yang berasal dari daerah Jawa, Bali, dan Maluku. Curcumaberasal dari bahasa arabkurkumyang berarti kuning, sedangkanxanthorrizaberasal dari bahasa Yunanixantosyang berarti kuning danrhizayang berarti akar. Sesuai dengan klasifikasi botani, temulawak termasuk dalam kingdomPlantae, divisiSpermatophyta, sub divisi Angiospemae, kelasMonocotyledonae, ordoZingiberales, familiZingiberaceae, genusCurcumadan nama spesiesCurcuma xanthorrhiza Roxb. (Rukmana, 2006).

Tumbuhan temulawak adalah tumbuhan tahunan yang berbatang tegak dengan tinggi kurang lebih 2 m, berwarna hijau atau coklat gelap. Pada tanaman temulawak, tiap batangnya memiliki daun 2--9 helai dengan bentuk bundar


(19)

memanjang, berwarna hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap (Sidiket al., 1995).

1. Manfaat temulawak

Tanaman temulawak memiliki kandungan flavonoid dan minyak atsiri yang berpotensi sebagai antioksidan (Rachman,et al., 2008). Rimpang temulawak telah digunakan oleh nenek moyang bangsa Indonesia untuk makanan, tujuan pengobatan, dan sebagai penambah energi. Rimpang temulawak dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal serta antiinflamasi. Manfaat lain dari rimpang tanaman ini adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, antikolesterol,

mencegah anemia, dan antikanker (Rukmana, 2008).

Menurut Darwis,et al. (1991), temulawak mempunyai berbagai macam khasiat, yaitu sebagai: antibakteri dan dapat merangsang dinding kantong empedu untuk mengeluarkan cairan empedu supaya pencernaan lebih sempurna. Selain itu temulawak digunakan juga sebagai pengobatan gangguan pada hati atau penyakit kuning, memperlancar aliran air empedu, obat demam, obat diare, gangguan perut karena dingin dan radang dalam perut atau kulit. Khasiat temulawak tersebut telah dibuktikan melalui teknik ilmu pengetahuan moderen baik oleh ilmuwan dalam maupun luar negeri.

2. Kandungan temulawak

Menurut Sinambela (1985), komposisi rimpang temulawak dapat dibagi menjadi dua fraksi utama yaitu zat warna kurkuminoid dan minyak atsiri. Warna


(20)

kurkuminoid terdiri dari senyawa kurkumin dan desmetoksikurkumin. Rimpang temulawak segar, selain terdiri dari senyawa kurkuminoid dan minyak atsiri juga mengandung lemak, protein, selulosa, pati, dan mineral. Kadar masing-masing zat tersebut tergantung pada umur rimpang yang dipanen serta juga dipengaruhi oleh letak dan ketinggian tempat temulawak berada.

Kandungan kimia rimpang temulawak sebagai sumber bahan pangan, bahan baku industri atau bahan baku obat dapat dibedakan atas beberapa senyawa, yaitu pati, kurkuminoid, dan fraksi minyak atsiri (Sidik,et al., 1995). Kadar seluruh fraksi kandungan bioaktif pada temulawak tersebut bervariasi diantaranya pati

(48--59,64%), kurkuminoid (1,6--2,2%), dan minyak atsiri (1,48--1,63%). Komponen kurkuminoid terdiri dari dua senyawa yaitu kurkumin dan desmetoksikurkumin (Sidik,et al., 1995). Kandungan kurkumin di dalam temulawak berkisar 1,6--2,2% (Rukmana, 1995).

D. Kurkuminoid

Kurkuminoid yang merupakan zat utama yang berwarna kuning dalam temulawak dan kunyit yang telah diketahui memiliki banyak manfaat di bidang kesehatan dan makanan. Kurkuminoid memberikan warna kuning pada rimpang temulawak dan mempunyai khasiat medis (Suwiyah, 1991). Zat ini berkhasiat menetralkan racun, menghilangkan rasa nyeri sendi, menurunkan kadar kolesterol darah, antibakteri, dan sebagai antioksidan penangkal senyawa-senyawa radikal bebas yang


(21)

Kurkuminoid adalah komponen yang memberikan warna kuning pada rimpang temulawak dan kunyit. Kurkuminoid berwarna kuning atau kuning jingga, dan berbentuk serbuk dengan rasa pahit. Kurkuminoid larut dalam aseton, alkohol, asam asetat glasial, dan alkali hidroksida. Kurkuminoid tidak larut dalam air dan dietil eter. Kurkuminoid mempunyai aroma yang khas dan bersifat toksik (Sidik, et al., 1995).

Senyawa kurkuminoid pada rimpang temulawak terdiri dari dua komponen senyawa kurkuminoid, yaitu kurkumin dan demetoksikurkumin. Lain halnya dengan rimpang kunyit mengandung kurkuminoid yang terdiri dari tiga komponen senyawa turunan kurkuminoid, yaitu senyawa kurkumin, demetoksikurkumin, serta bisdemetoksikurkumin (Sidik,et al., 1992). Komponen utama penyusun kurkuminoid adalah kurkumin (Sidik,et al., 1995).

Kurkumin merupakan salah satu produk senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam rimpang tanaman familiZingiberaceaeantara lainCurcuma domestica Val.(kunyit) danCurcuma xanthorhiza Roxb.(temulawak). Kurkumin dikenal sebagai bahan alam yang mempunyai aktifitas biologis berupa zat warna kuning. Zat warna kuning ini sering digunakan sebagai bahan tambahan

makanan, bumbu, atau obat-obatan dan tidak menimbulkan efek toksik (Meiyanto, 1999). Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa kurkumin aman dan tidak toksik bila dikonsumsi oleh manusia (Commandeur dan Vermeulen, 1996).


(22)

E. Gambaran Darah

Darah merupakan media transportasi yang membawa nutrisi dari saluran

pencernaan ke jaringan tubuh, membawa kembali produk sisa metabolisme sel ke organ eksternal, mengalirkan oksigen ke dalam sel tubuh dan mengeluarkan karbondioksida dari sel tubuh, dan membantu membawa hormon yang dihasilkan kelenjar endokrin ke seluruh bagian tubuh (Hartono,et al., 2002). Darah adalah jaringan khusus yang terdiri dari plasma darah yang kaya akan protein (55%) dan sel-sel darah (45%). Sel-sel darah terdiri sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dantrombosit(keping darah atau platelet).

Eritrositbersifat pasif dan melaksanakan fungsinya dalam pembuluh darah sebagai pembawa nutrien yang telah disiapkan oleh saluran pencernaan ke jaringan tubuh, pembawa oksigen dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida ke paru-paru, pembawa sisa–sisa metabolisme dari jaringan ke ginjal untuk di ekskresikan, serta mempertahankan sistem keseimbangan danbuffer. Trombosit berfungsi dalam proses koagulasi dan mengaktifkan mekanisme pembekuan darah. Sedangkan leukosit berfungsi dalm proses fagositosis dan menyediakan kekebalan terhadap antigen spesifik (Guyton, 1997).

1. Sel darah putih (leukosit)

Leukosit atau sel darah putih berasal dari bahasa Yunanileucoartinya putih dan cyteartinya sel (Dharmawan, 2002). Leukositmerupakan unit yang mobil / aktif dari system pertahanan tubuh. Leukositini dibentuk sebagian di sumsum tulang dan sebagian lagi di jaringan limfe yang kemudian diangkut dalam darah menuju


(23)

berbagai bagian tubuh untuk digunakan (Guyton, 1997). Leukositmemiliki bentuk yang khas. Pada keadaan tertentu inti, sitoplasma, dan organelnya mampu bergerak. Kalaueritrositbersifat pasif dan melaksanakan fungsinya dalam pembuluh darah, leukosit mampu keluar dari pembuluh darah menuju jaringan dalam melakukan fungsinya (Dharmawan, 2002). Leukositmempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asing. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesisleukositdapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung, (Effendi, 2003).

2. Sel darah merah (eritrosit)

Eritrosit(sel darah merah) unggas berbentuk oval, berinti dan berukuran lebih besar daripada darah mamalia (Smith,et al.,2000). Pada sumsum tulang, terdapat sel-sel stem hemopoietik pluripoten, yang merupakan asal dari seluruh sel-sel dalam darah sirkulasi. Kemudian terbentuk suatu jalur sel khusus yang

dinamakan sel stemcommited, sebagai unit pembentuk koloni atau disebut juga Coloni Form Unit(CFU). Sel stemcommitedyang menghasilkaneritrositdisebut unit pembetuk kolonieritrosityang disingkat menjadi CFU-E. Pertumbuhan dan reproduksi sel stem diatur oleh bermacam-macam protein yang disebut

penginduksi pertumbuhan, salah satunya adalah interleukin-3. Penginduksi pertumbuhan akan memicu pertumbuhan tetapi tidak membedakan sel-sel. Protein lain yang berfungsi memicu deferensiasi sel disebut penginduksi


(24)

untuk berdeferensiasi menuju tipe akhir pada sel darah dewasa (Guyton dan Hall, 1997).

Fungsi utamaeritrositadalah mengangkut hemoglobin yang selanjutnya

hemoglobin ini mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan (Guyton dan Hall, 1997). Faktor yang mempengaruhi jumlaheritrositdalam sirkulasi antara lain hormon eritropoietin yang berfungsi merangsang eritropoiesis dengan memicu produksi proeritroblas dari sel-sel hemopoietik dalam sumsum tulang. Vitamin B12 dan asam folat mempengaruhi eritropoiesis pada tahap pematangan akhir dari eritrosit.Sedangkan hemolisis dapat mempengaruhi jumlaheritrosityang berada dalam sirkulasi (Meyer dan Harvey, 2004). Menurut Swenson (1984), jumlah eritrosit dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur, jenis kelamin, bangsa, latihan, keadaan gizi, laktasi, kebuntingan, pelepasan epinefrin, siklus estrus, volume darah, temperatur lingkungan, ketinggian dan faktor lainnya.

3. Hemoglobin

Hemoglobin merupakan zat warna (pigmen) darah yang berupa ikatan kompleks protein terkonjugasi, dibentuk oleh pigmen dan protein sederhana. Protein ini adalah suatu histon yang disebut globin. Warna merah dari hemoglobin disebabkan olehheme, suatu ikatan metalik mengandung sebuah atom besi (Swenson, 1984).

Fungsi dari hemoglobin adalah mengangkut CO2dari jaringan, mengambil O2dari paru-paru, memelihara keseimbangan asam-basa, dan merupakan sumber


(25)

kelamin, keadaan fisik, cuaca, tekanan udara, penyakit, dan jumlah sel darah merah. Kadar hemoglobin berbanding lurus dengan jumlah sel darah merah, semakin tinggi jumlah sel darah merah maka akan semakin tinggi pula kadar hemoglobin dalam sel darah merah tersebut (Haryono, 1978).

Pengaruhhaemoglobindi dalam sel darah merah menyebabkan timbulnya warna merah pada darah karena mempunyai kemampuan untuk mengangkut oksigen. Haemoglobinadalah senyawa organik yang komplek dan terdiri dari empat pigmenforpirinmerah (heme) yang masing-masing mengandungirondanglobin yang merupakan proteingloburaldan terdiri dari empat asam amino.

Haemoglobinbergabung dengan oksigen di dalam paru-paru yang kemudian terbentukoksihaemoglobinyang selanjutnya melepaskan oksigen ke sel-sel jaringan di dalam tubuh (Frandson, 1992).


(26)

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan milik PT. Rama Jaya Lampung yang berada di Desa Fajar Baru II, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan. Analisis Gambaran Darah dilaksanakan di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner, Lampung.

B. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. bambu untuk membuat sekat-sekat pada kandang;

2. sekam dan koran bekas sebagai alas; 3. plastik terpal untuk tirai;

4. lampu bokhlam untuk pemanas dalam petak kandang berjumlah 18 buah; 5. gasolex sebagai sumber pemanas pada areabrooding;

6. tempat ransum baki (chick feeder tray) yang digunakan untuk ayam umur 1--14 hari, 18 buah;

7. tempat ransum gantung (hanging feeder) yang digunakan untuk ayam umur 15--28 hari, 18 buah;


(27)

8. tempat air minum berbentuk tabung 18 buah; 9. bak air, 2 buah;

10. ember, 2 buah;

11. hand sprayer, 2 buah;

12. timbangan kapasitas 2 kg, 1 buah; 13. timbangan elektrik, 1 buah;

14. thermohigrometeruntuk mengukur suhu dan kelembaban udara kandang, 1 buah;

15. socorexuntuk melakukan vaksinasi;

16. kompor digunakan untuk membuat air rebusan kunyit dan temulawak; 17. panci untuk membuat air rebusan kunyit dan temulawak, 2 buah; 18. blander untuk menghaluskan kunyit dan temulawak;

19. gelas ukur kapasitas 1 liter untuk mengukur jumlah air dalam pembuatan air rebusan kunyit dan dan temulawak;

20. gunting dan pisau; 21. karung dan plastik;

22. disposable syringe3 ml untuk mengambil sampel darah ayam, 1 kotak; 23. Tabung EDTA untuk menampung sample darah;

24. Bak Marinacooleruntuk membawa sample ke laboratorium; 25. alat tulis dan kertas untuk mencatat data yang diperoleh.

2. Ayam

Ayam yang akan digunakan dalam penelitian ini adalahbroilerjantan umur satu hari (DOC) sampai dengan umur 27 hari sebanyak 180 ekor. Strainayam yang digunakan adalahstrain Cobbproduksi PT. Super Unggas Jaya.


(28)

3. Ransum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransumbroilerkomersial HP 611 MC yang diberikan pada umur 0 -- 7 hari, HP 611 yang diberikan pada umur 8 -- 21 hari, dan HP 612 yang diberikan pada umur 22 -- 27 hari yang diperoleh dari PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk.

4. Air rebusan kunyit dan temulawak

Penelitian ini menggunakan air rebusan kunyit dan temulawak yang diblender (masing-masing 10 g), kemudian direbus secara terpisah dengan menggunakan air sebanyak 1 liter. Air rebusan tersebut diproses pada malam hari yang kemudian diberikan dalam keadaan dingin pada pagi hari. Cara pembuatan air rebusan kunyit dan temulawak adalah sebagai berikut :

1. mengambil rimpang kunyit dan temulawak sesuai kebutuhan (10g/1 liter); 2. mencuci bersih kunyit dan temulawak menggunakan air bersih, kemudian

dikeringkan dengan cara diangin-anginkan;

3. menimbang kunyit dan temulawak masing-masing 10 g, kemudian memasukkannya ke dalam blander untuk dihaluskan;

4. kunyit dan temulawak masing-masing direbus ke dalam 1 liter air biasa sampai tersisa 600 ml (± 15 menit setelah mendidih);

5. air rebusan kunyit dan temulawak diberikan pada pagi hari, (Sujatmiko, 2006).

5. Air minum

Air minum untuk ternak pada penelitian ini diberikan secaraad libitumbaik air minum biasa (kontrol) maupun air minum yang diberi perlakuan. Air minum yang akan diberikan terdiri dari tiga macam yaitu :


(29)

R0 = air minum biasa;

R1 = air rebusan kunyit 10 g/600 ml (16,67 g/l); R2 = air rebusan temulawak 10 g/600 ml (16,67 g/l).

Pemberian perlakuan dilakukan secara berselang dengan intensitas pemberian 2 hari perlakuan dan 1 hari tanpa perlakuan (Tantalo, 2009). Jadwal pemberian perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Jadwal pemberian perlakuan Minggu

Hari

ke-1 2 3 4 5 6 7

1 2 3 4

Sumber : Tantalo,(2009)

Keterangan : = waktu pemberian air minum biasa

= waktu pemberian air rebusan kunyit dan temulawak

6. Vaksin

Pada saat pemeliharaanbroiler, pemberian vaksin merupakan hal yang sangat penting dilakukan untuk meningkatkan sistem imun terhadap suatu penyakit, sehingga akan diperoleh hasil yang maksimal. Vaksin yang akan diberikan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.


(30)

Tabel 2. Vaksin yang diberikan

Vaksin Cara Pemberian Waktu Pemberian

1. ND V4HR(Newcastle Desease) 2. Vaksimun ND-AI Inaktif(Avian

Influenza dan Newcastle Desease) 3. IBDM(Infectious Bursal Desease) 4. Vaksimune ND L(Newcastle

Desease)

Spray

Subkutan leher Minum

Minum

Hari ke-1 Hari ke-6 Hari ke-11 Hari ke-18

C. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam ulangan. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah R0 (air minum biasa), R1 (air rebusan kunyit; 10 g/600 ml (16,67 g/l)), dan R2 (air rebusan temulawak; 10 g/600 ml (16,67 g/l)).

D. Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan kandang

Kandang dibersihkan 1 minggu sebelumDOCdatang (chick in), kemudian didesinfeksi menggunakan desinfektan. Tahapannya meliputi :

(1) membuat kandang dari bambu dengan ukuran 1 x 1 x 0,8 m sebanyak 18 petak;

(2) mencuci lantai kandang dengan menggunakan air dan disikat; (3) mencuci peralatan kandang sepertifeed traydan tempat minum; (4) menyemprot kandang dengan desinfektan;


(31)

(6) setelah kering, lantai kandang kemudian ditaburi dengan sekam setebal 5--10 cm;

(7) memasang lampu penerangan pada kandang;

(8) membuat areabroodingdan memberi sekat untuk membagi areabrooding menjadi tiga;

2. Satuan percobaan

Satuan percobaan yang digunakan yaitu menggunakan 3 perlakuan dan 6 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 10 ekor ayam.

3. Pelaksanaan penelitian

PadaDOCyang telah tiba dilakukansexinguntuk memisahkan antara jantan dan betina, 180DOCjantan hasilsexingdimasukkan ke dalam areabroodingselama 6 hari. DOCdiberi minum air yang telah dicampur elektrolit untuk menggantikan energi yang hilang dan mengurangi stres akibat perjalanan. SelanjutnyaDOC diberi pakan secaraad libitumdan air minum sesuai dengan perlakuan. Setelah 6 hari,broilerdimasukkan ke dalam petak-petak kandang. Setiap petak kandang terdiri dari 10 ekor ayam. Pada petak kandang diberi nomor perlakuan untuk memudahkan pelaksanaan penelitian. Lampu penerangan mulai dihidupkan pada pukul 17.00 sampai pukul 06.00 WIB. Ransum diberikan pada pukul 06.00, 12.00, 18.00, dan 24.00 WIB, sedangkan air minum diberikan pada pukul 07.00 hari sesuai dengan jadwal pemberian perlakuan. Pengukuran konsumsi air minum dilakukan setiap hari pada pukul 06.00 WIB, sedangkan konsumsi ransum

dilakukan pengukuran setiap minggunya. Pengukuran bobot tubuh ayam


(32)

dan kelembaban kandang dilakukan setiap hari, yaitu pada pukul 06.00, 12.00, 18.00, dan 24.00 WIB. Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan dengan menggunakan thermohigrometer yang diletakkan pada bagian tengah kandang, digantung sejajar dengan tinggi ayam.

Vaksinasi dilakukan agar ayam tidak terserang penyakit tertentu yang dapat merugikan peternak. Vaksin yang diberikan terdiri dari vaksinAI,IBD, danND. VaksinNDdiberikan saat ayam berumur 1 hari, 6 hari, dan 18 hari melaluispray, subkutan leher, dan minum, vaksinAIdiberikan saat ayam berumur 6 hari melalui subkutan leher, dan vaksinIBDberikan saat ayam berumur 11 hari melalui air minum.

Pengambilan sampel darah dilakukan ketika broiler berumur 26 hari. Sampel darah akan diambil sebanyak 10% dari jumlah unit percobaan (18 sampel). Sampel darah akan diambil menggunakandisposable syringe3 ml melalui vena brachialis. Darah dimasukkan ke dalam tabung darah yang mengandungEthylen Diamine Tetraacetic Acid (EDTA)dan dihomogenkan dengan gerakan angka 8, setelah itu tabung darah diletakkan dalamthermosyang telah diisi es. Selanjutnya dikirim ke Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner untuk dianalisis jumlah sel darah putih, jumlah sel darah merah, dan kadar hemoglobin.

E. Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah gambaran darah (jumlah sel darah putih dan jumlah sel darah merah, serta kadar hemoglobin).


(33)

F. Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis ragam menggunakan taraf nyata 5% dan atau 1%. Apabila pada analisis ragam diperoleh hasil nyata maka akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5% dan atau 1% (Steel dan Torrie, 1993).


(34)

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. pemberian kunyit dan temulawak tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap gambaran darah padabroiler;

2. pada perlakuan yang diberikan kunyit dan temulawak (R1 dan R2) memiliki nilai rata-rata sel darah merah, sel darah putih, dan hemoglobin yang lebih tinggi dari pada yang tidak diberikan perlakuan (R0).

B. Saran

Diharapkan ada penelitian lanjutan tentang tingkat konsentrasi kunyit dan

temulawak dengan pola pemberian secara terus-menerus padabroileryang lain di pelihara pada kandangclose housed.


(35)

Afifah, E. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak. Jakarta: Agromedia Pustaka Ahmad, 1999. Suplemen, mineral, dan vitamin Bagian I. http://www.prn.usm.my Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Muthakir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas.

Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta

Antony S., R Kuttan, and G.A. Kuttan. 1999. Immunomodulatory activity of curcumin. Immunol Invest. 28: 5-6

Aruoma, O.I. 1999. Free radicals, antioxidants and international nutrition. Asia Pacific.J.Clin.Nutr 8:53–63

Balittro. 2008. Budidaya Tanaman Kunyit.

http://www.balittro.go.id/incles/kunyit.pdf. Tanggal Akses : Senin, 21 Februari 2011

Banks, S. 1979. The Complete Handbook of Poultry Keeping. Van Nonstrand Reinnold Co., New York

Borges, S.A., F.A.V. Da Silva, A. Maiorka, D.M. Hooge, and K.R. Cummings. 2004. Effects of Diet and Cyclic Daily Heat Stress on Electrolyte, Nitrogen and Water Intake, Excretion and Retention by Colostomized Male Broiler Chickens. Int. J. Poult. Sci. 3 (5) :313--321

Bottje, W., B. Enkvetchakul, andR. Moore. 1995. Effect of α-tocopherols on antioxidants, lipid peroxidation, and the incidence of pulmonary hypertension syndrome (ascites) in broilers. Poult. Sci. 74: 1356--1369 Commandeur, J.N., and N.P. Vermeulen. 1996. Cytotoxity and Cytoprotective

Activities of Natural Compounds. The case of curcumin. Xenobiotica 26 : 667--680

Darwis, S.N., S. Haiyah, and A.B.D. Madjo. 1991. Tumbuhan Obat Famili Zingiberaceae. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri

Dharmawan, N.S. 2002. Pengantar Patologi Klinik Veteriner (Hematologi Klinik). Cetakan II. Denpasar: Pelawa Sari


(36)

Effendi, Z. 2003. Peranan Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik dalam Tubuh. Sumatera Utara: Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara

Fauci, B., K. Hauser, Longo, and Jameson. 2008. Princiciples of Internal Medicine. 17th Ed. McGraw Hill Companies, New York

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi keempat. Alih Bahasa oleh B. Srigandono dan Koen Praseno. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Guyton, A.C. dan E.H. Jhon. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.Irawati Setiawan, Ken Ariata Tengadi, Alex Santoso, penerjemah ECG. Terjemahan dari : Textbook of medical physiology. pp 65

Guyton, A. C. & J. E. Hall. 2010. Textbook of Medical Physiology. 12th Ed. W. B. Saunders Company, Philadelphia

Halliwel, B. R. Aeschbach, J. Lolinger, and O. I. Auroma. 1995. Toxicology. J Food Chem 33: 601--617

Harlova, H., J.Blaha, M. Koubkova, J. Draslarova and A. Fucikova. 2002. Influence of heat stress on the metabolic response in broiler chickens. Scientia Agriculturae Bohemica 33: 145 -- 149

Hartono, M., S, Suharyati, dan P.E, Santosa. 2002. Dasar Fisiologi Ternak. Penuntun Praktikum. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Haryadi, 1995. “Pengaruh Ammonia terhadap Kesehatan Hewan”. Poultry

Indonesia, Majalah Ekonomi Indonesia dan Teknologi Perunggasan Populer. GPPU, Jakarta

Haryono, B. 1978. Hematologi Klinik. Bagian Kimia Medik Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Jain, N.C. 1986. Schalm’s Veterinary Hematology Ed-4. Pennsylvania: Lea and Febiger

Johnson, K.E. 1994. Seri Kapita Selekta Histologi dan Biologi Sel. Binarupa Aksara, Jakarta. (Diterjemahkan oleh A. Gunawijaya)

Kartasujana, R. dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta

Karyadi. 1997. Suplemen untuk siapa?. http://www.indomedia.com

Majeed , M., V. Badmaev, U. Shirakumar, and R. Rajerdran. 1995. Curcuminoids antioxidant phytonutrients, 3-80, nutriScience publisher inc., Pis Cataway, New Jersey


(37)

May, J. and B. D. Lott. 1992. Feed and Water Consumption Patterns of Broiler at High Environmental Temperatures. Poultry Science. 71 : 331 -- 336

Miller, J.K, E.B.Slebodzinska and F.C. Madsen. 1993. Oxidative stress, antioxidant, and animal function. J. Dairy. Sci. 76:2812-2823 Meyer, D. J. and J.W. Harvey. 2004. Veterinary Laboratory Medicine

Interpretation & Diagnosis. Third edition. USA: Saunders

Meiyanto, E. 1999. Kurkumin Sebagai Obat Antikanker : Menelusuri Mekanisme Aksinya. Majalah Farmasi Indonesian, 10(4), 224--236

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta

Pokorny, J., N. Yanishlieva, and M. Gordon. 2001. Antioxidant in Food: Practical Application. New York: CRC Pr

Purwanti, S. 2008. Kajian Efektifitas Pemberian Kunyit, Bawang Putih dan Mineral Zink Terhadap Performa, Kadar Lemak Dan Status Kesehatan Broiler. (Tesis). Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Rachman, F., E.D. Logawa, H. Hegartika, P. Simanjuntak. 2008. Aktivitas Antioksi dan Ekstrak Tunggal dan Kombinasinya dari Tanaman Curcuma spp. Ilmu Kefarmasian 6: 69--74

Rasyaf, M. 1992. Produksi dan Pemberian Ransum Unggas. Yogyakarta: Kaninus Rasyaf, M. 1993. Beternak Ayam Pedaging. Jakarta: Penebar Swadaya

Rasyaf, M. 2001. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Ke Sepuluh. Penebar Swadaya. Jakarta

. 2005. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Ke-10. Penebar Swadaya. Jakarta

Ratnasari, E.M dan S. Hastuti.1986. Daya Antibakteri Temulawak dan Kunyit (Curcuma Domestika Val.) dalam Hasil Fraksinasi Dengan Pelarut Berpolaritas Meningkat. Purwokerto: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jenderal Soedirman. pp 219—224

Rukmana, H.R. 1995. Temulawak. Jakarta: Penerbit Kanisius

Rukmana, R. 2006. Temulawak, Tanaman Rempah dan Obat. Yogyakarta: Kanisius

Rukmana, R. 2008. Temu-temuan, Apotik Hidup di Pekarangan. Ed ke-5. Yogyakarta: Kanisius


(38)

Scott, M. L., M. C. Nesheim, and R. J. Young. 1982. Nutrition of The Chicken. 3rdEd. M.L. Scott and Associate. Ithaca. New York

Sidik, M.W., Mulyono, dan M. Ahmad. 1995. Temulawak (Curcuma xanthoriza R.) Bogor: Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam, Phyto Medica

Sidik, M.W. Mulyono,dan A. Muhtadi. 1992. Temulawak (Curcuma xanthorriza Robx.). Jakarta: Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica Siegel, H.S. 1995. Stress, strain and resistence. Brit. Poultry Sci 36: 3--22 Sinambela, J.M. 1985. Fitoterapi, Fitostandar dan Temulawak. Prosiding

Simposium Nasional temulawak. Bandung, 17 September 1985. Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran

Smith, F.M, N.H. West, and D.R.Jones. 2000. The Cardiovascular System. In: Whittow GC, editor.Sturkie’sAvian Phisiology. Fifth edition. USA: Academic Press

Soedibyo, M. 1998. Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan. Cetakan I. Jakarta: Balai Pustaka. pp 230--231

Sturkie, P.D. 1976. Avian Phisiology. Third Edition. Spinger Verlag. New York Sugito. 2007. Kajian penggunaan kulit jaloh sebagai anti stress pada ayam broiler

yang diberi cekaman panas. Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sundaryono, A. 2005. Penentuan Mekanisme Reaksi Kurkumin oleh Larutan Natrium Metanolat. Exacta, 3 (1): 21--27

Supriyanto, A. 2004. Pengaruh Pemberian Kunyit dan Daun Sirih serta

Kombinasinya Melalui Air Minum Terhadap Pertumbuhan Broiler. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Suryohudoyo, P. 2000. Oksidan, Antioksidan, dan Radikal Bebas. Ilmu Kedokteran Molekuler. Kapita Selekta, Jakarta

Suwiah, A. 1991. Pengaruh perlakuan bahan dan jenis pelarut yang digunakan pada pembuatan temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) instan terhadap rendeman dan mutunya [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Swenson .1984.Duke’s Phisiology of Domestic Animals. Tenth edition. London: Cornel university Press


(39)

Tantalo, S. 2009. Perbandingan Performans Dua Strain Broiler Yang

Mengonsumsi Air Kunyit. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung Taryono. 2001. Budidaya dan Pengolahan Tanaman Kunyit (Curcuma domestika

Val.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. pp 1--29 Tilman, A. D., H.. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.

Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta

Venkatesan, P., M.K. Unnikrishnan, and S.M. Kumar. 2003. Effect of curcumin analogues on oxidation of haemoglobin and lysis of erythrocytes. Curr. Sci. 84:74--78

Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Yoshikawa, T, and Y. Naito. 2002. What is oxidative stress ? . 45: 271--276


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. pemberian kunyit dan temulawak tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap gambaran darah padabroiler;

2. pada perlakuan yang diberikan kunyit dan temulawak (R1 dan R2) memiliki nilai rata-rata sel darah merah, sel darah putih, dan hemoglobin yang lebih tinggi dari pada yang tidak diberikan perlakuan (R0).

B. Saran

Diharapkan ada penelitian lanjutan tentang tingkat konsentrasi kunyit dan

temulawak dengan pola pemberian secara terus-menerus padabroileryang lain di pelihara pada kandangclose housed.


(2)

Afifah, E. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak. Jakarta: Agromedia Pustaka Ahmad, 1999. Suplemen, mineral, dan vitamin Bagian I. http://www.prn.usm.my Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Muthakir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas.

Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta

Antony S., R Kuttan, and G.A. Kuttan. 1999. Immunomodulatory activity of curcumin. Immunol Invest. 28: 5-6

Aruoma, O.I. 1999. Free radicals, antioxidants and international nutrition. Asia Pacific.J.Clin.Nutr 8:53–63

Balittro. 2008. Budidaya Tanaman Kunyit.

http://www.balittro.go.id/incles/kunyit.pdf. Tanggal Akses : Senin, 21 Februari 2011

Banks, S. 1979. The Complete Handbook of Poultry Keeping. Van Nonstrand Reinnold Co., New York

Borges, S.A., F.A.V. Da Silva, A. Maiorka, D.M. Hooge, and K.R. Cummings. 2004. Effects of Diet and Cyclic Daily Heat Stress on Electrolyte, Nitrogen and Water Intake, Excretion and Retention by Colostomized Male Broiler Chickens. Int. J. Poult. Sci. 3 (5) :313--321

Bottje, W., B. Enkvetchakul, andR. Moore. 1995. Effect of α-tocopherols on antioxidants, lipid peroxidation, and the incidence of pulmonary hypertension syndrome (ascites) in broilers. Poult. Sci. 74: 1356--1369 Commandeur, J.N., and N.P. Vermeulen. 1996. Cytotoxity and Cytoprotective

Activities of Natural Compounds. The case of curcumin. Xenobiotica 26 : 667--680

Darwis, S.N., S. Haiyah, and A.B.D. Madjo. 1991. Tumbuhan Obat Famili Zingiberaceae. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri

Dharmawan, N.S. 2002. Pengantar Patologi Klinik Veteriner (Hematologi Klinik). Cetakan II. Denpasar: Pelawa Sari


(3)

41

Effendi, Z. 2003. Peranan Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik dalam Tubuh. Sumatera Utara: Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara

Fauci, B., K. Hauser, Longo, and Jameson. 2008. Princiciples of Internal Medicine. 17th Ed. McGraw Hill Companies, New York

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi keempat. Alih Bahasa oleh B. Srigandono dan Koen Praseno. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Guyton, A.C. dan E.H. Jhon. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.Irawati Setiawan, Ken Ariata Tengadi, Alex Santoso, penerjemah ECG. Terjemahan dari : Textbook of medical physiology. pp 65

Guyton, A. C. & J. E. Hall. 2010. Textbook of Medical Physiology. 12th Ed. W. B. Saunders Company, Philadelphia

Halliwel, B. R. Aeschbach, J. Lolinger, and O. I. Auroma. 1995. Toxicology. J Food Chem 33: 601--617

Harlova, H., J.Blaha, M. Koubkova, J. Draslarova and A. Fucikova. 2002. Influence of heat stress on the metabolic response in broiler chickens. Scientia Agriculturae Bohemica 33: 145 -- 149

Hartono, M., S, Suharyati, dan P.E, Santosa. 2002. Dasar Fisiologi Ternak. Penuntun Praktikum. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Haryadi, 1995. “Pengaruh Ammonia terhadap Kesehatan Hewan”. Poultry

Indonesia, Majalah Ekonomi Indonesia dan Teknologi Perunggasan Populer. GPPU, Jakarta

Haryono, B. 1978. Hematologi Klinik. Bagian Kimia Medik Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Jain, N.C. 1986. Schalm’s Veterinary Hematology Ed-4. Pennsylvania: Lea and Febiger

Johnson, K.E. 1994. Seri Kapita Selekta Histologi dan Biologi Sel. Binarupa Aksara, Jakarta. (Diterjemahkan oleh A. Gunawijaya)

Kartasujana, R. dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta

Karyadi. 1997. Suplemen untuk siapa?. http://www.indomedia.com

Majeed , M., V. Badmaev, U. Shirakumar, and R. Rajerdran. 1995. Curcuminoids antioxidant phytonutrients, 3-80, nutriScience publisher inc., Pis Cataway, New Jersey


(4)

May, J. and B. D. Lott. 1992. Feed and Water Consumption Patterns of Broiler at High Environmental Temperatures. Poultry Science. 71 : 331 -- 336

Miller, J.K, E.B.Slebodzinska and F.C. Madsen. 1993. Oxidative stress, antioxidant, and animal function. J. Dairy. Sci. 76:2812-2823 Meyer, D. J. and J.W. Harvey. 2004. Veterinary Laboratory Medicine

Interpretation & Diagnosis. Third edition. USA: Saunders

Meiyanto, E. 1999. Kurkumin Sebagai Obat Antikanker : Menelusuri Mekanisme Aksinya. Majalah Farmasi Indonesian, 10(4), 224--236

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta

Pokorny, J., N. Yanishlieva, and M. Gordon. 2001. Antioxidant in Food: Practical Application. New York: CRC Pr

Purwanti, S. 2008. Kajian Efektifitas Pemberian Kunyit, Bawang Putih dan Mineral Zink Terhadap Performa, Kadar Lemak Dan Status Kesehatan Broiler. (Tesis). Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Rachman, F., E.D. Logawa, H. Hegartika, P. Simanjuntak. 2008. Aktivitas Antioksi dan Ekstrak Tunggal dan Kombinasinya dari Tanaman Curcuma spp. Ilmu Kefarmasian 6: 69--74

Rasyaf, M. 1992. Produksi dan Pemberian Ransum Unggas. Yogyakarta: Kaninus Rasyaf, M. 1993. Beternak Ayam Pedaging. Jakarta: Penebar Swadaya

Rasyaf, M. 2001. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Ke Sepuluh. Penebar Swadaya. Jakarta

. 2005. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Ke-10. Penebar Swadaya. Jakarta

Ratnasari, E.M dan S. Hastuti.1986. Daya Antibakteri Temulawak dan Kunyit (Curcuma Domestika Val.) dalam Hasil Fraksinasi Dengan Pelarut Berpolaritas Meningkat. Purwokerto: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jenderal Soedirman. pp 219—224

Rukmana, H.R. 1995. Temulawak. Jakarta: Penerbit Kanisius

Rukmana, R. 2006. Temulawak, Tanaman Rempah dan Obat. Yogyakarta: Kanisius

Rukmana, R. 2008. Temu-temuan, Apotik Hidup di Pekarangan. Ed ke-5. Yogyakarta: Kanisius


(5)

43

Scott, M. L., M. C. Nesheim, and R. J. Young. 1982. Nutrition of The Chicken. 3rdEd. M.L. Scott and Associate. Ithaca. New York

Sidik, M.W., Mulyono, dan M. Ahmad. 1995. Temulawak (Curcuma xanthoriza R.) Bogor: Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam, Phyto Medica

Sidik, M.W. Mulyono,dan A. Muhtadi. 1992. Temulawak (Curcuma xanthorriza Robx.). Jakarta: Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica Siegel, H.S. 1995. Stress, strain and resistence. Brit. Poultry Sci 36: 3--22 Sinambela, J.M. 1985. Fitoterapi, Fitostandar dan Temulawak. Prosiding

Simposium Nasional temulawak. Bandung, 17 September 1985. Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran

Smith, F.M, N.H. West, and D.R.Jones. 2000. The Cardiovascular System. In: Whittow GC, editor.Sturkie’sAvian Phisiology. Fifth edition. USA: Academic Press

Soedibyo, M. 1998. Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan. Cetakan I. Jakarta: Balai Pustaka. pp 230--231

Sturkie, P.D. 1976. Avian Phisiology. Third Edition. Spinger Verlag. New York Sugito. 2007. Kajian penggunaan kulit jaloh sebagai anti stress pada ayam broiler

yang diberi cekaman panas. Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sundaryono, A. 2005. Penentuan Mekanisme Reaksi Kurkumin oleh Larutan Natrium Metanolat. Exacta, 3 (1): 21--27

Supriyanto, A. 2004. Pengaruh Pemberian Kunyit dan Daun Sirih serta

Kombinasinya Melalui Air Minum Terhadap Pertumbuhan Broiler. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Suryohudoyo, P. 2000. Oksidan, Antioksidan, dan Radikal Bebas. Ilmu Kedokteran Molekuler. Kapita Selekta, Jakarta

Suwiah, A. 1991. Pengaruh perlakuan bahan dan jenis pelarut yang digunakan pada pembuatan temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) instan terhadap rendeman dan mutunya [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Swenson .1984.Duke’s Phisiology of Domestic Animals. Tenth edition. London: Cornel university Press


(6)

Tantalo, S. 2009. Perbandingan Performans Dua Strain Broiler Yang

Mengonsumsi Air Kunyit. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung Taryono. 2001. Budidaya dan Pengolahan Tanaman Kunyit (Curcuma domestika

Val.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. pp 1--29 Tilman, A. D., H.. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.

Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta

Venkatesan, P., M.K. Unnikrishnan, and S.M. Kumar. 2003. Effect of curcumin analogues on oxidation of haemoglobin and lysis of erythrocytes. Curr. Sci. 84:74--78

Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Yoshikawa, T, and Y. Naito. 2002. What is oxidative stress ? . 45: 271--276