KEBIJAKAN TEMBAK MATI PRESIDEN FILIPINA

JURNAL HUKUM INTERNASIONAL

KEBIJAKAN TEMBAK MATI PRESIDEN
FILIPINA, SEBAGAI SUATU PELANGGARAN
HAM
Oleh: Ana Cynthia Mardhatillah (201610360311048/HI-B)
Abstrak
Kasus yang belakang ini menjadi kontroversi dikalangan dunia internasional adalah kebijakan
yang dibuat oleh Presiden Filipina Redrigo Duderte. Kebijakan ini menjadi kontroversi karena
Presiden Filipina memberlakukan hukuman tembak mati bagi pelaku narkoba dan juga pelaku
kriminal lainnya. Hal ini menjadi perhatian masyarakat dunia, karena Filipina merupakan negara yang
telah menghapuskan hukuman mati. Kebijakan ini dibuat mengingat bahwa Filipina merupakan
negara terbesar di ASEAN yang menjadi penyalur narkoba di wilayah ini. Presiden Filipina Redrigo
Duderte berusaha untuk mengurangi angka kasus kriminal di negarnya, dan melakukan sikap yang
tegas dalam memberantas kasus narkoba.
Hal ini menjadi sebuah pelanggaran HAM yang dilakukan Presiden Filipina atas kebijakan
yang dibuatnya. Mengurangi angka pengguna narkoba dapat dilakukan dengan cara-cara yang
bijaksana dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Presiden Filipina haruslah
memberlakukan hukum tembak mati sebelum menetapkan kebijakan ini. Kebijakan ini dianggap
sebagi pelanggaran HAM, karena hukuman tembak mati dilakukan di tempat kejadian dan pelaku
narkoba tidak diberi kesempatan untuk membela diri di pengadilan. Kasus ini merupakan sebuah

pelanggaran hukum, Presiden Filipina sebaiknya menetapkan kebijakan yang sesuai dan memperbaiki
peraturan yang ada untuk mengurangi tindakan kriminal di Filipina.
Kata Kunci: Presiden Filipina Redrigo Duderte, Kebijakan Tembak Mati, Pelanggaran HAM.
Abstract
The rear case of this controversy among the international community is a policy made by
Philippine President Redrigo Duderte. This policy is controversial because the President of the
Philippines imposed the death penalty for the perpetrators of drugs and also other criminals. This is of
concern to the world community, because the Philippines is a country that has abolished the death
penalty. This policy was made in view of the fact that the Philippines is the largest country in ASEAN
who is a drug dealer in the region. Philippine President Redrigo Duderte is seeking to reduce the
number of criminal cases in his country, and to take a firm stance in combating drug cases.

1

JURNAL HUKUM INTERNASIONAL
This became a human rights violation committed by the President of the Philippines on the
policies it made. Reducing the number of drug users can be done in ways that are wise and in
accordance with applicable legal procedures. The President of the Philippines must enact a shoot-out
law before establishing this policy. This policy is considered a violation of human rights, because the
death penalty is done at the scene and the perpetrators of drugs are not given the opportunity to defend

themselves in court. This case is a violation of law, the President of the Philippines should establish
appropriate policies and improve existing regulations to reduce criminal action in the Philippines.
Keywords: Philippine President Redrigo Duderte, Dead Shoot Policy, Human Rights Violations.

PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini banyak negara di dunia sudah menerapkan hukuman mati untuk kejahatan
kasus tertentu. Ditetapkannya kebijakan ini merupakan sebuah langkah bagi negara untuk dapat
menciptakan keamanan dan kenyamana di dalam negara tersebut. Indonesia merupakan negara yang
memberlakukan hukuman tembak mati bagi tersangka kasus narkoba. Hampir di semua region di
dunia, hukuman mati terus dilakukan sebagai alat pemerintah untuk merespon ancaman nyata atau
persepsi ancaman terhadap keamanan negara dan keselamatan masyarakat, walau kurangnya bukti
atas hukuman mati yang dikatakan lebih mampu untuk membuat orang mencegah diri dari melakukan
kejahatan dengan kekerasan dibandingkan hukuman pemenjaraan. 1 Narkoba sebuah kejahatan yang
dianggap luar biasa, karena tidak hanya berdapak pada pengguna saja, tetapi berdampak juga pada
lingkungan masyarakatnya. Baru-baru ini Presiden Filipina Redrigo Duterte menetapkan kebijakan
baru, yaitu kebijakan tembak mati. Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang baru menjabat pada 2016
kemarin yang resmi memberlakukan hukuman tersebut, kebijakan yang dibuat merupakan sebuah
langkah untuk mengurangi angka kejahatan di Filipina. Filipina merupakan negara di terbesar ASEAN
yang menjadi tempat penyelundupan narkoba, hal itu yang menjadikan Presiden Redrigo Duterte
bersikap sangat tegas dalam menghadapi kasus ini.

Rencana Presiden Redrigo Duterte dalam menangani kasus ini tidak main-main, ia memiliki
keinginan dalam tiap hari ada 4-5 orang yang terjerat kasus narkoba maupun kasus kriminal di hukum
mati.2 Sejauh ini, akibat yang ditimbulkan dari kebijakan yang dianggap kontroversial ini dapat
mengurangi kasus kejahatan dan kasus narkoba di Filipina. Kebijakan tersebut menyebabkan 700 ribu
penguna narkoba di Filipina menyerahkan diri mereka sendiri untuk menghindari hukuman tembak

1 Amnesty International. “Not making us safer: crime, public safety and the death penalty [Tidak
membuat kami merasa aman: kejahatan, keselamatan publik dan hukuman mati], (ACT 51/002/2013)” diakses
dari www.amnesty.org/en/documents/act51/002/2013/en/, tanggal 26 mei 2017.
2News Detik. 2016. “Duterte Ingin Filipina Eksekusi Mati 5-6 Penjahat Setiap Hari” diakses dari
https://news.detik.com/internasional/d-3375360/duterte-ingin-filipina-eksekusi-mati-5-6-penjahat-setiap-hari,
tanggal 10 mei 2017.

2

JURNAL HUKUM INTERNASIONAL
mati.3 Selama pelaksanaan kebijakan Duterte ini, angka kematian tersangka pengedar narkoba naik
hingga 200 persen. Kebijakan tembak mati ini berlaku ketika seorang yang terjerat kasus narkoba
menolak untuk menyerahkan diri meraka, maka hukuman tembak mati ditempat dapat dilakukan.
Tidak ada pengecualian dalam hukuman tembak mati ini, pemerintah maupun aparat kepolisian yang

terjerat dalam penyalahgunaan narkoba juga akan di kenakan hukuman tersebut apabila ia tidak mau
menyerahkan dirinya.4
Ada berbagai aspek yang dapat dijadikan sudut pandang di dalam mendiskusikan persoalan
tentang bagaimana pro dan kontra yang ada terhadap diberlakukannya hukuman mati. dari soal
pelanggarn HAM, moralitas-etika, hingga kefektifitasan hukuman tersebut merupakan sudut pandang
yang sering digunakan untuk mengungkapkan argument atas pro dan kontra yang disampaikan.
Kebijakan yang dibuat oleh Presiden Redrigo Duderte banyak menuai kecaman dari berbagai pihak,
karena kebijakan yang dibuat dianggap telah melanggar hukum khusunya pelanggaran atas Hak Asasi
Manusia (HAM). Berbagai pihak berusaha mengkritik dan mendorong agar Presiden Filipina Redrigo
Duderte menghapuskan kebijakan tersebut. Karena Filipina telah lama menghapuskan kebijakan
hukuman mati bagi warga negaranya. Filipina merupakan salah satu negara di ASEAN yang telah
meratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Dalam kovenan tersebut
terdapat aturan yang menjelaskan baigamana hak hidup itu telah di atur dalam hukum. Pemerintah
tidak boleh dengan sewenang-wenangnya mengambil hak hidup warga masyarakatnya, apabila suatu
negara memberlakukan hukuman mati maka tersangka dengan hukuman mati tersebut haruslah
menjalani serangkaian proses hukum.5
Pelanggaran HAM yang telah dilakukan oleh Presiden Redrigo Duderte adalah bagaimana ia
menghukum warga negaranya dengan sewenang-wenangnya. Hukuman tembak mati ditempat bagi
pelaku narkoba menjadi sebuah kebijakan yang dianggap sebagai sebuah pelanggaran HAM yang
berat. Hukuman mati merupakan jenis pelanggaran hak asasi manusia yang paling penting, yaitu hak

untuk hidup. Hak fundamental ini merupakan jenis hak yang tidak bisa dilanggar, dikurangi, atau
dibatasi dalam keadaan apapun, baik itu dalam keadaan darurat, perang, termasuk bila seseorang
menjadi narapidana. Hukuman tembak mati ditempat tanpa memberikan kesempatan bagi para pelaku
untuk membela diri di dalam proses pengadilan merupakan pelanggaran hukum yang dianggap berat.
Pada hukuman tembak mati yang berlaku, pelaku seharusnya melalui proses pengadilan yang dapat
3Pekanbaru Tribunnews. 23 Agustus 2016. “Kebijakan Duterte Eksekusi Mati Pelaku Kriminal Tewaskan 35
Orang per Hari di Filipina” diakses dari http://pekanbaru.tribunnews.com/2016/08/23/kebijakan-duterteeksekusi-mati-pelaku-kriminal-tewaskan-35-orang-per-hari-di-filipina, tanggal 10 mei 2017.

4Pikiran Rakyat. 08 Agustus 2016. “Duterte Ancam Tembak Mati, Puluhan Pejabat Terlibat Narkoba Serahkan
Diri” diakses dari http://www.pikiran-rakyat.com/luar-negeri/2016/08/08/duterte-ancam-tembak-mati-puluhanpejabat-terlibat-narkoba-serahkan-diri, tanggal 10 mei 2017.
5 Nasution, Adnan Buyung dan Patra M, (Eds). 2006. “Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia”.
Yayasan Obor Indonesia: Jakarta. hal. 158.

3

JURNAL HUKUM INTERNASIONAL
membuktikan bahwa pelaku tersebut pantas atau tidak di hukum tembak mati. Banyak pihak yang
mencoba untuk mengecam kebijakan itu, para pihak-pihak memprotes kebijakan itu agar segera di
hentikan. Kebijakan tembak mati ini juga dapat disalah gunakan karena pemerintah memberikan
kebebasan warga negaranya untuk menembak mati pelaku.

Penyalahgunaan kesempatan itu dapat dilakukan oleh berbagai pihak yang berusaha untuk
mencapai kepentingan yang ada. Itu yang menjadikan berbagai pihak menolak kebijakan tersebut.
Penyalahgunaan kebijakan yang ada dapat menimbulkan pertikaian tersendiri diantara masyarakat
sekitar. Pemerintah harus mampu mengurangi dampak dari kebijakan tersebut. Masyarakat yang ada
harus diberikan pengarahan atau sosialisasi untuk memberantas penggunaan narkoba di lingkungan
mereka.tidak hanya penyalahgunaan untuk membunuh orang saja, senjata yang digunakan untuk
menembak dapat pula disalahgunakan oleh masyarakat biasa. Penggunaan senjata haruslah
menggunakan ijin dari pemerintah untuk mengurangi penyalahgunaaan barang tersebut.
Presiden Redrigo Duderte berusaha untuk melindungi warga negaranya dari pengaruh
narkoba yang angka pengunanya sangat tinggi di Filipina. Kebijakan tersebut mampu membuat angka
pengguna narkoba berkurang drastis di Filipina. Secara umum, tujuan penulisan ini adalah
menjelaskan bagaimana kebijakan dari Presiden Filipina Redrigo Duterte atas hukuman tembak mati,
merupakan sebuah pelanggaran HAM. Secara khusus, tujuan dari penulisan ini adalah menjelaskan
(1) Kebijakan Presiden Filipina, (2) Instrumen ICCPR, (3) Respon PBB.

PEMBAHASAAN
A. Kebijakan Presiden Filipina
Pro dan kontra penerapan hukuman mati selalu bertarung di tingkatan masyarakat, maupun
para pengambil kebijakan. Kontroversi hukuman mati juga menjadi perhatian yang menarik baik
itu di panggung internasional maupun nasional. Kebijakan atas hukuman mati yang dibuat oleh

Presiden Filipina Redrigo Duterte merupakan kebijakan yang kronteversial dan menjadi isu yang
menarik belakangan ini. Bagaimana tidak, Filipina merupakan salah satu negara yang telah
menghapuskan hukuman mati. Berbagai kecaman muncul terkait dengan kebijakan yang dibuat
oleh Presiden Redrigo Duderte. Banyak pihak yang merasa bahwa kebijakan ini dianggap sebagai
sebuah pelanggaran hukum. Hukuman tembak mati dilakukan oleh pihak berwajib di Filipina bagi
pelaku yang dianggap terjerat kasus narkoba. Tidak hanya pihak berwajib saja yang melakukan
hal tersebut, Presiden Redrigo Duderte bahkan memberikan kewenangan kepada masyarakatnya
untuk menembak pelaku narkoba.6

6 Surat Kabar. 14 Juli 2016. “Brutal! Begini Cara Presiden Filipina Basmi Gembong Narkoba” diakses dari
http://www.suratkabar.id/16388/news/presiden-filipina-habisi-pengedar-narkoba-tanpa-ampun-begini-caranya,
tanggal 10 mei 2017.

4

JURNAL HUKUM INTERNASIONAL
Hukuman tembak mati yang dilakukan Presiden Redrigo Duderte adalah suatu upaya yang
dilakukan untuk mengurangi penyalahgunaan narkoba di negara tersebut. Upaya ini dianggap
yang paling benar karena memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan. Terbukti baru sebulan
masa jabatan yang di peroleh, sebanyak 400 tersangka pengedar dan pengguna narkoba berhasil

tewas.hal ini menjadikan para pelaku pengedar dan pengguna narkoba menyerahkan diri mereka
kepada pihak berwajib karena takut akan hukuman tembak mati yang dilakukan. Hingga hampir
sekitar 500.000 orang pelaku menyerahkan diri kepada kepolisian setempat. 7 Tembak mati
ditempat dilakukan bagi tersangka yang tidak mau menyerahkan diri mereka, atau bagi tersangka
yang menolak untuk ditahan.
Sikap Presiden Filipina yang tetap teguh mempertahankan kebijakan yang telah di
kampanyekan sebulum ia menjabat, membuat berbagai pihak menjadi ikut mengecam kebijakan
tersebut. Tidak peduli dengan kritikan dan penolakan terhadapat kebijakan tersebut, ia tetap ingin
memberantas dan bahkan ingin mengembalikan lagi hukuman mati yang ada di Filipina.
Kebijakan ini sebenarnya turut menjadi perhatian mereka dari berbagai pihak yang terkait.
Kekhawatiran para pihak terletak pada kemungkinan kebijakan tersebut disalahgunakan beberapa
kelompok atau pelaku kriminal lain, mereka menggunakan kebijakan tersebut untuk kepentingan
pribadi dan kelompoknya.8
Tidak hanya itu saja, bahkan Duterte mengajak warganya untuk membunuh sejumlah
pengedar narkoba. Selan itu, ia akan memberikan imbalan seumlah uang. Bahkan ia
menambahkan bahwa jika ada yang berhasil, maka ia akan memberikan imbalan secara cumacuma. Imbalan tersebut akan diberikan apabila warganya berhasil menangkap dan melawan para
pengedar narkoba. Ia juga memberikan imbalan uang dalam jumlah yang fantastis apabila berhasil
menangkap seorang gembong narkoba. Sejumlah foto pun banyak beredar di dunia maya tentang
aksi brutal pemberantasan narkoba ini menyedot perhatian dari berbagai pihak. Salah satu foto
yang ada, bahkan memperlihatkan pelaku yang berhasil di tembak mati. 9

Kebijakan yang dibuat benar-benar tidak memandang status dan juga kedudukan bagi para
pelaku narkoba. Bahkan aparat negara yang telah diselidiki dan terbukti memilki keterkaitan
dengan narkoba juga tidak lepas dari hukuman tersebut. Bahkan Presiden Redrigo Duterte telah

7 Kompas. 05 Agustus 2016. “Takut Ditembak Mati, 500.000 Pengedar dan Pengguna Narkoba di Filipina
Menyerah”
diakses
dari
http://internasional.kompas.com/read/2016/08/05/21304401/takut.ditembak.mati.500.000.pengedar.dan.penggun
a.narkoba.di.filipina.menyerah, tanggal 10 mei 2017.

8 Liputan6. 12 September 2016. “Tewaskan 2.956 Orang, Perang Narkoba Filipina Diklaim Sukses” diakses
dari
http://global.liputan6.com/read/2599754/tewaskan-2956-orang-perang-narkoba-filipina-diklaim-sukses,
tanggal 10 mei 2017.

9 Lihat catatan kaki 6
5

JURNAL HUKUM INTERNASIONAL

memilki list para anggota pemerintahan yang terlibat. Ia menrangkan bahwa jika para anggota
tersebut tidak segera menyerahkan diri mereka, hukuman tembak mati ditempat akan
diberlakukan bagi para aparat pemerintah tersebut. Pengumumannya itu langsung direspons
puluhan pejabat yang namanya masuk dalam daftar 160 orang yang disebut terkait mafia narkoba.
Mereka langsung menyerahkan diri ke pihak berwajib karena takut dengan hukuman tersebut. 10
Di Filipina, memerangi kejahatan narkoba dengan cara yang seperti ini menimbulkan
berbagai perdebatan. Anggota pemerintahan banyak yang menyerukan agar lebih banyak lagi
pelaku narkoba yang diberantas. Akan tetapi penolakan datang dari kalangan penyeru hak asasi
manusia dan anggota parlemen yang tidak menyetujuinya kebijakan tersebut. Hal tersebut
membuat Filipina semakin panas dan dipenuhi dengan protes keras dari pihak-pihak terkait. Akan
tetapi, Duterte seperti menutup kuping atas kecaman dan kritik. Bahkan, ia menyatakan siap
mempertimbangkan untuk menghidupkan kembali hukuman mati bagi bandar dan pengedar
narkotika yang sudah dihapuskan dari Filipina.11
Salah satu pihak yang mengkritik kebijakan tersebut adalah organisasi Uni Eropa. Uni Eropa
berusaha untuk menghentikan kebijakan tersebut dan membuat resolusi dari kebijakan tersebut.
Pemerintah Filipina mencoba untuk menanggapi komentar yang diberikan oleh Uni Eropa yang
memberikan saran agar pemerintah Filipina memberlakukan sistem rehabilitasi bagi pengguna
narkoba. Dalam program ini pemerintah haruslah mampu mengawasi dengan ketat program ini
agar mampu berjalan dengan sesuai. Atas masukan yang diberikan oleh Uni Eropa, pemerintah
memnadang positif masukan tersebut. Karenan melihat angka pengguna narkoba di Belanda

semakin hari semakin menurun.12
Hukuman mati yang telah lama dihapus di Filipina seakan ingin dikembalikan lagi oleh
Presiden Redrigo Duderte. Ia ingin memberlakukan hukuman tersebut demi menciptakan rasa
aman bagi warga negaranya. Kebijakan ini sudah dapat dipastikan akan dilaksanakan terus hingga
kasus kejahatan dan narkoba di Filipina benar-benar bersih. Kebijakan tersebut tetaplah sebuah
pelanggaran hukum, karena telah melanggaran ketentuan yang ada dalam hukum tentang HAM.
Meskipun digunakan untuk melindungi warga negaranya, kebijakan yang ada juga dapat membuat
perpecahan tersendiri dalam lingkungan masyarakatnya. Kebijakan yang ada juga mungkin dapat
disalah gunakan pihak terkait untuk mencapai kepentingan meraka. Presiden Redrigo Duderte
diharapkan mampu mengkaji lebih lanjut kebijakan yang telah diuat dalam memberantas
pengguna narkoba di negaranya.
10Lihat catatan kaki 4

11 Lihat catatan kaki 8
12News Detik. “Duterte Akui Ingin Tampar Para Pengkritiknya dari Uni Eropa “ diakses dari
https://news.detik.com/internasional/d-3462527/duterte-akui-ingin-tampar-para-pengkritiknya-dari-uni-eropa,
tanggal
26
mei
2017.

6

JURNAL HUKUM INTERNASIONAL
B. Instrumen ICCPR
Berbagai instrumen HAM internasional telah mewajibkan negara untuk memberikan
jaminan perlindungan dan penghormatan terhadap HAM bagi setiap individu. Kendati demikian,
keberadaan instrumen tersebut tidak secara otomatis dapat mengakhiri maupun mencegah
pelanggaran berat HAM di berbagai negara, sebagaimana. 13 Banyak negara telah meratifikasi
intrumen-instrumen yang ada, tetapi pada kenyataannya banyak pula yang melanggar ketentuanketentuan yang terdapat dalam instrument tersebut. Pada kasus ini, kebijakan yang dibuat oleh
Presiden Redrigo Duderte dianggap sebagai suatu pelanggaran hukum. Penerapan hukuman mati
dilarang secara langsung dan tidak langsung dalam instrument internasional hak asasi manusia,
seperti Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Protokol Tambahan Kedua
ICCPR yang bertujuan untuk menghapus hukuman mati. Dari negara-negara anggota ASEAN,
Filipina merupakan salah satu negara yang telah mengahapuskan hukuman mati. Filipina juga
telah meratifikasi ICCPR, dan menjadi salah satu negara di ASEAN yang juga telah meratifikasi
Protokol Tambahan Kedua ICCPR. Protol tersebut memiliki tujuan menghapuskan hukuman mati
dalam hukum nasionalnya.14
Pada Protokol Tambahan Kedua Kovenan Sipil-Politik (1989), penghapusan hukuman mati
untuk seluruh kejahatan. Masih memperbolehkan reservasi untuk menerapkan hukuman mati di
masa perang untuk kategori ‘kejahatan militer paling serius’. 15 Dalam instrument tersebut sangat
jelas dikatakan bahwa hukuman mati hanya dapat dilakukan pada kasus yang dianggap berat, dan
seseorang haruslah melalui proses hukum terlebih dahulu untuk memutuskan apakah kasus
tersebut dianggap sebagai sebuah kasus yang berat. Dibuktikan dengan telah diratifikasinya
instrument tersebut Presiden Filipina Redrigo Duterte telah melanggar ketentuan yang berlaku.
Kebijakan yang dibuat setidaknya harus mengacu pada hukum-hukum yang ada dan tidak boleh
keluar dari ketentuan yang berlaku. Dalam protocol tersebut dijelaskan bahwa Filipina telah
menghapus hukuman mati di negaranya, dan menghapus hukuman mati pada setiap kasus
kejahatan yang ada.
Pada Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (1966) Bagian III Pasal 6, telah
dijelaskan bahwa setiap manusia masing-masing meiliki hak untuk hidup dan hukuman yang ada
hanya dapat dilaksanakan atas dasar putusan akhir yang dijatuhkan oleh pengadilan yang
berwenang.16 Kebijakan ini merupakan sebuah pelanggaran hukum yang telah dilakukan oleh
Presiden Redrigo Duderte, dari hukuman tembak mati itu juga termasuk dalam pelanggaran
HAM. Hukuman yang dibuat meruapakan pelanggaran karena jelas-jelas Filipina telah
13Andrey Sujatmoko. 2005. “Tanggungjawab Negara Atas Pelanggaran Berat HAM Indonesia, Timor Leste
dan Lainnya”. PT Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta. hlm. 2.
14 Publikasi ini merupakan hasil kajian berdasarkan “Seminar Pakar Ahli tentang Berpaling dari Hukuman
Mati”, yang diselenggarakan oleh Kantor Regional Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) Asia
Tenggara dan Kementerian Peradilan Thailand, di Bangkok, Thailand, dari 22-23 Oktober 2013
15 Dokumen ini bisa diakses di: http://ohchr.org/english/law/ccpr-death.htm.
16 Lihat catatan kaki 5

7

JURNAL HUKUM INTERNASIONAL
meratifikasi Protokol ICCPR dan telah menghapuskan hukuman mati di negaranya. Hal tersebut
bisa jadi dapat menjerat Presiden Redrigo Duterte dalam kasus pelanggaran HAM karena telah
menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang tidak sesuai dengan hukum. Menghilangkan
nyawa dengan tindakan tersebut, tanpa melalui proses hukum terlebih dahulu dapat dikatakan
sebagai sebuah pelanggaran HAM. Mengambil nyawa seseorang dengan cara yang tidak layak
merupakan sebuah kejahatan.
Salah satu instrument yang dapat menjelaskan bahwa pada kasus ini merupakan sebuah
pelanggaran hukum yaitu ICCPR. Dimana telah dijelaskan sebelum pada pasal dalam Kovenan
Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) menyebutkan bahwa hak hidup itu dilindungi
oleh hukum. Pada kebijakan yang dijalankan oleh Presiden Filipina Redrigo Duderte yang
menembak mati warga negaranya yang terjerat kasus narkoba maupun kriminal. Hukuman
tembak mati yang dilakukan pada tersangka kasus yang dianggap berat telah melawati
serangkaian proses pengadilan dan hakim telah memutuskan bahwa ia bersalah. Tetapi pada kasus
ini, kebijakan yang dibuat oleh Presiden Filipina Redrigo Duderte sangatlah berani, ia menembak
mati di tempat warga negara yang dianggap terjerat kasus narkoba tanpa melalui proses hukum
terlebih dahulu. Kebijakan tembak mati pada pelaku narkoba dan kejahatan lainnya, tidak hanya
dilakukan oleh pihak berwajib saja, tetapi pemerintah juga memberikan kewenangan kepada
warga negaranya untuk bersama-sama memberantas pelaku narkoba.
Pelaku narkoba dapat ditembak mati oleh warga sipil, karena pemerintah memberikan kepada
warga negaranya. Hal tersebut yang menjadikan kebijakan yang dibuat oleh Presiden Filipina
dianggap melanggar HAM karena telah menghilangkan nyawa seseorang tanpa melalui proses
hukum terlebih dahulu. Untuk mengurangi tindakan kriminal yang terjadi di Filipina hal ini
mungkin dianggap sebagai sebuah langkah yang baik. Karena terbukti dengan diberlakukannya
kebijakan tersebut, telah mengurangi angka kriminal yang terjadi. Beberapa waktu belakangan
Presiden Duterte terus diserang dunia internasional terkait kebijakannya tersebut. Berbagai pihak
banyak yang mengkritik kebijakan tersebut, berbagai respon penolakan atas kebijakan ini juga
banyak dilakukan.
C. Respon PBB
Dalam menangani kasus ini PBB telah mengecam tindakan yang dilakukan oleh Presiden
Redrigo Duderte. Berbagai sekjen PBB telah mengkritik kebijakan tersebut, mereka
mengganggap bahwa kebijakan yang dibuat merupakan tindakan yang telah melanggar hukum.
Tetapi kritikan yang itu tidak membuat Presiden Filipina mengahpuskan kebijakan tersebut,
bahkan ia mengancam akan menarik keluar Filipina dari keanggotaan PBB. 17 PBB berusaha
memperingatkan Presiden Filipina Redrigo Duderte untuk menghentikan kebijakan yang dibua,
karena dianggap telah mereskan warga masyarakat. Kebijakan yang dibuat Duderte merupakan
17 News Detik. “Dikritik Soal Tembak Mati Penjahat, Presiden Filipina Ancam Keluar dari PBB” diakses dari
https://news.detik.com/internasional/d-3280368/dikritik-soal-tembak-mati-penjahat-presiden-filipina-ancamkeluar-dari-pbb, tanggal 10 mei 2017.

8

JURNAL HUKUM INTERNASIONAL
tindakan yang dianggap tegas, karena tingginya kasus penyalahgunaan narkoba di negara tersebut.
Tetapi dilain sisi PBB menganggap bahwa hal tersebut sudah keterlaulan, karena melanggar
hukum yang ada. Sekjen PBB Ban Ki-moon mengecam keras Duterte kebijakan tersebut, selama
kampanye kepresidenan Duderte berjanji akan membunuh 100 ribu penjahat. 18
Dalam kasus ini PBB sebagai pihak yang dianggap memilki kuakeuasaan tertinggi, hanya
bisa memperingati dan sebagai penengah dalam menangani kebijakan yang dibuat. PBB tidak
dapat memutuskan atau memberi sanksi kepada Presiden Filipina terhadap kebijakan yang
dibuatnya. Karena PBB dianggap hanya sebagai mediator dalam menangani setiap kasus yang
ada. PBB tidak memiliki wewenang yang dapat menjerat apakah Presiden Redrigo Duderte salah
dalam mengambil suatu kebijakan. Tetapi dilihat dari peraturan atau instrument dari ICCPR
tindakan tersebut merupakan tindakan yang salah dan melanggar hukum. Tindakan protes yang
dilakukan dapat mendorong Presiden Redrigo Duderte menghentikan kebijakan yang dibuatnya.
Tetapi masyarakat Filipina sebagian mendukung kebijakan yang dibuat oleh Presidennya.
Karena mereka menggangap berlakunya kebijakan tersebut membuat Filipina menjadi aman dan
kasus kejahatan berkurang. Masyarakat Filipina menghargai apa yang telah dilakukan oleh
Presiden mereka. Mereka juga berusaha untuk membantu melawan dan memberantas pelaku
narkoba di negaranya. Atas kajian yang dilakukan PBB tentang hukuman mati, menyimpulkan
bahwa diberlakukannya hukuman mati tidak membawa pengaruh apapun terhadap tindakan
hukuman lainnya. Meningkatnya kejahatan dan ksus kriminal lainnya bukan disebabkan karena
tidak diberlakukannya hukuman mati di suatu negara, tetapi dilihat bagaimana struktur dari
pemerintahan yang ada. Bersih tidaknya atau sesuai tidaknya pemerintahan yang berwenang dapat
mengurangi kasus kriminal dan juga kejahatan di negara tersebut.

KESIMPULAN
Presiden Filipina Redrigo Duterte yang baru menjabat sekitar tahun 2016 lalu membuat suatu
kebijakan yang kontorversial. Kebijakan tersebut adalah hukuman tembak mati bagi pelaku kejatahan
di Filipina. Kebijakan tersebut dibuat karena, angka kejahatan dan penggunaan narkoba di Filipina
semakin hari semakin meningkat. Terbukti dengan di berlakukan kebijakan tersebut mampu
mengurangi angka kasus kriminal dan narkoba di Filipina. Kebijakan tersebut banyak menuai protes
dari berbagai pihak terkait dengan pelanggaran HAM yang diakibatkan dari kebijakan tersebut.
Apalagi Filipina merupakan negara yang telah meratifikasi instrument internasional hak asasi
manusia, seperti Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Protokol Tambahan
Kedua ICCPR yang bertujuan untuk menghapus hukuman mati. Dari negara-negara anggota ASEAN,

18 Ibid
9

JURNAL HUKUM INTERNASIONAL
Filipina merupakan salah satu negara yang telah mengahapuskan hukuman mati. Filipina juga telah
meratifikasi ICCPR, dan menjadi salah satu negara di ASEAN yang juga telah meratifikasi Protokol
Tambahan Kedua ICCPR. Protol tersebut memiliki tujuan menghapuskan hukuman mati dalam
hukum nasionalnya.
Dengan telah di ratifikasinya kovensi tersebut Filipina telah melanggar hukum yang berlaku
baik di tingkat nasional maupun internasional. Hukuman tembak mati yang dilakukan terkait dengan
kebijakan ini telah menyalahi aturan yang berlaku. Pasalnya dalam peraturan hukuman mati yang
berlaku, pelaku atu tersangka telah melalui proses pengadilan terlebih dahulu. Pada proses pengadilan
ini, aparat negara dapat menjatuhkan hukuman tembak mati apabila telah memnuhi persyaratan yang
ada. Pada kasus ini, Presiden Redrigo Duderte bahkan menembak mati pelaku kasus narkoba di
tempat kejadian perkara tanpa membiarkan pelaku tersebut membela diri di hadapan hakim atau di
pengadilan.ini merupakan sebuah pelangaran HAM karena hak hidup telah diatur dalam kovenan
tersebut. Nyawa warga negara telah diatur dalam hukum, dan pemerintah tidak berhak sewenangwenangnya mengambil hak tersbut tanpa melalui proses hukum yang berlaku.
Pemerintah juga berupaya menanggapi masukan yang diberikan oleh Uni Eropa dengan
membuat program rehabilitasi bagi pengguna narkoba. Program ini harus diawasi dengan ketat oleh
pemerintah agar berjalanan sesuai dengan tujuan awal yaitu mengurangi angka pengguna narkoba di
Filipina. Program ini juga berupaya untuk menghentikan diberlakukannya hukuman tersebut di
Filipina. Upaya-upaya yang lain dapat dilakukan untuk mengurangi penggunaan narkoba. Terbukti
dengan diberlakukannya program tersebut di Belanda, angka pengguna narkoba di Belanda semakin
menurun. Diharapkan program tersebut juga dapat berlaku di Filipina.

DAFTAR PUSTAKA
Amnesty International. “Not making us safer: crime, public safety and the death penalty [Tidak
membuat kami merasa aman: kejahatan, keselamatan publik dan hukuman mati], (ACT
51/002/2013)” diakses dari www.amnesty.org/en/documents/act51/002/2013/en/, tanggal 26 mei
2017.
Liputan6 “Tewaskan 2.956 Orang, Perang Narkoba Filipina Diklaim Sukses” (online)
http://global.liputan6.com/read/2599754/tewaskan-2956-orang-perang-narkoba-filipinadiklaim-sukses. (diakses 10 mei 2017)
Nasution, Adnan Buyung dan Patra M. (Eds.). Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
10

JURNAL HUKUM INTERNASIONAL
Surat Kabar “Brutal! Begini Cara Presiden Filipina Basmi Gembong Narkoba” (online)
http://www.suratkabar.id/16388/news/presiden-filipina-habisi-pengedar-narkoba-tanpa-ampunbegini-caranya. (diakses 10 mei 2017)
Kompas “Takut Ditembak Mati, 500.000 Pengedar dan Pengguna Narkoba di Filipina Menyerah”
(online)
http://internasional.kompas.com/read/2016/08/05/21304401/takut.ditembak.mati.500.000.penge
dar.dan.pengguna.narkoba.di.filipina.menyerah. (diakses10 mei 2017)
News

Detik

“Duterte Akui Ingin Tampar Para Pengkritiknya dari Uni Eropa” (online)

https://news.detik.com/internasional/d-3462527/duterte-akui-ingin-tampar-para-pengkritiknyadari-uni-eropa. (diakses 26 mei 2017)
Sujatmoko, Andrey. 2005. Tanggungjawab Negara Atas Pelanggaran Berat HAM Indonesia, Timor
Leste dan Lainnya. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
News

Detik

“Duterte Ingin Filipina Eksekusi Mati 5-6 Penjahat Setiap Hari”

(online)

https://news.detik.com/internasional/d-3375360/duterte-ingin-filipina-eksekusi-mati-5-6penjahat-setiap-hari. (diakses 10 mei 2017)
Pekanbaru Tribunnews “Kebijakan Duterte Eksekusi Mati Pelaku Kriminal Tewaskan 35 Orang per
Hari di Filipina” (online) http://pekanbaru.tribunnews.com/2016/08/23/kebijakan-duterteeksekusi-mati-pelaku-kriminal-tewaskan-35-orang-per-hari-di-filipina. (diakses 10 mei 2017)
Pikiran Rakyat “Duterte Ancam Tembak Mati, Puluhan Pejabat Terlibat Narkoba Serahkan Diri”
(online)

http://www.pikiran-rakyat.com/luar-negeri/2016/08/08/duterte-ancam-tembak-mati-

puluhan-pejabat-terlibat-narkoba-serahkan-diri. (diakses 10 mei 2017)
Ban Ki-moon, Sekretaris-Jenderal PBB. 2013. “Seminar Pakar Ahli tentang Berpaling dari Hukuman
Mati” Publikasi ini merupakan hasil kajian berdasarkan, yang diselenggarakan oleh Kantor
Regional Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) Asia Tenggara dan Kementerian
Peradilan Thailand, di Bangkok, Thailand, tanggal 22-23 Oktober 2013.
News Detik “Dikritik Soal Tembak Mati Penjahat, Presiden Filipina Ancam Keluar dari PBB” (online)
https://news.detik.com/internasional/d-3280368/dikritik-soal-tembak-mati-penjahat-presidenfilipina-ancam-keluar-dari-pbb. (diakses 10 mei 2017)

11