perbedaan problem focused coping dan emo

PERBEDAAN PROBLEM-FOCUSED COPING DAN EMOTIONFOCUSED COPING PADA WANITA KARIR YANG MENONTON
DRAMA
(KOREA ATAU INDONESIA)
Oleh:
Firra Virginia Rezekika
Program Studi Psikologi Universitas Brawijaya Malang

ABSTRACT
This study aimed to know how the differences of problem-focused coping
and emotion-focused coping on career woman who watching drama’s (Korean or
Indonesian). The population in this study are career woman who stay in Malang.
The sampling technique used by this study was purposive sampling. The subjects
are grouped into groups who watch Korean Drama’s or watch Indonesian
Drama’s. The number of subjects in watch Korean Drama’s are 50 people, and
subjects in watch Indonesian Drama’s are 50 people so the total subjects are 100
subjects. Extracting data used the problem-focused coping and emotion-focused
coping scale Likert model developed by Carver (on Armeli, 2001). The
dimmension of problem-focused coping by Carver (on Armeli, 2001) there are 10
dimmensions, but in this study only used 7 dimmensions because that
dimmensions can’t used with quantitative method, but used by qualitative method.
In Emotion-Focused Coping dimmensions used 5 dimmension like EmotionFocused Coping scale developed by Carver (on Armeli, 2001). Data analysis was

performed by independent sample t-test with T value in problem-focused coping
scale is -0.219 with signification 0.827 and T value on emotion-focused coping
scale is -0.531 with siginication value is 0.596. it means that there are no
signifficant differences of problem-focused coping and emotion-focused coping on
career woman who watching drama’s (Korean or Indonesian). Because career
woman usually use objective view to see problems and she is not easily influences.
Keywords

: problem-focused coping, emotion-focused coping, drama
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan Problem-Focused
Coping dan Emotion-Focused Coping pada wanita karir yang menonton drama
(Korea atau Indonesia). Populasi dalam penelitian ini adalah wanita karir yang
berada di wilayah kota Malang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Subjek dalam penelitian ini
dikelompokkan menjadi kelompok yang menyukai drama Korea dan kelompok
yang menyukai sinetron. Jumlah sumbek pada kelompok yang menyukai drama
Korea sebesar 50 orang dan jumlah subjek yang menyukai sinetron sebesar 50


1

2

orang, sehingga total subjek adalah 100 orang. Penggalian data menggunakan
skala Problem-Focused Coping dan Emotion-Focused Coping dengan model
Likert yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori dari Carver (dalam Armeli,
2001). Dalam dimensi skala Problem-Focused Coping menurut Carver (dalam
Armeli, 2001), terdapat 10 dimensi Problem-Focused Coping tetapi yang
digunakan dalam penelitian ini hanya 7 dimensi karena tidak dapat dilakukan
dengan penelitian kuantitatif, tetapi harus menggunakan penelitian kualitatif. Pada
skala Emotion-Focused Coping dimensi yang digunakan tetap 5 seperti yang
dikemukakan oleh Carver (dalam Armeli, 2001). Analisis data menggunakan ttest dengan nilai t pada skala Problem-Focused Coping sebesar -0.219 dengan
signifikansi 0.827 dan nilai t pada skala Emotion-Focused Coping sebesar -0.531
dengan nilai signifikansi 0.596 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan pada Problem-Focused Coping dan Emotion-Focused Coping pada
wanita karir yang menonton drama (Korea atau Indonesia). Tidak adanya
perbedaan tersebut dikarenakan wanita karir memiliki cara berpikir yang lebih
objektif dan tidak mudah terpengaruh.
Kata Kunci


: Problem-Focused Coping, Emotion-Focused Coping, drama

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Drama berasal dari bahasa Yunani “draomai” yang berarti berbuat,
berlaku, bertindak dan sebagainya. Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan
gerak. Konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama. Drama bisa
diwujudkan dengan berbagai media: di atas panggung, film, dan atau televisi.
Drama juga terkadang dikombinasikan dengan musik dan tarian, sebagaimana
sebuah opera (Wiyanto, 2002). Media dari drama sendiri bermacam-macam mulai
dari panggung, teater sampai media televisi.
Drama yang ditayangkan di televisi Indonesia ada dua jenis yaitu sinetron
dan drama Korea. Sinetron merupakan suatu tayangan yang menyajikan drama
dengan setting sedemikian rupa, utamanya menunjukkan kehidupan yang
berkecukupan, beserta pergaulan orang-orang di dalamnya, percintaan dan cara
pacaran yang romantis membuat para penonton ingin berada dalam drama
tersebut.
Menurut Fajar (2012), Indonesia memiliki beberapa tema sinetron, yaitu
percintaan, action, horor dewasa, persahabatan, kesetiaan, nasionalis, perjuangan,

keagamaan, pendidikan dan kritik. Tema percintaan menjadi tema yang paling
sering digunakan menjadi tema sebuah sinetron di Indonesia. Sinetron Indonesia
memiliki beberapa ciri yang kurang mendidik, yaitu bercerita mengenai
kehidupan seseorang yang penuh penderitaan lahir dan batin, semakin menderita
tokoh utama maka semakin diminati, adanya tokoh antagonis yang sadis, pada
akhir cerita selalu dikisahkan happy ending meskipun penyelesaian konflik
kurang jelas, jika cerita telah habis dibuat cerita tambahan yang memaksa.

3

Seiring waktu, masyarakat mulai merasa jenuh dan bosan dengan sinetron
produksi dalam negeri ini. Hal ini dikarenakan alur cerita yang mudah ditebak,
tokoh antagonis yang selalu kalah dan pratagonis yang selalu menang, serta
episode yang tidak kunjung habis bahkan lebih dari 50 episode dengan alur cerita
yang berbelit-belit. Kejenuhan masyarakat ini terlihat dari penonton sinetron yang
semakin jarang menonton program sinetron di televisi (dalam Melisa, 2012).
Dalam jejak pendapat yang dilakukan oleh Yahoo.com pada bulan Maret 2013,
diketahui alasan mengapa penonton tidak menyukai tayangan sinetron Indonesia
diantaranya karena jalan cerita yang sudah bisa ditebak, selain itu alur cerita
dalam sinetron kebanyakan sama misalnya adegan hilang ingatan.

Menurunnya pamor sinetron Indonesia yang membuat beberapa stasiun
televisi di Indonesia memberi alternatif tontonan lain berupa drama Asia terutama
drama Korea pada program acaranya. Saat ini drama Korea sedang menguasai
dunia hiburan khususnya, hal ini disebabkan karena banyaknya pertelevisian di
Indonesia mengangkat tema tentang Korea khususnya drama Korea. Drama Korea
yang masuk ke Indonesia tidak hanya memiliki tema tertentu, tetapi hampir semua
tema pernah masuk ke Indonesia. Drama melankolis, drama komedi romantis,
historikal, action, dan horror.
Menurut data dari Nielsen Newsletter (2011), penonton drama (sinetron
Indonesia maupun drama Korea) kebanyakan adalah kaum wanita. Dibandingkan
dengan laki-laki lebih banyak kaum perempuan yang menonton drama (51%) dan
membaca majalah (52%). Sementara laki-laki cenderung mengkonsumsi internet
(58%) dan surat kabar (67%). Di segmen perempuan, konsumsi media bervariasi
antara berbagai usia. Bioskop dan internet kebanyakan diakses oleh remaja
perempuan sedangkan televisi, radio dan media cetak cenderung didominasi oleh
ibu rumah tangga dan wanita karir.
Dari sisi konsumsi televisi, perempuan yang menonton televisi lebih
banyak daripada laki-laki namun sedikit berkurang dibandingkan pada tahun 2009
dari rata-rata 13.7% (populasi TV) menjadi 13.3%. meskipun ibu rumah tangga
mendominsi kepenontonan televisi (rata-rata 15.8%), ternyata televisi berhasil

menarik lebih banyak minat perempuan bekerja (yang naik dari 11.8% di awal
tahun menjadi 12.7% di akhir tahun) (AGB Nielsen, 2011).
Menurut data yang diperoleh the-marketeers.com (majalah marketing
online) pada tahun 2010, diketahui bahwa alasan wanita menyukai sinetron adalah
karena bagi wanita, sinetron merupakan salah satu jawaban bagi keinginan para
wanita untuk menjadi seperti idola mereka. Perasaan yang mengarahkan bahwa
jika mereka melakukan sesuatu yang sama atau mengenakan sesuatu yang sama
dengan idola mereka membuat mereka merasa menjadi seperti idola mereka
tersebut.
Dari beberapa tayangan sinetron maupun drama Korea ditelevisi, penonton
Indonesia mulai mengimitasi bagaimana cara berpakaian tokoh dalam sinetron
atau drama Korea tersebut. Selain itu, penonton juga biasanya mengimitasi gaya
hidup tokoh yang terdapat dalam cerita, sehingga seringkali memunculkan efek
kurang baik pada keseharian penonton tersebut (Riyadi, 2010). Disamping gaya
hidup dan cara berpakaian, penonton sinetron maupun drama Korea dapat
memberikan masukan lain yaitu dalam konsep penyelesaian masalah. Dalam

4

setiap drama Korea maupun sinetron selalu diawali oleh perkenalan, munculnya

masalah, sampai ke bagaimana cara penyelesaian masalah (coping) oleh tokoh
dalam drama Korea maupun sinetron tersebut. Cara penyelesaian masalah
(coping) yang muncul baik dalam drama Korea maupun sinetron ada yang
berfokus pada masalah (problem-focused coping) dan ada pula yang berfokus
pada emosi (emotion-focused coping).
Pengertian coping hampir sama dengan penyesuaian (adjustment), tetapi
penyesuaian mengandung pengertian yang lebih luas jika dibandingkan dengan
coping, yaitu semua reaksi terhadap tuntutan baik yang berasal dari lingkungan
maupun yang berasal dari dalam diri seseorang, sedangkan coping dikhususkan
pada bagaimana seseorang mengatasi tuntutan yang menekan (Rustiana, 2003).
Lazarus dan Folkman (2006) mengatakan, metode coping dibagi atas dua
model, yaitu coping yang berfokus pada permasalahan (problem-focused coping)
dan coping yang berfokus pada emosi (emotion-focused coping). Bila individu
merasa mampu menghadapi dan mengatasi situasi, maka ia cenderung
menggunakan problem-focused coping, yaitu penyelesaian pada pokok
permasalahan. Bila individu merasa tidak mampu mengatasi masalah, maka ia
cenderung menggunakan emotion-focused coping, yaitu mengatur respon emosi
terhadap stres.
Dalam sinetron maupun drama Korea, saat ini banyak diceritakan
mengenai tokoh wanita yang berkarir dan cenderung sukses dalam karir yang

dijalaninya. Hal tersebut menunjukkan bahwa saat ini situasi bagi wanita telah
sangat berubah. Wanita saat ini telah dapat dengan bebas berkarir dalam bidang
yang mereka inginkan. Menurut Richardus (2011), wanita karir merupakan wanita
yang bekerja atau melakukan kegiatan yang direncanakan untuk memperoleh hasil
berupa uang dan jasa. Menurut Santrock (2007) perubahan peran wanita saat ini
jelas terjadi dengan meningkatnya tingkat pekerja wanita. Pekerjaan wanita juga
berubah. Mereka mulai bisa mengejar karir dalam bidang hukum, bisnis,
pengobatan atau teknik dan juga menjalani peran sebagai ibu rumah tangga.
Menurut Pardani (2010), peran ganda sebagai pekerja maupun ibu rumah
tangga mengakibatkan tuntutan yang lebih dari biasanya terhadap wanita, karena
terkadang para wanita menghabiskan waktu tiga kali lipat dalam mengurus rumah
tangga dibandingkan dengan pasangannya yang bekerja pula. Penyeimbangan
tanggungjawab ini cenderung lebih memberikan tekanan hidup bagi wanita
bekerja karena selain menghabiskan banyak waktu dan energi, tanggungjawab ini
memiliki tingkat kesulitan pengelolaan yang tinggi. Konsekuensinya, jika wanita
kehabisan energi maka keseimbangan mentalnya terganggu sehingga dapat
menimbulkan stress. Pardani (2010) mengungkapkan bahwa para wanita yang
bekerja dikabarkan sebagai pihak yang mengalami stress lebih tinggi
dibandingkan dengan pria. Hal itu dapat disebabkan karena wanita bekerja
menghadapi konflik peran sebagai wanita karir sekaligus ibu rumah tangga. Stress

yang dimaksud disini adalah stress yang menyebabkan ketegangan/penderitaan
psikis sehingga menimbulkan kecemasan. Berdasarkan paparan diatas, peneliti
mencoba untuk melakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan Emotion
Focused Coping dan Problem Focused Coping pada wanita karir yang menonton
drama (Korea ataupun Sinetron). Saat ini semakin banyak wanita karir yang

5

muncul disekitar kita dan banyak dari mereka yang memiliki peran ganda sebagai
wanita karir dan ibu rumah tangga. Maka permasalahan yang dihadapi juga
semakin besar. Penelitian ini ingin memberikan gambaran mengenai seperti apa
Emotion Focused Coping dan Problem Focused Coping dan selain itu penelitian
ini juga bermanfaat untuk mengetahui bagaimana perbedan Emotion Focused
Coping dan Problem Focused Coping pada wanita karir yang menonton sinetron
Indonesia dan drama Korea. Rumusan masalah dalam penelitian ini ada tiga, yaitu
apakah terdapat perbedaan Emotion-Focused Coping dan Problem-Focused
Coping pada wanita karir yang menonton drama Korea dan sinetron Indonesia,
kedua apakah wanita karir yang menonton drama Korea dalam konsep
penyelesaian masalahnya lebih dominan menggunakan Problem-Focused Coping
atau Emotion-Focused Coping, serta apakah wanita karir yang menonton sinetron

dalam konsep penyelesaian masalahnya lebih dominan menggunakan EmotionFocused Coping atau Problem-Focused Coping.
KAJIAN PUSTAKA
Coping
Menurut Lazarus dan Folkman (2006) coping adalah usaha-usaha kognitif
dan perilaku yang secara terus menerus berubah untuk mengelola tuntutan dari
dalam dan atau dari luar inidividu yang dirasakan merugikan atau melebihi
kemampuan individu itu. Menurut Papalia (2009), coping merupakan cara berfikir
atau perilaku adaptif yang bertujuan mengurangi atau menghilangkan stress yang
timbul dari kondisi berbahaya, mengancam atau menantang. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa coping adalah segala usaha individu untuk mengatur tuntutan
lingkungan dan konflik yang muncul, mengurangi ketidaksesuaian/kesenjangan
persepsi antara tuntutan situasi yang menekan dengan kemampuan individu dalam
memenuhi tuntutan tersebut.
Menurut Carver (dalam Armeli, 2001), perilaku coping terbagi menjadi
dua yaitu problem-focused coping dan emotion-focused coping.
a. Problem-Focused Coping
Jenis Perilaku coping yang berfokus pada masalah pemecahan masalah
problem-focused coping menurut Carver (dalam Armeli, 2001) terdiri dari:
1. Perencanaan
Usaha individu dalam berpikir tentang bagaimana mengatasi penyebab

stress.
2. Keaktifan Diri
Usaha individu untuk mengambil tindakan langsung dengan mengerahkan
segala daya upaya untuk mencoba memindahkan atau menghilangkan
penyebab stress dengan cara bijaksana.
3. Penguasaan Diri
Usaha individu untuk menguasai diri dengan mengontrol atau
mengendalikan tindakan sampai ada kesempatan yang tepat untuk
bertindak

6

4. Penekanan Pada Suatu Aktifitas Utama
Usaha individu untuk membatasi perhatian individu terhadap aktivitas
lainnya yang mungkin berlawanan, supaya konsentrasi lebih penuh pada
masalah penyebab stress yang sedang dihadapi
5. Pemahaman Kembali Secara Positif
Usaha indiv.idu untuk membuat situasi yang terbaik dengan
mengembangkan atau melihat permasalahan dari segi yang lebih baik.
6. Mencari Dukungan Sosial Instrumental
Usaha individu dalam mencari bantuan, informasi, atau nasehat tentang
apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi penyebab stress.
7. Mencari Dukungan Sosial Emosional
Usaha individu untuk mendapatkan simpati atau dukungan emosional dari
orang lain.
8. Penggunaan Obat-obatan
Usaha individu untuk mengurangi stress melalui penggunaan obat-obatan
dan minuman beralkohol.
9. Menggunakan Humor
Usaha individu untuk mengurangi stress melalui humor.
10. Menghilangkan Peristiwa yang Tidak Menyenangkan
Usaha individu untuk menghilangkan hal-hal yang tidak menyenangkan
dalam kehidupannya.
Dalam penelitian ini, hanya menggunakan 7 dimensi karena tiga dimensi
seperti dimensi penggunaan obat-obatan (use of drugs) tidak dapat digunakan
di Indonesia, berhubungan dengan alkohol dan obat-obatan. Tidak semua
orang bersedia memberikan keterangan yang sesungguhnya mengenai hal ini.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahardjo (2007) disebutkan bahwa
penggunaan obat-obatan dalam coping hanya digunakan oleh pria yang
berhubungan seksual beresiko dengan pria.
Dimensi penggunaan humor juga tidak dapat dilakukan pengukuran secara
kuantitatif dikarenakan setiap orang memiliki selera humor yang berbedabeda. Penggunaan humor dapat diketahui melalui observasi sehingga akan
memperoleh data yang akurat. Sementara berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sembiring (2010), bahwa penggunaan humor hanya
mengurangi sedikit beban pikiran individu yang mengalami stress tersebut.
Dimensi menghilangkan peristiwa yang tidak menyenangkan tidak dapat
digunakan karena jika seseorang melakukan hal ini, maka ia tidak akan
mengingat apapun yang berkaitan dengan hal yang ia ingin lupakan. Sehingga
tidak akan berjalan dengan efektif. Untuk mengetahui apakah seseorang
melakukan penghilangan peristiwa yang tidak menyenangkan atau tidak
diperlukan tes secara mendalam.
b. Emotion-Focused Coping
Carver (dalam Armeli, 2001) mengungkapkan aspek-aspek yang dapat
digunakan untuk mengungkap emotion-focused coping. Aspek-aspek tersebut
adalah:
a. Mencari Dukungan Untuk Pertimbangan Emosi

7

b.
c.

d.

e.

Kecenderungan untuk memperoleh dukungan, simpati, dan pengertian dari
lingkungan sekitar.
Mengubah Kembali Keadaan Atau Kejadian Secara Positif
Menginterpretasikan situasi stress dengan andangan positif.
Pengingkaran
Respon atau tanggapan individu yang berbentuk penolakan terhadap
sumber masalah.
Penerimaan
Tanggapan individu terhadap situasi stress dengan menerima kondisi
tersebut sebagai suatu hal yang harus dijalani.
Berpaling Pada Agama
Individu cenderung lari pada agama ketika ada masalah.

Drama

Drama berarti perbuatan, tindakan. Berasal dari bahasa Yunani “draomai”
yang berarti berbuat, berlaku, bertindak dan sebagainya. Drama adalah hidup yang
dilukiskan dengan gerak. Konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok
drama. Drama bisa diwujudkan dengan berbagai media: di atas panggung, film,
dan atau televisi. Drama juga terkadang dikombinasikan dengan musik dan tarian,
sebagaimana sebuah opera (Wiyanto, 2002).
Menurut Kareem (2013) Sebuah drama memiliki ciri-ciri diantaranya
memiliki sifat penokohan yang sangat penting dalam mengungkap cerita
didalamnya, sehingga setiap tokoh harus menjiwai dan mendalami sifat karakter
yang dimainkan.
Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai drama Korea dan
sinetron Indonesia. Berikut ini adalah pengertian dari drama Korea dan sinetron
Indonesia:
a. Drama Korea
Drama Korea mengacu pada drama televisi dengan format miniseri
yang diproduksi dalam bahasa Korea (Nagisa, 2011). Drama Korea adalah
produk entertainment Korea pertama yang berhasil masuk menguasai
pasar Indonesia. Drama Korean pertama hadir di layar kaca Indosiar pada
tahun 2002 dengan drama Korea pertama berjudul Endless Love.
Masuknya produk Korea lewat drama ini diawali dengan keberanian
Indonesia yang melakukan liberalisasi pada tahun 1990-an(Melisa, 2012).
b. Sinetron Indonesia
Sinetron merupakan kepanjangan dari sinema elektronik yang
berarti sebuah karya cipta seni budaya, dan media komunikasi audiovisual
yang dibuat berdasarkan sinematografi dengan direkam pada pita video
melalui proses elektronik lalu di tayangan melalui stasiun televisi. Sinema
elektronik atau lebih populer dalam akronim sinetron adalah istilah dari
serial drama sandiwara bersambung yang disiarkan di televisi.

8

Wanita Karir
Menurut Richardus (2011) wanita karir adalah wanita yang bekerja atau
melakukan kegiatan yang direncanakan untuk mendapatkan hasil berupa uang
atau jasa. Diterangkan lebih lanjut bahwa bekerja bagi wanita selain untuk
mendapatkan uang sebagai tambahan ekonomi juga terkait dengan kesadaran akan
kedudukan wanita baik dalam keluarga maupun masyarakat sehingga
menyebabkan wanita secara khusus perlu menguatkan kemampuan dan
memberdayakan dirinya sendiri untuk bekerja.
Perbedaan Problem Focused-Coping Dan Emotion-Focused Coping Pada
Wanita Karir Yang Menonton Drama Korea Dan Indonesia
Menurut Santrock (2007) perubahan peran wanita saat ini jelas terjadi
dengan meningkatnya tingkat pekerja wanita. Pekerjaan wanita saat ini semakin
bervariasi. Mereka mulai bisa mengejar karir dalam bidang hukum, bisnis,
pengobatan atau teknik dan juga menjalani peran sebagai ibu rumah tangga. Peran
ganda sebagai wanita karir dan ibu rumah tangga yang saat ini banyak dijalani
oleh para wanita membuat permasalahan yang dihadapi oleh para wanita karir
semakin banyak dan kompleks. Permasalahan tersebut harus diselesaikan oleh
wanita karir dengan baik dan menggunakan konsep yang matang (coping).
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa wanita karir membutuhkan
strategi coping untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya baik di
lingkungan pekerjaan maupun lingkungan sosialnya.
Salah satu cara untuk melakukan strategi coping adalah dengan menonton
drama yang saat ini banyak ditayangkan di televisi. Drama televisi dapat berupa
sinetron Indonesia ataupun drama Korea yang saat ini sedang populer di
Indonesia. Menonton drama televisi dapat menjadi salah satu alternatif untuk
melakukan strategi coping karena selain menghibur dalam kedua drama jenis
drama televisi yang telah disebutkan diatas (sinetron dan drama Korea) juga
terdapat bagaimana cara seseorang atau tokoh utama dalam menghadapi
permasalahan dan konflik di dalam hidupnya. Penyelesaian konflik dalam kedua
drama tersebut ada yang berfokus pada masalah (Problem-Focused Coping)dan
ada pula yang berfokus pada emosi (Emotion-Focused Coping).
Hipotesis Penelitian
1. Ada perbedaan strategi coping pada wanita karir yang gemar menonton
drama Korea dengan sinetron Indonesia.
2. Wanita karir yang gemar menonton drama Korea dalam konsep penyelesaian
masalahnya lebih dominan menggunakan Problem-Focused Coping daripada
Emotion-Focused Coping.
3. Wanita karir yang gemar menonton drama Indonesia dalam menyelesaikan
masalahnya lebih dominan menggunakan Emotion-Focused Coping daripada
Problem-Focused Coping.

9

METODE PENELITIAN
Partisipan dan Desain Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah wanita yang menonton drama Korea
atau sinetron dan berada di wilayah kota Malang, Jawa Timur. Sampel dalam
penelitian ini adalah wanita karir yang menonton drama Korea atau sinetron yang
berada di kota Malang, Jawa Timur. Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah non-probability sampling dengan teknik purposive sampling
sebanyak 50 orang yang menonton drama Korea dan 50 orang yang menonton
sinetron.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan metode
komparatif yang bertujuan untuk membedakan variabel terikat yaitu ProblemFocused Coping (Y1) dan Emotion-Focused Coping (Y2) dan variabel bebas (X)
jenis drama (Korea atau sinetron). Analisa data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah uji asumsi klasik dan uji hipotesis dan dilakukan menggunakan
program SPSS 17.0 for Windows. Uji asumsi klasik yang dilakukan adalah uji
normalitas dan uji homogenitas sedangkan uji hipotesis yang digunakan adalah
dengan menggunakan independent sample t-test. Instrumen penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah skala Problem-Focused Coping dan
Emotion-Focused Coping sesuai dengan teori Carver (dalam Armeli, 2001).
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas tampang, validitas
isi dan validitas konstruk. Pengujian reliabilitas pada skala ini menggunakan
reliabilitas Cronbach’s Alpha.
No.

Alat Ukur

1

Skala ProblemFocused Coping
Skala EmotionFocused Coping

2

Skor Cronbach’s
Alpha
0.886

Reliabilitas

0.881

Tinggi

Tinggi

Tabel 1. Hasil Cronbach’s Alpha
Alat Ukur dan Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan skala Problem-Focused Coping dan EmotionFocused Coping milik Carver (dalam Armeli, 2001), tetapi untuk skala ProblemFocused Coping, peneliti hanya menggunakan 7 dimensi dari 10 dimensi yang
ada. Sedangkan dalam skala Emotion-Focused Coping peneliti menggunakan
kelima dimensi yang dikemukakan oleh Carver (dalam Armeli, 2001). Tipe skala
yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert dengan menggunakan
aitem-aitem favourable dan unfavourable. Setelah dilakukan uji coba, untuk
skala Problem-Focused Coping dari total 56 aitem, dihasilkan 35 aitem diterima
dan untuk skala Emotion-Focused Coping dari 40 aitem dihasilkan 19 aitem
diterima dengan korelasi aitem total ≥0,2.

10

HASIL
Berdasarkan hasil penghitungan yang dilakukan menggunakan SPSS 17.0 for
Windows, terlihat bahwa rata-rata Problem-Focused Coping responden yang
menonton sinetron adalah 102.66 sedangkan untuk responden yang menonton
drama korea sebesar 103.04. Secara absolut terlihat bahwa rata-rata ProblemFocused Coping responden yang menonton sinetron dengan responden yang
menonton drama korea tidak memiliki perbedaan secara signifikan. Sedangkan
rata-rata Emotion-Focused Coping responden yang menonton sinetron adalah
58.70 sedangkan untuk responden yang menonton drama korea sebesar 59.34.
Secara absolut terlihat bahwa rata-rata Emotion-Focused Coping responden yang
menonton sinetron dengan responden yang menonton drama korea juga tidak
memiliki perbedaan secara signifikan.
Berdasarkan hasil uji normalitas, diperoleh nilai signifikansi variabel
Problem-Focused Coping sebesar 0.145 dan nilai Emotion-Focused Coping
sebesar 0.067 dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai α = 0,05 sehingga dapat
dikatakan bahwa kedua variabel tersebut berdiri normal. Berdasarkan uji
homogenitas diperoleh nilai F untuk variabel Problem-Focused Coping F=0,242
(p=0,624 > 0,05) dan nilai F untuk Emotion-Focused Coping sebesar F=1,143
(p=0,288 > 0,05). Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa data tersebut
disebut data equal/homogen. Setelah data tersebut dinyatakan menyebar
normal/homogen, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis menggunakan uji t.
Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai t pada variabel Problem-Focused Coping
adalah -0.219 dengan probabilitas signifikansi 0.827 (two tail). Jadi dapat
disimpulkan bahwa rata-rata Problem-Focused Coping tidak berbeda secara
signifikan antara responden yang menonton drama korea dengan sinetron. Nilai t
pada variabel Emotion-Focused Coping juga dapat dikatakan tidak memiliki
perbedaan secara signifikan antara responden yang menonton drama korea dengan
sinetron, yaitu dengan nilai -0.531 dengan probabilitas signifikansi 0.596 (two
tail). Dalam metode analisis ini menggunakan SPSS 17.0 for Windows untuk
membantu dalam uji hipotesis maupun uji asumsi.
DISKUSI
Problem-Focused Coping mengarah pada penyelesaian masalah, seperti
informasi mengenai suatu masalah, mengumpulkan solusi-solusi yang dapat
dijadikan alternatif, mempertimbangkan alternatif dari segi biaya dan manfaatnya,
memilih alternatif, dan menjalani alternatif yang dipilih (Lazarus dan Folkman,
2006).
Emotion-Focused Coping menurut Lazarus dan Folkman (2006),
merupakan sekumpulan proses kognitif yang diarahkan untuk mengurangi
penderitaan emosional dan mencakup strategi menghindari, meminimalisir,
menjaga jarak, selektif memilih perhatian, perbandingan positif, dan mencari nilai
positif dari sebuah peristiwa negatif.
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, diketahui bahwa hipotesa peneliti
ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan Problem-Focused
Coping dan Emotion-Focused Coping pada wanita karir yang menonton drama
korea maupun sinetron. Tidak adanya perbedaan secara signifikan tersebut dapat
terjadi karena proses tayangan televisi dalam membentuk sikap dan perilaku baik

11

positif maupun negatif melalui proses peniruan. Proses peniruan tersebut disebut
sebagai imitasi. Sebelum seseorang melakukan imitasi, terdapat beberapa hal yang
harus terpenuhi, yaitu minat dan perhatian yang cukup besar terhadap hal tersebut,
sikap menjunjung tinggi atau mengagumi hal-hal yang diimitasi dan memiliki
penghargaan sosial yang tinggi.
Menurut Comstock (dalam Karo, 2008), proses tayangan drama ditelevisi
ditiru dan membentuk sikap dan perilaku penonton dalam hal ini adalah wanita
karir di kehidupan sehari-hari melalui satu proses yang sangat panjang. Artinya,
memerlukan tahapan yang dimulai dari pengalaman si wanita karir dengan realita
kehidupan mereka, seperti bagaimana ia melihat secara langsung peristiwa orang
terdekat mereka. Selain pengalaman yang didapat secara kontak langsung, ada
juga yang diperoleh secara kontak tidak langsung, yaitu melalui media-media lain
selain televisi. Dengan demikian, apa yang ditayangkan di televisi baik drama
Korea maupun sinetron belum tentu ditiru dan diterapkan dalam kehidupan para
wanita karir. Tergantung bagaimana minat dan seperti apa penghargaan yang akan
diperoleh oleh wanita karir tersebut.
Penonton televisi yang dibahas dalam penelitian ini adalah wanita karir.
Wanita karir biasanya memiliki cara berpikir objektif dan tidak mudah
terpengaruh, sehingga mereka tidak secara langsung mengimitasi tontonan yang
mereka lihat dari televisi. Mereka akan mempertimbangkan apa yang akan mereka
lakukan dari berbagai sisi. Hal tersebut sesuai dengan tugas perkembangan para
wanita karir yang dalam penelitian ini memiliki dua tahapan perkembangan yaitu
dewasa awal (20 sampai 40 tahun) dan dewasa madya (40 sampai 60 tahun). Masa
dewasa awal awal menurut Fatimah (2012) adalah masa kematangan fisik dan
psikologis. Ciri kematangan psikologi dewasa awal menurut Fatimah (2012) ada 7
yaitu: berorientasi pada tugas, memiliki tujuan yang jelas dan kebiasaan kerja
yang efisien, mengendalikan perasaan pribadi, keobjektifan, menerima kritik dan
saran, pertanggungjawaban terhadap usaha-usaha pribadi dan penyesuaian yang
realistis terhadap situasi baru. Menurut Hurlock (2004), tugas perkembangan
dewasa madya adalah: tugas yang berkaitan dengan perubahan fisik, tugas yang
berkaitan dengan minat wara negara dan sosial, tugas yang berkaitan dengan
kejuruan (pemantapan dan pemeliharaan standar hidup yang relatif aman) dan
tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga. Usia sangat mempengaruhi
seseorang dalam pengambilan keputusan, terutama dalam cara mengatasi stress
maupun dalam penyelesaian konflik. Semakin matang usia seseorang, maka
semakin matang pula strategi coping yang digunakan.
Disamping dipengaruhi oleh usia, pemilihan strategi coping yang dilakukan
oleh wanita karir juga dipengaruhi oleh status pernikahan. Wanita karir yang
belum menikah dan berstatus janda dapat dikategorikan sebagai wanita karir yang
tidak terikat dengan tali pernikahan. Wanita karir yang tidak terikat dengan
pernikahan, maka wanita karir dengan golongan ini dapat bekerja dengan bebas
tanpa adanya keterikatan dan tanggung jawab kepada siapapun. Wanita karir yang
sudah menikah memiliki keterikatan terutama dalam hal pemenuhan hak dan
kewajiban. Sehingga wanita karir sudah menikah atau terikat dengan status
pernikahan akan memiliki permasalahan yang lebih kompleks.

12

Dalam penelitian ini, terdapat wanita karir yang bertatus belum menikah,
telah menikah dan berstatus janda. Dalam konsep penyelesaian masalah diantara
ketiga status tersebut juga pasti berbeda. Menurut penelitian yaang dilakukan
Ciabatary (2002), wanita single parent (tidak terikat pernikahan) yang
berpendapatan rendah, dan tidak mempunyai kedudukan yang tinggi dalam
pekerjaannya menjalani kehidupannya sebagai seorang wanita bekerja dan
seorang ibu bagi anak-anaknya lebih mudah mengalami stress dan cenderung
melakukan strategi coping (Problem-Focused Coping dan Emotion-Focused
Coping) dalam konsep mengatasi stress nya. Dalam penelitian ini, drama Korea
dan sinetron digunakan sebagai media strategi coping.
Menurut Asih (2006), strategi coping yang dipilih seseorang dipengaruhi oleh
tipe ancaman atau peristiwa, konteks sosial, struktur identitas, dan sumber-sumber
kognitif. Tipe ancaman dapat berupa penyebab internal atau eksternal, jangka
panjang atau pendek, stabil atau tidak stabil. Konteks sosial meliputi aturan-aturan
ideologi seperti norma, kepercayaan, nilai-nilai, aturan-aturan hubungan
interpersonal, dan adanya keanggotaan kelompok. Individu yang harga dirinya
lebih rendah kemungkinan untuk terganggu saat mengalami stress sangat tinggi,
sedangkan individu dengan harga diri tinggi kemungkinan untuk terganggu saat
mengalami stress sangat rendah. Wanita karir dalam hal ini memiliki harga diri
yang tinggi, karena selain mereka rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang
tinggi, berpenghasilan, mereka juga ditunjang dengan penampilan yang menarik.
Selain faktor-faktor tersebut, faktor lain yang mempengaruhi seperti jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman, persepsi terhadap stimulus serta
kemampuan intelektual sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku coping
yang dipilih individu. Perbedaan penilaian kognitif yang dilakukan individu
terhadap stressor menghasilkan pemilihan strategi coping yang berbeda-beda pula
antar individu. Melalui penilaian kognitif, individu dapat menilai apakah suatu
situasi menimbulkan stress atau tidak baginya dan strategi coping yang
bagaimanakah yang dapat ia pilih sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Wanita
karir dalam hal ini memiliki penilaian lebih objektif terhadap masalah yang
sedang ia hadapi. Wanita karir memikirkan secara matang seperti apa dan
bagaimana mereka menyelesaikan masalah yang sedang ia hadapi.
Dalam penelitian selanjutnya diharapkan peneliti memperhitungkan faktor
intensitas menonton drama (Sinetron maupun Korea) pada tiap subjek dalam satu
minggu. Intensitas menonton drama adalah banyaknya seseorang menonton
drama. Drama tidak secara langsung mempengaruhi perilaku penonton, tetapi jika
ditonton dengan intensitas tinggi, diduga akan berdampak bagi penonton. Dalam
penelitian ini, intensitas yang diperhitungkan adalah intensitas menonton drama
dalam sehari. Selain faktor intensitas menonton, faktor usia juga perlu
mendapatkan perhatian, karena dalam penelitian ini usia subjek berada pada tahap
perkembangan yang berbeda yaitu pada tahap perkembangan dewasa awal dan
dewasa madya. Dalam penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan usia
dengan tahap perkembangan yang sama.

13

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dimensi dan
indikator milik Carver (dalam Armeli, 2001). Skala Problem-Focused Coping
memiliki 10 dimensi dan Emotion-Focused Coping memiliki 5 dimensi. Tetapi
untuk Peoblem-Focused Coping dalam penelitian ini hanya menggunakan 7
dimensi yaitu perencanaan, keaktifan diri, penguasaan diri, penekanan pada
aktivitas utama, pemahaman situasi secara positif, mencari dukungan sosial
instrumental dan mencari dukungan sosial emosional. Tiga dimensi lain yaitu
penggunaan obat-obatan, penggunaan humor dan melupakan peristiwa yang tidak
menyenangkan tidak dapat digunakan karena tidak dapat dilakukan pengambilan
data secara kuantitatif.
DAFTAR PUSTAKA
Armeli, S. (2001). Stressors, Appraisals, Coping and Post-Event Outcomes: The
Dimensionality and Antecendents of Stress-Related Growth. Journal of
Social and Clinical Psychology. Vol 20 No 3
Asih, D. (2006). Hubungan Antara Problem-Focused Coping dengan Depresi
pada Mahasiswa Tingkat Akhir. Skripsi (Tidak Diterbitkan).
Fajar. (2012). 10 Tema Film dan Sinetron di Indonesia. Diunduh dari
http://ffanto.reyblog.com pada Sabtu, 30 Maret 2013.

Folkman, S. (1986). Dynamics of a Stressfull Encounter: Cognitive Appraisal
Coping, and Encounter Outcomes. Journal of Personality and Social
Psychology. Vol 50. No 5. 992-1003.
Hurlock, E.B. (2004). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan . Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.
Kareem, G. (2012). Pengertian Drama dan Unsur yang Membangun.
Diunduh dari http://rumputliar.com pada Sabtu, 30 Maret 2013.
Karo, S. (2008). Potret Sinetron Remaja di RCTI dan SCTV Periode 2007-2008.
Jurnal.
Lazarus, R. S & Folkman, S. (2006). Stress, Appraisal and Coping. New York.
Springer.
Melisa, H. (2012). Pengaruh Tayangan Drama Korea di Televisi Terhadap
Perilaku Remaja Kelurahan Simpan Baru Kecamatan Tampan Kota
Pekanbaru . Skripsi (Tidak Diterbitkan).
Nagisa, S. (2011). What is Korean Drama? About Korean Drama. Diunduh dari
http://prettynagisa.blogspot.com pada Sabtu, 27 Juli 2013.

14

Nielsen, AGB (a). (2011). Memahami Kebiasaan Konsumsi Media Perempuan.
Nielsen Newsletter diunduh dari http://agbnielsen.co.id pada Senin, 6
Januari 2014.
Nielsen, AGB (b). (2011). Potensi Penonton TV Bertambah 8% di Bulan
Ramadhan. diunduh dari http://agbnielsen.co.id pada Senin, 6 Januari
2014.
Papalia, D. E (2009). Perkembangan Manusia (Human Development). Buku
Kedua. Jakarta: Salemba Humanika
Pardani, N . (2010). Analisis Tingkat Stress wanita Karir Dalam Peran Gandanya
Dengan Regresi Logistik Ordinal (Studi Kasus Pada Tenaga Kerja Wanita
di Rs. Mardi Rahayu Kudus). Skripsi Tidak Diterbitkan.
Rahardjo, W. (2007). Konsumsi Alkohol, Oat-Obatan Terlarang dan Perilaku
Seks Beresiko: Suatu Meta-Analisis. Jurnal Psikologi Vol. 35 No. 1 hal
80-100
Rustiana, H. (2003). Gambaran Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) dan
Perilaku Coping Anak-Anak Korban Kerusuhan Maluku Utara. Tazkiya.
Vol 3. No. 1 46-64
Santrock, J.W. (2007). Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.
Sembiring, A. (2010). Coping Stress Pada Insan Pasca Stroke yang Mengikuti
Klub Stroke di Rumah Sakit Jakarta. Jurnal Psikologi Volume 8 Nomor 1.
Wiyanto, A. (2002). Terampil Bermain Drama. Jakarta : Grasindo.