Menangis hanya meninggalkan kenangan yan

Menangis hanya meninggalkan kenangan yang lebih menyakitkan dari luka hati ini.
Tanpa kepastian akan terobati, hanya bisa kutahan sambil mengerang kesakitan. Tak bisa aku
bayangkan sampai kapan aku mampu menahannya. Demi mereka, aku juga akan berjuang.
Bekerja pada keluarga kaya sebagai budak abadi mereka karna hutang yang
diwariskan oleh kakek buyutku. Malangnya nasib, terlahir dengan hutang yang
memberatkanku dan keluargaku. Keluarga itu adalah keluarga pembunuh bayaran. Aku
sangat berharap polisi dapat menghukum kejahatan mereka. Argh, polisi saja takut karna
koneksi keluarga Aston sangat luas. Bisa-bisa nyawa mereka melayang saat baru berencana
melakukan penyelidikan.
Melihat ayah dan ibuku bekerja keras untuk hasil yang sia-sia. Batinku seolah-oleh
memberontak dan ingin membunuh mereka semua. Aku bisa saja membunuh pemimpin
keluarga ini karna aku yang meleyani mereka. Mungkin akan kubunuh mereka dengan racun
sehingga derita tak berujung ini pun tamat. Tapi ayah berusaha keras meyakinanku bahwa
kelak bahagia itu menghampiri orang yang sabar. Mana mungkin aku percaya, tapi aku tetap
tersenyum ketika ayah selalu menasehatiku tentang buah dari kesabaran.
Ayah dan ibuku kini sudah tua. Seumur hidup mereka bekerja untuk keluarga ini.
kurus kering tubuh mereka begitu pula denganku. Keluarga Aston benar-benar keluarga tak
punya hati. Namun, anak pertama keluarga Aston yang sebaya denganku dia berbeda. Tapi
aku tak akan pernah percaya bahkan kepada orang yang mengatakan mencintaiku sekalipun,
selama ia adalah keluarga Aston.
Dia berjanji membawaku kabur dari orang tuanya ketika aku mau menikah

dengannya. Dia santun dan hormat kepada orang tuaku. Dia baik hati dan menolong orangorang yang kesusahan. Dia orang yang pemaaf,tabah,dan bijaksana. Sangat berkebalikan
denganku apalagi dengan ayahnya, Rudofl Aston.
Namun, semua perlakuan baiknya kepada keluargaku tak mengubah sedikitpun
dendam yang ada di hati ini. Siapa anak yang menerima ayah ibunya di tendang di depan
matanya. Tak akan mampu aku memaafkan Rudolf seumur hidupku. Namun semakin lama
keadaan semakin memburuk, Rudolf terdesak oleh keluarga pebunuh bayaran lain. Koflik
hebat yang mengakibatkan ayah dan ibuku menyuruhku pergi dari rumah itu. yang artinya
mereka siap dibantai oleh rudolf jika pelayan kesayangannya ini tak lagi ada untuk memenuhi
setiap keinginannya.

Aku terpaksa menuruti perintah mereka karena mereka mengancam akan bunuh diri
dihadapanku. Sebenarnya aku tak percaya, jika mereka memang mau mati sia-sia, kenapa
tidak dari dulu saja agar mereka tak menderita dan aku tak terlahir di dunia ini. Tapi ayah
sampai berlutut dihadapanku. Ayah bilang aku harus tetap hidup, aku berhak untuk bahagia.
Aku yang dari dulu sudah menderita, tak sampai hati mereka biarkan ada kemungkinan aku
mati dalam konflik ini.
Akhirnya aku menuruti kata mereka. Aku sama sekali tak tahu dunia selain di rumah
Rudolf. Dari kecil aku tidak diizinkan keluar oleh Rudolf. Aku mengikuti kemana kakiku
ingin melangkah. Argh, sialan. Hanya itu yang ada di benakku.
Aku tahu pasti saat ini rudolf sedang marah besar, biasanya saat malam begini dia

menyuruhku untuk memijatnya. Sebenarnya tak sudi kulitku ini menyentuhnya. Namun, jika
ia tak kuturuti, pistol dari saku celananya akan meluncurkan pelurunya tepat mengarah ke
kepalaku, bisa saja aku mati sebelum sempat mengatakkan aku berubah pikiran
Malam semakin larut, dewi malam pun tak malu lagi menampakan dirinya. Karena
jalan-jalan sudah tampak sepi. Hanya pemuda yang kurang kerjaan lah yang masih
melakukan aktivitas di sekitar jalan tengah malam, selebihnya mereka tidur di kasur empuk
nan nyaman. Aku memutuskan untuk tidak tidur malam ini. Aku harus pergi ke sebrang
menemui pangeran negeri tetangga yang kaya raya. Kudengar dia akan menetap disini selama
3 bulan. Perjalanan puluhan kilometer ini pun akan kutempuh secepat yang aku bisa.
Aku berjalan terus sampai pagi menjelang. Ini bukanlah derita yang ringan jika
dialami oleh gadis sebayaku pada umumnya. Pekerjaan di rumah keluarga Astonlah yang
membuat aku terbiasa tak makan dan tidak tidur seharian. Ternyata ada gunanya aku
menahan untuk tidak membunuhnya. Entah bagaimana nasib kedua orang tuaku, masih
hidupkah atau sudah mati ditangan orang bejat itu. sedih dan memang merindukkan mereka,
tapi siapa suruh mereka menyuruhku untuk kabur. Setiap kali mereka aku ajak melarikan diri
bersama ayah, selalu menyuruh aku dan ibu saja yang pergi. Hutang akan habis ketika ayah
sudah mendedikasikan seluruh hidupnya untuk keluarga itu. yang artinya aku bisa saja keluar
dari rumah itu ketika ayah mati. Aku bisa saja membunuh ayah agar penderitaanku berakhir.
Walau begini aku masih berfikir bahwa dia itu ayahku, mereka harusnya bersyukur hati
nuraini ku masih belum terisi penuh dengan kebencian. Sedikit ruang masih tersisa untuk

menyayangi mereka.

Sesekali aku menengok ke arah belakangku, sejak kemarin seperti ada yang
mengikutiku. Aku terus menyakinkan diriku bahwa Rudolf sama sekali tak tahu tentang
kepergianku. Aku yakin itu bukanlah orang suruhan Rudolf. Namun jika sampai hari ini dia
masih mengikutiku, bila kecurigaan ini muncul kembali rasanya sangat wajar. Aku adalah
pelayan tercantik di rumah itu, Rudolf selalu merayuku. Namun, ia tak segan-segan
menamparku, bahkan menendang wajahku. Saat aku berkata padanya untuk menikahiku, dia
langsung mengarahkan pistolnya kepadaku. Bagaimana pun Rudolf tetap ingin bersama
istrinya. Andai saja dia mau menikahiku aku akan bebas dari hutang. Aku pun pernah
berfikir untuk membunuh istri Rudolf, tapi Mahendra terlalu baik untuk kehilangan ibunya
karna aku.
Perjalananku masih membutuhan 2 hari berjalan kaki untuk sampai di kota tujuan.
Setelah sang raja siang menampakkan kekuasaan akan sinarnya yang maha dahsyat aku pun
berhenti sejenak untuk menunggu matahari bergeser sedikit dari posisi tepat di atas kepalaku.
Aku duduk di trotoar yang berada tepat di bawah pohon rindang. Perutku mulai lapar, dari
kemarin aku belum makan. Uang yang ayah beri hanya cukup untuk tiga kali makan. Dengan
perjalanan seperti ini artinya aku hanya bisa makan sehari sekali. Tenggorokkanku sudah
kering begitu pula dengan bibirku yang tak sanggup lagi membuka untuk sekedar bernyanyi
mengiringi perjalananku. Tiba-tiba saja ada sebotol air mineral yang masih dingin jatuh tepat

dikepalaku. Aku merasakan kesakitan dan mengelus-elus kepalaku. Aku melihat ke segala
arah di sekelilingku. Tak ada satu pun orang yang perduli akan keberadaanku. Tak mungkin
ada orang yang sengaja bermain dengan sebotol air mineral yang masih tersegel. Orang itu
pasti sengaja memberikannya untuku. Tanpa perlu tahu tujuan orang itu aku langsung
meminumnya. Tindakanku ini bukanlah tindakan bodoh karena aku tahu itu aman dengan
segel yang masih baru. Lagian untuk apa peduli apa tujuan orang itu,hanya menambah beban
pikiran yang sudah terbebani oleh kerasnya hidup.
Aku melanjutkan kembali perjalananku ke kota sebrang. Kali ini aku melanjutkan
perjalananku dengan menaiki truk pembawa sayuran yang hendak menjual barang bawaan ke
pasar yang dekat dengan kota itu. Beruntungnya aku karena wajah memelas ini sangat
membantuku. Cukup 2 jam perjalanan aku sudah sampai di pasar. Itu artinya menghemat 6
jam perjalanan dengan berjalan kaki. Sebagai upah aku menumpang di truk sayuran itu. aku
harus membantu pak sopir mengangkut barang dagangannya, itu bisa menghemat sedikit
uangnya yang harus digunakan untuk membayar kuli angkut. Betapa bejatnya sopir ini.
Seorang gadis harus membantu membawa sayuran yang beratnya puluhan kilo gram

biasanya jika Rudolf memukulku ibu selalu ada untuk mengobatiku. Sekarang entah
apa kabarnya sang ibuku tercinta yang malang. Entah masih hidup atau sudah tiada. Air
mataku kian deras mengalir meratapi nasib sialku.
“Kau sendiri yang bilang menangis hanya akan meninggalkan sakit yang lebih terasa

bukan? Meninggakan kenangan bodoh yang akan disesali dikemudian hari” suara itu muncul
dari belakangku.
Ternyata dia adalah Mahendra Aston, anak pertama dari Rudolf Aston. Dia
mengikutiku dari awal. Dia juga berjalan kaki sama seperti yang aku lakukan. Yang
membedakan aku dengannya hanyalah uang yang berada di kantongnya yang tak pernah
seumur hidup aku memegang uang sebanyak itu. Aku semakin merindukkan orang tuaku
ketika Mahendra bilang Ayahlah yang meminta tolong Mahendra untuk mengikutiku. Jika
bukan karna Mahendra teramat mencintaiku mungkin bisa saja Mahendra membunuh ayah
akibat bicaranya yang tak sopan itu. Tapi seumur hidup Mahendra ia tak pernah membunuh
siapa pun. Itulah yang membuat ayah percaya kepada Mahendra.
Aku menolak mentah-mentah bantuan Mahendra untuk menemaniku ke kota Sebrang.
Aku yang akan menemui pangeran negeri tetangga bisa gagal ketika mendengar nasehatnasehat Mahendra, yang mungkin akan mengubah haluanku. Aku membentaknya,
mendorongnya dan mengancam akan membunuhnya namun dia tetap saja ngotot ingin
menjagaku. Apa yang mampu aku lakukan untuk membuatnya berhenti mencintaiku. Aku
hanya wanita jahat yang tak memperdulikan perasaannya dari dulu.
Akhirnya aku menerimanya untuk menemaniku. Keangkuhanku yang membuat aku
tak menyadari betapa beruntungnya aku. Aku meminta Mahendra kelak ketika aku sampai di
rumah sementara pengeran, jangan ikut campur urusanku. Aku mungkin akan dipukul dan
dibentak-bentak disana. Aku tahu hatinya pasti akan terluka. Tapi aku akan membalas segala
kebaikkannya jika ia mau menuruti kata-kataku. Dia hanya mengangguk, dan berkata ia akan

berusaha menjagaku. Sejenak aku melupakan dia adalah anak Rudolf aston yang telah
membuat hidupku sengsara. Namun, melihat matanya seperti Rudof kini tengah berada
dihadapanku untuk mengajakku bercinta di kamar gudang belakang rumah. Huh, padahal
jelas-jelas yang ada dihadapanku adalah Mahendra orang yang sangat baik kepadaku.
Namun, kebencianku tak mungkin hilang begitu saja, dengan senyuman anaknya yang
tampak sangat manis.
Kami melanjutkan perjalanan kami menuju Kota Sebrang. Hanya tinggal 2 jam
berjalan kaki kota itu dapat kami capai. Rasanya lebih indah berjalan bersama Mahendra.

Hanya beberapa menit bersamanya dia sudah mampu mengubah cara bicaraku menanggapi
perkataannya. Yah, Mahendra Aston memang sosok yang luar biasa.
Pintu gerban rumah pangeran sudah mulai terlihat. Mahendra dengan antusias
mendorongku untuk segera masuk kedalam. Ia memilih untuk tinggal diluar. Menurutnya,
akan terjadi hal yang buruk jika dia ikut bersamaku. Kisah 2 jam itu pun musnah, ketika aku
melangkahkan kakiku ke dalam rumah mewah nan megah itu. sedih rasanya jika Mahendra
tahu apa yang aku rencanakan. Tapi sebaiknya ia tak perlu tahu tentang itu.
Aku masuk menuju rumah pangeran itu dengan pengawalan yang ketat. Aku sengaja
membuat Mahendra membelikan baju yang cantik untukku ketika kami di perjalanan. Agar
aku masuk ke dalam rumah ini tanpa ada pemeriksaan yang ketat. Siapa pangeran yang mau
menerima rakyat jelata yang bau dan kumel kerumahnya. Hanya ada di negeri dongeng

pangeran yang akan menikahi gadis upik abu.
Pangeran tepat berada dihadapanku. Aku menjelaskan maksud dan tujuanku ke sini.
Yaitu aku berminat untuk mengikuti sayembara yang ia adakan untuk mencari istri. Aku
sengaja mengeluarkan segala pesonaku agar ia tertarik kepadaku. Wanita murahan,
tampaknya aku bisa di bilang begitu. Tapi dengan harga murah tak akan mudah mendapatkan
aku.
Pangeran pun tertarik padaku, dia berencana ingin mengenalku lebih dalam. Dia
menyuruhku tinggal di rumah itu sampai satu minggu ke depan. Dia akan mengawasi aku
dengan ketat. Aku disuruhnya tidak boleh keluar dari rumahnya. Aku hanya bisa menurutinya
karna memang itu yang kumau.
Tiga hari berlalu, aku menjalani kehidupan bagai seorang puteri. Aku bisa berkeliling
di rumah itu kemanapun yang aku mau. Ketika aku berkeliling aku melihat ruangan yang
sedikit aneh menurutku. Entahlah, ini mungkin firasatku saja, karena pintunya sama saja
dengan pintu yang lain. Tapi aku tetap saja penasaran dan langsung masuk ke dalam ruangan
itu. aku melihat banyak kurungan besi seperti penjara di dalamnya. Banyak gadis-gadis muda
yang cantik terkurung didalamnya. Yang membuat aku bingung adalah ada tabung kaca biru
yang sangat besar yang berisi gadis muda yang sangat cantik sekali didalamnya.
“hei kau, mau apa kau ada disini?” tanya salah seorang wanita dalam kurungan besi.
“aku Masurai, aku tak tahu” jawabku


“cepat perg!i”
“iya pergi sana!”
“ayo dik, kami yakin kamu masih sempat kabur dari sini” Ujar wanita lain yang ada
didalam kurungan besi itu
Ternyata mereka adalah calon istri pangeran itu yang ternyata tidak mirip seperti
almarhum pacar pangeran itu yang berada dalam tabung kaca biru. Karena itulah mereka
dipenjara bersama mayat pacar pangeran, berharap mereka memiliki kepribadian yang sama.
Dasar orang bodoh, demi cinta dia melakukan kejahatan semacam ini. Aku tak sudi menjadi
istrinya walau senang itu aku peroleh. Bisa-bisa dia akan menuntutku untuk menjadi seperti
mayat pacarnya itu. menyadari hal ini aku berusaha melarikan diri.
Aku keluar dari ruangan itu. ternyata sudah ada pangeran bersama puluhan
pengawalnya yang tepat berada dihadapanku. Aku terkejut namun aku tetap berusaha
menenangkan diriku. Aku berusaha meyakinkan mereka bahwa aku sama sekali tak tau apaapa.
Pangeran yang bodoh itu tak sebodoh yang aku perkirakan. Dia menangkapku namun
tidak memenjarakanku bersama wanita lainnya. Melainkan menyiksaku agar aku melupakan
hal yang baru saja aku lihat. Penyiksaan ini walau sering aku rasakan namun tetap saja terasa
sakit. Dia memukuliku dengan tangannya sendiri menggunakan tongkat golf. Dia berkata
sebenarnya aku sangat mirip dengan mayat itu, namun dia tak menyangka bahwa aku akan
menemukan penjara itu secepat ini. Aku harus berjanji tidak akan membahas ini lagi. aku
menolak mentah-mentah permintaanya. Aku tak sudi lagi menikah dengannya. Aku terlalu

jijik dengan orang yang seperti dia. Orang bodoh yang hanya mementingkan cinta. Hartanya
bisa saja habis jika dia sebodoh itu. aku tak mau lagi hidup susah dan sengsara. Batinku akan
lebih menderita jika aku sempat mengalami kesenangan lalu kembali melarat. Aku berusaha
melarikkan diri. Dikejar dengan puluhan pengawalnya aku tetap berusaha melarikan diri .
ternyata Mahendra tetap menunggu di pintu gerbang selama ini. Dia menyewa sepeda motor
untuk memudahkannya mengawasiku setiap hari. Begitu aku keluar aku langsung naik
kemotornya dan mahendra langsung membawaku pergi dari rumah itu. tampaknya pangeran
tak sungguh-sungguh mengejarku. Ia tak tampak lagi dari motor yang kunaiki bersama
Mahendra.

Dia membawaku pulang ke rumah keluarga Aston. Aku sangat terkejut dengan
tindakkannya. Aku marah dan menyuruhnya menghentikan motornya. Namun, ia pura-pura
tidak mendengarku dan tetap menarik pedal gasnya. Aku mengancam akan melompat dari
motor jika dia tetap membawaku kesana. Namun, dia memegang tanganku.
“percayalah padaku” ujarnya.
Aku tak tahu mengapa Mahendra bersikap seperti ini. Walau dia itu hanya seorang
anak dari penjahat tapi otaknya sangat cerdas. Dia pasti tahu aku tak mau kembali
kerumahnya. Dia juga pasti tahu aku akan mati dibunuh ayahnya jika ia melihat aku kembali.
Namun dia seolah-olah punya alasan lain yang membuatku yakin aku akan aman masuk ke
rumah itu.

Aku dan Mahendra bergandengan tangan masuk kerumah itu. aku sangat takut bila
bertemu dengan Rudolf. Suasana rumah itu tak seperti biasanya, begitu sepi dan tercium bau
busuk. Ketika aku dan Mahendra menyadari bau busuk itu adalah aroma darah, kami
langsung berlari ke dalam.
“papa... mama...” teriak Mahendra
“ayah...ayah..ibu... dimana?” teriakku.
Tak kami jumpai mereka diseluruh ruangan di rumah ini. Aku begitu panik karena
banyak darah yang mengering di lantai.
“Masurai, halaman belakang” ujar Mahendra
Kami langsung berlari menuju halaman belakang rumah Aston . ternyata benar,
mereka semua berada di sana. Mereka semua telah tewas dengan luka tembakan pada tubuh
mereka. Semua pelayan dan keluarga Aston digantung di sebuah tali yang sangat kuat.
Termasuk kedua orang tuaku. Betapa bejat dan tak berperasaan orang yang tega melakukan
Pembunuhan dengan cara seperti ini, sungguh tidak berprikemanusiaan. Aku tak kuasa
menahan air mataku ketika ingin kupeluk tubuh ayah ibuku namun mereka tak mampu
kucapai karena tergantung di atas kepalaku. Mahendra juga tak kuasa menahan air matanya
dan menendang segala benda yang ada di sekitarnya. Aku sangat marah, mahendra jauh lebih
marah. Dia menyayangi semua orang yang terbunuh di halaman ini. Sementara aku hanya
peduli dengan ayah ibuku, tidak, aku hanya perduli pada diriku sendiri.


“bagaimana, pemandangan yang indah bukan?” ujar pangeran negeri sebrang
Jadi dialah yang membunuh keluarga Aston. Aku tak menyangka bahwa pangeran ini
adalah pembunuh bayaran yang terlibat konflik dengan keluarga Aston.
“sekarang kau yang akan mati, pelayan kesayangan Rudolf. Masurai Permata. Lalu
selanjutnya kau Putra Al-Mahendra Aston” ujar pangeran negeri sebrang itu.
Aku tak menyangka perjalananku mencari kebebasan berakhir seperti ini. Saat
pangeran itu menarik pelatuknya aku sudah pasrah. Namun Mahendra melindungiku dan
memelukku hingga ialah yang terkena tembakkan pangeran itu.dia terjatuh tepat
dihadapanku. Di tersenyum sangat manis seperti saat 2 jam itu kami bersama.
“aku mencintaimu Masurai Permata” ujar Mahendra lalu ia menutup matanya untuk
selama-lamanya.
Aku menangis dan berteriak menyebutkan namanya. Aku berniat untuk menikah
dengannya ketika aku kabur dari rumah pangeran itu. Namun semua sudah terlambat . aku tak
terima dengan pembunuhan calon suamiku ini. Boleh saja ia membunuhku namun ia juga
harus mati ditanganku. Kuambil pistol Rudolf yang terjatuh yang berada di dekatku. Kutarik
pelatuk pistolku namun ternyata tak mengenainya. Ia tersenyum lalu menembakkan pistolnya
ke arahku, tepat ke kepalaku. Aku langsung terbaring di halaman itu.
Ternyata hidupku memang sial. Aku juga tak mendapatkan kebahagian sampai akhir
perjalanan hidupku. Perjalananku menghindari kematian. Tapi tetap saja aku mati di rumah
itu. Mungkin ini adalah karma atas segala ucapan dan tindakanku. Mungkin ini juga balasan
karna aku tak bisa memperlakukan Mahendra dengan baik. Kenangan hidupku yang paling
bahagia hanya 2 jam itu bersama mahendra.seolah-olah aku hidup selama ini hanya untuk 2
jam itu Tak kusesali hidup yang penuh penderitaan ini. Aku bahagia hingga aku mampu
tersenyum dia akhir hayatku ini, namun air mataku juga menetes karna lelahnya aku hidup
seperti ini