Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Optimasi Rendemen Lemak Algae Cyanophyta (Phormidium foveolarum) Ditinjau dari Waktu Sonikasi dan Nisbah Pelarut Ekstraksi = Lipid Yield Optimation from Cyanophyta Algae (Phormidium foveolarum)
“Optimasi Rendemen Lemak Algae Cyanophyta (Phormidium foveolarum)
Ditinjau dari Waktu Sonikasi d an Nisbah Pelarut Ekstraksi”
(Lipid Yield Optimation from Cyanophyta Algae (Phormidium foveolarum) as
Revealed by Sonication Duration and Solvent Ratio)
Oleh:
Aldy Pratama
652012023
SKRIPSI
Diajukan kepada Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika guna
memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
“Optimasi Rendemen Lemak Algae Cyanophyta (Phormidium foveolarum)
Ditinjau dari Waktu Sonikasi dan Nisbah Pelarut Ekstraksi
”
(Lipid Yield Optimation from Cyanophyta Algae (Phormidium foveolarum) as
Revealed by Sonication Duration and Solvent Ratio)
Oleh:
Aldy Pratama
652012023
SKRIPSI
Diajukan kepada Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika guna
memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
“Optimasi Rendemen Lemak Algae Cyanophyta (Phormidium foveolarum) Ditinjau
dari Waktu Sonikasi dan Nisbah Pelarut Ekstraksi ”
(Lipid Yield Optimation from Cyanophyta Algae (Phormidium foveolarum) as
Revealed by Sonication Duration and Solvent Ratio)
Aldy Pratama*, A.Ign Kristijanto** dan Margareta Novian Cahyanti**
- Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika **Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga Jln. Diponegoro no 52
- – 60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia
ABSTRACT
The objectives of this study are to determine the optimum lipid yield of cyanophyta algae (Phormidium
foveolarum) as revealed by sonication duration, solvent ratio, and the interaction between the two
factors. The extraction has been done by ultrasound cleaning bath in various duration of 0,5 hour, 1
hour, 1,5 hours, and 2 hours, using a mixture of chloroform, methanol, and aquadest with in various
chloroform:methanol:aquadest ratio of 1:1,2:0,8; 1:1,6:0,8; 1:2:0,8. Data of lipid yield were analyzed
using Randomized Completely Block Design (RBCD), 4 treatments and 3 replications with analysis
period as the block. To test the difference between the treatment means, the Honestly Significant
Difference (HSD) at 5% significance level were used.The results of this study showed that the optimum lipid yield as revealed by sonication duration 0,854 ±
0,201 mg is obtained by 2 hours of sonication duration. The optimum lipid yield as revealed by solvent
ratio 0,852 ± 0,115 mg is obtained by chloroform:methanol:aquadest ratio of 1:1,6:0,8. The optimum
lipid yield as revealed by solvent ratio and sonication duration 0,328 ± 0,034 mg is obtained by
chloroform:methanol:aquadest ratio of 1:1,6:0,8 and 1,5 hours of sonication. Keywords: Phormidium foveolarum, lipid extraction, sonication, solvent ratio.1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bahan bakar dari sumber fosil merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui dengan demikian bahan bakunya semakin lama semakin menipis. Saat ini biodiesel menjadi salah satu sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil untuk mesin diesel. Bahan bakar ini bersifat biodegradable atau mudah terurai dan lebih bersifat ramah lingkungan bila dibandingkan dengan minyak diesel dari petroleum (Christie, 2009 dalam Purwanti, 2014). Biodiesel dapat diolah dari minyak nabati yang
Produksi biodiesel dari sumber selain algae memiliki kelemahan karena membutuhkan lahan yang luas, sehingga kurang ramah lingkungan. Kendala ini mendorong algae menjadi sumber bahan pengolahan biodiesel yang sangat potensial. (Darzins et al., 2010). Apabila dibandingkan dengan kedelai, algae dapat memproduksi minyak 250 kali lebih banyak dari jumlah minyak yang diproduksi dengan kacang kedelai per hektar, sehingga membutuhkan lahan yang jauh lebih sedikit. Selain itu, algae juga dapat memproduksi minyak 7
- – 31 kali lebih baik daripada minyak kelapa sawit (Shay, 1993).
Samudra dkk. (2013) menyatakan bahwa Phormidium sp. adalah salah satu algae divisi Cyanophyta yang terdapat di Rawa Pening dan P. foveolarum adalah jenis algae yang termasuk dalam marga Phormidium. Mahapatra & Ramachandra (2013) menyatakan bahwa Phormidium sp. memiliki kandungan lemak sebesar 18,66% (b/b). Telah ada beberapa usaha untuk menemukan cara paling optimal dalam mengekstrak lemak (Bligh & Dyer, 1959; Kumari et al., 2010; Purwanti, 2014) namun belum ada cara yang digunakan sebagai metode standar untuk mengekstrak lemak.
Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan rendemen lemak optimal dari P.
foveolarum ditinjau dari waktu sonikasi, nisbah pelarut, dan interaksinya.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ALGAE SEBAGAI SUMBER BIODIESEL
Algae umumnya didefinisikan sebagai mikroorganisme fotosintetik. Algae dianggap sebagai organisme sederhana karena tidak memiliki organ seperti yang ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi ataupun hewan dan termasuk sebagai produsen
biofuel komersil yang sangat potensial. Biofuel dapat diperoleh dari algae melalui
proses perubahan seluruh biomassa menjadi metana (CH
4 ) ataupun menjadi minyak
mentah melalui berbagai proses. Contoh jenis algae yang telah diteliti untuk diolah menjadi biodiesel adalah Chlorella, Scenedesmus, Chlamydomonas, dan lain-lain. Sedangkan contoh jenis algae yang berpotensi sebagai produsen biofuel adalah algae Cyanobacteria / Cyanophyta. (Mandal et al., 2013 dan Wijffels et al., 2013).
Cyanophyta terbagi atas 3 bangsa yaitu Chroococcales, Oscillatoriales, dan adalah Oscillatoria, Trichodesmium, Lyngbya, Spirulina, Hydrocoleus, dan Phormidium (Lee, 2008).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meneliti jumlah dari jenis lemak (Valeem & Shameel, 2005) dan persentase lemak yang terdapat dalam beberapa algae Cyanophyta (Singh et al., 2008; Wu et al., 2012; Miranda et al., 2015). Jumlah dari jenis lemak beberapa Algae Cyanophyceae disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Algae Cyanophytha dan Kandungan Jumlah Jenis Lemak (Valeem
and Shameel, 2005) Jenis Algae Jumlah Jenis Asam Lemak
Aphanothece pallida (Kützing) Rabenhorst
17 A. stagnina (Sprengel) A. Braun
6 Microcystis aeruginosa (Kützing) Kützing
26 Lyngbya hieronymusii Lemmermann
20 L. majuscula (Dillwyn) Harvey
24 Meneghini ex Gomont
39 L. martensiana
Oscillatoria princeps Vaucher
33 O. sancta
C. Agardh ex Gomont
6 (Hedwig) Rabenhorst ex Bornet et
Gloeotrichia natans
22 Flahault
G. raciborskii Woloszynska
24 Sedangkan persentase dan kandungan lemak dalam beberapa jenis algae Cyanophyta disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Beberapa Jenis Algae Cyanophytha dan Persentase Lemak yang
Terkandung (Singh et al., 2008; Wu et al., 2012; Miranda et al., 2015)
Jenis Algae Lemak (% )
Anabaena cylindrical
4
- – 7 Cyanobium sp.
8 Oscillatoria sp. 2,7
Spirulina maxima
6
- – 7
Spirulina platensis
4
- – 9 Spirulina sp.
3 Synechoccus sp.
11
2.2 PELARUT EKSTRAKSI Ekstraksi lemak dapat dilakukan melalui ekstraksi dengan menggunakan pelarut.
Dalam metode ini, pasta ganggang basah (dalam air) diekstrak menggunakan pelarut (benzena, siklo-heksana, heksana, aseton, atau kloroform) yang memecah dinding sel algae. Dengan memecah dinding sel algae, minyak dapat diekstraksi oleh media pelarut, karena kelarutan yang tinggi dalam pelarut organik dibandingkan dengan air. Minyak kemudian dapat dipisahkan melalui destilasi dari pelarut. Efisiensi maksimum ekstraksi, apabila pelarut yang digunakan memiliki beberapa sifat; (a) Polaritas pelarut organik harus cocok dengan lemak dalam sel; (b) Pelarut harus murah, (c) Pelarut harus mudah dibuang; dan (d) Tidak beracun, tidak larut dalam air, dan idealnya dapat didaur ulang. Namun, pada skala komersiel metode ini akan menjadi tidak praktis karena pelarut organik yang merusak lingkungan dan tingginya biaya (Al Hattab, 2014).
Salah satu pelarut yang banyak digunakan dalam ekstraksi lemak algae Cyanophyta adalah campuran kloroform dan metanol (1:2) (Mandal et al., 2013). Bligh & Dyer (1959) menyatakan bahwa campuran pelarut kloroform dan methanol dengan perbandingan 1:2 dapat mengekstraksi hingga 70% lemak dalam sampel dan merupakan campuran pelarut kloroform dan metanol memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan pelarut lain seperti heksana, campuran isopropanol dan heksana (2:3), campuran sikloheksana dan 2-propanol, campuran aseton dan heksana. Yield lemak berbagai algae hasil ekstraksi menggunakan pelarut kloroform:metanol (1:2) disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Yield Lemak dari Berbagai Algae Hasil Ekstraksi Menggunakan Pelarut
Kloroform : Metanol (1:2) (Mandal et al. 2013) Bobot Algae Lemak
Algae (g) (%)
Anabaena cylindrical 6.2 ± 0.3
A. nidulans 11.1 ± 0.1
Chlorella vulgaris 9.2 ± 0.1
Chlamydomonas sp. 11.1 ± 0.6
Nostoc. Muscorum 7.2 ± 0.2
100
Pinnularia sp. 7.5 ± 0.4
10.5 ± 0.3
Scenedesmus acuminatus
S. obliquus 12.9 ± 0.2
S. maxima 7.2 ± 0.1
7.4 ± 0.1
S. platensis
Perbandingan Hasil dari penelitian Bligh & Dyer (1959) menunjukan bahwa persentase lemak yang diperoleh juga dipengaruhi oleh nisbah campuran pelarut. Pengaruh nisbah campuran pelarut terhadap persen lemak disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh Nisbah Campuran Pelarut terhadap Persen Lemak
Nisbah Pelarut Bobot Algae (g)
Lemak (g) Kloroform (ml) Metanol (ml) Air (ml) 23 144
80 100
0,31 54 202 80 0,56 94 228 80 0,63 162 270 80 0,64 296 355 80 0,62 97 121 80 0,56 50 174 160 0,32
54
87 80 0,32
96
80 80 0,40 175
76 80 0,41 100 200 80 0,70
2.3 SONIKASI
Iradiasi gelombang ultrasonik terhadap algae menyebabkan terjadinya pemecahan sel algae, baik terhadap mikroalgae maupun makroalgae, dan akan menyusutkan ukuran partikel algae sehingga kandungan di dalam algae dapat diekstrak. Al Hatab (2014) menyatakan bahwa pemecahan terjadi karena paparan terhadap gelombang ultrasonik sehingga membentuk gelembung kavitasi di sekitar sel algae. Pada saat gelembung pecah gelombang renjatan (shock wave) dilepaskan sehingga kandungan isi sel berpindah ke dalam pelarut. Pemecahan gelembung kavitasi menyebabkan peningkatan effisiensi ekstraksi dengan menggunakan pelarut baik pelarut biasa maupun pelarut superkritis. Menurut Luo et al. (2013) kandungan yang biasa diekstrak dapat berupa lemak, karbohidrat, protein, pigmen, dan lain – lain.
Beberapa penelitian terkait ekstraksi lemak dari algae menggunakan sonikasi telah banyak dilakukan (Araujo et al., 2013; Menendez et al., 2014; Reddy & Majumder, 2014; Naveena et al., 2015). Yield lemak hasil ekstraksi dengan
Tabel 5. Yield Lemak Hasil Ekstraksi dengan Menggunakan Sonikasi dalam Berbagai
Durasi Durasi
Bobot Yield Jenis Algae Sonikasi Referensi
Algae (g) (%) (menit)
Chlorella vulgaris
30 1 9,82 Naveena et al.
(2015)
C. vulgaris
60 5 52,5 Araujo et al. (2013)
C. minutissima 20 0,1 15,5 Naveena et al.
(2015)
Nannochloropsis gaditana
20 5 36,2 Menendez et al.
(2014)
Spirogyra sp. 120 200 12,5 Reddy & Majumder.
(2014)Thalassiosira fluviatilis 20 0,1 40,3 Naveena et al.
(2015)
T. pseudonana 20 0,1 39,5 Naveena et al.
(2015)
3. METODA PENELITIAN
3.1 Bahan Sampel yang digunakan adalah P. foveolarum yang dibeli dari pedagang umpan.
Sedangkan bahan
- – bahan kimia yang digunakan antara lain akuades, kloroform PA Merck (CHCl
3 ), metanol PA Merck (CH
3 OH), Asam Sulfat Pekat (H
2 SO 4 ), Asam Palmitat PA (C H O ).
16
32
2
3.2 Piranti
Piranti yang digunakan antara lain Spektrofotometer UV/VIS Shimadzu, timbangan digital Mettler H80, kertas saring, corong pisah, Sonikator Krisbow,
moisture analyzer , dan peralatan gelas lainnya.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Pengukuran Kadar Air Sampel P. foveolarum dibersihkan terlebih dahulu lalu ditimbang sebanyak 1 g.
Bahan diletakkan dalam cawan petri dan dimasukkan ke dalam moisture analyzer. Ditunggu dan dicatat angka hasil kadar air sampel yang dimunculkan.
3.3.2 Ekstraksi Rendemen Lemak (Bligh & Dyer, 1959 yang dimodifikasi)
Sebanyak 44,4 g sampel P. foveolarum basah ditimbang dan diekstraksi dengan campuran pelarut kloroform, methanol, dan air. Penambahan campuran pelarut kloroform, metanol, dan air dilakukan dengan berbagai kombinasi nisbah kloroform:metanol:air yaitu 1:1,2:0,8; 1:1,6:0,8; 1:2:0,8 dan durasi sonikasi yaitu yaitu 30 menit, 60 menit, 90 menit, dan 120 menit. Rendemen kemudian didiamkan hingga terpisah. Larutan yang mengandung minyak diambil dan diukur kadar lemaknya.
3.3.4 Pengukuran Rendemen Lemak (Kochert et al., 1978)
3.3.4.1 Pembuatan Kurva Standar
- – Larutan lemak standar dipindahkan ke dalam wadah tertutup dengan masing masing volume: 0,05 mL; 0,1 mL; 0,15 mL; 0,20 mL; 0,25 mL; dan 0,50 mL. Semua wadah dikeringkan dengan mengalirkan gas N . 2 ml larutan dikromat ditambahkan ke
2
dalam masing
- – masing wadah, ditutup, dan dipanaskan selama 45 menit. Tabung dikocok 2 atau 3 kali selama pemanasan. Setelah pemanasan, campuran didinginkan dan 1 mL campuran diencerkan dengan akuades hingga 10 mL. Absorbansi setiap campuran diukur pada panjang gelombang 590 nm, dan dibuat kurva standarnya.
3.3.4.2 Pengukuran Rendemen Lemak
- – Larutan rendemen lemak dipindahkan ke dalam wadah tertutup dengan masing masing volume: 0,1 mL. Semua wadah dikeringkan dengan mengalirkan gas N 2 .
Sejumlah 2 mL larutan dikromat ditambahkan ke dalam masing
- – masing wadah, ditutup, dan dipanaskan selama 45 menit. Tabung dikocok 2 atau 3 kali selama
3.3.6 Analisa Data
Data rendemen lemak P. foveolarum dianalisis dengan menggunakan Rancangan Perlakuan Faktorial (4x3) dan rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 kali ulangan. Sebagai faktor pertama adalah durasi sonikasi yaitu 30 menit, 60 menit, 90 menit, dan 120 menit. Sedangkan sebagai faktor kedua adalah nisbah pelarut kloroform:metanol:air yaitu: 1:1,2:0,8; 1:1,6:0,8; dan 1:2:0,8. Sebagai kelompok adalah waktu analisis. Pengujian rataan antar perlakuan dilakukan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5% (Steel & Torrie, 1989).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rendemen Lemak Ditinjau dari Waktu Sonikasi
Rataan rendemen lemak antar waktu sonikasi berkisar antara 0,595 ± 0,061 - 0,854 ± 0,201 mg (Tabel 1 dan Lampiran 1)
Tabel 1. Rataan Rendemen Lemak ( mg±SE) Ditinjau dari Antar Waktu Sonikasi
W0.5 W1 W1.5 W2 0,600 ± 0,141 0,595 ± 0,061 0,646 ± 0,310 0,854 ± 0,201
W=0,0747 a a a b
Keterangan: * BK = 4,04 g
- Kadar air = 90,9%
- W= BNJ 5%
- Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama baik pada baris maupun lajur yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda secara bermakna sebaliknya angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama antar baris atau lajur yang sama menunjukkan antar perlakuan berbeda bermakna. Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 2.
(jam)
Gambar 1. Diagram Batang Rataan Rendemen Lemak (dalam mg±SE) antar Waktu
Sonikasi Dari Gambar 1 terlihat bahwa rendemen lemak optimal diperoleh dalam waktu sonikasi 2 jam, hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Reddy & Majumder (2014) juga menunjukkan terjadinya peningkatan hasil ekstraksi lemak pada alga Spirogyra sp. dengan penambahan waktu sonikasi dari 0,5 jam menjadi 2 jam sebesar 1 g. Proses sonikasi menyebabkan terbentuknya gelembung kavitasi. Saat terjadi perubahan tekanan secara mendadak, gelembung kavitasi akan terpecah dan menghancurkan dinding sel disekitarnya yang menyebabkan kandungan di dalam sel dapat berpindah ke pelarut.
Lebih lanjut, peningkatan durasi sonikasi akan meningkatkan jumlah dinding sel yang dihancurkan, sehingga meningkatkan hasil ekstraksi. Kecenderungan yang sama ditunjukkan oleh hasil penelitian Keris
- –Sen et al. (2014) yaitu terjadi peningkatan yield hasil ekstraksi kumpulan berbagai jenis alga dalam pelarut kloroform dan metanol (1:1) sebesar 0,2 mg dengan menggunakan sonikasi dibandingkan dengan menggunakan maserasi.
4.2 Rendemen Lemak Ditinjau dari Nisbah Pelarut
Rataan rendemen lemak antar nisbah pelarut berkisar antara 0,544 ± 0,096 - 0,852 ± 0,115 mg (Tabel 2 dan Lampiran 1).
Tabel 2. Rataan Rendemen Lemak (mg±SE) Ditinjau dari Antar Nisbah Pelarut
A (1:1,2:0,8) B (1:1,6:0,8) C (1:2:0,8) 0,544 ± 0,096 0,852 ± 0,115 0,625 ± 0,135
W=0,0594 a c b Dari Tabel 2. terlihat bahwa rataan rendemen lemak meningkat pada nisbah B (0,852 ± 0,115 mg) lalu menurun pada nisbah C (0,625 ± 0,135 mg) (Gambar 2).
Kloroform:Metanol:Air Gambar 2. Diagram Batang Rataan Rendemen Lemak Ditinjau dari Antar Nisbah
Pelarut Dari Gambar 2 terlihat bahwa rendemen lemak optimal diperoleh dalam nisbah
B (1:1,6:0,8). Hasil rendemen ekstraksi berkaitan dengan sistem pelarut. Air merupakan senyawa polar yang meningkatkan kepolaran sistem pelarut dan menurunkan daya campur senyawa non-polar sehingga ketika ditambah senyawa non-polar maka lemak akan lebih mudah terekstrak. Pada konsentrasi metanol rendah akan terjadi kesetimbangan distribusi lemak yang lebih besar antara fase hidroalkohol (metanol-air) dan kloroform. Semakin banyak metanol yang ditambahkan maka akan semakin besar lemak yang diperoleh sampai pada titik maksimum kemudian akan menurun. Penurunan ini terkait dengan terbentuknya emulsi kloroform dalam air dan emulsi menyebabkan ekstraksi lemak semakin sulit. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Fajardo et al. (2007) dengan menggunakan larutan hidroalkoholik etanol-air dalam ekstraksi lemak alga Phaeodactylum tricornutum. Hasil ekstraksi lemak meningkat seiring dengan
4.3 Rendemen Lemak Hasil dari Interaksi Antara Nisbah Pelarut dan Waktu
SonikasiHasil interaksi nisbah pelarut dan waktu sonikasi disajikan pada Tabel 3. Rataan jumlah lemak dari hasil interaksi nisbah pelarut dan waktu sonikasi berkisar antara 0,12 ± 0,096 – 0,364 ± 0,122 mg (Tabel 3 dan Lampiran 1).
Tabel 3.
Rataan Rendemen Lemak (mg±SE) Hasil Interaksi Antara Nisbah Pelarut dan Waktu Sonikasi
Waktu Nisbah Pelarut (Kloroform:Metanol:Air)
Sonikasi A(1:1.2:0.8) B(1:1.6:0.8) C(1:2:0.8)
(Jam) 0.5 0,27 ± 0,134 b 0,211 ± 0,093 a 0,12 ± 0,096 a
W=0,029 c b a 1 0,168 ± 0,.056 ab 0,233 ± 0,152 ab 0,194 ± 0,148 a W=0,029 a b a
1.5 0,126 ± 0,061 a 0, 328 ± 0,034 b 0,191 ± 0,096 a W=0,029 a c b 2 0,161 ± 0,105 ab 0,364 ± 0,122 0,328 ± 0,122 b
b
W=0,029 a c b W=0,131 W=0,131 W=0,131
Keterangan: *W= BNJ 5%
- Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama baik pada baris maupun lajur yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda secara bermakna sebaliknya angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama antar baris atau lajur yang sama menunjukkan antar perlakuan berbeda bermakna
Dari Tabel 3. terlihat bahwa rataan rendemen lemak antar nisbah pelarut dalam waktu sonikasi 0,5 jam mengalami penurunan seiring perubahan nisbah. Sebaliknya dalam waktu sonikasi 1 jam, 1,5 jam, dan 2 jam, terjadi pola peningkatan yang sama yaitu pada nisbah B lalu diikuti penurunan pada nisbah C. Penurunan hasil rendemen lemak dalam waktu sonikasi 0,5 jam terkait dengan polaritas sistem pelarut, semakin kecil presentase air di dalam pelarut, maka rendemen lemak akan menurun. Merujuk hasil penelitian Gonzalez (1998) dengan menggunakan pelarut etanol-heksan untuk memperoleh lemak dari Phaeodactylum tricornutum, hasilnya adalah polaritas sistem pelarut akan menurun seiring dengan meningkatnya persentase metanol di dalam sistem pelarut dan mengurangi distribusi lemak dari metanol dan air ke pelarut non-polar.
Peningkatan hasil rendemen lemak pada nisbah pelarut B dalam waktu sonikasi dapat menyebabkan terbentuknya emulsi antara larutan hidroalkohol (metanol & air) dan pelarut non-polar sehingga hasil rendemen lemak optimal hanya diperoleh pada nisbah tertentu. (Fajardo et al., 2007)
Telaah lebih lanjut, rendemen lemak antar waktu sonikasi dalam nisbah pelarut A mengalami penurunan dalam waktu sonikasi 1 jam dan 1,5 jam, selanjutnya cenderung meningkat dalam waktu sonikasi 2 jam. Pada nisbah B, rendemen lemak antar waktu sonikasi mengalami peningkatan sejalan dengan penambahan waktu sonikasi sampai 1,5 jam dan tetap pada waktu sonikasi 2 jam. Sebaliknya pada nisbah C, rataan rendemen lemak antar waktu sonikasi 0,5 jam sampai 1,5 jam tetap (tidak mengalami perubahan) lalu meningkat dalam waktu sonikasi 2 jam. Rataan rendemen lemak optimal sebesar 0,328 ± 0,034 mg diperoleh pada nisbah B (1:1,6:0,8) dan waktu sonikasi 1,5 jam.
Penurunan hasil rendemen lemak pada waktu sonikasi 1, dan 1,5 jam dalam nisbah A dan peningkatan pada waktu sonikasi 2 jam berkaitan dengan waktu sonikasi. Goh, et al. (2016) menyatakan bahwa peningkatan waktu sonikasi menyebabkan
- – bertambahnya jumlah gelembung kavitasi yang terbentuk dan memperkecil ukuran ukuran partikel emulsi di dalam larutan, sehingga emulsi yang terbentuk di dalam sistem pelarut semakin stabil, namun peningkatan durasi yang terlalu besar dapat menyebabkan ukuran partikel emulsi kembali membesar dan menurunkan kestabilan dari emulsi tersebut akibat dari peningkatan suhu yang meningkatkan kecenderungan partikel untuk bergerak dan bertabrakan. Hasil ini sejalan dengan penelitian dari Raikos (2010) tentang efek pemanasan terhadap pembentukan emulsi protein susu yang menunjukkan bahwa pemanasan mengurangi kemampuan protein susu untuk membentuk partikel yang stabil.
Terjadinya peningkatan rendemen lemak dalam waktu sonikasi 1, dan 1,5 jam dalam nisbah B, terkait dengan adanya interaksi antara faktor nisbah pelarut dan waktu sonikasi. Keris-Sen et al. (2014) menyatakan bahwa efek pemecahan dari pelarut dan sonikasi yang sinergis akan meningkatkan efisiensi ekstraksi sehingga menyebabkan lebih banyak lemak yang masuk ke dalam larutan.
Peningkatan rendemen lemak dalam waktu sonikasi 2 jam dalam nisbah C, bertambahnya jumlah gelembung kavitasi yang terbentuk di dalam larutan, sehingga meningkatkan jumlah lemak yang masuk ke dalam larutan. (Reddy & Majumder, 2014).
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik keismpulan sebagai berikut: 1.) Rendemen lemak optimal sebesar 0,854 ± 0,201 mg diperoleh dalam waktu sonikasi 2 jam.
2.) Rendemen lemak optimal sebesar 0,852 ± 0,115 mg diperoleh pada nisbah pelarut B (1:1,6:0,8). 3.) Rendemen lemak optimal dari hasil interaksi waktu sonikasi dan nisbah pelarut sebesar 0,328 ± 0,034 mg diperoleh dalam waktu sonikasi 1,5 jam dan nisbah pelarut B (1:1,6:0,8).
SARAN
Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya proses ekstraksi dilakukan dalam skala yang lebih besar pada nisbah 1:1,6:0,8.
DAFTAR PUSTAKA
Araujo, G. S., Leonardo J.B.L. Matos, Jader O. fernandes, Samuel J.M. Cartaxo, Luciana R.B. Goncalves, Fabiano A.N. Fernandes, and Wladimir R.L. Farias.
2013. Extraction of Lipids from Microalgae by Ultrasound Application:
Prospection of the Optimal Extraction Method . Ultrasonics Sonochemistry Gonzalez, I. M. J., A. R. Medina, E. M. Grima, A. G. Gimenez, M. Carstens, L. E.
for Biodiesel Production . Dalhousie University
8: 911 – 917. Canada. The National Research Council of Canada. Darzins, A., P. Pienkos, and L. Edye. 2010. Current Status and Potential for Algal Biofuels Production . A Report to IEA Bioenergy Task 39.
Fajardo, A. R., Luis E.C., Medina A. R., Fernandez F. G. A., Pedro, and Emilio M. G.
2007. Lipid extraction from the microalga Phaeodactylum tricornutum. Eur.
J. Lipid Sci. Technol. 109
120 –126. Spain. Almería: Universidad de Almería. Goh, P. S., Ng Mei Han, Choo Y. M., Nasrulhaq B. M., Cheng H. C. 2016. Production
of Tocols Nanoemulsion by Ultrasonication . Journal of Oil Palm Research. 28
Al Hattab, M.. 2014. Production of Oil from Freshwater and Marine Water Microalgae
20: 95-98 Bligh, E. G., and W.J. Dyer. 1959. A Rapid Method of Total Lipid Extraction and Purification . Canadian Journal of Biochemistry and Physiology Vol. 37 No.
Cerdan. Optimization of Fatty Acid Extraction from Phaeodactylum
tricornutum UTEX 640 Biomass 1998. JAOCS. 75 1735 –1740.
Hossain, A.B.M., A. Salleh, A. N. Boyce, P. Chowdhury, and Mohd Naqiuddin. 2008.
Biodiesel Fuel Production from Algae as Renewable Energy . American
Journal of Biochemistry and Biotechnology 4 (3): 250-254. Malaysia: University of Malaya. Keris-Sen, U. D., Unal Sen, G. Soydemir, Mirat D. G., 2014. An investigation of ultrasound effect on microalgal cell integrity and lipid extraction efficiency .
Bioresource Technology. 152 407
- –413. Turkey. Kocaeli. Gebze Institute of Technology.
Kochert, G., J. A. Hellebust, and J. S. Eds. Craigie. 1978. Handbook of Phycological
Methods. Physiological and Biochemical Methods: 95-97. New York: Cambridge University Press.
Kumari, P., M. Kumar, V. Gupta, C.R.K. Reddy, and B. Jha. 2010. Tropical Marine
Macroalgae as Potential Sources of Nutritionally Important PUFAs . Food
Chem. 120: 749 –757. Lee, R. E.. 2008. Phycology. Fourth Edition: 33-80. New York: Cambridge University Press.
Luo, Jia, Z. Fang, and R. L. Smith Jr. 2013. Ultrasound-Enhanced Conversion of
Biomass to Biofuels . Progress in Energy and Combustion Science 41: 56-93
Mahapatra, D. M., and T. V. Ramachandra. 2013. Algal Biofuel: Bountiful Lipid from . Current Science Vol.
Chlorococcum sp. Proliferating Municipal Wastewater 105 No. 1.
Mandal., S., R. Patnaik, A. K. Singh, and N. Mallick. 2013. Comparative Assessment of
Various Lipid Extraction Protocols and Optimization of Transesterification Process for Microalgal Biodiesel Production . India: Indian Institute of
Technology Kharagpur. Menendez, J. M. B., A. Arenillas, J. A. M. Diaz, L. Boffa, S. Mantegna, and G.
Cravotto. 2014. Optimization of Microalgae Oil Extraction Under Ultrasound
and Microwave Irradiation . Journal of Chemical Technology and Biotechnology 89 (11). Spain.
Miranda, C. T., R. F. Pinto, D. V. N. de Lima, C. V. Viegas, S. M. da Costa, and Sandra M. F. O. Azevedo. 2015. Microalgae Lipid and Biodiesel Production: A Brazilian Challenge . American Journal of Plant Sciences 6: 2522-2533.
Scientific Research Publishing Inc. Naveena, B., P. Armshaw, and J. T. Pembroke. 2015. Ultrasonic Intensification as a .
Tool for Enhanced Microbial Biofuel Yields
Purwanti, A.. 2014. Pengambilan Lipid dari Mikroalga basah dengan Cara Ekstraksi dalam Autoklaf . Yogyakarta. Raikos V. 2010. Effect of heat treatment on milk protein functionality at emulsion
interfaces. A review. Food Hydrocolloids 24 259
- –265. Greece. University of Patras.
Reddy, A., and A. B. Majumder. 2014. Use of a Combined Technology of
Samudra, S. R., T. R. Soeprobowati, dan M. Izzati. 2013. Komposisi, Kemelimpahan
dan Keanekaragaman Fitoplankton Danau Rawa Pening Kabupaten Semarang . BIOMA Vol. 15 No. 1: 6-13.
Shay, E.G., 1993. Diesel Fuel from Vegetable Oils: Status and Opportunities. Biomass Bioenergy, 4: 227-242. Singh, M., M. Chiya, and F. Bux. 2008. The Potential of Microalgae Isolated from
Wastewater Treatment Plants to be Used a Feedstock for Biodiesel Production . South Africa: Duban University of Technology.
Steel, R.G.D and J.H. Torrie, 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia, Jakarta
Valeem, E. E., and M. Shameel. 2005. Fatty Acid Composition of Blue-Green Algae of
Sindh, Pakistan . International Journal Phycology Phycochemistry 1(1): 83- 92.
Wijffels, R. H., O. Kruse, and K. J. Hellingwerf. 2013. Potential of Industrial
Biotechnology with Cyanobacteria an Eukaryotic Microalgae . Current Opinion in Biotechnology Vol. 24: 1-9. Amsterdam.
Wu, Xiaodan, R. Ruan, Zhenyi Du, and Yuhuan Liu. 2012. Current Status and
Prospects of Biodiesel Production from Microalgae . Energies Vol. 5: 2667- 2682.
Lampiran I
Kombinasi Perlakuan Ulangan W0.5A W0.5B W0.5C W1A W1B W1C W1.5A W1.5B W1.5C 1 0.355 0.225 0.162 0.174 0.245 0.162 0.126 0.305 0.162
2 0.257 0.15 0.055 0.132 0.138 0.126
0.09 0.34 0.155 3 0.198 0.257 0.142 0.198 0.317 0.293 0.162 0.34 0.257
TP 0.81 0.632 0.359 0.504 0.7 0.581 0.378 0.985 0.574
Xp 0.27 0.211 0.12 0.168 0.233 0.194 0.126 0.328 0.191 SD 0.079 0.055 0.057 0.033 0.09 0.088 0.036 0.02 0.057 S
2
0.006 0.003 0.003 0.001 0.008 0.008 0.001
4E-04 0.003 SE 0.134 0.093 0.096 0.056 0.152 0.148 0.061 0.034 0.096 FK 1.815
JKTotal 0.317 JKU 0.024 JKKP
0.22 JKGA 0.073 Keterangan: FK = Frekuensi Kumulatif, JKTotal = Jumlah Kuadrat Total, JKU =
Jumlah Kuadrat Ulangan, JKKP = Jumlah Kuadrat Kombinasi Perlakuan, JKGA = Jumlah Kuadrat Galat Acak, TP = Total Perlakuan, Xp = Rata-Rata Perlakuan, Tu = Total Ulangan, Xu = Rata-Rata Ulangan, T.. = Total Kombinasi Perlakuan, X.. = Rata-Rata Kombinasi Perlakuan, SD = Standar Deviasi, S
2 = Varian, SE = Standard of Error.
Tabel Dwi Arah
A B C Total
X SD SE W0.5 0.81 0.632 0.359 1.801 0.60033 0.22716 0.14081
W1 0.504 0.7 0.581 1.785 0.595 0.09875 0.06121 W1.5 0.378 0.985 0.574 1.937 0.64567 0.30978 0.19202 W2 0.484 1.092 0.985 2.561 0.85367 0.32458 0.20119 Total 2.176 3.409 2.499 9.818
X 0.544 0.85225 0.62475 SD 0.18575 0.2212 0.26134 SE 0.0963 0.11468 0.13548 JKW 0.04475 JKNisbah 0.06813 JKWN 0.10698
Keterangan: JKW = Jumlah Kuadrat Waktu, JKNisbah = Jumlah Kuadrat Nisbah, JKWN = Jumlah Kuadrat Waktu x Nisbah, X = Rata
- – Rata, SD = Standar Deviasi, SE = Standard of Error.
DASIRA Ftabel
Sumber Ragam Db JK KT Fhit
0.05
0.01 Ulangan 2 0.02399 0.01199 3.58998
2.56
5.72 Komb. Perlakuan 11 0.21986 0.01999
- Waktu (W) 3 0.04475 0.01492 4.46534
2.35
4.82
- Nisbah (N) 2 0.06813 0.03407 10.1976
3.47
5.78
- Interaksi (W x N) 6 0.10698 0.01783 5.33755
2.55
3.76 Galad Acak 22 0.07349 0.00334 Total 35 0.31734 Kesimpulan: Antar Ulangan Berbeda Nyata
Antar Waktu Berbeda Nyata Antar Nisbah berbeda Sangat Nyata Ada interaksi sangat nyata antara waktu x nisbah Uji selanjutnya dengan uji BNJ 5% Rataan Rendemen Lemak ( mg±SE) Ditinjau dari Antar Waktu Sonikasi
W0.5 W1 W1.5 W2 0,600 ± 0,141 0,595 ± 0,061 0,646 ± 0,310 0,854 ± 0,201
W=0,0747 a a a b Rataan Rendemen Lemak (mg±SE) Ditinjau dari Antar Nisbah Pelarut
A (1:1,2:0,8) B (1:1,6:0,8) C (1:2:0,8) 0,544 ± 0,096 0,852 ± 0,115 0,625 ± 0,135
W=0,0594 a c b
Rataan Rendemen Lemak (mg±SE) Hasil Interaksi Antara Nisbah Pelarut dan Waktu Sonikasi
Waktu Nisbah Pelarut (Kloroform:Metanol:Air)
Sonikasi (Jam) A(1:1.2:0.8) B(1:1.6:0.8) C(1:2:0.8)
0.5 0,27 ± 0,134 b 0,211 ± 0,093 a 0,12 ± 0,096 a W=0,029 c b a 1 0,168 ± 0,.056 ab 0,233 ± 0,152 ab 0,194 ± 0,148 a W=0,029 a b a
1.5 0,126 ± 0,061 a 0, 328 ± 0,034 b 0,191 ± 0,096 a W=0,029 a b
c
2 0,161 ± 0,105 ab 0,364 ± 0,122 b 0,328 ± 0,122 b a c b W=0,029
W=0,131 W=0,131 W=0,131 W2A W2B W2C Tu Xu 0.126 0.447 0.376 2.865 0.239 0.125 0.328 0.364 2.26 0.188 0.233 0.317 0.245 2.959 0.247 0.484 1.092 0.985 8.084 0.161 0.364 0.328 T..
0.062 0.072 0.072 0.225 0.004 0.005 0.005 X.. 0.105 0.122 0.122