Mistakes Errors dan Learner Languages da

Mistakes, Errors, dan Learner Languages dalam Pembelajaran
Bahasa Inggris
(Sebuah Studi Kasus pada Mahasiswa Program Studi Bahasa Inggris
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jurai Siwo Metro)
 Dedi Irwansyah

Abstract
Foreign language learners have to learn through
making mistakes, errors, and learner languages as they
are inseparable ingredients of the learning itself. Those
three phenomena absolutely play important role in
language learning and need to be analyzed as they can be
the authentic sources in determining suitable materials
and orientation of the teaching and learning process.
Mistakes, errors, and learner languages should not
be seen as mere inevitable phenomena. Thus, any efforts to
explore or analyze them deserve our attention. It is to keep
on trying to find out the best appropriate feedback and to
avoid another phenomenon called fossilization.

TAPIS Vol. 08 No. 01 Januari 2008


136

A. PENDAHULUAN
Kesalahan (mistakes or errors) dan fenomena learner
languages dalam pembelajaran bahasa, terutama bahasa asing,
merupakan bagian atau proses yang tidak terpisahkan dari
pembelajaran itu sendiri. Hal tersebut sepatutnya tidak dipandang
sebagai kegagalan dalam proses belajar, melainkan sebagai masukan
(input) guna mengkaji dan memformulasi metode atau strategi
pembelajaran yang lebih sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Menurut Corder, kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar bahasa
merupakan suatu hal yang sangat signifikan karena dapat menjadi
sumber informasi tentang cara suatu bahasa dipelajari dan prosedur
atau strategi yang digunakan pembelajar dalam mempelajari bahasa
tersebut.1
Analisis dan implikasi yang cermat tentang kesalahan
berbahasa dan fenomena learner languages, kemudian, patut
mendapat perhatian terutama bila dikaitkan dengan upaya peningkatan
mutu lulusan mahasiswa Jurusan Bahasa. Hal ini untuk tidak

menempatkan kesalahan berbahasa dan fenomena learner languages
hanya sebagai suatu kewajaran tanpa umpan balik (appropriate
feedback) yang berarti bagi perkembangan kompetensi berbahasa
pembelajar. Menurut Alip, penanganan yang bijak dan cermat
terhadap kesalahan berbahasa dapat mengurangi fenomena
‘fosilisasi’,2 mengingat bahwa pada tataran tertentu, kompetensi
berbahasa merupakan produk dari kebiasaan berbahasa. Dengan kata
lain, kesalahan yang telah memfosil dapat dianggap sebagai
‘kebenaran’ hingga adanya umpan balik yang tepat.
Bertolak dari asumsi-asumsi di atas, penelitian ini mencoba
mengkaji fenomena mistakes, errors, dan learner languages bahasa
Inggris yang terjadi pada mahasiswa Diploma 3 Jurusan Bahasa
Inggris di STAIN Jurai Siwo Metro. Dalam status peralihan dari
Diploma 3 menjadi Strata 1 dan dalam upaya simultan untuk
meningkatkan mutu lulusan di STAIN Jurai Siwo Metro, penelitian
semacam ini kiranya menjadi relevan.

1

Brown, H. Douglas, Principles of Language Learning and Teaching

(4 .Ed.), New York: Addison Wesley Longman, Inc., 2000, h. 217.
2
Alip, Francis Borgias, Historical Perspective in Learning English,
Phenomena: Journal of Language and Literature, Vol.6-No.3 February 2003, h. 118
th

TAPIS Vol. 08 No. 01 Januari 2008

137

Besarnya animo masyarakat terhadap Jurusan Bahasa Inggris
di STAIN Jurai Siwo Metro dapat dilihat dari Laporan Perkembangan
(Progress Report) seperti yang dirilis oleh Program Studi Bahasa
Inggris D3 STAIN Jurai Siwo Metro Tahun Akademik 2006/2007.
Meningkatnya jumlah mahasiswa setiap tahunnya dan hasil dialog
dengan mahasiswa, wali mahasiswa, dan beberapa lembaga
pendidikan di Metro dan sekitarnya yang berharap agar STAIN Jurai
Siwo Metro segera menyelenggarakan program Bahasa Inggris Strata
1, merupakan indikator dari tingginya minat terhadap Jurusan Bahasa
Inggris. Hal tersebut menjadi tantangan sekaligus media refleksi untuk

lebih serius mengkaji segala permasalahan yang dapat mengurangi
mutu lulusan Jurusan Bahasa Inggris di STAIN Jurai Siwo Metro,
salah satunya adalah fenomena mistakes, errors, dan learner
languages dalam berbahasa Inggris.
Terkait dengan itu, beberapa masalah dapat diidentifikasi
sebagai berikut:
1. Bagaimana deskripsi mistakes, errors, dan learner languages
dilakukan pada mahasiswa Program Studi Bahasa Inggris di
STAIN Jurai Siwo Metro?
2. Bagaimanakah alternatif upaya untuk menanggulangi mistakes,
errors, dan learner languages tersebut?
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena
mistakes, errors, dan learner languages dalam tulisan berbahasa
Inggris oleh pembelajar bahasa Inggris. Kesalahan-kesalahan tersebut
dikaitkan dengan konsep-konsep teoretis yang terdapat dalam
pengkajian bahasa Inggris sebagai bahasa asing (foreign language).
Hasil penelitian ini, secara umum, diharap dapat memberikan
kontribusi teoretis tentang ketiga fenomena tersebut di atas. Kecuali
itu, secara khusus dan praktis, dapat dijadikan inspirasi dan bahan
refleksi untuk menemukan alternatif penanggulangannya di STAIN

Jurai Siwo Metro.
Penelitian ini bertolak dari pendekatan kualitatif karena
bersifat interpretatif dan peneliti terlibat secara intensif dengan
partisipan penelitian.3 Peran peneliti (researcher’s role) dalam hal ini
3
Creswell, John W. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches (2nd.Ed.), California: Sage Publications, Inc., 2003. h.184

TAPIS Vol. 08 No. 01 Januari 2008

138

adalah calon dosen dan dosen luar biasa di STAIN Jurai Siwo Metro
yang telah terlibat langsung dalam kegiatan pengajaran di Program
Studi Bahasa Inggris setempat.
Strategi penelitian yang digunakan adalah studi kasus (case
studies) yang menurut Stake (via Creswell) merupakan strategi yang
mensyaratkan peneliti untuk mengkaji sebuah program, kejadian,
kegiatan, atau proses yang terjadi pada seseorang atau sekelompok
orang secara mendalam.4

Partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program
Studi semester IV dan VI Jurusan Bahasa Inggris di STAIN Jurai
Siwo Metro yang mengikuti perkuliahan Analisis Wacana Tahun
Akademik 2006/2007. Data penelitian diambil dari tulisan-tulisan
berbahasa Inggris yang terdapat di dalam kumpulan tugas partisipan.
Selain itu, untuk memberikan deskripsi rinci tentang lokasi dan
partisipan penelitian, sebagai ciri dari studi kasus5, peneliti juga
mengkaji Progress Report Jurusan Bahasa Inggris STAIN Jurai Siwo
Metro sebagai dokumen yang dipandang relevan untuk penelitian.
Untuk validasi dan akurasi hasil penelitian, digunakan strategi
peer debriefing dan member-checkhing.6 Peneliti melibatkan rekan
sejawat (peer debriefer) untuk mengulas dan membahas tentang
penelitian kualitatif yang dilakukan. Selain itu, temuan penelitian juga
dibahas dengan partisipan penelitian.
B. KAJIAN TEORI
Fenomena mistakes, errors, dan learner languages merupakan
bagian integral dari suatu proses pembelajaran dan bermanfaat dalam
konteks pemberian umpan balik bagi perbaikan proses belajar itu
sendiri. Di dalam konteks bahasa Inggris sebagai bahasa asing,
terdapat perbedaan-perbedaan, seperti gramatika dan pelafalan, dari

bahasa Indonesia. Perbedaan-perbedaan yang dimaksud paling tidak
turut mempengaruhi ketiga fenomena tersebut di atas.

4

Ibid., h. 15
Ibid., h. 191
6
Ibid., h. 196

5

TAPIS Vol. 08 No. 01 Januari 2008

139

Mistakes dan Errors
Di dalam terminologi linguistik, utamanya dalam kajian
analisis kesalahan (error analysis), kesalahan berbahasa dibagi
menjadi dua, yaitu: mistakes dan errors. Mistakes berkenaan dengan

performansi pembelajar, bersifat insidental dan acak seperti kesalahan
pengetikan, penulisan, pengucapan yang disebabkan oleh kelelahan
atau kurang teliti. Artinya, pembelajar sebenarnya menyadari
kesalahan yang dilakukan dan mengetahui bentuk yang benar dari
kesalahan tersebut (can be self-corrected). Sebaliknya, errors
berkaitan dengan kompetensi pembelajar, bersifat sistematis dan ajeg
sehingga pembelajar tidak menyadari telah berbuat kesalahan dan
tidak mengetahui koreksi dari kesalahan tersebut (cannot be selfcorrected).7
Selanjutnya, errors dapat diklasifikasikan berdasarkan hirarki
kebahasaannya seperti: kesalahan fonologis (phonological errors),
kesalahan leksikal (vocabulary or lexical errors), kesalahan sintaksis
(syntactic errors) dan lain sebagainya. Sedang dari sudut pandang
interferensi komunikasi, errors digolongkan menjadi global errors
dan local errors.8 Dikatakan global errors jika sebuah ungkapan
terlalu sukar dipahami, sebaliknya akan menjadi local errors jika
sebuah ungkapan, meskipun mengandung kesalahan sintaksis atau
semantik, masih dapat difahami maksud atau pesan yang terkandung
di dalamnya.
Terdapat beragam faktor yang terkait dengan fenomena
kesalahan berbahasa Inggris sebagai bahasa asing (EFL), salah

satunya adalah minimnya kesempatan bagi pembelajar untuk
mempraktekkan bahasa Inggris di luar kelas.9 Konsekuensi logis dari
pendapat ini adalah menyediakan kesempatan yang lebih banyak lagi
bagi pembelajar bahasa Inggris untuk mempraktekkan kemampuan
berbahasanya. Kata ‘menyediakan’ di sini lebih mengarah pada
pengertian ‘mengkondisikan’ pembelajar untuk terus meningkatkan

7

Brown, H. Douglas, Op.cit, h.217
http://en.wikipedia.org/wiki/Second_language_acquisition (10 Juni 2007)
9
Gebhard, Jerry, G., Teaching English as a Foreign or Second Language:
a Teacher Self-development and Methodology Guide, Michigan: The University of
Michigan Press, 1996, h.4.
8

TAPIS Vol. 08 No. 01 Januari 2008

140


kemampuan berbahasanya, salah satunya dengan meminimalisir
kesalahan-kesalahan dalam menggunakan bahasa Inggris.
Learner Languages
Istilah learner languages berangkat dari perspektif
interlanguage yang berorientasi pada pengkajian bahasa yang
digunakan pembelajar bahasa asing. Objek kajiannya mencakup
perbandingan antara karakteristik bahasa yang digunakan oleh
pembelajar dan bahasa target atau bahasa yang dipelajarinya.10
Dengan kata lain, konsep learner languages mengacu pada
karkateristik-karakteristik khusus yang terdapat di dalam bahasa
pembelajar yang tidak atau kurang sejalan dengan konsep bahasa
asing yang dipelajarinya.
Telah dipahami bahwa bahasa sumber pembelajar di
Indonesia (bahasa Indonesia dan/atau bahasa daerah) berpengaruh
terhadap proses pembelajaran bahasa asing. Pengaruh yang positif
dipandang sebagai transfer bahasa, sedang pengaruh negatif sering
disebut sebagai interferensi. Di balik pengaruh bahasa sumber
terhadap bahasa target, dikenal juga fenomena learner languages yang
menyatakan bahwa pembelajaran bahasa merupakan konstruksi kreatif

dari sebuah sistem dimana pembelajar secara sadar menguji
hipotesisnya tentang bahasa atau ungkapan yang sedang dipelajari
atau dipraktekkan.10 Dalam tahapan ini pembelajar mengkonstruksi
ucapan atau tulisan dalam bahasa target berdasarkan pengetahuan
kebahasaan yang didapatkannya dari bahasa sumber dan bahasa target
(bahasa Inggris). Apabila ucapan atau tulisan tersebut benar adanya,
maka hipotesis atau konstruk yang dibangun si pembelajar adalah
benar. Namun sebaliknya, jika hipotesis atau konstruk tersebut salah
dan tidak mendapatkan umpan balik (appropriate feed back) yang
benar, fenomena fosilisasi dapat terjadi.
Perlakuan terhadap Kesalahan Berbahasa
Strategi perlakuan, jika tidak koreksi, terhadap kesalahan
berbahasa merupakan sesuatu yang kompleks. Beragam penelitian
tentang kesalahan berbahasa tidak bermuara pada penemuan suatu
10

http://en.wikipedia.org/wiki/Second_language_acquisition (10 Juni 2007)

10

Brown, H. Douglas, Op.cit, h.215.

TAPIS Vol. 08 No. 01 Januari 2008

141

strategi yang paling aplikatif. Namun demikian, Kathleen Bailey (via
Brown) mengajukan ‘tujuh pilihan’ (basic options) terhadap kesalahan
berbahasa dengan delapan jenis fitur, (eight “possible features”)
sebagai berikut:11

1.
2.

3.

4.

5.

6.

7.

Tujuh Pilihan
Memberikan perlakuan atau
tidak memberikan perlakuan
Memberikan perlakuan secara
langsung atau menunda
perlakuan
Memberikan kesempatan atau
tidak kepada pihak lain
(misalnya teman sekelas)
untuk memberikan perlakuan
Memberikan kesempatan
kepada pembelajar,
kelompok, atau seisi kelas
untuk memberikan perlakuan
Mengkonfirmasikan atau
tidak kepada pembuat
kesalahan setelah adanya
perlakuan
Mengijinkan pembelajar
lainnya untuk memberikan
perlakuan
Menguji hasil dari perlakuan
yang diberikan

1.

Delapan Fitur
Menunjukkan kesalahan

2.

Menujukkan lokasi
kesalahan

3.

Memberikan kesempatan
memperbaiki kesalahan
sendiri

4.

Menyediakan model
perbaikan

5.

Menunjukkan jenis
kesalahan

6.

Menunjukkan remedi

7.

Menunjukkan kemajuan
dari kesalahan yang
dilakukan
Menunjukkan pujian

8.

‘Tujuh pilihan’ dan ‘delapan fitur’ di atas dapat
dikombinasikan untuk memberikan perlakuan yang dipandang paling
sesuai terhadap kesalahan berbahasa di dalam kelas. Namun demikian,
11
Brown, H. Douglas, Teaching by Principles: An Interactive Approach to
Language Pedagogy (2nd Ed.), New York: Addison Wesley Longman, Inc., 2003,
h.291

TAPIS Vol. 08 No. 01 Januari 2008

142

dalam hal pengajar tetap diharapkan dapat mengembangkan
intuisinya, didasarkan pada pengalaman dan landasan teoretis yang
dimilikinya, guna mengkombinasikan pilihan dan fitur yang kondusif.
Dengan kata lain, refleksi pengajar terhadap kajian teoretis dan
pengalaman empiris patut diutamakan dalam menentukan strategi
perlakuan terhadap kesalahan berbahasa.
Fenomena Persyaratan minimum (The Minimum Requirements)
Perlakuan
terhadap
kesalahan
berbahasa
dapat
diimplementasikan secara individual maupun secara kolektif. Secara
individual, pengajar dapat memilih atau mengkombinasikan konsep
yang diajukan oleh Bailey di atas. Secara kolektif, perlakuan dapat
dilakukan melalui penetapan kebijakan internal, misalnya penerapan
The Minimum Requirements. R.L. Fountain (via Bram) menyusun
daftar kesalahan gramatika yang harus dihindari oleh semua
pembelajar. Daftar kesalahan tersebut kemudian dirangkum menjadi
Persyaratan minimum yang diberlakukan kepada mahasiswa tahun
pertama di salah satu Jurusan Bahasa Inggris di Indonesia.12 Salah
satu konsekuensi dari pemberlakuan Persyaratan minimum adalah
bahwa jika pembelajar membuat kesalahan (baik dalam tulisan
maupun percakapan) yang terdapat di dalam Persyaratan minimum,
nilainya akan dikurangi. Sebaliknya, jika tidak membuat kesalahan
yang dimaksud, nilainya akan ditambah.
Lebih lanjut, diketengahkan bahwa poin-poin yang dijadikan
acuan penyusunan Peryaratan Minimum adalah kaidah-kaidah dasar
atau pokok dalam bahasa Inggris seperti: keselarasan antarunsur
pembentuk kalimat (concord), kata kerja (verb), tenses, kelompok
kata kerja (verb groups), articles, tanda baca (punctuation), dan
spelling.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Program Studi Bahasa Inggris STAIN Jurai Siwo dibuka
pertama kali pada Tahun Akademik 2000/2001 untuk program D3.
Tujuannya adalah untuk memenuhi permintaan masyarakat akan guru
bahasa Inggris untuk Sekolah Menengah Pertama atau Madrasah
Tsanawiyah di Metro dan sekitarnya.
12
Bram, Barli, Write Well: Improving Writing Skills, Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 1995, h. 54-57

TAPIS Vol. 08 No. 01 Januari 2008

143

Berdasarkan Progress Report yang dikeluarkan oleh Program
Studi D3 Bahasa Inggris STAIN Jurai Siwo Metro diketahui bahwa
keberadaan D3 Bahasa Inggris semakin diminati oleh masyarakat dari
tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah
mahasiswa setiap tahunnya, sebagai berikut:

140
120
100
80
60
40
20
0

Male
Female
Total

20

00
/2
0
20 01
01
/2
0
20 02
02
/2
0
20 03
03
/2
0
20 04
04
/2
0
20 05
05
/2
00
6

the amount of the
students

The Amount of D3 Students per
Academic Year

Academic Year

Sumber: Progress Report D3 Bahasa Inggris STAIN
Jurai Siwo Metro Tahun Akademik 2006/2007
Hasil penelitian dan pembahasan berikut ini, mencakup
deskripsi tentang mistakes, errors, dan learner languages serta upaya
penanggulangannya, dapat dilihat sebagai refleksi dari sudut pandang
kompetensi bahasa Inggris terhadap kemajuan yang telah dicapai oleh
STAIN Jurai Siwo Metro melalui program D3 bahasa Inggris.
1. Deskripsi mistakes, errors, dan learner languages dilakukan
pada mahasiswa Program Studi Bahasa Inggris di STAIN
Jurai Siwo Metro
Meskipun secara teoretis telah ada batasan yang jelas antara
mistakes dan errors, dalam tataran praktis keduanya tidak selalu
mudah diklasifikasikan mengingat partisipan penelitian berada di
dalam suatu konteks dan proses pembelajaran dimana errors dapat
saja dipandang sebagai mistakes. Hal ini karena belum terdapat
ketetapan yang baku tentang berapa kali (perbandingan) suatu
kesalahan harus terjadi sehingga dapat diklasifikasikan sebagai errors
atau mistakes. Sementara itu, fenomena learner languages tidak
TAPIS Vol. 08 No. 01 Januari 2008

144

terlalu
sukar
diidentifikasi
apabila
menggunakan
acuan
keterpahaman/keberterimaan ungkapan yang dipraktekkan oleh
pembelajar. Namun demikian, secara kolektif, errors dan mistakes
diklasifikasikan berdasar tingkat frekuensi kejadiannya. Artinya,
semakin tinggi frekuensi kejadian, semakin berpeluang dipandang
sebagai errors, dan semakin rendah frekuensi kejadian, semakin
berpeluang dipandang sebagai mistakes. Berikut adalah deskripsi data
studi yang diperoleh:
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0

ls
Le
S
pe
ar
ne
lli n
rL
g
an
g
ua
ge

M
od
a

V
er
bs

on
co
rd
C

A
rti

cle

s

Series1

Dari tiga puluh delapan kumpulan tugas mahasiswa yang dilibatkan
dalam studi ini, didapatkan bahwa frekuensi kesalahan untuk
penggunaan Articles adalah 20; Concord sebanyak 159; Verbs
sebanyak 114; Modals sebanyak 57; Spelling sebanyak 115, dan
learner languages sebanyak 91. Berdasarkan frekuensi kejadiannya,
kiranya dapat dikatakan di sini bahwa kesalahan dalam penggunaan
Articles merupakan mistakes, sedang untuk Concord, Verbs, Modals,
dan Spelling, dapat dipandang sebagai errors. Deskripsi berikut ini
mengetengahkan cuplikan pola dari contoh-contoh kesalahan
(mistakes dan errors) berbahasa dan fenomena learner languages:
a. Articles
Binti is a beautiful *women
Being *a English teacher
they are *an experienced teachers for me
*an oxygen
TAPIS Vol. 08 No. 01 Januari 2008

145

Data di atas menegaskan pentingnya pemahaman dasar
tentang articles atau kata sandang (a, an, the) yang memiliki aturan
penggunaan tersendiri. ‘a dan an’ digunakan untuk nomina yang dapat
dihitung tunggal (singular countable noun). Kecuali itu, ‘a’ umumnya
digunakan untuk nomina yang pelafalan huruf awalnya konsonan,
sedang ‘an’ untuk yang pelafalan huruf awalnya adalah huruf vokal.
b. Concord
TV program often *show…
…all *man
…there are four *season
…social rules and social value
…the princess who *intimate
Minah is one of *daughter from Sisy's attendant
…everyone….*do not go shopping
Not only was he a smart boy but he *is also..
…political and *culture problems
Data studi di atas mengungkapkan masih adanya permasalahan
dengan konsep pronoun (3rd person), quantity word (all, many),
number (four), preposition (one of), dan parallel structure (was dan is;
political dan culture).
c. Verbs
…life *is needs some struggle
It (*is) very important for …
Last week,…I *am very tired
By *watch a film or *hear the music
They *didn't learn about English tonight
…to get someone to *builded
I *given explanation
Representasi data studi di atas terkait dengan basic word order
dalam bahasa Inggris yang mensyaratkan kehadiran verb dalam
penyusunan kalimat; bentuk verb yang harus digunakan setelah
preposisi tertentu seperti by, after, before (misalnya, by watching...)
dan sebagainya; dan tenses yang mencakup kesesuaian bentuk verb
dan keterangan waktu yang digunakan (they didn’t learn English last
night).
TAPIS Vol. 08 No. 01 Januari 2008

146

d. Modals
I will *my life always together
I will *been do….
I would *knew…
I would *to try…
…it will not (*be) eternal.
We can *sharing…
People could *communicated
Dari data studi tentang modals (terutama will, would, can, dan
could) diketahui masih belum mantapnya pemahaman terhadap
karakteristik atau sifat modals itu sendiri, salah satunya adalah: modal
mengambil kedudukan pertama dalam frasa verba13 dan selalu diikuti
oleh verb bentuk pertama (bare infinitive) untuk semua subjek.14
Contoh penggunaan kaidah ini adalah: We can share joy with others.
e. Spellings
…especially for *childrens
…is very *pital
…seasons in *europe
…*ekonomi
…*politik
…she *colect many insects
…you can buy *mie soup
…suffer from *obesitas
Berdasarkan data studi seperti disebut di atas diketahui
bahwa kesalahan spelling terjadi pada tataran leksikon (lexical errors)
yang sebagian besar merupakan pengaruh dari bahasa Indonesia
seperti pada kata-kata: ekonomi, politik, mie, dan obesitas. Di atas
segalanya, lexical errors lebih disebabkan oleh keengganan
pembelajar untuk mengecek leksikon tersebut di dalam kamus
sebelum digunakan.

13

Leech, Geoffrey, Kamus Lengkap Tata Bahasa Inggris, Jakarta: Kesaint
Blanc, 1992, h.286.
14
Lado, M.J., Common Errors in English: Kesalahan-kesalahan Umum
dalam Berbahasa Inggris, Jakarta: C.V. Tulus Jaya, 2005, h.23

TAPIS Vol. 08 No. 01 Januari 2008

147

f. Learner languages
…my parents that was born me
…supported with to experience has we got or has we take
…three ways efective to study English
…makes me feel fun and gives usage is well something do it
…people can't live self
…he always story to me about his experience
…there is still someone is like this
…the name same with Ronaldo
…when I new arrive at my home
…Sakira's family are smile cheap
…the people more choose delay them travel
Kesalahan (errors dan mistakes) untuk tataran Article,
Concord, Verbs, Modals, dan Spelling di atas bersifat deskriptif tanpa
eksplorasi mendalam tentang faktor-faktor yang melatarbelakanginya,
seperti faktor-faktor afektif pembelajar. Namun demikian, dapat
dikatakan bahwa deskripsi di atas tidak dapat dipisahkan dari faktor
keseriusan sinergis antara pengajar dan pembelajar dalam
mengaplikasikan kaidah-kaidah dasar bahasa Inggris baik dalam
tulisan maupun ucapan.
Terkait dengan fenomena learner languages, terdapat tiga
hal yang dapat disimpulkan berdasarkan data studi di atas, yaitu: (1)
terdapat interferensi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris
seperti pada: my parents that was born me (untuk mengatakan, “orang
tua yang telah melahirkan saya”); when I new arrive at my home
(untuk mengatakan, “ketika saya baru sampai di rumah”); dan he
always story to me about his experience (untuk mengatakan, “dia
selalu menceritakan padaku tentang pengalamannya”) . Interferensi
tersebut terjadi pada tataran sintaktik dan berpengaruh pada sisi
pemaknaan atau semantik; (2) beberapa contoh learner languages,
sampai pada tataran tertentu, masih dapat dipahami meskipun secara
gramatikal belum benar, seperti pada: the name same with Ronaldo
(untuk mengatakan, “namanya sama seperti Ronaldo”); three ways
efective to study English (untuk mengatakan, “tiga cara efektif untuk
mempelajari bahasa Inggris”). Learner languages yang berada dalam
kategori ini dapat juga diklasifikasikan sebagai fenomena local errors;
dan (3) terdapat learner languages yang perlu dikoreksi secara
TAPIS Vol. 08 No. 01 Januari 2008

148

menyeluruh untuk menghasilkan ungkapan yang berterima baik secara
gramatika maupun semantik. Hal ini dikarenakan learner languages
semacam ini dapat dikategorikan sebagai global errors seperti pada:
supported with to experience has we got or has we take; the people
more choose delay them travel; dan makes me feel fun and gives usage
is well something do it.
2. Alternatif upaya penaggulangan mistakes, errors, dan learner
languages
Tidak dapat dikatakan bahwa ketiga fenomena di atas
menunjukkan kegagalan pembelajaran bahasa Iggris dalam
konteksnya sebagai bahasa asing di Indonesia. Sebaliknya, hal
tersebut menunjukkan adanya ‘proses’ belajar itu sendiri dengan
catatan bahwa selalu ada upaya simultan untuk mengurangi tingkat
kesalahan dan memperbaiki fenomena ‘negatif’ dari learner
languages.
Sejauh ini, ketiga fenomena tersebut di atas umumnya
dikoreksi oleh dosen pengampu, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Metode ini bisa menjadi sangat efektif jika dilandasi oleh
kesadaran dan penguasaan pedagogis yang relevan serta kesungguhan
pembelajar dalam merespon umpan balik. Metode alternatif lainnya
adalah dengan menyusun regulasi khusus yang dikeluarkan oleh pihak
Jurusan terkait dengan kesalahan berbahasa, misalnya penerapan
Persyaratan minimum (The Minimum Requirements), sehingga
terbuka peluang untuk mengurangi kesalahan-kesalahan tersebut
secara lebih sistematis atau terorganisir. Persyaratan Minimum secara
umum berisikan kaidah-kaidah dasar bahasa Inggris seperti
penggunaan kata kerja, tenses, spelling, modal, articles, concord dan
lain sebagainya. Mahasiswa yang melakukan kesalahan seperti yang
termuat dalam Persyaratan Minimum, dikenakan sanksi berupa
teguran keras hingga pengurangan nilai.
D. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil studi di atas tentang kesalahan (mistakes,
errors, dan learner languages) diketahui bahwa kesalahan bahasa
tingkat dasar masih terjadi pada mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris
semester IV dan VI yang mencakup kesalahan tentang, Articles,
Concord, Verbs, dan Modals. Secara kuantitatif, frekuensi kesalahan
TAPIS Vol. 08 No. 01 Januari 2008

149

berturut-turut dari atas ke bawah tercermin melalui grafik berikut ini:

Articles
Concord
Verbs
Modals
Spelling
Learner Language

Sementara itu, fenomena learner languages yang terjadi pada
partisipan penelitian menunjukkan adanya interferensi dari bahasa
sumber (terutama bahasa Indonesia) terhadap bahasa target (bahasa
Inggris). Fenomena learner languages, kemudian dapat diklasifikan
ke dalam global errors dan local errors berdasarkan tingkat
keberterimaan atau keterpahaman pesan yang disampaikan.
Sebagai implikasi dari penelitian ini adalah melakukan
perlakuan terhadap kesalahan-kesalahan tersebut baik secara
individual maupun kolektif. Perlakuan individual dari pengajar
idealnya didasarkan pada landasan pedagogis sedangkan perlakuan
kolektif dapat dilakukan melalui pemberlakuan The Minimum
Requirements oleh pihak jurusan atau institusi. Alternatif kedua
(kolektif) bertujuan agar perlakuan yang dimaksud menjadi lebih
sistematis dan terorganisir.
DAFTAR PUSTAKA
Alip, Francis Borgias. Historical Perspective in Learning English.
Phenomena: Journal of Language and Literature, Vol.6No.3, 118. 2003.
Bram, Barli. Write Well: Improving Writing Skills, Yogyakarta:
Penerbit Kanisius. 1995.

TAPIS Vol. 08 No. 01 Januari 2008

150

Brown, H. Douglas. Principles of Language Learning and Teaching
(4th.Ed.), New York: Addison Wesley Longman, Inc.
2000.
__________________. Teaching by Principles: An Interactive
Approach to Language Pedagogy (2nd Ed.), New York:
Addison Wesley Longman, Inc. 2003.
Creswell, John W. Research Design: Qualitative, Quantitative, and
Mixed Methods Approaches (2nd.Ed.), California: Sage
Publications, Inc. 2003.
Gebhard, Jerry, G. Teaching English as A Foreign or Second
Language:
A
Teacher
Self-development
and
Methodology Guide, Michigan: The University of
Michigan Press. 1996.
http://en.wikipedia.org/wiki/Second_language_acquisition (10 Juni
2007)
Lado, M.J. Common Errors in English: Kesalahan-kesalahan Umum
dalam Berbahasa Inggris, Jakarta: C.V. Tulus Jaya.
2005.
Leech, Geoffrey. Kamus Lengkap Tata Bahasa Inggris, Jakarta:
Kesaint Blanc. 1992.
Progress Report D3 Bahasa Inggris STAIN Jurai Siwo Metro Tahun
Akademik 2006/2007

Dedi Irwansyah: dilahirkan di Sumbawa Besar 23 Desember 1979,
adalah lulusan Sastra Inggris dari Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta pada tahun 2002 dan Linguistik Terapan dari Universitas
Negeri Yogyakarta pada tahun 2005.

TAPIS Vol. 08 No. 01 Januari 2008

151