Mamalia dan Kemajuan Informasi Penelitia

Mamalia dan Kemajuan Informasi Penelitian
(Laporan Praktikum Mamalogi)

Oleh
Wendy Dwi Putra
1117021053

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG

2014

Kelelawar Menggunakan Otot Supercepat untuk
menghasilkan nada tinggi
Kelelawar adalah mamalia yang dapat terbang yang berasal dari ordo Chiroptera
dengan kedua kaki depan yang berkembang menjadi sayap.Kelelawar merupakan
hewan malam, atau disebut juga hewan nokturnal.

Karena beraktifitas mencari mangsa di malam hari kelelawar sulit untuk
menggunakan indra pengelihatanya dan kelelawar menggunakan gelombang

ultarsonik untuk dijadikan radar. Mekanisme radar kelelawar buah untuk
memantau lingkungan lebih canggih dari yang diperkirakan sebelumnya oleh para
ilmuan.
Dalam artikel di Sciencedaily, tim riset yang dipimpin Nachum Ulanovsky dari
Institut Weizmann Israel dan Cynthia Moss dari Universitas Maryland
melaporkan, kelelawar buah Mesir (Rousettus aegyptiacus) beradaptasi pada
lingkungan yang kompleks menggunakan dua taktik.
Yaitu, mengubah lebar pancaran gelombang suara, mirip mekanisme penglihatan
manusia mengatur titik fokus mata untuk melihat hal yang spesifik, serta
mengubah intensitas pancaran gelombang suara.
Hal ini didapatkan Ulanovsky dan tim setelah menguji lima kelelawar buah dari
Mesir untuk mengetahui lokasi dan mendarat pada plastik berbentuk mangga yang
diletakkan di berbagai lokasi, kondisi gelap, diberi halangan berupa jala, dan
didukung 20 mikrofon perekam suara.
Studi terbaru yang juga dilakukan seorang ahli biologi di University of Southern
Denmark menyebut kelelawar sebagai mamalia pertama yang diketahui memiliki
otot super cepat. Otot tersebut membuat makhluk yang kerap dikenal di Indonesia
sebagai ‘kalong’ itu bisa memburu santapannya.
Otot super cepat ini terletak di tenggorokan kelelawar dan membuatnya bisa
menghasilkan ekolokasi. Ekolokasi merupakan suatu proses di mana


kelelawar mengeluarkan gelombang suara dan gelombang tersebut kembali
memantul padanya setelah membentur mangsa.
Ketika kelelawar makin dekat pada mangsa, dia akan mengeluarkan 160
‘panggilan’ per detik. Fenomena ini disebut ‘terminal buzz’. Ditemukannya otot
super cepat ini jadi penjelasan mengapa kelelawar bisa mengeluarkan panggilan
sebanyak itu dalam waktu yang sangat singkat.
Hal ini merupakan hal yang luar biasa karena otot tersebut bagian dari grup
(hewan) yang sangat jarang. Meski demikian, otot super cepat itu hanya
memungkinkan panggilan dalam batasan tertentu saja. Akan tetapi, itu sudah
cukup buat kelelawar untuk mengumpulkan info soal calon mangsanya.
Untuk bisa menghasilkan kesimpulan ini, Elemans dan beberapa koleganya
melakukan percobaan dengan seekor kelelawar jenis Daubenton’s. Kelelawar itu
dilepas di sebuah kandang besar yang sudah diisi cacing yang tergantung di kawat
tipis.
Dari situ bisa dilihat bagaimana pola si kelelawar dalam menangkap mangsa.
Termasuk gelombang suara yang dihasilkannya untuk menentukan lokasi tepatnya
si mangsa.
Selain itu, Kelelawar merupakan salah satu ordo mamalia yang berperan sebagai
pengontrol biologis penyebaran penyakit malaria dan arthropods penyebar

penyakit ternak.
“Satu ekor kelelawar dapat memangsa lebih dari 500 ekor serangga pada satu
malam, jadi dapat dibayangkan suatu koloni kelelawar yang terdiri dari 10.000
ekor bisa memakan lima juta ekor serangga setiap malam,” kata Pakar Kelelawar
dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, Prof Ris Dr Ibnu Maryanto, di Bogor, Jawa
Barat, Senin.

Ibnu mengatakan, hilangnya populasi kekelawar dapat mengancam timbulnya
wabah malaria. Mengingat keberadaan kelelawar sangat penting bagi
keseimbangan ekosistem dan bermanfaat banyak bagi kehidupan manusia.
Kondisi saat ini jumlah populasi kelelawar Indonesia semakin berkurang akibat
rusaknya habitat kelelawar.

Di Indonesia terdapat 225 jenis kelelawar yang terdiri dari 77 jenis pemakan buah
dan berperan dalam penyerbukan, sisanya 148 jenis pemakan serangga yang
secara tidak langsung membantu manusia dalam memberantas hama dan penyakit.
Kelelawar dengan pakan utama serangga mayoritas tinggal di dalam goa, mencari
makan pada malam hari dengan menggunakan ekolokasinya, sehingga mampu
menangkap mangsa berupa serangga sekecil apa pun dengan sangat mudah.
Terus bertambanya jumlah penduduk Indonesia mengakibatkan meningkatnya

tekanan terhadap sumber daya alam.
“Luas hutan yang terus berkurang menyebabkan populasi kelelawar dari
kelompok Megachiroptera juga ikut menurun,” kata Ibnu.
Kehancuran habitat kawasan karst dan batu gamping yang merupakan habitat
kelelawar telah mengancam kepunahan makhluk malam tersebut.
“Kawasan Karst menjadi habitat utama kelelawar. Eksploitasi batu kapur guna
keperluan industri yang menghancurkan goa-goa hampir di semua kars di
Indonesia menyebabkan punahnya jenis-jenis kelelawar,” kata Ibnu.
Selain itu, konversi hutan menjadi daerah perkebunan maupun pertanian juga
menjadi penyebab menurunnya populasi kelelawar di alam, karena hilangnya
sumber pakan dan tempat bertengger.
Penggunaan insektisida dalam skala besar dalam bidang pertanian mengancam
keberadaan sumber makanan kelelawar pemakan serangga dan secara tidak
langsung juga dapat menyebabkan penurunan populasinya.
“Mempertahankan habitat sangat penting bagi terjaganya populasi binatang.
Gangguan terhadap ekosistem goa akan menyebabkan keseimbangan proses
ekologis terganggu sehingga berdampak pada manusia,” katanya.
Menurut Ibnu, pemerintah harus mencegah perusakan biota goa akibat
penambangan batu kapur untuk keperluan industri.
Karena dampak punahnya fauna goa dapat mempengaruhi daerah yang lebih luas

di luar goa. Seperti naiknya populasi serangga hama, menurunnya produksi buahbuahan komersial yang merupakan jasa kelelawar dan secara tidak langsung juga
ditunjang goa batu kapur yang menjadi habitat kelelawar.
“Usaha melakukan konservasi terhadap jenis-jenis kelelawar sangat penting, dan
harus dilakukan secara bersungguh-sungguh, mengingat peran kelelawar sangat
bernilai bagi proses-proses ekologis yang bermanfaat bagi manusia,” kata Ibnu.