Penerapan Hukuman Kerja Sosial dan Rehab

1

Penerapan Hukuman Kerja Sosial dan Rehabilitasi dalam Perlindungan Anak
yang Terlibat Jual Beli Narkotika di Indonesia
Oleh: Rizky Karo Karo1
Intisari
Anak Indonesia adalah generasi penerus bangsa dalam melanjutkan
perjuangan pahlawan Indonesia. Anak Indonesia berhak mendapatkan pendidikan,
kehidupan yang layak, dan terhindar dari bahaya narkotika. Namun, faktanya,
anak Indonesia banyak yang terlibat dalam jual beli narkotika, dan jumlahnya
meningkat dari tahun 2011-2014.
Kegiatan tersebut adalah kegiatan melawan hukum, dan dapat dikenakan
sanksi hukum. Berdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 sanksi yang
diberikan bagi pengedar adalah pidana penjara seumur hidup, pidana penjara
dengan minimal khusus,dan maksimal khusus, pidana denda dengan minimal dan
maksimal khusus. Namun, jika anak yang melakukannya maka disesuaikan
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak (UU SPPAN) sebagai ketentuan khusus.
Penerapan
pidana
penjara

dapat
menganggu
perkembangan
psikologis/mental anak, membuat anak menjadi trauma, stress, depresi terlebih
jika penjara anak masih sama dengan penjara orang dewasa oleh karena itu
penerapan sanksi yang tepat adalah penerapan hukuman kerja sosial, dan
rehabilitasi.
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode yuridis
normatif, Metode yuridis normatif adalah suatu proses menemukan satu prinsip
atau doktrin untuk menjawab dan menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Penelitian dengan sistem ini digunakan untuk menghasilkan menghasilkan
argumentasi, atau konsep baru dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi
(Marzuki. 2009:35).
Kesimpulan yang didapat adalah hukuman kerja sosial dapat membuat
anak mengembangkan bakatnya, mempersiapkannya untuk kembali ke kehidupan
sosial masyarakat. Rehabilitasi adalah hal yang wajib dilakukan walaupun anak
yang terlibat jual-beli narkotika adalah bukan juga sebagai pencandu narkotika.
Bentuk hukuman kerja sosial perlu diatur lebih tegas oleh Pemerintah dengan
mengharmonisasi peraturan terkait narkotika dengan rancangan kitab undangundang hukum pidana.
Kata Kunci: Anak, Jual-Beli Narkotika, Rehabilitasi, Hukuman Kerja Sosial


1 Mahasiswa di Magister Hukum Bisnis UGM, Advokat
Lemek&Associates (Yogyakarta), rizkykarokaro@hotmail.com

di

Kantor

Jeremias

2

Punishment Implementation of Social and Rehabilitation Work in the Protection
of Children Involved Buy Sell Narcotics in Indonesia
Oleh: Rizky Karo Karo2
Abstract
Indonesian Children are the next generation to continue the struggle of
Indonesian heroes. Indonesian Children are entitled to education, a decent life,
and to avoid the dangers of narcotics. However, in fact, many Indonesian children
who are involved in the buying and selling of narcotics, and the number increased

from 2011-2014.
The activities are illegal activities, and subject to legal sanctions. Based
on Law No. 35 of 2009 sanctions provided for dealers is life imprisonment,
imprisonment with a special minimum, and special maximum, with a minimum
penalty and a maximum of specialty. However, if the child were suspect so the
law was adjusted to Law Number 11 Year 2012 on Child Criminal Justice System
(UU SPPAN) as a special provision.
Application of imprisonment can disturb the development of the
psychological / mental child, give trauma, stress, depression, especially if the
child is still the same prison with adult prisons therefore the application of
appropriate sanctions is using punishment social work, and rehabilitation.
The method used in this paper is a method normative, normative
juridical method is a process of finding a principle or doctrine to address and
resolve the problems encountered. Research with this system is used to produce
arguments, or new concepts in solving problems (Marzuki. 2009: 35).
The conclusion was sentenced to community service can make a child
develop his talents, preparing to return to social life. Rehabilitation is something
that must be done even if the child involved in the sale of narcotics is not as well
as drug addicts. Forms of social labor sentence needs to be regulated more firmly
by the Government to harmonize the relevant rules of narcotics with the draft

statute books of criminal law.
Keywords: Children, Trade and Sell Narcotics, Rehabilitation, Social Work
Punishment

2 Student at Post graduate programs of UGM Law Faculty Advocate at Kantor Jeremias
Lemek&Associates (Yogyakarta), rizkykarokaro@hotmail.com

3

A. Latar Belakang Masalah
Penulis menggunakan definsi anak sebagaimana yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, selanjutnya disebut
UU PAN. Definisi anak adalah “seorang yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”
Anak-anak Indonesia adalah generasi penerus bangsa, generasi emas yang
harus dijaga untuk melanjutkan estafet founding fathers Indonesia menjadi
bangsa yang besar. Anak-anak Indonesia sangat berhak memperoleh
pendidikan, kehidupan yang layak, mengembangkan bakat dan kecerdasannya
bukan malah menjadi pengedar ataupun terlibat dilibatkan dalam jual beli
narkotika.

Pemerintah melalui Badan Narkotika Nasional (BNN), Kementrian terkait,
dan berbagai pihak telah berupaya untuk memberantas narkoba baik di
kalangan remaja, dewasa, anak usia Sekolah Dasar (SD), dan Sekolah
Menengah

Pertama

(SMP).

Upaya

paling

efektif

untuk

mencegah

penyalahgunaan narkoba pada anak-anak yakni pendidikan keluarga. Orang

tua diharapkan dapat mengawasai dan mendidik anaknya untuk selalu
menjauhi narkoba, dan melalui program yang menitikberatkan pada anak
usiah sekolah (school-going age oriented3). Namun rupanya, upaya
Pemerintah tersebut belum membuahkan hasil yang maksimal.
Angka yang sangat miris dipaparkan oleh Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI). Berdasarkan data dari KPAI 4 tahun 2015, dalam 3 (tiga)
tahun terakhir, jumlah pengedar narkoba anak meningkat hingga 300 (tiga
ratus) persen. Pengedar, anak yang terlibat jual beli dari tahun 2011 hingga
2014 meningkat hampir 300 persen. Pada tahun 2012 berjumlah 17,
3 BNN, artikel berjudul Penyebaran Narkoba di Kalangan Anak-anak dan Remaja, tanggal 20
Juni 2016 http://jabar.bnn.go.id/artikel/penyebaran-narkoba-di-kalangan-anak-anak-dan-remaja
diakses tanggal 13 Desember 2016
4 Davit Setyawan dalam artikel berjudul “KPAI: Jumlah Pengedar Narkoba Anak Meningkat
Hingga 300 Persen , 28 April 2015, http://www.kpai.go.id/berita/kpai-jumlah-pengedar-narkobaanak-meningkat-hingga-300-persen/ diakses tanggal 13 Desember 2016

4

meningkat menjadi 31 pada tahun 2013, dan pada tahun 2014 menjadi 42
anak.
Salah satu contoh, anak-anak Indonesia terlibat dalam jual beli narkotika

ataupun menjadi pengedar narkotika adalah pada bulan Agustus lalu BNN
menangkap 3 tersangka berinisial AML, AMM, dan satu orang anak berinisial
X berumur 16 tahun yang terlibat dalam peredaran narkotika jenis ganja dari
Amerika Serikat dengan barang bukti sebreat 256,80 gram. Paket ganja
tersebut dikemas dalam 2 (dua) plastik besar mainan lego, namun berbeda
dengan mainan lego biasa, di dalamnya terdapat 13 (tiga belas) bungkus
plastik berisi daun ganja seberat 256,8 gram5. Tersangka tersebut salah satunya
dikenakan Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika yang isinya adalah : “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan
hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”
Ancaman pidana penjara ataupun hukuman pokok lainnya yang terdapat
dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yakni (1).
Hukuman mati; (2). Hukuman penjara; (3). Hukuman kurungan; (4).
Hukuman denda, sedangkan yang termasuk pidana tambahan adalah (1).
pencabutan beberapa hak tertentu, (2). perampasan barang yang tertentu, (3).

pengumuman keputusan hakim. Jika Ancaman hukum tersebut juga ditujukan
bagi anak yang terlibat dalam jual beli narkotika seyogyanya ditelaah lebih
lanjut dengan pertimbangan psikologis anak jika berada di dalam penjara,
bahkan jika sel-nya masih menjadi satu dengan terpidana dewasa. Sudikno
5 Sandy Indra dalam artikel berjudul Peredaran Ganja dari Amerika Serikat Libatkan Anak
Indonesia,
tanggal
25
Agustus
2016
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57be744493667/peredaran-ganja-dari-amerika-serikatlibatkan-anak-indonesia diakes tanggal 13 Desember 2016

5

Mertokusumo6 memberikan pendapat bahwasanya hukum yang baik harus
menjamin kepastian hukum, kemanfaatan umum, dan keadilan. Atas dasar
latar belakang tersebut penulis mengangkat judul “Penerapan Sanksi Sosial
dan Rehabilitasi dalam Perlindungan Anak yang Terlibat Jual Beli Narkotika
di Indonesia”
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode yuridis

normatif, Metode yuridis normatif adalah suatu proses menemukan satu
prinsip atau doktrin untuk menjawab dan menyelesaikan masalah yang
dihadapi. Penelitian dengan sistem ini digunakan untuk menghasilkan
menghasilkan argumentasi, atau konsep baru dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapi 7.
B. Rumusan Masalah
Atas latar belakang masalah tersebut, penulis mengangkat rumusan
masalah sebagai berikut:
1.

Mengapa diperlukan hukuman kerja sosial dalam perlindungan anak
yang terlibat jual beli Narkotika di Indonesia?

2.

Bagaimana upaya pembentukan hukuman kerja sosial dan rehabilitasi
dalam Perlindungan Anak yang terlibat jual beli Narkotika di
Indonesia, serta apa bentuk hukuman kerja sosial yang dapat
diberikan?


C. Pembahasan
1.

Alasan

diperlukan hukuman kerja sosial dalam perlindungan

anak yang terlibat jual beli Narkotika di Indonesia, serta bentuk
hukuman kerja sosial

6 Sudikno Mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta,
hlm.10.
7 Marzuki, Metodologi Riset, Ekonisia Yogyakarta:.2005,hlm.35.

6

a) Contoh Kasus Pidana Khusus bagi Anak
Penulis mengambil 2 (dua) contoh bahwasanya anak yang terlibat
dalam jual beli narkotika diberikan hukuman pidana berupa penjara.
(1).


Putusan

Pengadilan

Negeri

Pelaihari

Nomor

1/Pid.Sus-

Anak/2014/PN Pli dengan terdakwa bernama Tirtajaya berumur 17
tahun/16 Januari 1997 terbukti secara sah tanpa hak menual narkotika
golongan I bukan tanaman, melanggar Pasal 114 ayat (1) UU
Narkotika, menjatuhkan pidana selama 2 (dua) tahun dan 6 (enam
bulan), dan denda sebear Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah), jika
denda tidak dibayar maka harus diganti dengan penjara selama 1 (satu)
tahun; (2). Putusan Pengadilan Tinggi Bengkulu Nomor 32/Pid.SusAnak/2015/PT.BGL yang memperkuat dan memperbaiki Putusan
Pengadilan Negeri Curup Nomor 6/Pid.Sus-Anak/2015/PN.Crp dengan
terdakwa bernama Wardiman Adi, usia 17 tahun/1 April 1998, isi
Putusan tersebut antara lain: menjatuhkan pidana dengan pidana
penjara selama 2 (dua) tahun, memerintahkan agar pidana tersebut
tidak usah dijalani oleh anak, kecuali jika dikemudian hari berdasarkan
Putusan Hakim, anak terbukti bersalah melakukan suatu perbuatan
yang dapat dipidana sebelum lewat masa percobaan selama 2 (dua)
tahun dan 6 (enam) bulan, dan anak dilarang merokok selama
menduduki bangku sekolah SMK.
b) Sanksi Pidana Jika Jual Beli Narkotika
Jual beli narkotika secara tidak sah tidak dibenarkan oleh undangundang, dan melawan hukum, apalagi jika dipersalahgunakan.Penulis
akan memaparkan sanksi pidana bagi perantara, orang yang terlibat
dalam jual beli narkotika di Indonesia:
(1) Berdasarkan Pasal 114 ayat (1) UU Narkotika mengatur bahwa: Setiap
orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,

7

menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,
menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Berdasarkan Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika mengatur bahwa: Dalam
hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima
Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau
melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman
beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana
penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda
maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3
(sepertiga);
(3) Berdasarkan Pasal 119 ayat (1) UU Narkotika mengatur bahwa: Setiap
orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli,

menerima, menjadi perantara dalam jual beli,

menukar, atau menyerahkan Narkotika GolonganII, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12
(duabelas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00
(delapan miliar rupiah).
(4) Berdasarkan Pasal 119 ayat (2) UU Narkotika mengatur bahwa Dalam
hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,
menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan
Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya
melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana
penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima)

8

tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda
maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3
(sepertiga).
c) Efek Pidana Penjara bagi Anak
Menurut Sudarto dalam Muladi dan Barda Nawawi 8, pengertian
pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang
melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Pidana
penjara menurut Kamus Hukum9 diartikan bahwa sebagai hukuman
pokok yang juga dinamakan hukuman badan yang dimaksudkan untuk
memberikan penderitaan kepada seseorang terhukum yang agak berat,
dibedakan dari hukuman badan lain yang dinamakan ‘kurungan’ yang
memberikan penderitaan ringan.
Menurut Sudarto10, terdapat tujuan pemidanaan yakni: (a). untuk
mencegah dilakukannya tindak pidana demi pengayoman negara,
masyarakat, dan penduduk; (b). untuk membimbing agar terpidana
insyaf dan menjadi anggota masyarakat yang berbudi baik dan
berguna; (c). untuk menghilangkan noda-noda yang diakibatkan tindak
pidana.
Pidana penjara akan menimbulkan efek yang tidak baik bagi anak.
Menurut Seto Mulyadi11, Pemerhati anak, hukuman penjara dapat
menyebabkan anak tertekan dan trauma sehingga berakibat pada
tumbuh kembangnya. Anak akan kehilangan kebebasan yang juga
menyebabkan psikologisnya tertekan. Oleh karena itu hukuman
penjara seharusnya menjadi pilihan terakhir bagi anak karena terlalu
kejam.
8 Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1984, Pidana dan Pemidanaan, BP UNDIP, Semarang,
hlm.2.
9 Subketi, 1978, Kamus Hukum, Pradya Paramita, Jakarta, hlm.92
10 Sudarto, 1977, Hukum dan Hukum Pidana, hlm.58.
11 Firsta Nodia dalam artikel berjudul “Ini Kata Kak Seto tentang Hukuman Penjara Bagi
Anak, tanggal 14 Juni 2016, http://www.suara.com/news/2016/06/14/153631/ini-kata-kak-setotentang-hukuman-penjara-bagi-anak diakses tanggal 13 Desember 2016

9

Menurut Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan
Anak, Djoko Setyono12, hukuman penjara harus menjadi opsi terakhir,
hal tersebut bukan pemanjaan, hal tersebut adalah langkah agar anak
tidak mengulangi kesalahnnya, restorative justice sehingga jangan
dibiasakan teori balas dendam karena tidak baik untuk tumbuh
kembang anak.
Menurut penulis, efek pidana penjara bagi anak yang terlibat dalam
jual beli narkotika haruslah dijadikan upaya terakhir. Anak-anak
tersebut sebetulnya juga adalah korban/tumbal orang dewasa yang
menjadi bandar penjualan narkotika. Anak tersebut tidak mengetahui
apa yang dilakukanya. Banyak faktor yang menyebabkan anak tersebut
terlibat dalam jual beli narkotika, pengaruh lingkungan tempat anak
tinggal yang sangat buruk, kumuh, orang tua yang tidak berperan
mendidik anak dengan baik, hingga faktor kemiskinan dimana anak
terpaksa terlibat dalam jual beli narkotika untuk membiayi dirinya
sendiri ataupun keluarganya.
Pemenjaraan anak akan menimbulkan pikiran bahwa anak tersebut
sudah tidak memiliki masa depan, menjadi ‘sampah masyarakat’, tidak
daapt berubah menjadi baik. Terlebih jika, anak tersebut disatukan selnya/penjara-nya dengan orang dewasa. Tidak terbayangkan anak akan
menjadi frustasi, stress, depresi, kesehatan terganggu.
2.

Upaya Pembentukan Hukuman Kerja Sosial Dan Rehabilitasi
Dalam Perlindungan Anak Yang Terlibat Jual Beli Narkotika Di
Indonesia, serta Bentuk Hukuman Kerja Sosial
a) Konsep Hukuman/Pidana Kerja Sosial
Hukuman kerja sosial adalah konsep baru yang belum dikenal di
peraturan perundang-undangan Indonesia saat ini. Namun konsep
tersebut, telah digagas dalam Rancangan KUHP yang baru. Hukuman

12 Ibid.

10

kerja sosial dapat dijatuhkan oleh hakim yang bermaksud menjatuhkan
pidana penjara tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan.
Adapun maksud pembentukan hukuman/pidana kerja sosial13
adalah sebagai alternatif perampasan kemerdekaan jangka pendek
(short prison sentence) yang akan dijatuhkan oleh hakim, hukuman
kerja sosial tersebut dapat membantu untuk membebaskan diri dari
rasa bersalah, di samping untuk menghindari efek destruktif dari
pidana perampasan kemerdekaan. Masyarakat dapat berinteraksi dan
berperan serta secara aktif membantu terpidana dalam menjalankan
kehidupan sosialnya ecara wajar dengan melakukan hal-hal yang
bermanfaat.
Pertimbangan dijatuhkannya pidana/hukuman kerja sosial adalah
(a). pengakuan terdakwa terhadap tindak pidana yang dilakukan; (b).
usia layak kerja terdakwa menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku; (c). persetujuan terdakwa sesudah dijelaskan mengenai
tujuan dan segala hal yang berhubungan dengan pidana kerja sosial;
(d). riwayat sosial terdakwa; (e). perlindungan keselamatan kerja
terdakwa; (f). keyakinan agama dan politik terdakwa; (g). kemampuan
terdakwa membayar pidana denda.14
Dalam

pelaksanaannya,

pidana

kerja

sosial

tidak

boleh

dikomersialkan dan dijatuhkan paling singkat 7 (tujuh) jam dan paling
lama: (a). 240 (dua ratus empat puluh) jam bagi terdakwa yang telah
berusia 18 (delapan belas) tahun ke atas; dan (b). 120 (seratus dua
puluh) jam bagi terdakwa yang berusia di bawah 18 (delapan belas)
tahun.15
Pelaksanaan pidana kerja sosial dapat diangsur dalam waktu paling
lama 12 (dua belas) bulan dengan memperhatikan kegiatan terpidana
13 Naskah Akademik Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, hlm.176
14 Ibid, hlm.187
15 Ibid.

11

dalam menjalankan mata pencahariannya dan/atau kegiatan lain yang
bermanfaat. Apabila terpidana tidak memenuhi seluruh atau sebagian
kewajiban menjalankan pidana kerja sosial tanpa alasan yang sah,
maka terpidana diperintahkan: (a). mengulangi seluruh atau sebagian
pidana kerja sosial tersebut; (b). menjalani seluruh atau sebagian
pidana penjara yang diganti dengan pidana kerja sosial tersebut; atau3.
membayar seluruh atau sebagian pidana denda yang diganti dengan
pidana kerja sosial atau menjalani pidana penjara sebagai pengganti
pidana denda yang tidak dibayar.16
b) Bentuk Hukuman Kerja Sosial dan Sanksi Sosial
Menurut sociology dictionary online17, social sanction is a way to
enforce rules through rewards for positive behavior and punishments
for negative behavior. Menurut Abdulsyani18, sanksi sosial ataupun
pengawasan sosial/social control sebagai suatu proses pembatasan
tindakan

yang

bertujuan

untuk

mengajak,

memberi

teladan,

membimbing, atau memaksa setiap anggota masyarakat agar tunduk
pada norma-norma sosial yang berlaku,
Sanksi sosial bagi orang yang terlibat dalam jual beli narkotika,
dan khususnya bagi anak yang terlibat dapat diberikan dalam bentuk
apapun. Misalnya: (1). Masyarakat dan tokoh masyarakat di
Kecamatan Batang Angkola, Tapanuli Selatan19 akan memberikan
sanksi sosial bagi orang yang memiliki narkotika, sanksi tersebut
berupa pengucilan dari masyarakat bagi setiap orang yang kedapatan
memiliki narkotika; (2). Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Kapolri), sanksi sosial bagi penyalahguna narkotika di Indonesia
diberikan dengan cara jika tersangka sudah tertangkap tangan dan
16 Ibid.
17 http://sociologydictionary.org/sanction/ diakses tanggal 13 Desember 2016
18 Abdulsyani, 1994, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 61
19 Juraidi dalam artikel berjudul “Sanksi Sosial bagi Pengguna Narkoba tanggal 12 Mei 2016
http://www.antarasumut.com/berita/158031/sanksi-sosial-bagi-pengguna-narkoba diakses tanggal
13 Desember 2016

12

barang bukti berada padanya, maka wajib untuk diperkenalkan tanpa
mengenakan tutup wajah20.
Bentuk hukuman kerja sosial memang belum diatur di Indonesia,
sehingga perlu diatur dengan tegas, dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang terkait dalam hal ini, harmonisasi peraturan
perundang-undangan terkait narkotika, sistem peradilan anak, dan
rancanangan kitab undang-undang hukum pidana yang sedang disusun.
Menurut penulis, hukuman kerja sosial yang dapat diterapkan
seperti membersihkan tempat ibadah yang sesuai dengan agama anak,
membersihkan dan merawat fasilitas layanan publik, melakukan kerja
sosial di panti asuhan, panti jompo, mengajar anak-anak di kolong
jembatan. Hukuman kerja sosial ini juga perlu diawasi oleh pejabat
terkait agar anak benar-benar melaksanakannya, dan berubah menjadi
lebih baik.
c) Sekilas tentang Sistem Peradilan Anak
Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, selanjutnya disebut UU
SPPAN. UU SAN ini adalah lex specialis bagi anak yang melakukan
tindak pidana. Berdasarkan Pasal 1 angka (1) UU SPPAN, sistem
peradilan pidana anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara
anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyidikan sampai
dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.
Beberapa hal penting yang diatur dalam UU SPPAN ini adalah (a).
konsep diversi21 yakni pengalihan penyelesaian perkara anak dari
proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Diversi
bertujuan salah satunya untuk menghindarkan anak dari perampasan
20 Vkar Sammana dalam artikel berjudul “Selain Pidana ,Kapolri Berikan Sanksi Sosial bagi
Penyalahguna
Narkoba,
tanggal
26
Agustus
2016,
http://news.rakyatku.com/read/18425/2016/08/26/selain-pidana-kapolri-berikan-sanksi-sosialbagi-penyalahguna-narkoba diakses tanggal 13 Desember 2016
21 Lihat Pasal 6 hingga Pasal 15 UU SPPAN

13

kemerdekaan22. Upaya diversi wajib dilakukan, dan dilaksanakan
untuk tindak pidana yang dilakukan dengan ancaman pidana denda
penjara di bawah 7 (tujuh) tahun, dan bukan merupakan pengulangan
tindak pidana23. Upaya diversi dilakukan melalui musyawarah dengan
melibatkan anak, orang tua/wali, korban, dan atau orang tua/wali
korban, pembimbing kemasyarakatan, pekerja sosial profesional
berdasarkan pendekatan keadilan restoratif24. Namun jika upaya divesi
gagal, tidak menghasilkan kesepakatan ataupun kesepakatan tidak
dapat dilaksanakan maka proses peradilan anak dilanjutkan25.
Kedua, terkait pidana pokok bagi anak terdiri atas: (a). pidana
peringatan; (b). pidana dengan syarat (1). Pembentukan di luar
lembaga; (2). Pelayanan masyarakat; atau (3) pengawasan; (c).
pelatihan kerja; (d). pembinaan dalam lembaga; (e). penjara.
Sedangkan pidana tambahan terdiri atas: (a). perampasan keuntungan
yang diperoleh dari tindak pidana atau (b). pemenuhan kewajiban adat.
Terkait anak yang terlibat jual beli narkotika, berdasarkan Pasal 75
UU SPPAN, pidana pembinaan di luar lembaga dapat berupa
keharusan untuk (a). mengikuti program pembimbingan dan
penyuluhan yang dilakukan oleh pejabat pembina; (b). mengikuti
terapi di rumah sakit jiwa; atau (c). megiktui terapi akibat
penyalahgunaan alkohol, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya.
Jual beli narkotika adalah bukan merupakan tindak pidana ringan,
karena berdasarkan Penjelasan 9 Ayat 2 huruf b, tindak pidana ringan
adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara atau pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan.

22 Lebih lengkapnya, lihat Pasal 6 UU SPPAN
23 Lihat Pasal 7 UU SPPAN
24 Lihat Pasal 8 UU SPPAN
25 Lihat Pasal 13 UU SPPAN

14

Berdasarkan Pasal 79 ayat (1) UU SPPAN mengatur bahwa pidana
pembatasan kemerdekaan diberlakukan dalam hal anak melakukan
tindak pidana berat atau tindak pidana yang disertai dengan kekerasan.
Pasal 79 ayat (2) mengatur bahwa penjatuhan pidana yakni paling lama
½ (satu perdua) dari maksimum pidana penjara yang diancamkan
terhadap orang dewasa. Pasal 79 ayat (3) mengatur bahwa minimum
khusus pidana penjara tidak berlaku terhadap anak.
Berdasarkan Pasal 81 ayat (1) UU SPPAN mengatur bahwa anak
dijatuhi pidana penjara di LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak)
apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat.
Pasal 81 ayat (2) UU SPPAN mengatur bahwa lamanya pidana penjara
yang dijatuhkan adalah ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman
pidnaa penjara bagi orang dewasa). Pasal 81 ayat (3) UU SPPAN
Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai Anak berumur 18 (delapan
belas) tahun. Pasal 81 ayat (4) UU SPPAN Anak yang telah menjalani
1/2 (satu perdua) dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan
baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. Pasal 81 ayat (5) UU
SPPAN Pidana penjara terhadap Anak hanya digunakan sebagai upaya
terakhir. Pasal 81 ayat (6) Jika tindak pidana yang dilakukan Anak
merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
Jadi anak yang terlibat dalam jual beli narkotika dijatuhi pidana
paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara
bagi orang dewasa. Misalkan ancaman pidana pada Pasal 114 ayat (1)
UU Narkotika yakni dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20
(dua

puluh)

tahun

dan

pidana

denda

paling

sedikit

Rp.

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Maka anak tersebut

15

menjalani masa paling lama ½ dari 20 tahun yakni 10 tahun, dan
menjalani paling singkat ½ dari 5 tahun yakni 2,5 tahun. Namun,
berdasarkan Pasal 79 ayat (3) UU SPPAN mengatur bahwa minimum
khusus pidana penjara tidak berlaku terhadap anak. Jadi semua
tergantung pertimbangan/musyawarah hakim akan menjatuhkan
putusan selama berapa tahun.

d) Upaya Rehabilitasi dan Perlindungan Anak
UU Narkotika mengatur tentang rehabilitasi, baik rehabilitasi
medis, suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk
membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika, dan rehabilitasi
sosial yakni suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik,
mental maupun sosial agar bekas pecandu narkoba dapat kembali
melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.26 Ketentuan
rehabilitasi ini bersifat wajib bagi pecandu narkotika dan korban
penyalahgunaan narkotika27. Berdasarkan Penjelasan Pasal 58 UU
Narkotika, rehabilitasi termasuk melalui pendekatan keagamaan,
tradisional, dan pendekatan alternatif lainnya.
UU PAN Pasal 1 angka (2) memberikan definisi tentang
perlindungan anak yakni “segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Pasal 20 UU PAN mengatur bahwa
“Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan
Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan perlindungan anak.

26 Pasal 1 angka 16, dan angka 17 UU Narkotika
27 Lihat Pasal 54 UU Narkotika

16

Berdasarkan Pasal tersebut, Pemerintah, Pemerintah Daerah
memiliki kewajiban untuk melindungi anak dari bahaya apapun,
khsusunya dari penyebaran narkotika, dan memafasilitasi anak-anak
yang tidak sengaja/terjerumus dalam jual beli narkotika.
Pasal 59 ayat (2) UU PAN juga mengatur bahwa anak dapat
diberikan perlindungan khusus misalnya bagi anak yang menjadi
korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya.

Bentuk perlindungan khusus anak tersebut

sebagaimana diatur dalam Pasal 59A UU PAN dapat berupa: (a).
penanganan yang cepat, termasuk pengobatan, dan/atau rehabilitasi
secara fisik, psikis, dan sosial serta pencegahan penyakit dan gangguan
kesehatan

lainnya;

(b).

pendampingan

psikososial

pada

saat

pengobatan sampai pemulihan; (c). pemberian bantuan sosial bagi
anak yang berasal dari keluarga tidak mampu; (d). pemberian
perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.
Berdasarkan Pasal 67 UU PAN, perlindungan khusus anak yang
menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan
zat adiktif lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2)
huruf e dan anak yang terlibat dalam produksi dan distribusinya
dilakukan melalui upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan
rehabilitasi
D. Kesimpulan
Atas dasar pembahasan diatas, maka penulis mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
1.

Hukuman kerja sosial sangat diperlukan dalam perlindungan anak
yang terlibat jual beli narkotika di Indonesia karena anak masih dalam
tahap perkembangan baik perkembangan mental psikologis, dan
perkembangan fisik. Jika anak langsung dipenjarakan, terlebih jika

17

harus berada dalam satu sel dengan orang dewasa tentu akan
menganggu psikologis anak, dan membuat anak menjadi stress.
Upaya pembentukan hukuman kerja sosial dapat dilakukan dengan
harmonisasi

peraturan

perundang-undangan

khususnya

terkait

penegakan hukum narkotika, peraturan tentang sistem peradilan pidana
anak, dan rancanagan kitab undang-undang hukum pidana yang baru
dan upaya rehabilitasi dalam perlindungan anak yang terlibat jual beli
narkotika di Indonesia adalah hal wajib yang diberikan bagi anak,
walaupun belum tentu anak yang terlibat dalam jual beli narkotika juga
merupakan pecandu/pemakai narkotika. Bentuk hukuman kerja sosial
yang dapat diberikan adalah seperti membersihkan tempat ibadah yang
sesuai dengan agama anak, membersihkan dan merawat fasilitas
layanan publik, melakukan kerja sosial di panti asuhan, panti jompo,
mengajar anak-anak di kolong jembatan, dan lain sebagainya.
Hukuman kerja sosial ini juga perlu diawasi oleh pejabat terkait agar
anak benar-benar melaksanakannya, dan berubah menjadi lebih baik,
serta mengembalikan rasa kepercayaan diri anak di masyarakat kelak.
Pidana penjara adalah upaya terakhir yang diberikan kepada anak, jika
berbagai cara untuk merubah anak menjadi lebih baik telah gagal.

Daftar Pustaka
Buku
Abdulsyani, 1994, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan, Bumi Aksara,
Jakarta,
Mertokusumo, Sudikno,, 2005, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty,
Yogyakarta
Marzuki, 2005, Metodologi Riset, Ekonisia Yogyakarta
Muladi dan Nawawi Arief, Barda, 1984, Pidana dan Pemidanaan, BP

18

UNDIP, Semarang
Subketi, 1978, Kamus Hukum, Pradya Paramita, Jakarta
Sudarto, 1977, Hukum dan Hukum Pidana
Naskah Akademik Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara
RI Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Tahun 2009
Nomor 5062)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
(Lembaran Negara RI Tahun 2012 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5332).
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 (Lembaran Negara RI Tahun 2014
Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5606) tentang Perubahan
Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(Lembaran Negara RI Tahun 2012 Nomor 153, Tamabhan Lembaran
Negara Nomor 5332).
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Putusan Pengadilan
Putusan Pengadilan Tinggi Bengkulu Nomor 32/Pid.Sus-Anak/2015/PT.BGL
jo.

Putusan

Pengadilan

Negeri

Curup

Nomor

6/Pid.Sus-

Anak/2015/PN.Crp
Putusan Pengadilan Negeri Pelaihari Nomor 1/Pid.Sus-Anak/2014/PN
Artikel Internet
BNN, artikel berjudul Penyebaran Narkoba di Kalangan Anak-anak dan

19

Remaja, tanggal 20 Juni 2016 http://jabar.bnn.go.id/artikel/penyebarannarkoba-di-kalangan-anak-anak-dan-remaja diakses tanggal 13 Desember
2016
http://sociologydictionary.org/sanction/ diakses tanggal 13 Desember 2016
Indra, Sandy, dalam artikel berjudul Peredaran Ganja dari Amerika Serikat
Libatkan

Anak

Indonesia,

tanggal

25

Agustus

2016

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57be744493667/peredaranganja-dari-amerika-serikat-libatkan-anak-indonesia

diakes

tanggal

13

Desember 2016
Juraidi dalam artikel berjudul “Sanksi Sosial bagi Pengguna Narkoba tanggal
12 Mei 2016 http://www.antarasumut.com/berita/158031/sanksi-sosial-bagipengguna-narkoba diakses tanggal 13 Desember 2016
Nodia, Firsta dalam artikel berjudul “Ini Kata Kak Seto tentang Hukuman
Penjara

Bagi

Anak,

tanggal

14

Juni

2016,

http://www.suara.com/news/2016/06/14/153631/ini-kata-kak-seto-tentanghukuman-penjara-bagi-anak diakses tanggal 13 Desember 2016
Sammana, Vkar dalam artikel berjudul “Selain Pidana ,Kapolri Berikan Sanksi
Sosial bagi Penyalahguna Narkoba, tanggal 26 Agustus 2016,
http://news.rakyatku.com/read/18425/2016/08/26/selain-pidana-kapolriberikan-sanksi-sosial-bagi-penyalahguna-narkoba

diakses

tanggal

13

Desember 2016
Setyawan, Davit dalam artikel berjudul “KPAI: Jumlah Pengedar Narkoba Anak
Meningkat

Hingga

300

Persen

,

28

April

http://www.kpai.go.id/berita/kpai-jumlah-pengedar-narkoba-anakmeningkat-hingga-300-persen/ diakses tanggal 13 Desember 2016

2015,

20