konflik dan penyebabnya studi kasus

Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkah
limpahan rahmat dan hidayah-Nya ,sehingga penulis dapat menyusun makalah ini meski
penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan baik dari segi bahasa penulisan dan
penyusunan nya
Adapun dalam penysuna akalah ini penulis memperoleh data atau sumber dari
media “internet” dan menjelaskan tentang “MANAJEMEN KONFLIK DAN KEARIFAN”.
Penulis berharap dalam penyusunan makalah ini ,bisa menjadi pelajaran dan menambah
wawasan buat pembaca dan terutama buat penulis sendiri. Kritik dan saran yang bertujuan
membangun dari para pembaca,penulis akan terima dengan senang hati ,untuk penulisan
akalah yang lebih baik lagi . Semoga Alloh SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat .

Bandar Lampung 28 november 2013

1

PENDAHULUAN
DAFTAR ISI
Kata pengantar..........................................................................1
Daftar isi.....................................................................................2

A. Latar belakang ........................................................................3
B. Pengertian konflik dalam islam...............................................4
C. Faktor penyebab konlflik........................................................9
D. Macam-macam konflik.........................................................11
E. Solusi dalam menyelesaikan konflik.....................................12
F. Budaya lokal sebagai sarana solusi konflik...........................14
Kesimpulan dan saran............................................................16
Daftar pustaka .........................................................................17

2

A. Latar Belakang
al-Quran adalah pedoman hidup muslim yang tidak hanya mengatur hubungan vertikal
antara manusia dengan Tuhannya, melainkan juga mengatur hubungan antara manusia
dengan lingkungannya, terlebih khusus antara sesama manusia itu sendiri baik antar individu
ataupun kelompok sosialisasi . Sejarah panjang peradaban manusia selalu diwarnai konflik
dari level komunitas terkecil seperti rumah tangga hingga ke tingkat menengah seperti antara
partai, golongan sampai ke komunitas terbesar antar bangsa, agama dan negara. Konflik
tersebut sering dilatarbelakangi oleh berbagai motif dan kepentingan. Salah satu penyebabnya
adalah karena hilangnya nilai-nilai kebajikan, kemanusiaan, kedamaian dan persaudaraan

antara individu atau kelompok. Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana didalamnya
terjadi interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik.
Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan,
disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban
kerja. Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan.
Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara
langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung dengan
melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja.

Dalam suatu

organisasi, kecenderungan terjadinya konflik, dapat disebabkan oleh suatu perubahan
secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru, persaingan ketat, perbedaan
kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai macam kepribadian individu. Berbagai macam
konflik yang terjadi sebenarnya mempunyai suatu penyelesaian, baik secara agama maupun
secara budaya atau adat istiadat setempat. Penyelesaian konflik yang telah disusun secara
teori dan sebagian telah dilakukan secara nyata ini, tidak lah hanya semata mata untuk
keuntungan suatu pihak saja tetapi penyelesaian yang dilakukan di peruntukan kedua pihak
agar sama sama memperoleh keuntungan. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk
mempelajari penyelesaian suatu konflik yang ada didalam kehidupan kita..


PEMBAHASAN
3

B. Pengertian Konflik dalam islam
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih
(bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Menurut Webster (1966), istilah “conflict” di dalam bahasa aslinya berarti suatu
“perkelahian, peperangan atau perjuangan” yaitu berupa konfrontasi fisik dan psikologis
antara beberapa pihak.
Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan
sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan
ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara
berterusan.
.

Dalam Islam Konflik merupakan bagian dari tabiat manusia yang telah dibawa


oleh manusia dari sejak dia dilahirkan. Keberadaan konflik sebagai unsur pembawaan sangat
penting dalam kehidupan manusia. Kehidupan tidak dapat berjalan dengan baik tanpa ada
konflik. Manusia yang memiliki tuntutan serta keinginan yang beraneka ragam dan manusia
akan

selalu

berusaha

untuk

memenuhi

keinginan

tersebut.

Namun

untuk


bisa

mendapatkannya, mereka akan berkompetisi untuk mendapatkan keinginan tersebut. Dari sini
maka dengan adanya konflik akan mengajarkan manusia untuk dapat berfikir lebih maju
untuk mendapatkan keinginannya tersebut sehingga akan bermanfaat bagi kehidupannya.
Oleh karena itu, Allah membekali nilai-nilai moral pada setiap makhluk dalam kepentingankepentingannya sendiri. Selagi konflik masih dibutuhkan oleh manusia, maka mereka pun
dibekali oleh Allah dengan kemampuan untuk berkonflik, baik dalam fisik, roh maupun
akalnya, dan sekaligus kemampuan untuk mencari solusinya. Seperti yang dijelaskan dalam

4

firman Allah yang artinya: “Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia
dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini.”.
Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah hikmah dibalik terjadinya konflik. Dalam
Islam, konflik bukanlah sebagai tujuan namun lebih sebagai sarana untuk memadukan antara
berbagai hal yang saling bertentangan untuk membebaskan kehidupan manusia dari
kepentingan individual dan dari kejelekan-kejelekan, sehingga tidak membiarkan perbedaanperbedaan itu menjadi penyebab adanya permusuhan. Karena sesungguhnya manusia berasal
dari asal yang sama.
Seperti dijelaskan pada (QS. An Nisaa' ayat 1) yang berbunyi:


‫ث ذمن نقهلما ذرلجال ك لذثيءرا لوذنلساءء لوات لققوا الل لله ال لذذي‬
‫ليا أ لي لقلها ال لناقس ات لققوا لرب لك ققم ال لذذي لخل للقك قنم ذمنن ن لنفةس لواذحلدةة لولخل للق ذمن نلها لزنولجلها لوبل ل‬
١) ‫عل لي نك قنم لرذقيءبا‬
‫)تللسالءقلولن ذبذه لوالنرلحالم ذإ لن الل لله لكالن ل‬

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada
Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu”.

Dari ayat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya manusia berasal dari asal
yang sama. Islam mengajarkan pentingnya untuk toleransi menghargai adanya perbedaanperbedaan yang dimiliki manusia baik secara fisik, pemikiran budaya dan lain-lain agar
jangan sampai memicu konflik dan mengakibatkan perseteruan dan permusuhan. Konflik
memang sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Namun, jangan sampai terlarut dalam

5


konflik yang akhirnya menjadi konflik berkepanjangan yang tidak ada solusinya yang justru
akan merusak hubungan antar manusia dan akan merugikan manusia itu sendiri.

Suran An-Nisaa’ diatas merupakan penetapan nilai persaudaraan yang dimaksudkan sebagai
pedoman hubungan antar kelompok manusia yang disebut Al Qur’an diatas. Nilai ini harus
menjadi landasan masalah multikulturisme, multiagama, multibahasa, multibangsa dan
pluralisme secara umum, karena Al-Qur’an menganggap perbedaan ras, suku, budaya dan
agama sebagai masalah alami (ketentuan Tuhan). Justru itu, perbedaan tadi tidak boleh
dijadikan ukuran kemuliaan dan harga diri, tapi ukuran manusia terbaik adalah ketaqwaan
dan kesalehan sosial yang dilakukannya. Ini yang dimaksud firman Tuhan dalam al-Hujurat
ayat 13 sbb:

‫عذليمر لخذبيرر‬
‫ليا أ لي لقلها ال لناقس ذإ لنا لخل لنقلناك قنم ذمنن لذك لةر لوأ قن نلثى لولجلعل نلناك قنم قشقعوءبا لولقلباذئلل لذتللعالرقفوا ذإ لن أ لك نلرلمك قنم ذعن نلد الل لذه أ لتنلقاك قنم ذإ لن الل لله ل‬
١٣))

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha

Mengenal”.

Persamaan adalah prinsip mutlak dalam Islam dalam membina hubungan sesama manusia
tanpa melihat perbedaan seperti ditegaskan Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan
Anas bin Malik:

6

" ‫"الناس مستوون كاسنان المشط ليس لحد على أحد فضل ال بتقوى الله‬

“(Asal usul) Manusia adalah sama, tidak obahnya seperti gigi. Kelebihan seseorang hanya
terletak pada ketaqwaannya kepada Allah SWT”.

Di dalam agama Islam juga dijelaskan tentang tata cara mengelola suatu konflik agar
konflik tidak bersifat destruktif melainkan menjadi hal yang dapat bermanfaat bagi kehidupan
manusia. Agama Islam mengajarkan bagaimana mengelola atau menyelesaikan perbedaan
atau pertentangan dengan cara-cara damai. Meskipun agama Islam merupakan agama yang
notabene menganut ajaran kebenaran mutlak, namun agama Islam tidak pernah mentolerir
penggunaan kekerasan dalam ajarannya. Sebenarnya konsep konflik dalam Islam cenderung
memiliki kesamaan dengan manajemen konflik secara umum. Dalam Islam konflik dapat

dilakukan dengan beberapa cara misalnya debat dan musyawarah.

Debat pada dasarnya adalah salah satu cara berkompetisi dengan pihak atau kelompok lain.
Dalam Al-Qur’an, debat sering merujuk pada upaya kompetisi yang dilakukan kaum muslim
dengan kaum non muslim. Debat sering digunakan oleh Nabi Allah untuk menanggapi segala
tuduhan terhadap agama Islam sekaligus meyakinkan pihak lain tentang kebenaran agama
Islam. Di dalam Al-Qur’an juga di jelaskan bahwa berdebat harus dilakukan dengan adil dan
fair yang tercantum pada surat An-Nahl ayat 125 sebagai berikut:

‫عنن لسذبيلذذه لوقهلو‬
‫حلسن لذة لولجاذدل نقهنم ذبال لذتي ذهلي أ لنحلسقن ذإ لن لرب للك قهلو أ ل ن‬
‫عل لقم ذبلمنن لض لل ل‬
‫اندقع ذإللى لسذبيذل لر ذبللك ذبال نذحك نلمذة لوال نلمنوذعلظذة ال ن ل‬
١٢٥) ‫عل لقم ذبال نقمنهتلذديلن‬
‫)أ ل ن‬

7

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih

mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk”.

Selain debat, konflik dalam Islam juga dilakukan dengan musyawarah. Dalam AlQur’an musyawarah sering merujuk pada penyelesaian konflik dan hubungan sesama kaum
muslim, berbeda dengan debat yang cenderung ditujukan untuk kaum non-muslim. Tujuan
musyawarah ini adalah untuk menemukan jalan keluar dari perbedaan yang tidak
menyangkut gejala “idiologis” dan dikhotomik sehingga memungkinkan terbentuknya
kompromi dan negosiasi. Sedangkan perdebatan lebih menunjukkan sebagai upaya untuk
meyakinkan fihak lain, dan tidak mungkin terjadi kompromi, dan yang mungkin hanya
sebatas memahami saja, bukan untuk saling membenarkan satu sama lain. Perihal
musyawarah ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 159 yang berbunyi
sebagai berikut:

‫عن نقهنم لوانستلنغذفنر ل لقهنم لولشاذونرقهنم ذفي‬
‫ت لف ل ءظا ل‬
‫غذليلظ ال نلقل نذب لن نلف لقضوا ذمنن لحنولذلك لفا ن‬
‫عقف ل‬
‫ت ل لقهنم لول لنو ك قن ن ل‬
‫لفذبلما لرنحلمةة ذملن الل لذه لذن ن ل‬
١٥٩) ‫ب ال نقمتللو ذك لذليلن‬

‫عللى الل لذه ذإ لن الل لله ي قذح لق‬
‫ت لفتللوك لنل ل‬
‫)النمذر لفذإلذا ل‬
‫علزنم ل‬

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya

8

C. Faktor penyebab konflik
1. Faktor Penyebab Konflik Secara Umum:
a)

Modernisasi dan globalisasi yang jauh memasuki masyarakat Indonesia.

b) Sifat rasisme bangsa Indonesia yang menganggap agama yang dianut adalah yang
paling benar sedangkan yang lain salah.
c) Masyarakat Indonesia dalam budaya kekerasan.
d) Ketidakadilan sosial dalam bangsa Indonesia, kebanyakan program pemerintah hanya
menguntungkan golongan atas.
2. Faktor yang menyebabkan konflik sosial yang bersumber dari agama (Hendropuspito,
Sosiologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1983) 151-168), yaitu:
a) Perbedaan Sikap Mental
Semua pihak umat beragama yang sedang terlibat dalam bentrokan masing-masing
menyadari bahwa justru perbedaan doktrin itulah yang menjadi penyebab dari benturan
itu.Dalam skala penilaian yang dibuat (subyektif) nilai tertinggi selalu diberikan kepada
agamanya sendiri dan agama sendiri selalu dijadikan kelompok patokan, sedangkan
lawan dinilai menurut patokan itu. Karena itu, faktor perbedaan doktrin dan sikap mental
dalam kelompok masyarakat Islam dan Kristen punya andil sebagai pemicu konflik.
b) Perbedaan Suku dan Ras Pemeluk Agama
Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan ras dan agama memperlebar jurang
permusuhan antar bangsa. Perbedaan suku dan ras ditambah dengan perbedaan agama

9

menjadi penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan antar kelompok dalam
masyarakat.
Contoh di wilayah Indonesia, antara Suku Aceh dan Suku Batak di Sumatera Utara. Suku
Aceh yang beragama Islam dan Suku Batak yang beragama Kristen; kedua suku itu hampir
selalu hidup dalam ketegangan, bahkan dalam konflik fisik (sering terjadi), yang merugikan
ketentraman dan keamanan.
c) Perbedaan Tingkat Kebudayaan
Agama sebagai bagian dari budaya bangsa manusia. Kenyataan membuktikan perbedaan
budaya berbagai bangsa di dunia tidak sama. Secara sederhana dapat dibedakan dua kategori
budaya dalam masyarakat, yakni budaya tradisional dan budaya modern.
Perbedaan budaya dalam kelompok masyarakat yang berbeda agama di suatu tempat atau
daerah pada kenyataannya merupakan faktor pendorong yang ikut mempengaruhi terciptanya
konflik antar kelompok agama di Indonesia.
d) Masalah Mayoritas dan Minoritas Golongan Agama
Fenomena konflik sosial mempunyai aneka penyebab. Tetapi dalam masyarakat agama
pluralitas penyebab terdekat adalah masalah mayoritas dan minoritas golongan agama.
Di berbagai tempat terjadinya konflik, massa yang mengamuk adalah yang beragama Islam
yaitu sebagai kelompok mayoritas; sedangkan kelompok yang ditekan dan mengalami
kerugian fisik dan mental adalah orang Kristen yang minoritas di Indonesia. Sehingga
nampak kelompok Islam yang mayoritas merasa berkuasa atas daerah yang didiami lebih dari
kelompok minoritas yakni orang Kristen. Karena itu, di beberapa tempat orang Kristen

10

sebagai kelompok minoritas sering mengalami kerugian fisik, seperti: pengrusakan dan
pembakaran gedung-gedung ibadat.

D. Macam-Macam Konflik
1) konflikAntara umat Muslim dengan umat non Muslim
Penyebab secara agamanya yaitu hari natal bertepatan dengan bulan ramadhan dimana
masyarakat muslim dan polisi setempat menertibkan tempat-tempat maksiat dan hal ini
ditentang oleh pemuda-pemuda kristiani yang saat itu sedang merayakan natal. Selain itu,
konflik ini juga disebabkan oleh faktor lain seperti, faktor politik yang semakin memanaskan
suasana yang pada waktu itu terjadi pemilihan bupati yang kandidatnya berasal dari agama
yang berbeda
2. Kasus tragedi berdarah Maluku
Seperti diberitakan bahwa di zaman orde baru keanggotaan dalam organisasi Islam
tertentu memberikan jaminan kepada para anggotanya di Ambon untuk bisa memenangkan
berbagai tingkat jabatan di pemerintahan. Hal ini membuat kelompok Kristen di Ambon
termajinalisasi dari lingkup kekuasaan birokrasi, sehingga mereka melakukan tindak
kekerasan terhadap orang-orang Islam. Sekalipun konflik Maluku berasal dari persaingan
politik untuk menguasai jabatan birokrasi pemerintahan, konflik ini menjadi perseteruan antar
penganut agama.

11

E. SOLUSI DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK
Dari berbagai konflik yang terjadi di Indonesia, solusi yang umum digunakan antara lain:
1. Melaksanakan serangkaian pertemuan, dialog, dan tatap muka yang melibatkan
tokoh-tokoh agama dan adat serta segenap instansi pemerintah untuk mencari
kesepakatan.
2. Menciptakan suasana dan meningkatkan keamanan melalui langkah-langkah:
menghentikan dan mencegah terulangnya konflik, melakukan patrol intensif,
menempatkan pos pengamanan di daerah rawan, pembersihan senjata dan amunisi
illegal dan tindakan tegas terhadap individu atau kelompok yang melawan hukum.
3. Memberikan santunan kepada para korban kerusuhan.
4. Refungsionalisasi dan pembangunan baru sarana ekonomi dan transportasi.
5. melakukan proses peradilan terhadap para pelaku yang bersalah dan bertanggung
jawab dalam kerusuhan.
6. Melakukan bimbingan kerohanian secara kontinu untuk memulihkan traumatik
masyarakat akibat kerusuhan melalui berbagai lembaga dan kegiatan keagamaan,
sosial dan remaja.

12

Sedangkan Secara teoritis ada beberapa macam model penyelesaian konflik yang berlaku
secara umum, antara lain :
1. Pertama, model penyelesaian berdasarkan sumber konflik. Dalam model ini, untuk
bisa penyelesaian konflik dituntut untuk terlebih dahulu diketahui sumber-sumber
konflik: apakah konflik data, relasi, nilai, struktural, kepentingan dan lain sebagainya.
Setelah diketahui sumbernya, baru melangkah untuk menyelesaikan konflik. Setiap
sumber masalah tentunya memiliki jalan keluar masing-masing sehingga menurut
model ini, tidak ada cara penyelesaian konflik yang tunggal.
2. Kedua, model Boulding. Model Boulding menawarkan metode mengakhiri konflik
dengan tiga cara, yakni : Menghindar, menaklukkan, dan mengakhiri konflik sesuai
prosedur.
1. Menghindari konflik adalah menawarkan kemungkinan pilihan sebagai
jawaban terbaik. Akan tetapi, harus diperhatikan bahwa ini hanya bersifat
sementara agar kedua pihak dapat memilih jalan terbaik mengakhiri konflik.
2. Menaklukkan pengerahan semua kekuatan untuk mengaplikasikan strategi
perlawanan terhadap konflik.
3. Mengakhiri konflik melalui prosedur rekonsiliasi atau kompromi adalah
metode umum yang terbaik dan paling cepat mengakhiri konflik.
4. Ketiga, model pluralisme budaya. Model pluralisme budaya, dapat membantu
untuk melakukan resolusi konflik. Misalnya, individu atau kelompok diajak
memberikan reaksi tertentu terhadap pengaruh lingkungan sosial dengan
mengadopsi kebudayaan yang baru masuk. Inilah yang kemudian disebut

13

sebagai asimilasi budaya. Selain asimilasi, faktor yang bisa membuat kita
menyelesaikan konflik adalah akomodasi. Dalam proses akomodasi, dua
kelompok atau lebih yang mengalami konflik harus sepakat untuk menerima
perbedaan budaya, dan perubahan penerimaan itu harus melalui penyatuan
penciptaan kepentingan bersama. Soerjono Soekanto, Sosiologi Sautu
Pengantar (Jakarta: Rajawali Press, 1998), hal. 239.
1.
Pada zaman Rosululloh ada beberapa cara yang dilakukan Rosul dalam menyelesaikan
konflik yang terjadi. Resolusi Konflik ala Nabi Muhammad SAW antara lain:
1. Resolusi pertama dikenal dengan Resolusi Makkah, yaitu Resolusi pasif dalam bentuk
defensif psikologis. Karakter dasar yang muncul dalam Resolusi Konflik Makkah
adalah menghindari potensi konflik. Bentuk resolusi konflik makkah lebih
mengedepankan solusi psikologis seperti penyampaian doktrin agama yang sejuk dan
lebih menyentuh publik dari pada aspek individu, menghindari konflik terbuka dan
mengembangkan mentalitas kesabaran kalangan umat.
2. Exile Resolution : lebih menyentuh aspek materiil, yaitu munculnya kebijakan
penempatan komunitas muslim di tempat yang aman karena semakin meningkatnya
intensitas gangguan dan merebaknya ancaman yang diterima kaum muslimin.
3. Defense Resolution : menindaklanjuti efektifitas dari exile resolution yaitu setelah
daerah aman permanen ditemukan dan consensus politik Muhammad dengan suku
Madinah telah terjalin. Ditandai dengan mulai beraninya masyarakat muslimin
melakukan sabotase perdagangan dengan kaum Quraysh.

14

4. Aktive Resolutiom : pola ini lebih cenderung offensive yaitu menyerang dan
menghancurkan ancaman sumber potensi konflik. Bentuk pertahanannya muncul
setelah para militer muslim mendapat ijin perang terbatas dan telah memiliki
pengalaman militer dalam beberapa pertempuran.
F. Budaya Lokal sebagai Sarana solusi Konflik
Selain model-model penyelesaian konflik yang sudah ada secara teoretis di atas, harus
diingat juga bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa besar yang memiliki keragaman budaya.
Setiap budaya memiliki kearifan-kearifan (Kebijaksanan) tersendiri dalam menyikapi
permasalahan hidup yang dihadapi. Termasuk di dalamnya kearifan dalam menyelesaikan
konflik. Kearifan-kearifan seperti inilah yang sering disebut sebagai kearifan lokal (local
wisdom).
Di antara kearifan lokal yang sudah ada sejak dahulu dan masih terpelihara sampai
sekarang antara lain:


dalihan natolu (Tapanuli),



rumah betang (Kalimantan Tengah),



menyama braya (Bali),



saling Jot dan saling pelarangan (NTB),



siro yo ingsun, ingsun yo siro (Jawa Timur),



alon-alon asal kelakon (Jawa Tengah/DI Yogyakarta), dan



basusun sirih (Melayu/Sumatra).

15

Tradisi dan kearifan lokal yang masih ada serta berlaku di masyarakat, berpotensi untuk
dapat mendorong keinginan hidup rukun dan damai. Hal itu karena kearifan tradisi lokal pada
dasarnya mengajarkan perdamaian dengan sesamanya, lingkungan, dan Tuhan.
Hal yang sangat tepat menyelesaikan konflik dengan menggunakan adat lokal atau kearifan
lokal karena selama ini sudah membudaya dalam masyarakat. Oleh karena kearifan lokal
adalah sesuatu yang sudah mengakar dan biasanya tidak hanya berorientasi profan semata,
tetapi juga berorientasi sakral sehingga pelaksanaannya bisa lebih cepat dan mudah diterima
oleh masyarakat. Dengan adat lokal ini diharapkan resolusi konflik bisa cepat terwujud, bisa
diterima semua kelompok sehingga tidak ada lagi konflik laten yang tersembunyi dalam
masyarakat.

PENUTUP
KESIMPULAN
konflik dapat diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Penyebab Konflik yang bersumber dari agama:
1. Perbedaan Doktrin dan Sikap Mental
2. Perbedaan Suku dan Ras Pemeluk Agama
3. Perbedaan Tingkat Kebudayaan
4. Masalah Mayoritas dan Minoritas Golongan Agama
SARAN

16

Setelah dipahami tentang konflik yang berbasis agama dan budaya lokal ini, maka perlu
disarankan agar :
1. Segala macam konflik yang melibatkan agama dan budaya lokal dapat diatasi dengan
berbagai macam cara yang dirasa cocok untuk kedua belah pihak dan tidak
menguntungkan sebelah pihak saja.

DAFTAR PUSTAKA
Internet :www.google.com

17

18