MEMORI KASIH SANG MANTRI kur

MEMORI KASIH SANG MANTRI:
DARI SENTUHAN MEDIS SAMPAI BEBERAPA EKOR IKAN KAWALINYA (IKAN SELAR)
Tahun 2014 adalah awal perjumpaan beta dengan beliau. Orang-orang menyapanya dengan panggilan
“Bapa Mantri” karena memang belaiu berprofesi sebagai Mantri Kesehatan pada sebuah Puskesmas di
sebuah Negeri. Beliau adalah kakak dari salah seorang senior saya yang dipercayakan Tuhan untuk
melayani sebagai pendeta pada salah satu jemaat di Pulau Dewata. Beta secara pribadi cukup mengenal
perangainya. Cara bicara yang santun dan tenang, tapi juga dibarengi dengan kritikan-krtikan yang pedas,
khususnya tentang pelayanan gereja merupakan bagian dari ciri khasnya. Karena sakit, beberapa saat
beliau tidak sempat terlibat dalam pelayanan. Namun ketika kemudian kondisi kesehatannya semakin
membaik, beliau pun “turun tangan” mengeksekusi salah satu program kerja Wadah Laki-Laki Sektor
Karmel, Jemaat Nehemia. Dalam kapasitasnya sebagai seorang Mantri, kami bersama melakukan aksi
pengobatan gratis di salah satu jemaat yang tergusur karena konflik sosial belasan tahun silam. Program
pelayanan ini didukung oleh salah seorang senator asal Maluku, Ibu Novita Anakotta. Sentuhan
pelayanan medis yang ia berikan kepada orang sakit dan para lansia menghadirkan senyuman-senyuman
manis dari setiap orang yang ia layani.
Disisi lain, beta juga mengenalnya sebagai seorang pejuang yang tangguh. Meski dalam kondisi
kesehatan yang terkadang tidak stabil, tapi ia terus berbenah untuk meningkatkan kapasitas
intelektualnya melalui studi di jenjang Strata Satu Keperawatan. Akhirnya seluruh perjuangannya tiba di
puncak keberhasilan. Beta pun sempat diundang oleh beliau dalam acara syukuran atas keberhasilannya
itu. Undangan yang disampaikan oleh istri terkasih, hendak menyatakan bahwa ia ingin berbagi sukacita
dengan beta sebagai saudaranya.

Beta juga mengetahui bahwa sang Mantri Kesehatan ini juga memiliki hobby sebagai seorang “mancing
mania”. Namun uniknya, hobby itu tidak hanya sekedar untuk melepas kepenatan atau untuk memenuhi
kebutuhan lauk keluarga, tetapi juga cara hidup berbagi. Suatu ketika, anak perempuannya datang ke
rumah beta. Ia membawa beberapa ekor kawalinya segar dalam sebungkus plastik putih hasil pancingan
papanya, sambil berujar “Bapa pandeta, ini papa suruh bawa bapa pandeta pung bagiang (Bapak
pendeta, ini papa suruh membawa bagiannya bapa pendeta)”. Beta sangat merasa terharu, sebab cara
seperti ini sudah semakin langka ditemui, apalagi di jemaat perkotaan. Perhatian seorang anggota
jemaat kepada pendetanya. Beta tidak mengukur dari besaran harganya, tapi nilai kehidupan yang
terkandung dari pemberian itu. Betapa indahnya berbagi hidup. Terima kasih untuk pelajaran berharga
ini saudaraku. Kembalilah dalam damai bersama Penciptamu. Beta percaya, Tuhan akan menopang
istrimu dalam menjalani hari-hari hidup ini. Anak-anakmu akan menuai kebahagiaan dari setiap taburan
kasih yang telah kau semai.
Peluk kasih, saudaramu (AO)