TUGAS BAB XI dan XII

BAB XI
PEMBERHENTIAN
1. PENDAHULUAN
Secara juridis, hubungan kerja antara buruh dengan majikan terjadi setelah ada perjanjian
kerja antara kedua belah pihak yang bersangkutan.
Selama perjanjian kerja yang memikat kedua belah pihak, selama itu pula hubungan kerja
tetap ada, namun memutuskan hubungan kerja dapat trjadi, walaupun hubungan kerja masih
memikat kedua belah pihak. Pemutusan hubungan kerja secara singkat sering disebut
“pemberhentian” sering tak dapat dielakkan dan ini disebabkan oleh keinginan
majikan/pemimpin perusahaan, dapat juga terjadi kerena keinginan buruh.
Tetapi pemberhentian tersebut tidak boleh dilakukan dengan swenang wenang, harus
dilakukan dengan memenuhi syarat-syarat tertentu yang meliputi: tenggang waktu
pemberhentian, saat dan izin pemberhentian, lasan pemberhentian dan pemberian uang pesangon
serta uang jasa.
Mengingat syarat-syarat pemutusan hubungan kerja dan hal-hal yang berhubungan dengan
pemutusan hubungan kerja, maka dalam bab inidibahas mengenai hal tersebut.
2. TENGGANG WAKTU, IZIN DAN SAAT PEMBERHENTIAN
Seorang karyawan tidak boleh diputuskan begitu saja hubungan kerjanya dengan cara
mendadak, kecuali kalau ada dasar – dasar huku m yang kuat. Misalnya pada masa percobaan
atau karena keadaan – keadaan mendesak. P emberhentian personil sebagai mana dimaksudkan,
harus diberitahukan paling sedikit satu bulan sebelumnya. Sebaliknya apabila pemberhentian

tersebut atas kehendak karyawan sendiri, maka karyawan yang bersangkutan harus pula tidak
boleh mengajukan secara mendadak, namun paling sedikit satu bulan sebelumnya harus diajukan
kepada pimpinan perusahaan atau organisasi.

Tenggan waktu satu bulan tersebut penting, untuk keperluan pertimbangan – pertimbangan
keputusan pimpinan organisasi, disamping memberikan kesempatan kepada pihak – pihak yang
bersangkutan untuk mengha dapi perubahan atas keadaan tersebut.
Di Indonesia, masalah pengaturan tenggang waktu PHK tersebut tertuang dalam pasal 1603 i
KUHP yang bunyinya “ ....dalam hal menghentikan hubungan kerja harus paling sedikit di
indahkan suatu tenggang waktu yang lamanya satu bulan.... ”
Perpanjangan – perpanjangan waktu tersebut dapat terjadi, apabila hubungan kerja tersebut
telah berlangsung cukup waktu. Hal itu di atur pada ayat ke dua pasal 1603 KUHP tersebut
diatas.
Sesuai dengan ketentuan ayat ke dua tersebut dikatakan bahwa dengan persetujuan tertulis
tenggang waktu bagi si buruh dapat diperpanjang paling lama satu bulan, apabila hubungan kerja
sudah berlangsung paling sedikit dua tahun terus – menerus. Bagi majikan, tenggang waktu
dapat diperpanjang berturut – turut satu bulan, dua bulan atau tiga bulan, apabila pada waktu
pemberhentian hubungan kerja telah berlangsung berturut – turut paling sedikit satu ta hun, dua
tahun dan tiga tahun terus – menerus
3. ALASAN PEMBRHENTIAN

Pemutusan hubungan kerja harus dilandasi aturan – aturan atau argumentasi yang
berlandaskan hukum dan fakta. Ada 3 sebab utama yang mengakibatkan timbulnya
pemberhentian personil dari hubungan kerja yaitu :
a. Karena ke inginan perusahaan.
b. Karena ke inginan karyawan.
c. Karena sebab – sebab lain.
a. Keinginan Perusahaan
Ada berbagai macam atau jenisnya yaitu :
1. Tidak cakap dalam masa percobaan
2. Alasan mendesak

3. Keinginan Karyawan
4. sebab – sebab lainnya
1. Tidak Cakap Dalam Masa Percobaan
Dalam masa percobaan yang waktunya paling lama 3 bulan, seorang karyawan atau pegawai
dapat di berhentikan tanpa mempertimbangkan tenggang waktu. Demikian pula perusahaan tidak
wajib memberikan ganti rugi, pesangon.
2. Alasan Mendesak
1. Setelah diterima ternyata setelah diteliti surat – suratnya palsu atau dipalsukan
2. Tidak mampu melaksanakan pekerjaan

3. Peminum, pemabok atau pembuat onar dalam pekerjaan
4. Melakukan penghinaan, penggelapan, penipuan atau kejahatan yang merugikan
perusahaan
5. Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan
6. Kemangkiran dan ketidak cakapan
7. Penahanan karyawan oleh aparat negara
8. Terkena hukuman oleh hakim
9. Sakit yang berkepanjangan
10. Usia lanjut
11. Penentuan badan usaha atau pengurangan tenaga kerja

3. Keinginan Karyawan
Pemberhentian hubungan kerja karyawan justru berasak dari keinginan karyawan sendiri, hal
ini terdapat berbagai alasan yaitu :
1. Ketidaktepatan pemberian tugas
2. Alasan mendesak seperti :
a. Upah dan gaji tidak diberikan tepat waktu meskipun karyawan bekerja dengan baik
b. Pimpinan organisasi atau perusahaan melalaikan kewajiban – kewajibannya yang
telah disetujui bersama
c. Pekerjaan yang ditugaskan pada karyawan dapat membahayakan keselamatan

karyawan
d. Karyawan mendapat perlakuan pimpinannya secara tidak manusiawi atau sadis
e. Menolak pimpinan baru
3. Sebab – sebab lainnya
a. Karyawan meninggal dunia
b. Habis masa kerjanya sesuai kesepakatan
c. Karena usia pensiun
4. UANG PESANGON, UANG JASA DAN UANG GANTI RUGI
UANG PESANGON
Penerimaan uang pesangon didasarkan pada ketentuan – ketentuan yang berlaku.
Sebagaimana telah dikemukakan dimuka bahwa tidak selalu suatu pemberhentian hubungan
kerja itu berakhibat adanya pemberian uang pesangon bagi karyawan yang bersangkutan.
Pada umumnya besarnya uang pesangon itu adalah sebagai berikut:
1. Masa kerja sampai 1 tahun, uang pesangonnya adalah 1 bulan upah bruto.
2. Masa kerja sampai 2 tahun adalah 2 bulan upah bruto.
3. Masa kerja 2 sampai 3 tahun adalah 3 bulan upah bruto.
4. Masa kerja 3 tahun dan seterusnya adalah 4 bulan upah bruto.

UANG JASA
Tidak setiap pemutusan hubungan kerja berakhibat adanya pemberian uang jasa bagi

karyawan yang bersangkutan. Adapun contoh besarnya uang jasa agaknya berbeda dengan uang
pesangon. Adapun contoh besarnya uang jasa sebagai berikut :
1. Masa kerja 5 – 10 tahun adalah satu bulan upah bruto
2. Masa kerja 10 – 15 tahun adalah dua bulan upah bruto
3. Masa kerja 15 – 20 tahun adalah tiga bulan upah bruto
4. Masa kerja 20 – 25 tahun adalah empat bulan upah bruto
5. Masa kerja 20 – 25 tahun adalah empat bulan upah bruto.
UANG GANTI RUGI
1. Ganti rugi untuk keperluan istirahat tahunan yang belum diambil.
2. Ganti rugi untuk istirahat panjang bagi karyawan yang belum mengambilnya dan
memang halitu berlaku di perusahaan yang bersangkutan.
3. Ganti rugi karena kecelakaan dalam menjalankan tugas, meninggal dunia karena tugas
dan lain – lain.
5.

PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI
Pemberhentian dari jabatan negeri adalah pemberhentian yang menyebabkan yang

bersangkutan tidak lagi bekerja pada suatu satuan organisasi Negara, tetapi masih berkedudukan
sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Jenis-Jenis Pemberhentian Sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian sebagai Pegawai
Negeri Sipil terdiri atas pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Pegawai Negeri Sipil
dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil
menerima hak-hak kepegawaiannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
antara lain hak atas pensiun. Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan tidak dengan hormat
sebagai Pegawai Negeri Sipil, kehilangan hak-hak kepegawaiannya antara lain pensiun.

Pemberhentian Dengan Hormat Sebagai Pegawai Negeri Sipil Pemberhentian dengan hormat
sebagai Pegawai Negeri Sipil meliputi :
a. Meninggal Dunia
b. Atas Permintaan sendiri.
Pada prinsipnya Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permintaan berhenti, dapat
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Permintaan berhenti tersebut
dapat ditunda untuk paling lama 1 tahun, apabila kepentingan dinas yang mendesak.
Permintaan berhenti dapat ditolak apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan masih
terikat dalam keharusan bekerja pada Pemerintah berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, atau masih ada sesuatu hal yang harus dipertanggungjawabkan.
c. Mencapai Batas Usia Pensiun
Batas Usia Pensiun (BUP) Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada dasarnya telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian PNS, yaitu 56

(lima puluh enam) tahun. Dan PP Nomor 32 Tahun 1979 ini telah dua kali mengalami
perubahan yaitu dengan PP Nomor 1 Tahun 1994 dan PP Nomor 65 Tahun 2008.
Perpanjangan usia pensiunan sendiri terbagi menjadi tiga bagian yakni:
A. Perpanjangan batas usia pensiun sampai 65 tahun untuk PNS yang
memangku jabatan peneliti madya dan peneliti utama dengan tugasnya
secara penuh di bidang penelitian atau jabatan lain yang ditentukan oleh
Presiden.
B. Usia pensiun sampai 60 tahun untuk PNS yang memangku golongan
struktural eselon I dan II serta jabatan dokter yang ditugaskan secara
penuh pada unit pelayanan kesehatan negeri dan jabatan pengawas sekolah
menengah atas atau jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden.
C. Usia pensiun 58 tahun untuk PNS yang menjadi hakim pada Mahkamah
Pelayaran dan jabatan lain yang ditentukan Presiden.
Sesuai dengan PP Nomor 32 Tahun 1979, BUP dapat diperpanjang bagi PNS yang memangku
jabatan tertentu. Jabatan-jabatan tertentu yang diduduki PNS yang dapat diperpanjang BUP-nya

ada yang diatur dalam PP Nomor 32 Tahun 1979 dan ada diatur dalam Keputusan Presiden /
Peraturan Presiden.

Perpanjangan BUP bagi PNS yang telah diatur dalam PP Nomor 32 Tahun 1979, antara lain :

1. 65 (enam puluh lima) tahun bagi PNS yang memangku jabatan Ahli Peneliti dan Peneliti;
2. 60 (enam puluh) tahun bagi PNS yang memangku jabatan : Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen, Pejabat Struktural Eselon I, Pejabat Struktural Eselon II,
Dokter yang ditugaskan secara penuh pada Lembaga Kedokteran Negeri sesuai
profesinya
Perpanjangan BUP bagi PNS yang telah diatur dalam Keputusan Presiden / Peraturan Presiden,
antara lain :
1. 65 (enam puluh lima) tahun bagi PNS yang menduduki jabatan fungsional Pustakawan
Utama; Widyaiswara Utama; Pranata Nuklir Utama; Pengawas Radiasi Utama
2. 60 (enam puluh) tahun bagi PNS yang menduduki jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak
(jenjang tertentu); Penilai Pajak Bumi dan Bangunan (jenjang tertentu);Penyuluh
Pertanian (jenjang tertentu); Sandiman (jenjang tertentu); Penyelidik Bumi Utama dan
Madya
Selain diatur dalam PP dan Keputusan Presiden / Peraturan Presiden, juga terdapat pengaturan
BUP PNS yang diatur dalam Undang-Undang, antara lain :
1. 65 (enam puluh lima) tahun bagi PNS yang menduduki jabatan:
a. Dosen, sedangkan bagi Profesor yang berprestasi dapat diperpanjang sampai
dengan 70 (tujuh puluh) tahun (UU Nomor 14 Tahun 2005)
b. Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Tingkat Banding di lingkungan Peradilan
Umum,PTUN, dan Agama (UU Nomor 8 Tahun 2004, UU Nomor 9 Tahun 2004,

dan UU Nomor 3 Tahun 2006)
2. 62 (enam puluhdua) tahun bagi PNS yang menduduki jabatan:

a. Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Tingkat Pertama di lingkungan Peradilan
Umum,PTUN, dan Agama (UU Nomor 8 Tahun 2004, UU Nomor 9 Tahun 2004,
dan UU Nomor 3Tahun2006)
b. Jaksa(UU Nomor 16 Tahun 2004).
3. 60 (enam puluh) tahun bagi PNS yang menduduki jabatan Guru (UU Nomor 14 Tahun
2005)
Dengan PP Nomor 65 Tahun 2008, maka bagi PNS yang menduduki jabatan struktural eselon
I tertentu, BUP dapat diperpanjang sampai dengan 62 (enam puluh dua) tahun. Adapun
perpanjangan sebagaimana dimaksud dilaksanakan dengan persyaratan sebagaimana yang telah
di sebutkan di atas. Dan Perpanjangan BUP sampai dengan 62 (enam puluh dua) tahun
ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan Instansi/Lembaga setelah mendapat
pertimbangan dari Tim Penilai Akhir Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian dalam dan
dari Jabatan Struktural Eselon I.
Perpanjangan BUP sampai dengan 62 (enam puluh dua) tahun dilakukan secara selektif bagi
PNS yang menduduki jabatan struktural eselon I yang sangat strategis. Dengan demikian, tidak
semua PNS yang menduduki jabatan struktural eselon I dapat diperpanjang BUP-nya sampai
dengan 62 (enam puluh dua) tahun.


BAB XII
PENSIUNAN
1. PENDAHULUAN
Masalah pensiunan pada perusahaan swasta di negara kita, masih merupan masalah yang
belum mendapatkan perhatian sepenuhnya. Masalah masi merupakan suatu kenyataan
permberian jaminan hari tua kepada pegawai, dikala perusahaan memutuskan hubungan kerja
dengan pegawai karena pegawai telah berusia lanju, belum lagi umum dianut oleh perusahaan
swasta, terlebih lagi oleh perusahaan kecil di negara kita. Hal ini disebabkan oleh karena
perusahaan yang bersangkutan belum mempunyai keuangan yang kuat, sehingga pegawai yang
memberikan jasa nya selama berpuluh puluh tahun tidak dapat dihidupi oleh perusahaan, selama
pegawai yang bersangkutan tidak dapat lagi memberi nafkah.
2. PENGANBILAN INISIATIF DALAM PEMENSIUNAN
Dalam promosi, pemindahan dan pemberhentian maka hasil penilaian kecakapan merupakan
kriterium. Dengan begitu jelas bahwa dalam pemindahan dan pemberhentian, perusahaan
merupakan pengambil inisiatif pada tindakan-tindakan tersebut. Berlainan dngan pemindahan
dan pemberhentian dimana inisiatif diambil perusahaan berdasarkan data yang terdapat pada
penilaian kecakapan maka dalam pemensiunan kedua pihak sama-sama mempunyai dasar untuk
mengambil inisiatif.
3. CARA PEMBIAYAI PENSIUNAN

Dalam perusahaan yang sudah menganut sistem pemberian pensiun umumnya pembiayaan
pensiun dilakukan dengan memilih salah satu dari tiga cara.
Ketiga cara tersebut adlah sebagai berikut :
1. Dibiayai oleh pegawai
2. Dibiayai oleh perusahaan
3. Dibiayai secara bersama oleh kedua belah pihak

4. CONTOH PERATURAN PENSIUN

Saat dimana seseorang yang sudah tidak bekerja lagi karena usianya sudah lanjut atau atas
kemauan sendiri sehingga harus diberhentikan dinamakan dengan Pensiun. Sebelum memasuki
masa pensiun, kita hendaknya mengetahui mengenai jenis2 uang pensiun, dana pensiun dan
program apa saja yang ditawarkan oleh lembaga/perusahaan yang mengelola dana pensiun.

1.

Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Dalam pasal 167 UU No.13/2003 menyatakan bahwa :
Bila pengusaha telah mengikutkan pekerja pada program pensiun yang iurannya dibayar



penuh oleh pengusaha, maka pekerja tidak berhak mendapatkan:


uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 2;



uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 3.

Tetapi tetap berhak atas uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 4. (Pasal 167 ayat
1 UU No.13/2003).
Bila besarnya jaminan atau manfaat pensiun yang diterima oleh pekerja sekaligus dalam



program pensiun yang didaftarkan oleh pengusaha ternyata lebih kecil daripada jumlah
uang pesangon 2 kali ketentuan Pasal 156 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja 1 kali
ketentuan Pasal 156 ayat 3, dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 4,
maka selisihnya dibayar oleh pengusaha (Pasal 167 ayat 2 UU No.13/2003).
Bila pengusaha telah mengikutsertakan pekerja/buruh dalam program pensiun yang



iurannya/preminya dibayar oleh pengusaha dan pekerja/buruh, maka pekerja/buruh tetap
dapat memperoleh uang pesangon dari selisih uang pensiun yang didapat dari premi/iuran
yang dibayarkan oleh pengusaha. (Pasal 167 ayat 3 UU No.13/2003).
Bila pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang mengalami pemutusan



hubungan kerja karena usia pensiun pada program pensiun maka pengusaha wajib
memberikan kepada pekerja/buruh (Pasal 167 ayat 5 UU No.13/2003) yaitu :


uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2);



uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3); dan



uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

2.

. Undang-undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Pekerja formal di sektor swasta berhak atas skema jaminan hari tua, yang dikelola
oleh PT. Jamsostek dan berdasarkan mekanisme dana/tabungan wajib. Seperti yang diatur
dalam pasal 14 UU No.3/1992 :
“Jaminan Hari Tua dibayarkan sekaligus, atau secara berkala kepada seorang pekerja

ketika
a) ia telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun;
b) ia dinyatakan cacat tetap total oleh dokter” (pasal 14 ayat 1 UU No.3/1992).
“Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia, jaminan hari tua dibayarkan kepada
janda/duda atau anak yatim piatu dari pekerja” (pasal 14 ayat 2 UU No.3/1992).
3.

Undang-undang No. 11 tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai (Pegawai Negeri Sipil)
dan Pensiun Janda/Duda Pegawai
Undang-Undang ini mengatur mengenai jaminan hari tua bagi para Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dan santunan kematian bagi keluarga mereka. Pensiunan PNS dan
anggota militer berhak mendapatkan tunjangan pensiun bulanan dan tunjangan hari tua
yang dibayarkan sekaligus setelah mencapai usia pensiun. Tunjangan pensiun bulanan
berjumlah 2,5% dari gaji bulanan terakhir dikalikan dengan jumlah tahun pengabdian,
sampai maksimum 80%, sementara jumlah keseluruhan jaminan hari tua berdasarkan
perkalian jumlah tahun pengabdian, gaji akhir, dan 0,6 (faktor pengali yang ditentukan
oleh Menteri Keuangan).

5. PEMENSIUNAN PEGAWAI NEGERI DI INDONESIA
Pensiun adalah pemberhentian yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang kepada pegawai
di lingkungan kerjanya karena telah mencapai usia lanjut atau sebagai tunjangan atau balas jasa
yang diterima seorang pegawai karena dianggap telah melakukan tugas pekerjaannya dengan
baik selama masa aktif bekerja.
Sistem pensiun dibedakan menjadi tiga yaitu pertama, dana disediakan oleh pemberi kerja,
kedua, dana diperoleh dari pegawai atau karyawan dan ketiga, dana disediakan bersama oleh
pemberi kerja dan pegawai/karyawan.
Pensiun merupakan upaya untuk memberikan penghasilan kepada pegawai yang telah setia
mengabdi dan berjasa pada Negara. Hak pensiun tak terbatas pada pegawai saja tetapi diberikan
pula pada janda/ dudanya atau anaknya yang berusia di bawah 25 tahun. Pemberian hak pensiun

pada pegawai negeri dibedakan menjadi dua yaitu pertama, pemohon mengajukan berhenti
dengan hak pensiun yang telah memenuhi syarat dan kedua, pensiun karena telah mencapai batas
usia pensiun.
Dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 1969 ditegaskan bahwa pegawai
yang diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri berhak menerima pensiun pegawai,
jika pada saat pemberhentiannya telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 tahun dan
mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 20 tahun. Selain itu bisa juga karena penghapusan
jabatan, perubahan dalam susunan pegawai, penertiban aparatur Negara. Bisa pula diberhentikan
karena menjalani suatu tugas Negara yang kemudian tidak ditugaskan kembali sebagai Pegawai
Negeri Sipil.
Usia pegawai negeri untuk penetapan hak atas pensiun ditentukan atas dasar tanggal
kelahiran yang disebut pada pengangkatan pertama. Bila tanggal kelahiran hanya menyebutkan
tahunnya saja maka ditetapkan tanggal 1 Desember tahun kelahiran yang bersangkutan dan bila
hanya menyebutkan bulan dan tahunnya saja maka ditetapkan tanggal akhir bulan yang
bersangkutan.
Badan Kepegawaian Negara menerbitkan daftar nominatif Pegawai Negeri Sipil yang akan
pensiun untuk setiap instansi, kemudian diteruskan dengan memberitahukan kepada pegawai
yang akan pensiun selambat-lambatnya dalam waktu 1 tahun 3 bulan sebelum batas usia pensiun
dicapai. Setelah itu Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan surat permintaan
berhenti dengan hormat dengan hak pensiun.
Apabila pegawai yang akan memasuki usia pensiun tidak mengajukan permintaan berhenti
dengan hak pensiun maka yang bersangkutan diberhentikan dengan hak pensiun tepat pada
waktunya. Surat keputusan pemberhentian dengan hormat dengan hak pensiun diterbitkan oleh
pejabat yang berwenang selambat-lambatnya 3 bulan sebelum Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan berhenti dengan hak pensiun.