Sifat fungsional fisikokimia dan struktu

Tugas Review Jurnal
REKAYASA PROSES DAN PRODUK BERBASIS PATI
Dosen: Dr. Titi Chandra Sunarti, M.Si

SIFAT FUNGSIONAL, FISIKOKIMIA DAN STRUKTUR PATI JAGUNG
MODIFIKASI OKSIDASI IKATAN SILANG

Oleh :
RIZKA ARDHIYANA
F351140051

PRODI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

I.

PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Penggunaan native starch (pati asli) pada industri pangan modern sangat terbatas karena
sifatnya yang tergantung pada stabilitas panas rendah, ketahanan pada kondisi pH yang ekstrim,
tingkat retrogradasi yang tinggi dan nilai transmitan cahaya yang rendah. Sebagai contoh, pati
tergelatinisasi pada makanan beku membutuhkan sifat hidrofilik yang kuat dan tingkat
retrogradasi yang rendah. Namun, pati asli menunjukkan kecenderungan yang tinggi untuk
terjadinya retrogradasi dan sineresis yang mengarah ke kerusakan tekstur dan rasa, serta
memperpendek umur simpan. Oleh karena itu, sebagian besar pati asli yang digunakan dalam
aplikasi makanan praktis yang sebaiknya dilakukan modifikasi untuk mendapatkan perbaikan
sifat fungsional yang diinginkan. Modifikasi secara kimiawi merupakan cara klasik yang
digunakan untuk memperbaiki sifat fungsional pati secara efektif. Secara khusus, pati
termodifikasi bisa didapatkan dengan asetilasi, hydroxypropylated, ikatan silang (cross-linked),
oksidasi dan pati tereterifikasi (Carmona-Garcia et al. 2002).
Modifikasi pati secara kimia dapat mengubah struktur dari pati, berdampak pada sifat
fisikokimia pati ke berbagai derajat dan membuat pati menjadi sesuai untuk diaplikasikan ke
industri. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan modifikasi tunggal, pati termodifikasi komposit
menghasilkan sifat yang lebih baik dan penggunaannya yang luas.
Pada jurnal ini dipilih pati jagung sebab penulis berasal dari Cina dimana jagung
merupakan hasil pertanian yang itama di Cina dan produksi pati jagung mencapai 80% dari total
produk pati yang lainnya. Sampai saat ini, kebanyakan studi dan penelitian terfokus pada pati

termodifikasi tunggal, seperti pati jagung teroksidasi dan pati jagung ikatan silang. Pada
dasarnya, pati teroksidasi memiliki sifat fungsional yang unik seperti viskositas yang rendah
pada konsentrasi padatan yang tinggi, kejernihan, pembentuk film, dan sifat pengikatan (Chang
et al. 2008). Di samping juga ikatan silang (cross-linking) dapat menstabilkan granula dan
menguatkan pati yang rapuh/lembut, mengarah pada viskositas yang tinggi, lebih baik tahan
terhadap asam, panas dan geser serta kurang cenderung mengalami breakdown dibandingkan
dengan pati asli.

Akan tetapi, beberapa peneliti tertarik pada pati termodifikasi komposit dengan dua
atau lebih metode. Khususnya pada proses oksidasi dan ikatan silang yang menggunakan pati
jagung. Meskipun Chen dan Wang (2006) telah melakukan penelitian terhadap sintesis pati
jagung oksidasi ikatan silang, mereka hanya terfokus pada kebiasaan adsopsi dari ion kalsium
bukan terfokus pada fungsi fungsional dari pati yang telah dioksidasi dengan ikatan silang
oksidasi tersebut.

1.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian Liu et al. 2013 ini adalah menyiapkan pati termodifikasi dengan 2
metode yang digabungkan (modifikasi ganda dengan oksidasi ikatan silang). Penentuan sifat
fisikokimia pati asli, ikatan silang, oksidasi dan oksidasi ikatan silang dengan menggunakan
DSC, FTIR dan XRD. Selain itu juga menentukan sifat fungsional termasuk transmitansi cahaya,

tingkat retrogradasi dan stabilitas freeze-thaw (beku-leleh) untuk empat jenis pati yang diteliti.

II.

METODOLOGI

2.1. Bahan
Bahan yang digunakan adalah pati asli yang berasal dari Hengren Trade & Industry Co.,
LTd., Shandong China. Sodium trimetaphosphate (STMP) dan hidrogen peroksida dari Puxiu
Biotechnology Co., Ltd, Hanzhou China. Semua bahan kimia dan reagen yang dipakai dalam
penelitian merupakan analytical grade.
2.2. Persiapan pati jagung ikatan silang
Ikatan silang pati dengan STMP disiapkan dengan metode sebagai berikut: sebanyak 30 g
pati jagung, air distilasi 45 ml dan STMP 0.6 g dicampur pada reaktor. Pencampuran disesuaikan
pHnya menjadi 10 dengan beberapa tetes NaOH 1 M dengan pengadukan manual yang pelan
menggunakan spatula kaca. Slurry yang terbentuk diaduk terus menerus dan dipanaskan pada
suhu 45 oC selama 30 menit.

2.3. Persiapan pati jagung teroksidasi
Slurry pati jagung yang mengandung 40% padatan kering dipersiapkan dan disesusaikan

pHnya menjadi 8 dengan NaOH. Suhu diatur pada 45 oC. Ferrous sulfat (0.07% dari jumlah pati)
ditambahkan sebagai katalis dan larutan hidrogen peroksida juga ditambahkan tetes demi tetes ke
dalam campuran reaksi selama 15 menit untuk mendapatkan konsentrasi akhir 12% (dari pati).
2.4. Persiapan oksidasi ikatan silang pati jagung
Slurry hasil proses ikatan silang dengan slurry hasil oksidasi direaksikan. Reaksi
dilakukan selama 3 jam pada suhu yang sama, kemuadian slurry dinetralkan hingga pH 6.5
dengan HCl 1 M. Sampel kemudian difiltrasi dan dicuci dengan air sampai filtrat memberikan
respon yang negatif terhadap larutan silver nitrat. Kemudian sampel yang terkumpul dikeringkan
suhu 40 oC selama 24 jam, dihancurkan dan diayak pada 80 mesh.
2.5. Penentuan kadar gugus karboksil
Kadar gugus karboksil pati ditentukan dengan metode sebagai berikut: sampel pati
sebanyak 5 g diaduk dalam 25 ml HCl 0.1 M selama 30 menit. Kemudian slurry difiltrasi dan
dicuci dengan air distilasi sampai bebas dari ion klorida. Ampas yang tersaring dipindahkan ke
gelas reaksi 600 ml dan ditambahkan air distilasi sebanyak 300 mL. kemudian dipanaskan pada
water bath dengan pengadukan selama 15 menit untuk memastikan proses gelatinisasi telah
tercapai. Sampel yang masih panas kemuadian dititrasi dengan NaOH 0.1 M dan fenolphthalein
sebagai indikator. Penentuan blanko dibuat dengan memperlakukan pati asli dengan cara yang
sama namun diaduk pada 25 ml air distilasi sebagai ganti dari HCl 0.1 M.
2.6. Kelarutan
Kelarutan diukur dengan cara sebanyak 0.4 g sampel dicampur dengan 40 ml air. Dispersi

pati diaduk selama 1 jam pada suhu ruang dan dipanaskan pada suhu 80 oC di dalam water bath
selama 30 menit. Pasta pati yang masih panas didinginkan pada suhu ruang pada iced water bath
dan disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit.
Solubility ( )=

weight of dissolved solids∈supernatant
x 100
weight of starch sample ∈dry basis

2.7. Transmitansi cahaya
Kejernihan pasta ditentukan menggunakan metode sebagai berikut: sebanyak 50 g (basis
berat kering) dari pati asli dan pati termodifikasi disespensikan pada 5 ml air distilasi
menggunakan 10 ml tabung reaksi kapas terpasang. Suspensi dipanaskan pada water bath

mendidih selama 30 menit (dengan goncangan konstan untuk 5 menit pertama dan setelahnya
digoyangkan sesekali saja). Setelah itu didinginkan pada suhu ruang, persentase transmitan (5)
ditentukan pada 650 nm pada spektrofotometer UV.
2.8. Sifat retrogradasi
Suspensi cair dari pati (1 g/100 g) dipanaskan pada suhu air mendidih selama 15 menit
untuk mendapatkan pati tergelatinisasi. Kemudian dimasukkan ke gelas ukur dengan penutup

(100 ml) dan didinginkan pada suhu ruang serta disimpan pada tempat yang aman. Volume
supernatant dicatat setelah disimpan pada 2, 4, 6, 8, 24, 48, 72 jam untuk memonitor
kecenderungan retrogradasi.
Tingkat supernatan ( ) =

volume supernatan
x 100
volume pasta

2.9. Stabilitas freeze-thaw
Stabilitas freeze-thaw diukur dengan cara suspense cair dari pati dipanaskan pada suhu 95
o

C dibawah pengadukan konstan selama 30 menit kemudian didinginkan pada suhu ruang. Pasta

ditimbang (15 g) dan ditempatkan pada tabung sentrifugasi sebagai sampel yang akan diuji
stabilitasnya pada siklus freeze-thaw dengan membekukan pada suhu -18 oC selama 24 jam dan
dicairkan pada suhu 30 oC selama 1.5 jam, diikuti dengan sentrifigasi pada 3000 r/min selama 10
menit. Supernatant dihilangkan dari gel ditimbang untuk menunjukkan persentase dari cairan
yang terpisah per berat total dari sampel pada tabung sentrifugasi. Pada penelitian ini dilakukan 4

kali siklus freeze-thaw.
2.10. Differential scanning calorimetry (DSC)
Sifat termal dari sampel ditentukan menggunakan alat Mettler Toledo DSC. Sebanyak 4-5
mg sampel ditimbang dan ditambahkan air distilasi sebanyak 10 µl. Wadah kemudian disegel dan
dipindahkan ke pan pemanas dari DSC. Pan yang kosong dipakai sebagai referensi dan sampel
dipanaskan dari 20 sampai 120 oC pada tingkat 10 oC/min. suhu gelatinisasi (To), suhu puncak
(Tp), suhu akhir (Tc) dan entalpi gelatinisasi (∆H) dicatat menggunakan software.
2.11. FTIR
FTIR spectra dari perbedaan pati termodifikasi dicatat dengan FTIR pada panjang
gelombang 4000 sampai 400 cm-1. Sampel disimpan pada suhu 40 oC selama 48 jam untuk
menghilangkan air terserap sebelum dilakukan pengujian.

2.12. X-ray diffraction (XRD)
Pola X-ray serbuk dari pati jagung termodifikasi dan pati jagung asli didapatkan
menggunkan X-ray diffractometer (X’Pert Pro, Phillips, Almelo, Netherland). Jarak 2θ adalah
10-70o dengan voltase target 40 kV, target saat ini 40 mA. Radiasi Ni-filtered Cu Kα dipakai
sebagai sumber X-ray.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Kadar gugus karboksil
Kadar gugus karboksil menjadi indikator tingkat oksidasi dari pati. Gugus karboksil

diproduksi dengan oksidasi gugus hidroksil menggunakan hidrogen peroksida. Kadar gugus
karboksil dari oksidasi dan ikatan silang oksidasi pati jagung adalah 0.039% dan 0.166%. hal ini
menunjukkan bahwa pati lebih mudah teroksidasi setelah dilakukan ikatan silang. Di samping
itu, untuk mencapai tingkat oksidasi yang sama, pati ikatan silang dapat menggunakan oksidan
lebih sedikit dibandingkan dengan pati asli. Ikatan silang dapat mencegah molekul pati
membentuk kembali seperti awal selama pengeringan, yang menunjukkan struktur molekul yang
lebih terbuka. Sehingga molekul oksidan dapat mencapai bagian dalam pati untuk memfasilitasi
oksidasi.
3.2. Kelarutan
Ketika pati dipanaskan pada air panas, keluarnya (leaching) granula pati yang
membengkak mempengaruhi kelarutan pati. Kelarutan pati asli adalah 4.5% pada suhu 80 oC.
Berdasarkan penelitian terdahulu, ikatan silang tampaknya meningkatkan ikatan antara molekul
pati dan mempertahankan integritas granula pati karena ikatan kovalen tambahan dari gugus
fosfat sehingga granula pati terikat sangat erat (Yeh & Yeh 1993). Hasil kelarutan dari pati ikatan
silang adalah meningkat 3.63% dibandingkan dengan pati asli. Hal ini menunjukan bahwa ikatan
silang pati menghambat pembengkakan granula setelah gelatinisasi, menghasilkan pasta dan
tidak ada proses gelatinisasi dalam pendinginan berikutnya.
Kelarutan dari pati teroksidasi dan pati oksidasi ikatan silang adalah 22.12% dan 30.37%,
terlihat bahwa kedua pati termodifikasi tersebut memiliki tingkat kelarutan yang lebih tinggi
dibandingkan pati asli. Pertama, degradasi dari molekul pati meningkatkan pergerakan molekul


pati. Kedua, penempelan dengan gugus karboksil membuat pati lebih mudah dicampur dengan
air. Sedangkan tingkat kelarutan dari pati oksidasi ikatan silang lebih tinggi dibandingkan pati
teroksidasi yang mungkin dikaitkan dengan kelompok karboksil yang lebih menempel.
3.3. Transmitansi cahaya
Transmitansi dari pasta pati berkaitan erat dengan kelarutan pati. Sebuah sinyal transmisi
yang tinggi menunjukkan pati membengkak lengkap dari bentuk awalnya yaitu butiran. Pada
Gambar 1 menunjukan nilai transmisi cahaya dari empat jenis pati.

Gambar 1. Transmisi cahaya dari pati asli, pati ikatan silang, pati teroksidasi dan pati ikatan
silang teroksidasi
Nilai transmitansi cahaya dari pati teroksidasi dan pati ikatan silang teroksidasi adalah
meningkat sangat signifikan. Berturut-turut dari 41.87% (pati asli) ke 89.73% dan 93.47%. Hal
ini menunjukan keberadaan gugus hidrofilik (terutama gugus karboksil) pada pati teroksidasi
berpengaruh terhadap nilai transmitan yang lebih tinggi. Gugus karboksil dapat meningkatkan
kombinasi antara molekul pati dan molekul air. Selain disebabkan keberadaan gugus karboksil
yang menyebabkan nilai transmitan yang semakin tinggi, kejernihan pasta disebabkan pula oleh

pecahnya granula pati yang bengkak dan karena disintegrasi struktur pada granula. Gugus
karbonil dan karboksil pada dua tahap modifikasi meningkatkan kejernihan pasta.

Namun nilai transmitan pada pati ikatan silang lebih rendah daripada pati asli sebagaimana
yang ditunjukan pada Gambar 1. Pati ikatan silang menunjukan volume swelling yang lebih
rendah dan kelarutan yang lebih rendah, karena ikatan silang dianggap menguatkan granula pati
dan meningkatkan integritas butiran yang bengkak. Oleh karena itu, butiran cenderung
memantulkan cahaya daripada mentransmisinya, sehingga nilai kejernihanya lebih rendah.
Namun, kejernihan pati ikatan silang menurun disebakan tidak lengkapnya disintegrasi setelah
gelatinisasi. Hasil ini konsisten dengan laporan sebelumnya (Jyothi et al. 2006), yang
menyatakan bahwa transmisi cahaya dari pasta pati lebih rendah untuk pati singkong setelah
cross-linking.
3.4. Sifat retrogradasi
Seperti yang terlihat pada Gambar 2, setelah 24 jam, tingkat supernatant dari pati asli,
ikatan silang dan teroksidasi berturut-turut adalah 71.91%, 62.74% dan 45.42%. delaminasi dari
pati teroksidasi ikatan silang hasilnya tidak jelas meskipun terlihat delaminasi bertahap setelah
dibiarkan 36 jam.

Gambar 2. Sifat retrogradasi dari pati asli, ikatan silang, teroksidasi dan oksidasi ikatan silang
Sifat retrogradasi berhubungan dengan kandungan amilosa dan ukuran (panjang rantai)
dari molekul pati, menggambarkan kemampuan kombinasi antara granula pati dan air.
Berdasarkan penelitian terdahulu, amilosa menunjukan ruang penghambatan yang lebih sedikit
dan lebih mudah untuk terlepas (leaching). Hal ini menyebabkan kandungan amilosa yang tinggi


memberikan kecenderungan tingkat retrogradasi yang kuat. Disamping pula panjang rantai yang
juga mempengaruhi retrogradasi (Fredrikson et al. 1991).
Dengan naiknya batas oksidasi dan degradasi dari molekul pati, penurunan kadar amilosa
dapat menyebabkan penurunan tingkat retrogradasi. Lebih lanjut, penempelam gugus karboksil
akan menghalangi rantai berasosiasi ulang dan meminimalkan retrogradasi. Dan juga dengan
meningkatnya kadar gugus karboksil, tingkat retrogradasi dari pati akan menurun. Sehingga
dapat dibuktikan bahwa pati termodifikasi secara dua tahap menunjukan tingkat retrogradasi
yang rendah dibandingkan dengan jenis pati yang lainnya.
Tingkat retrogradasi pati ikatan silang cenderung lebih rendah dibandingkan pati asli.
Menurut mekanisme retrogradasi, hal ini dikaitkan dengan penempelan gugus fosfat yang
mampu menggabungkan air dan membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil amilase
sehingga ikatan hidrogen mencgeah rantai terlepas (leaching).
3.5. Stabilitas freeze-thaw
Hasil dari pengujian stabilitas freeze thaw dapat dilihat pada gambar 3. Tingkat
kehilangan air berhubungan dengan stabilitas freeze-thaw pati. Kehilangan kadar air yang rendah
menunjukkan tingkat stabilitas freeze-thaw yang tinggi. Setelah empat siklus freeze-thaw, air
yang hilang pada pati jagung berturut-turut sebagai berikut: pati oksidasi ikatan silang 60.44%,
pati asli 44.20%, pati ikatan silang 24.08% dan pati teroksidasi 19.80%. Pati asli menunjukan
tingkat stabilitas freeze-thaw yang buruk. Setelah siklus pertama, tingkat kehilangan air pada pati
asli sebanyak 33.5% sedangkan tingkat kehilangan air meningkat menjadi 40.08% pada siklus
kedua.
Hasil kontroversi terjadi pada stabilitas freeze-thaw pati teroksidasi. Beberapa penelitian
mengindikasikan bahwa tingkat kehilangan air pada pati dengan tingkat oksidasi yang tinggi
lebih tinggi dariapada pati asli (Li et al. 2008; Matsugama et al. 2009). Namun pada penelitian
ini, tingkat kestabilan freeze-thaw pada pati dengan kadar oksidasi yang rendah lebih baik
dibandingkan dengan pati asli. Hal ini sesuai juga dengan penelitian Tan (2011) yang
menyatakan bahwa semakin banyak jumlah gugus karboksil yang berasal dari proses oksidasi
pada pati menyebabkan stabilitas freeze-thaw yang lebih baik. Alasannya penempelan gugus
karboksil dapat menghalangi terjadinya leaching amilosa karena terikat pada ikatan hidrogen
sehingga mengurangi kecenderungan retrogradasi. Pada waktu yang sama, kuatnya kemampuan
hidrofilik pada gugus karboksil dapat mencegah hilangnya air pada pasta pati dan meningkatkan

water retention. Sama halnya denngan transmitansi dan tingkat retrogradasi, tingginya kadar
gugus karboksil menyebabkan stabilitas freeze-thaw yang lebih baik.

Gambar 3. Stabilitas freeze-thaw pada pati asli, ikatan silang, oksidasi dan oksidasi ikatan silang
Namun, untuk pati dengan modifikasi dua tahap menunjukan hasil stabilitas freeze-thaw
yang lebih rendah dibandingkan dengan pati asli, yang mengindikasikan ketidakkonsistenan hasil
dengan dua pengujian yang lain. Kadar gugus karboksil pada pati modifikasi dua tahap adalah
0.166% dan lebih tinggi dibandinkan pati teroksidasi (0.039%), hal ini dikarenakan pada tingkat
oksidasi yang tinggi, pasta pati akan menghasilkan viskositas yang rendah yang tidak dapat
membentuk sistem gel setelah freezing. Sehingga pasta akan menghilangkan banyak air selama
proses freeze-thaw. Hal ini juga sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa
tingkat kehilangan air pada pati singkong teroksidasi ikatan silang dengan STMP dan hidrogen
peroksida lebih dari 80% (Li et al. 2008).
Stabilitas freeze-thaw dari pati ikatan silang lebih baik dibandingkan pati asli, yang
menunjukan peran dari penempelan gugus fosfat. Molekul pati membengkak sehingga ukuran
pati menjadi lebih besar. Di samping itu sifat gugus fosfat yang hidrofilik sehingga pasta dapat
membentuk gel tiga dimensi secara stabil setelah proses freezing.
3.6. Sifat termal
Parameter gelatinisasi DSC pada empat jenis pati dapat dilihat pada tabel 1. Pati asli
memiliki suhu puncak gelatinisasi pada 69.26 oC, dengan entalpi gelatinisasi 9.69 J/g. transisi
tunggal ini berhbungan dengan disasosiasi dari molekul amilosa dan amilopektin di dalam

granula pati dan terlepasnya amilosa ke fase setelahnya (Carmona-Garcia et al. 2009). Ikatan
silang pati dengan STMP menunjukkan peningkatan pada tiga suhu transisi namun menurunkan
nilai etalpi (p < 0.05). Hasil ini mengkonfirmasi bahwa penempelan STMP pada pati menguatkan
struktur molekul pada molekul pati sehingga gelatinisasi dapat terjadi pada suhu yang lebih
tinggi. Sama halnya dengan penelitian Carmona-Garcia et al. (2009) pada pengaruh perbedaan
tipe reagen ikatan silang pada karakteristik fisikokimia dan fungsional dari pati pisang yang
menemukan bahwa pati termodifikasi dengan STMP/ STT (sodium tripolyphisphate) dan EPI
(epoxy chloropropane) menghasilkan peningkatan tiga suhu transisi namun menurunkan nilai
entalpi. Di samping itu, Chatakanonda et al. (2000) juga menemukan bahwa suhu gelatinisasi
meningkat signifikan seiring peningkatan tingkat ikatan silang dengan STMP/STPP. Namun
secara umum, entalpi gelatinisasi tidak berdampak pada ikatan silang yang menunjukan bahwa
daerah kristalin pada sampel ikatan silang telah meleleh secara lengkap.

Tabel 1. Sifat termal pati asli, ikatan silang, teroksidasi dan oksidasi ikatan silang
Pada pati teroksidasi dan oksidasi ikatan silang menunjukan bahwa tiga suhu meningkat
seiring dengan proses oksidasi (Tabel 1), namun jarak gelatinisasi (T c-To) menurun. Pada
umumnya gugus karboksil yang menempel pada pati dapat menstabilkan struktur dan
meningkatkan kebutuhan energi untuk proses gelatinisasi pati. Sanchez-Rivera et al. (2005)
mengusulkan hidrolisis daerah amorf dapat menigkatkan To dan Tp. Namun nilai entalpi dari pati
teroksidasi dan oksidasi ikatan silang lebih rendah dibandingkan pati asli. Sanchez-Rivera et al.
(2009) yang memakai sodium hypochlorite sebagai oksidan menyatakan bahwa kemungkinan
terjadi de-polimerisasi (Gambar 7d) pada molekul amilosa dan amilopektin yang dihasilkan pada
peningkatan entalpi gelatinisasi. Menurut Sanchez-Rivera et al. (2005), nilai entalpi menurun
karena konsentrasi chlorine aktif meningkat. Nilai entalpi dari pati teroksidasi dan oksidasi
ikatan silang hampir sama karena kadar oksidan (hidrogen peroksida) yang diapakai sama.

3.7. FTIR
Seperti yang ditunjukan pada Gambar 4, tidak terjadi perubahan signifikan yang dideteksi
pada pola spektroskopi FTIR dari pati ikatan silang, kecuali pada nilai absorbansi 1017 cm -1
dimana intensitas absorbsi lebih besar dibandingkan pati asli. Berdasarkan struktur kimia STMP
dan peregangan getaran dari senyawa ester fosfat, terdapat pita dari pergangan getaran absorpsi
P-O-C pada area fingerprint dimana rasio absorbansinya 1050-955 cm -1. Namun absrbansi P=O
(1400-1150 cm-1) lebih lemah dibandingkan P-O-C (1016.28 cm-1) pada penelitian ini. Rasio
absorbansi pada 1642 cm-1 dipakai untuk menunjukan ikatan intramolekuler hidrogen. Pada pati
asli, puncaknya tajam pada 1642 cm-1. Namun puncak absorbansi pada pati ikan silang tidak
setajam pati asli dimana dikaitkan dengan keberadaan ikatan hidrogen. Hasil ini menunjukkan
bahwa proses ikatan silang berjalan dengan sukses.

Gambar 4. Spektroskopi FTIR pada pati asli dan pati termodifikasi
Gugus hidroksil dapat teroksidasi menjadi gugus karbonil dan gugus karboksil pada
meolekul pati. Perubahan gugus ini dapat dilihat pada hasil FTIR. Spektra menunjukan bahwa
pati asli dan pati teroksidasi meniliki kemiripan sifat. Pada daerah dasar, puncak absopsi pada
3426.7 cm-1 dan 2929.5 cm-1 adalah getaran peregangan dari –OH dan –CH2 pada unit glukosa.
Absorpsi pada 1650 cm-1 merupakan tanda khas pada spektra untuk pati dan turunannya dimana
ditunjukan oleh getaran H2O, jumlah gugus hidroksil pada molekul pati yang menujukan absopsi
air (Zhang et al. 2012). Dibandingkan dengan pati asli, nilai absopsi pada 1609 cm -1, sifat tanda

absopsi dari gugus karboksil dapat dilihat pada pati teroksidasi dan oksidasi ikatan silang. Lebih
lanjut, peningkatan absorpsi pada 1609 cm-1 pada pati termodifikasi dua tahap dapat dilihat, yang
menunjukan formasi dari gugus karboksil. Hal ini menunjukan kandungan karboksil. Namun
pada absorpsi 1735.6 cm-1 tidak terlihat. Hal ini dimungkinkan karena tingginya tingkat oksidasi
(40.5%) dan jumlah gugus karbonil yang banyak didapatkan pada penelitian ini. Di samping itu,
absorpsi pada 1200-1000 cm-1 sedikit melemah dimana ditunjukan dengan adanya ikatan C-O-C
pada unit glukosa yang rusak akibat degradasi pati.
3.8. X-ray diffraction (XRD)
Hasil XRD pada pati asli dan pati termodifikasi dapat dilihat di Gambar 5 dengan variasi
intensitas cahaya dengan sudut 2θ. Difraktogram pada pati asli dicatat pada sudut puncak 15.10 o,
17.10o, 22.58o dan 33.77o, dimana mengindikasikan pati jagung asli termasuk ke struktur tipe A.
sedangkan difraktogram dari pati ikatan silang mirip dengan pati asli. Karena fosforilasi tidak
memiliki efek yang signifikan terhadap pola XRD dari pati asli, hal ini menunjukan bahwa
ikatan silang terkonsentasi pada daerah amorf dari granula pati (Hoover & Sosulski 1991).

Gambar 5. Difraktogram X-ray dari pati asli dan pati termodifikasi
Berdasarkan hasil penelitian ini, pati teroksidasi tidak memiliki perubahan pola XRD,
dimana berbeda dengan hasil penelitian Zhang et al. (2012) yang menemukan bahwa struktur
original kristalin telah rusak dan struktur Kristal baru terbentuk selama proses oksidasi.
Penyebab utama dimungkinkan karena granula pati telah rusak pada proses gelatinisasi.

Sedangkan pada penelitian ini, tidak terlihat jelas perubahan pola XRD dikarenakan oksidasi
utama terjadi pada daerah amorf dan menyebabkan perubahan kecil pada struktur kristal.
3.9. Struktur pati jagung oksidasi ikatan silang
Modifikasi pati dengan ikatan silang dan oksidasi merupakan metode umum dalam
produksi pati termodifikasi. Seperti yang disebutkan di atas, pati oksidasi ikatan silang
menunjukan sifat tertentu yang memungkinkan terkait dengan struktus yang khusus. Oleh karena
itu, struktur pati oksidasi ikatan silang dapat ditunjukan pada Gambar 6.

Gambar 6. Struktur pati teroksidasi ikatan silang
Ikatan silang dapat meningkatkan stabilitas granula dengan ikatan kovalen yang baru dan
menyediakan sifat fungsional yang diinginkan (Singh et al. 2007). Reaksi antara STMP
membentuk gugus fosfat. Gusus hidroksil dari pati dan gugus multiple fungsional dari STMP
dapat membentuk ikatan fosfodiester. Ikatan ini dapat terjadi anatara C 2 dan C2/C3, C6 dan C6
atau C6 dengan C2/C3 pada cincin glukosa (Gambar 6a, b,c), dimana telah terkonfirmasi pada
spektroskopi FTIR. Ikatan ini dapat terhubung dangan dua atau lebih molekul pati dan
membentuk struktur jaringan ruang multidimensi. Pati ikatan silang selalau memiliki tingkat
subsitusi yang rendah, dikarenakan ikatan silang bereaksi di antara granula pati. Distribusi dari
ikatan silang tidak terlalu padat sehingga tidak dapat menghambat proses oksidasi, sesuai yang
dijelaskan pada poin 3.1.

Pada kehadiran katalis metal, mekanisme oksidasi dari hidrogen peroksida dengan pati
sangatlah rumit dan dapat terjadi reaksi berantai radikal. Hidrogen peroksida cepat
didekomposisi sehingga menhasilkan radikal hidroksil (•OH) pada kondisi katalis metal. Radikal
bebas aktif ini sangat bereaksi dengan karbohidrat dengan memisahkan hidrogen dari gugus C-H
pada cincin gula, membentuk radikal (R CHOH). Radikal akan dikatalisasi lebih lanjut dengan
asam atau basa dan diatur ulang bentuknya mengakibatkan pembelahan ikatan glikosidik
(Gambar 6d) dan gugus karbonil. Karbonil dapat terjadi pada cincin gula C2 atau C3 (Gambar
6e) namun gugus karbonil mengalami reaksi lebih lanjut dan membentuk gugus karboksil. Di
samping itu, dapat juga terjadi hidroksil dari C 6 dioksidasi menjadi gugus karboksil (Gambar 6f).
pati ikatan silang lebih mudah dioksidasi dan gugus hidroksil dapat dioksidasi dan membetuk
lebih banyak gugus karboksil dan gugus karbonil.

IV. KESIMPULAN
Telah terlihat jelas perubahan struktur dari pati termodifikasi apapun bentuk
modifikasinya. Berdasarkan hasil DSC, FTIR dan XRD, tidak hanya dikonfirmasi bahwa reaksi
(oksidasi dan ikatan silang) berlangsung dengan sukses namun juga menunjukan bahwa reaksi
berlangusng pada daerah amorf pada pati jagung. Pada dasarnya bentuk struktur dari pati
oksidari ikatan silang telah tergambar jelas. Penempelan ikatan silang membuat proses oksidasi
lebih mudah terjadi dan penempelan gugus hidrofilik dengan oksidasi dapat menambah kapasitas
pengikatan air dan meningkatkan transmitan cahaya serta menurunkan tingkat retrogradasi.
Namun terlalu banyak gugus hidrofilik dapat menurunkan stabilitas freeze-thaw. Kesimpulannya,
pati oksidasi ikatan silang menunjukan sifat hidrofilik yang lebih kuat dibandingkan tiga jenis
pati yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Putaka Utama:
Liu, Jianhua., Wang, B., Lin, L., Zhang, Jianyou., Liu, W., Xie, Jianhua. 2013. Functional,
psychochemical properties and structure of cross-linked oxidized maize starch. Food
Hydrocolloids, 36, 45e52.
Pustaka pendukung:
Carmona-Garcia, R., Sanchez-Rivera, M., M., Mendez-Montealvo, G., Garza-Montoya, B.,
Bello-Perez, L.A., 2009. Effect of the cross-linked reagent type on some morphological,
physichochemical and functional characteristics of banana starch (Musa paradisiaca).
Carbohydrate Polymers, 76, 117e122.
Chang, P. S., Park, K. O., Shin, H.K., Suh, D. S., Kim, K. O. 2008. Physichochemical properties
of partially oxidized corn starch from bromide-free tempo-medicated reaction. Journal of
Food Science, 73, 173e178.
Chatakanonda, P., Varavinit, S., Chinachoti, P., 2000. Effect of crosslinking on thermal and
microscopic transitions of rice starch. Lebensmitte;-Wissenschaft Un-Technologie-Food
Science and Technology, 33, 276e284.
Chen, Y. X., Wang, G. Y. 2006. Synthesis of crosslinked oxidized starch and its adsoption
behavior for calcium ion. Journal of Applied Polymer Science, 102, 1539e1546.
Fredrikson, H., Silverio, F. W. 1991. Composition, structure, functionality and chemical
modification of legume starches. Canadian Journal of Physiology and Pharmacology, 69,
79e92.
Jyothi, A. N., Moorthy, S. N., Rajashekaram, K. N. 2006. Effect of cross-linking with
epichlorohydrin on the properties of cassava ( Manihot esculenta crants) starch. Starch
Starke, 58, 292e299.
Li, F. L., Tong, Z. F., Ma, C. A., Wei, Q. L. 2008. Preparation of cassava crosslinking-oxidized
starch ant its properties. Modern Food Science and Technology, 25, 157e161.
Matsuguma, L. S., Lacerda, L. G., Schnitzler, E., Carvalho, M. A., Franco, C. M. L., Demiate, I.
M. 2009. Characterization of native and oxidized starches of two varieties of Peruvian
carrot from two production are of Parana state, Brazil. Brazilian Achieve of Biology and
Technology, 52, 701e713.
Sanchez-Rivera, M. M., Garcia-Suarez, F. J. L., Del Valle, M. V., Gutieres-Mearz, F., BelloPerez, L.A. 2005. Partial characterization of banana starches oxidized by different levels of
sodium hypochlorite. Carbohydrate Polymers, 62, 50e56.
Sanchez-Rivera, M. M., Mendez-Montealvo, G., Nunez-Santiago, C., de la Rossa-Millan, J.,
Wang, Y. J., Bello-Peraz, L.A. 2009. Phisichochemical properties of banan starch oxidized
under different conditions. Starch-Starke, 61, 206e213.
Singh, J., Kaur, L., McCarthy, O. K. 2007. Factors influencing the physicochemical
morphological, thermal and rheological properties of some chemically modified starches
for food applications: a review. Food Hydrocolloids, 21, 1e22.
Tan, Y. Q. 2011. Property and characterization of potato oxidized starch. Cereal & Oils, 2, 10e12.
Yeh, A. I., Yeh, S. L. 1993. Some characteriics of hydroxypropylated and cross0linked rice starh.
Cereal Chemistry, 70, 596e601.

Zhang, Y. R., Wang, X. L., Zhao, G. M., Wang, Y. Z. 2012. Preparation and properties of
oxidized starch with high degree of oxidation. Carbohydrate Polymers, 87, 2554e2562.