Birokrasi dan Demokrasi docx 1

BIROKRASI DAN DEMOKRASI
“Relasi Positif Antara Birokrasi Dan Demokrasi”

Kelompok 7
Nama Anggota:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Agus Ma’arif
Danty Tri P.
Fajar Danny
Hafidz Jodi P.
Meilinda A.
Rivi Aulia

(13/348056/SP/25760)
(13/347863/SP/25694)

(10/299787/SP/24219)
(13/347874/SP/25701)

Jurusan Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada

A. Latar Belakang Masalah

Berbicara tentang birokrasi seringkali kita langsung mengasumsikan sebagai sebuah
prosedur yang berbelit, panjang dan memakan waktu lama, dan beberapa asumsi negatif lainnya
tentang birokrasi. Asumsi tersebut akan lebih kuat lagi apabila kita membahas birokrasi yang
sifatnya formal, baik itu negeri maupun swasta. Namun apakah sudah menjadi hal yang sulit
dirubah bahwa birokrasi selalu menghambat kemudahan, kemajuan dan perkembangan sistem
politik khususnya mempersempit ruang demokrasi. Birokrasi sebagai suatu sistem organisasi
formal pertama kali dimunculkan oleh Max Weber1 pada tahun 1947. Menurutnya birokrasi
merupakan tipe ideal bagi sebuah organisasi formal, ciri organisasi yang mengikuti sistem
birokrasi ini adalah adanya pembagian kerja dan spesialisasi, orientasi impersonal, kekuasaan
hierarkis, peraturan-peraturan, karir yang panjang dan efisiensi. Target utama dari birokrasi ini
adalah mencapai efisiensi kerja yang seoptimal mungkin. Birokrasi memainkan peran aktif di

dalam proses politik di kebanyakan negara dan birokrasi menggunakan banyak aktifitas-aktifitas
yang diantaranya adalah tentang usaha paling penting dalam implementasi pembuatan undangundang, persiapan proposal legislatif, peraturan ekonomi, lisensi dalam perekenomian dan
masalah-masalah professional, dan membagi pelayanan kesejahteraan (Herbert M.Levine, 1.982:
241). Masyarakat yang dibentuk dan diperintah oleh para birokrat akan menjadi masyarakatmasyarakat birokratis yang nantinya masyarakat tersebut akan menjadi birokrasi-birokrasi
masyarakat yang patuh dan tunduk pada pengaruh sikap-sikap dan nilai-nilai birokrat, karena
adanya perubahan sikap dari masyarakat akan bergantung kepada pengaruh para birokrat.
Selama masih ada tipe pejabat negara dan seperangkat nilai yang dianggap sebagai
bagian inheren dalam demokrasi yang sebenarnya, maka masalah birokrasi dan demokrasi tidak
akan pernah berhenti. Cara pandang tentang demokrasi dari waktu ke waktu mengalami
perkembangan sejalan semakin dengan kompleksnya hubungan antar warga. Esensi dari
demokrasi adalah bahwa rakyat memerintah atau melakukan pemerintahan oleh dirinya
(government by the people). Demokrasi mengimplikasikan adanya kebebasan sipil dan politik
bagi seluruh warga masyarakat. Usaha demokratisasi masih memerlukan rentang waktu yang
cukup panjang bagi lembaga-lembaga politik, rezim yang memerintah, maupun nilai
masyarakatnya sendiri dalam memaksimalkan upaya yang ada menuju iklim demokratisasi yang

1 Seorang ahli ekonomi politik dan sosiolog dari Jerman yang dianggap sebagai salah satu pendiri ilmu sosiologi dan
administrasi negara modern

diinginkan.2 Konsep birokrasi dan demokrasi mungkin terkesan bertentangan. Namun,

sesunggunya keduanya diperlukan demi terciptanya pemerintahan yang efektif dan responsif.
Keduanya menyediakan manfaat bagi masyarakat. Responsifnya pemerintahan demokratis harus
diimbangi dengan dengan kepastian dan kenetralan yang ada di lembaga birokrasi. Begitu juga,
proses-proses

demokratis

diperlukan

menghasilkan

perundang-undangan

demi

yang

mengabsahkan
benar-benar


proses

diinginkan

pemerintahan
warganegara.

dan
Sifat

komplementer birokrasi dan demokrasi ini esensial bagi good governance.
B. Pengertian Birokrasi Dan Demokrasi
1) Pengertian Birokrasi
Birokrasi biasanya menunjuk suatu lembaga atau tingkatan lembaga khusus. Selain itu
birokrasi juga dapat berarti suatu metode tertentu untuk mengalokasikan sumber daya dalam
suatu organisasi yang berskala besar. Selanjutnya birokrasi diartikan sebagai “beurauness” or
”quality that distinguishes bureaus from other types of organization”. Dalam pengertian ini
birokrasi merujuk pada kualitas yang dihasilkan oleh suatu organiasi. Birokrasi merupakan
sebuah ancaman bagi demokrasi, sebab, birokrasi dapat bertindak sebagai alat untuk perluasan
dominasi negara dan represi negara, peningkatan kapasitas birokrasi dan monopoli informasi

dapat menembus domain individu yang akan memberikan otonomi dan kebebasan lebih luas
kepada birokrasi, kekuatan monopoli birokrasi dalam hal keahlian dan informasi dapat
membebaskan mereka dari kontrol politisi dan melindungi lingkup penugasan birokrasi.
Max Weber mengartikan birokrasi sebagai “ideal type of organization” yang mempunyai
ciri-ciri :
1. Adanya pembagian pekerjaan, hubungan kewenangan dan tanggung jawab yang
didefinisikan dengan jelas
2. Kantor diorganisasikan secara hierarki atau adanya rangkaian komando
3. Pejabat manjerial dipilih dengan kualifikasi teknis yang ditentukan dengan pendidikan
dan ujian
4. Peraturan dan pengaturan mengarah pada pelaksanaan pekerjaan
5. Hubungan antara manajer dengan karyawan berbentuk impersonal
6. Pegawai yang berorientasi pada karier dan mendapatkan gaji yang tepat.3
2 Aisyah Dara, “Hubungan Birokrasi dan Demokrasi”. Jurnal Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan
Politin Universitas Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3808/1/admnegaraaisyah.pdf.
3 Joko Widodo, 2005. “Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja”, Malang : Bayumedia Publishing, hlm. 12-13.

Birokrasi pemerintah seringkali diartikan sebagai officialdom atau kerajaan pejabat, yang
berarti pejabat yang memiliki yurisdiksi 4 jelas dan pasti, memiliki tugas dan tanggung jawab
resmi (official duties) serta batas kewenangan yang jelas, tersusun dalam hierarki sebagai

perwujudan otoritas tingkat kekuasaannya,mendapat penghasilan gaji sesuai dengan keahlian dan
kompetensi yang dimiliki, tunjangan-tunjangan berdasarkan keahlian, kompetensi dan tingkatan
hierarki jabatannya serta proses komunikasinya didasarkan dokumen tertulis dan formalistis.
(Miftah Thoha, 2007, 2). Pejabat birokrasi pemerintah adalah pusat dari segala penyelesaian
urusan masyarakat karena itu masyarakat sangat tergantung pada pejabat birokrasi, bukannya
pejabat yang tergantung pada masyarakat. Birokrasi pemerintahan merupakan suatu kekuatan
yang besar, lebih lagi bagi sebuah negara yang sedang dalam proses membangun. Keistimewaan
birokrasi sebagai kerajaan pejabat ini seringkali dapat mendatangkan sebuah resiko berupa
politisasi birokrasi. Politisasi birokrasi bukan menjadi sebuah hal yang baru bagi birokrasi di
Indonesia namun sudah menjadi sebuah persoalan sejak zaman kolonial hingga era sekarang.
Pada era pasca kemerdekaan hingga akhir era orde baru instansi pemerintahan pada saat
itu seperti “pelangi politik”. Partai politik yang ada pada saat itu seolah-olah melakukan sebuah
pembagian pemerintahan dan jika seorang pemimpin instansi birokrasi “berwarna merah” maka
apa yang dibawa oleh pemimpin ini akan diikuti juga oleh yang ada dibawah sehingga pada
kejadian inilah terjadi polarisasi politik dalam birokrasi yang mana birokrasi nantinya juga akan
berwarna merah. Kejadian yang serupa juga terjadi pada masa orde baru, namun pada masa orde
baru terlihat sangat ekstrim, vulgar dan tanpa adanya rasa malu. Pada saat itu hanya ada satu
warna politik yang ada di birokrasi, yaitu warna kuning. Semua pejabat dari tingkat pusat hingga
tingkat terkecil dalam pemerintahan menggunakan warna kuning dalam proses jalannya
birokrasi. Namun pada era reformasi ada sebuah peraturan pemerintah yang melarang pejabat

birokrasi terlibat dalam dunia politik. Peraturan tersebut terbukti cukup ampuh untuk beberapa
waktu saja dan lambat laun birokrasi yang ada di Indonesia kembali lagi ke masa lalu, namun
yang membedakan adalah di mana pada saat ini politisasi birokrasi dilakukan secara terselubung
dan malu-malu kucing.
Ketika birokrasi telah terseret ke dalam ranah politik maka akan terjadi pola pergeseran
peran birokrasi dari mengabdi kepada masyarakat menjadi abdi dari kepentingan politik.
4 wilayah/daerah tempat berlakunya sebuah undang-undang yang berdasarkan hukum

Birokrasi tidak akan pernah maksimal dalam melayani dan menyejahterakan rakyat ketika
birokrasi sudah memiliki kepentingan sendiri. Membebaskan birokrasi dari belenggu politik
merupakan suatu keharusan untuk terciptanya sebuah birokrasi yang good governance. Dalam
politik sekelompok orang mengorganisasikan diri dalam suatu partai politik dan berusaha
mempengaruhi pemerintah untuk mengambil dan melaksanakan suatu kebijakan dan tindakan
yang dapat mengangkat suatu kepentingannya serta mengesampingkan kepentingan kelompok
lainnya. Kelompok masyarakat ini mempunyai kepentingan yang diperjuangkan agar pemerintah
terpengaruh. Birokrasi pemerintah langsung atau tidak langsung akan selalu berhubungan dengan
kelompok-kelompok kepentingan masyarakat. Namun pemerintah harus mengesampingkan
kepentingan politik dan lebih menguatamakan kepada kepentingan masyarakat karena tugas
utamanya adalah melayani masyarakat. Birokrasi pemerintah merupakan institusi yang bisa
memberikan peran politik dalam memecahkan konflik politik yang timbul diantara orang-orang

dan kelompok orang yang mengedepankan kepentingan politiknya msing-masing.
2) Pengertian Demokrasi
Demokrasi (Demos Kratia) adalah suatu sistem pemerintahan oleh rakyat yang pertama
kali muncul dan diterapkan pada abad ke 5 sebelum masehi di Athena. Namun pada saat itu
demokrasi yang diterapkan adalah jenis demokrasi langsung, dimana segenap warga negara yang
memiliki hak politik penuh5 tergabung dalam Dewan Rakyat untuk terlibat langsung dalam
proses penentuan kebijakan. Seiring dengan perkembangan zaman, jenis demokrasi langsung
dianggap tidak lagi cocok untuk diterapkan dan digantikan dengan demokrasi tidak langsung
atau yang lazim disebut sebagai demokrasi modern.dengan menggunakan sistem perwakilan.
Namun sebenarnya, perkembangan demokrasi dari awal kemunculan hingga hadirnya
konsep demokrasi modern pernah mengalami keadaan yang stagnan dan bahkan seperti lenyap
sama sekali. Keadaan seperti itu bahkan berlangsung selama berabad-abad, sebagaimana yang
kita ketahui sistem politik yang lazim digunakan pada masa-masa sebelum Renaisance adalah
sistem monarki absolut. Barulah pada saat memasuki zaman Renaissence muncul berbagai
pemikir politik yang mulai mempertanyakan segi-segi manusiawi dalam hubungan antara
penguasa dengan rakyatnya dan menolak absolutisme monarki. Tokoh-tokoh seperti John Locke,
5 Di Athena, yang memiliki hak politik penuh adalah semua warga laki-laki dewasa dan merdeka tanpa memandang
status ekonomi, baik kaya ataupun miskin. Perempuan, budak dan warga asing adalah pengecualian.

Montesquieu, J.J Rousseau dan lain-lain menyumbangkan pikirannya tentang masalah-masalah

kebebasan, hak-hak asasi manusia dan keadilan yang kemudian menjadi pondasi munculnya
demokrasi modern.
Perkembangan selanjutnya, demokrasi muncul dengan bermacam-macam definisi dari
berbagai sudut pandang. Sebut saja misalnya definisi demokrasi yang sederhana dari Abraham
Lincoln yang paling sering dikutip, yaitu dengan menyebut demokrasi sebagai pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Sedangkan C.F. Strong berpendapat bahwa demokrasi adalah
suatu sistem pemerintahan pada mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas
dasar sistem perwakilan yang menjarnin bahwa pemerintah akhimya mempertanggungjawabkan
tindakan kepada mayoritas.6 Sementara itu, David Held menyatakan ada 7 prinsip utama
penyelenggaraan negara berdasarkan demokrasi yaitu:
1. masyarakat harus memerintah dalam arti semua harus terlibat dalam membuat undang-undang,
memutuskan kebijaksanaan umum dan melaksanakan hukum dan administrasi pemerintahan.
2. masyarakat secara perseorangan harus terlibat dalam pembuatan keputusan yang penting
dalam arti memutuskan hukum-hukum publik dan masalah-masalah kebijaksanaan umum.
3. Para penguasa berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan tindakan- tindakannya kepada
masyarakat.
4. Para penguasa harus bertanggung jawab kepada perwakilan dari masyarakat.
5. Para penguasa harus dipilih oleh masyarakat.
6. Para penguasa dipilih melalui representatif/perwakilan dari masyarakat dan
7. Para penguasa harus bertindak sesuai dengan kepentingan masyarakat. 7

Dari beberapa pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa demokrasi adalah suatu sistem
yang menuntut adanya keterlibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan. Oleh sebab itu,
demokrasi seringkali dipandang sebagai sistem politik yang baik dan merupakan sebuah
keharusan bagi negara modern. Untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis, suatu
pemerintahan akan membuka peluang bagi rakyatnya untuk melakukan kontrol yang efektif
terhadap kebijakan-kebijakan. Dari sebuah negara yang demokratis juga kita akan menemukan
sebuah pemilihan umum untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Bahkan lebih dari itu,
lembaga-lembaga pemerintahan pun dituntut untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip dari
6 Diakses dari http://dilihatya.com/2526/pengertian-budaya-demokrasi-menurut-para-ahli Pada 30 Oktober 2014.
7 Aisyah Dara, “Hubungan Birokrasi dan Demokrasi”. Jurnal Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Universitas Sumatera Utara. Hlm 2-3

demokrasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa demokrasi akan memberi dampak terhadap formasi
hubungan antara warga negara dengan pemerintahannya dan tata kelola suatu pemerintahan.
C. Relasi Birokrasi-Demokrasi.
Pada dasarnya, apapun jenis sistem pemerintahan yang dianut oleh suatu negara akan
selalu berdampak pada birokrasinya. Hubungan birokrasi dengan demokrasi seringkali
dipandang sebagai dua hal yang bertolak belakang. Ini dikarenakan birokrasi cenderung
diasosiasikan dengan sesuatu yang bersifat legalistik dan hirarkis yang identik dengan
pemerintahan yang otoritarian. Namun sebenarnya hubungan antara keduanya sama-sama

penting dan diperlukan baik bagi birokrasi maupun demokrasi.
Secara sederhana hubungan antara birokrasi dan demokrasi bisa digambarkan sebagai
berikut: Sistem politik dengan alur input-proses-output merupakan ranah demokrasi sebagai
legislatif. Setelah melalui proses politik dihasilkanlah sebuah kebijakan, kemudian birokrasi
sebagai lembaga eksekutif bertugas menjalankan kebijakan tersebut.

8

Dengan demikian posisi

birokrasi publik dalam negara demokratis menjadi penting karena akan menjadi wahana
pemerintah untuk menerjemahkan berbagai kebijakan publik sesuai dengan aspirasi masyarakat
yang telah tersalur. Sementara itu bagi demokrasi, birokrasi sangat diharapkan berfungsi dengan
baik, memiliki kepastian dan kenetralan agar terwujudnya pemerintahan yang responsif.
Selain hubungan yang saling membutuhkan antara birokrasi dan demokrasi, agaknya tesis
dasar Eva Etzioni dalam Beureaucratic Power-A Democratic Dilemma perlu dibahas. Etzioni
menawarkan tiga tesis mengenai hubungan antara kekuasaan birokrasi dan dilema demokrasi:
1. Tesis pertama mengatakan bahwa birokrasi sebagai dilemma bagi demokrasi. Dalam tulisan
tersebut Etzioni meyakini bahwa demokrasi akan efektif jika birokrasi dibuat kuat dan
independen, tetapi ia mengingatkan bahwa kebutuhan tersebut akan berakibat birokrasi
terlepas dari kontrol para politikus jika tidak didahului oleh reform yang memadai dan
serius.
2. Tesis kedua Etzioni tidak kalah penting untuk, yakni demokrasi sebagai dilemma bagi
birokrasi. Etzioni menyatakan bahwa dalam demokrasi, birokrasi diikat oleh dua hal.
Pertama, dikendalikan oleh eksekutif meskipun dia harus bertanggung jawab terhadap halhal yang dilakukannya sendiri. Kedua, dia harus menjalankan kebijakan yang diambil para
8 Bahagia Muddin, 2013. Proses Pembuatan Kebijakan Undang-Undang Pelayanan Publik. Hlm 1

politikus meskipun dia harus berpartisipasi dalam proses perumusan kebijakan tersebut.
Intinya birokrasi adalah alat yang diharapkan harus mampu menempatkan diri dengan baik
dan berkualitas sesuai kebijakan yang diambil para politisi.
3. Tesis ketiga yakni “These dielemmas exacerbate strains and power struggles on the political
scene”. Etzioni meyakini bahwa demokrasi akan efektif jika birokrasi dibuat kuat dan
independen, tetapi ia mengingatkan bahwa kebutuhan tersebut akan berakibat birokrasi
terlepas dari kontrol para politisi jika tidak didahului oleh reform yang memadai dan serius.
Birokrasi dapat memiliki kehendak sendiri di tengah gencarnya demokratisasi yang
dilakukan oleh sebuah negara bangsa.9
Dilemma Birokrasi-Demokrasi yang dikemumakan oleh Etzioni ini sejalan dengan Ismi
Hadad yang mengatakan bahwa; “Sekalipun kadar ‘demokrasi’ itu tinggi, tetapi kalau
didampingi oleh sistem birokrasi dan aparat yang lemah, malah akan memandulkan kehidupan
politik dan dapat menyebabkan stagnasi dalam pemerintahan. Sebaliknya, betapa pun kuatnya,
betapa pun tertibnya administrasi dan betapa pun efesiensinya birokrasi, semua tak akan
mempan, selagi ada jarak antara yang “di dalam” dengan yang “di luar”, antara yang memerintah
dan yang diperintah. (Ismid Hadad, 1981).
Sederhananya, masing-masing birokrasi dan demokrasi bukan hanya sekedar hubungan
timbal-balik tetapi memiliki ketergantungan satu sama lain. Maka dari saling ketergantungan
tersebut bukan hanya dampak-dampak positif yang dihasilkan tetapi juga memunculkan berbagai
dilemma. Birokrasi dinilai baik sejauh ia mampu memenuhi kriteria tertentu yang cocok dengan
suatu pemerintahan yang demokratis, sementara demokrasi dinilai efektif sejauh ada
independensi dari birokrasi yang posisinya sebagai pelaksana kebijakan. Birokrasi terikat erat
dengan demokrasi karena nilai-nilai demokratis tidak saja diartikan sebagai tujuan-tujuan
masyarakat yang ditentukan oleh keputusan mayoritas. Tetapi tujuan-tujuan tersebut diterapkan
melalui metode-metode efektif yang ada, yakni dengan memantapkan organisasi-organisasi yang
sifatnya lebih birokratis.

D. Relasi Positif Antara Birokrasi Dan Demokrasi
-Good Governance Sebagai Hal Positif dari Birokrasi dan Demokrasi.
9 Ibid. hlm 1-2

Dalam bab ini akan menjelaskan tentang hal positif yang didapat dari dilemma antara
birokrasi dan demokrasi. Birokrasi dan demokrasi memiliki hubungan timbal-balik yang erat,
seperti yang dikatakan Ismid Hadad bahwa keduanya saling mempengaruhi, jika salah satu tinggi
dan tak diimbangi dengan yang lain maka akan menyebabkan ketidak efektifan dalam
pemerintahan. Menurut Miftah Thoha (2007) birokrasi dapat diartikan sebagai officialdom atau
kerajaan pejabat yang memiliki yurisdiksi. Mereka tersusun secara hierarki dengan tugas dan
tanggung jawab yang jelas dengan batasan-batasan, mereka digaji dan professional karena
didasari pada keahlian. Mereka sangat kuat sebagai sebuah kesatuan karena mereka dapat
memonopoli keahlian dan informasi. Bahkan merekalah yang dibutuhkan oleh masyarakat bukan
birokrasi yang membutuhkan masyarakat. Kekuatan inilah yang seringkali dikhawatirkan
birokrasi akan menguasai negara lebih buruk lagi jika birokrasi yang menguasai negara itu
dikontrol oleh kepentingan politik.
Demokrasi datang sebagai konsep yang membuat penguasa dengan rakyatnya bisa
berhubungan dan penolakan terhadap monarki absolute. Atau dibahasakan dengan sederhana
oleh Lincoln sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Keterlibatan
masyarakat dalam proses kenegaraan adalah sebuah hal yang ada dalam konsep demokrasi ini.
Keterlibatan tersebut membuat penguasa dipilih atas dasar representative agar kehendak rakyat
bisa tersalurkan sebagai sebuah kebijakan yang sesuai dengan kepentingan rakyat. Demokrasi
menuntut transparansi dari pemerintah dalam setiap kebijakan yang mereka buat.
Namun birokrasi dan demokrasi dianggap sebagai hal yang terpisah dan saling
berbenturan satu sama lain dengan karakteristik yang berbeda pula. Birokrasi dianggap mewakili
kekuasaan yang besar dengan struktur yang hirarkis dengan kecenderungan akan dijalankan
dengan kekuasaan oleh pejabat. Penggunaan kekuasaan yang tak sesuai dengan konsep
demokrasi menimbulkan masalah. Porsi-porsi tersebut dibedakan oleh Martin Albrow yaitu:
1. Pejabat menuntut kekuasaan terlalu besar dan perlu dikembalikan pada fungsinya
semula;
2. Pejabat benar-benar memiliki kekuasaan dan tugas yang semakin besar sehingga
jabatan tersebut harus dijalankan secara bijaksana;
3. Kekuasaan perlu bagi pejabat sehingga harus dicari metode-metode pelayanan yang
dapat disalurkan bersama-sama
Demokratisasi muncul dalam birokrasi dalam bentuk Good Governance. Konsep yang
muncul karena konsep lama menekankan peran negara yang cukup besar dalam

pemerintahan. Namun sebelum itu kita harus membedakan Government dengan
Governance. Government dalam bahasa Inggris adalah “the Autoritative direction and
administration of the affairs of men/women in nation, state, city, etc.” atau negara
memiliki otoritas untuk menyelenggarakan pemerintahan negara. Sedangkan Governance
dapat diartikan sebagai proses atau kegiatan dalam kata lain dapat diartikan
kepemerintahan. Penyelenggaraan yang dimaksut adalah serangkaian proses interaksi
social politik antara pemerintah, masyarakat dan swasta.
Good Governance muncul sebagai sebuah istilah yang oleh World Bank dartikan
sebagai penyelenggaraan manajemen yang solid dan bertanggung jawab, sejalan dengan
demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi investasi, menghindarkan
praktek KKN baik secara politik maupun administrasi, menjalankan disiplin anggaran
serta penciptaan lingkungan ekonomi bagi tumbuhnya wiraswasta. UNDP beranggapan
bahwa Good Governance merupakan hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara
negara, sector swasta dan masyarakat, dalam prinsip-prinsip; partisipasi, supremasi
hukum, transparansi, cepat tanggap, kesetaraan, efektif dan efisien, bertanggung jawab
serta visi yang strategic.
Dari dua definisi tentang Good Gavernance terdapat partisipasi public dalam
penyelenggaraan pemerintahan/ pelayanan public yang mengedepankan kepentingan
rakyat. Kinerja pelayanan public menjad hal penting yang dipantau oleh masyarakat
untuk menunjang kesejahteraan masyarakat. Menurut Kumorotomo (1996) ada beberapa
kriteria untuk menjadi pedoman:
1. Efesiensi
Kriteria ini menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan birokrasi/organisasi
pelayanan public mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta
pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis.
2. Efektivitas
Hal ini tentang apa tujuan didirikannya organisasi pelayanan public ini tercapai?
3. Keadilan
Kriteria ini mempertanyakan tentang distribusi dan alokasi layanan yang
diselenggarakan oleh organisasi pelayanan public. Konsep ini terkait dengan
ketercukupan dan kepantasan. Keduanya mempertanyakan prihal tingkat
efektivitas tertentu kebutuhan dan nilai-nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi.

4. Daya Tanggap
Organisasi pelayanan public/birokrasi merupakan bagian dari daya tanggap
negara atau pemerintah akan kebutuhan-kebutuhan vital masyarakat. Oleh karena
itu penyelenggaraan organisasi pelayanan public harus dapat dipertanggung
jawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria ini.
Good Governance memberikan konsep pemerintahan yang bertanggung jawab dan
membuat birokrasi tidak berdiri sebagai pemegang wewenangan dan kekuasaan yang tinggi dan
tak tersentuh oleh masyarakat itu sendiri. Konsep ini adalah konsekuensi dari demokratisasi
birokrasi atau saat birokrasi dicoba untuk lebih demokratis agar menjadi lembaga yang memang
untuk rakyat.
E. Simulasi Kasus
-Reformasi Perpajakan
Pada era reformasi, birokrasi lebih menarik dibicarakan karena pada era tersebut semua
sistem birokrasi dituntut untuk terbuka, transparan dan adanya penerapan nilai-nilai pokok
demokrasi, seperti penghargaan terhadap HAM, kebebasan persamaan, keadilan dan tanggung
jawab. Selain itu, demokrasi pada tahun 1999 di tuntut untuk menjadi demokrasi modern, dimana
demokrasi modern lebih menuntut peran birokrasi yang independen dan efisien. Dalam makalah
ini simulasi kasus yang kami sajikan tentang peran birokrasi dalam pembuatan kebijakan publik
contohnya yang pernah terjadi di Indonesia yaitu Pelaksanaan Reformasi Perpajakan.
Berdasarkan UU KUP Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007, Pajak adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Prof. Dr. Rochmat
Soemitro, dalam disertasinya dengan judul "Pajak dan pembangunan" Pajak adalah peralihan
kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan)
yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai keperluan umum. 10.
Berdasarkan buku Pengantar Hukum Ilmu Pajak, pajak merupakan salah satu sumber utama
pendapatan negara yang diambil dari sebagian kekayaan warganya (Santoso; 2010). Dari ketiga
10 http://www.hukumsumberhukum.com/2014/08/pengertian-pajak.html

definisi tersebut dapat kami simpulkan bahwa pajak adalah kontribusi wajib dari warga negara
kepada negara yang terutang dan bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang dengan tidak
mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk membiayai keperluan negara demi
kemakmuran rakyat.
Seperti yang kita ketahui, sistem pemungutan pajak telah ada sejak masa kolonial belanda
hingga sekarang. Dalam perjalannannya, sistem pemungutan pajak mengalami berbagai
pembenahan/ pembaharuan baik dalam hal mekanisme pemungutan pajak, tarif pajak, maupun
pembaharuan peran dari birokrasi (pelayanan publik). Pada masa kolonial Belanda, sistem
pemungutan pajak dilakukan semata- mata merupakan wujud loyalitas rakyat kepada rajanya.
Dalam pelaksanaan sistem pemungutan pajak tersebut dianggap sangat memberatkan rakyat
(terutama di jawa) yang pada saat itu sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani.
Pemungutan pajak pada masyarakat jawa biasanya berupa kerja wajib (lebih mengandalkan
tenaga dari pada uang). Banyak kekurangan yang terjadi pada saat itu, salah satunya jika
dipandang dari segi birokrasi maka sistem pemungutan pajak era kolonial sangat kekurangan
para birokrat serta kurangnya alat penunjang pemungutan pajak. Berbeda lagi dengan sistem
pemungutan pajak pada masa kepemimpinan Rafles. Pada masa kepemimpinan Rafles, ada
beberapa pembaharuan sistem pemungutan pajak yang dikenal dengan (landrente stelsel).
Dimana petani menjual hasil produksinya ke pemerintahan Inggris untuk mendapatkan uang dan
uang tersebut digunakan untuk membayar pajak tanah serta membeli tekstil kepada pemerintahan
Inggris. Dalam sistem pemungutan pajak masa pemerintahan Rafles tidak memiliki hambatan
pada alat serta personil. Mereka memiliki personil banyak dan alat yang memadai. Rakyat pun
awalnya merasa lebih ringan karena tidak ada pajak berupa wajib kerja yang akan lebih meguras
tenaga, namun seiring berjalannya waktu masyarakat merasa pemerintahan kolonial semakin
menampakkan unsur- unsur eksploitasi, dimana petani seakan- akan menjadi ladang keuntungan
bagi kepentingan penjajah, tanpa memikirkan kepentingan para petani.
Setelah kemerdekaan, tepatnya pada era orde baru, pemerintah berusaha untuk
membenahi sistem pemungutan pajak dengan berlandaskan Ketetapan MPRS No 23 tahun 1966
pasal 49 tentang pemungutan pajak harus sesuai dengan kemampuan rakyat, serta mempertinggi
effisiensi dan intensifikasi dalam pengambilan pemungutan- pemungutan (Ariyanti;2010). Hal
tersebut lebih memberikan peluang keaktifan masyarakat agar memenuhi kewajibannya dalam
membayar pajak serta menuntut pada birokrasi agar dapat se-intensif dan se-efisien mungkin

dalam pelaksanaan pelayanan publik. Pada tahun 1969 kerja nyata dari pemerintah sangat terasa
dengan adanya Undang- Undang No. 8 Tahun 1967 tentang perubahan dan penyempurnaan tata
cara pemungutan pajak pendapatan 1944, pajak kekayaan 1932 dan pajak perseroasn 1925.
Dengan diberlakukannya undang-undang tersebut, maka akan membantu efisiensi kinerja
birokrasi, dalam hal ini birokrasi juga membantu mengawasi jalannya pelaksanaan undangundang tersebut. Keuntungan di terapkannya kebijakan tersebut salah satunya memperkecil
birokrasi untuk melakukan korupsi, karena pajak dihitung secara mandiri oleh para wajib pajak.
Pada tahun 1983, pemerintah Indonesia merasa perlu adanya perombakan pada undangundang No. 8 tahun 1967, hal tersebut dikarenakan acuan dari undang- undang No.8 tahun 1967
masih menggunakan aturan dari warisan kolonial. Bagi pemerintah Indonesia, acuan yang masih
menggunakan warisan kolonial (dimana hanya mengandalkan kepentingan penguasa), maka akan
sulit untuk menjalankannya, hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan kepentingan antara citasita kolonial dengan cita-cita bangsa Indonesia sendiri. Dengan alasan itulah pemerintah
Indonesia mengganti UU No.8 Tahun 1967 dengan PSPN (Pembaruan Sistem Perpajakan
Nasional), pergantian undang – undang tersebut di kenal dengan sebutan reformasi perpajakan 11.
Ada alasan lain di balik reformasi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia yaitu
untuk menstabilkan perekonomian yang tidak menentu karena pengaruh perekonomian
internasional maupun nasional, upaya mengalihkan sektor penerimaan APBN dari migas yang
semula sebagai sektor primadona menjadi pajak sebagai sumber yang lebih dapat menjanjikan
karena secara rasional pajak adalah penerimaan yang berkelanjutan tidak seperti migas, usaha
mengikuti ketentuan dunia terutama dalam hal pendanaan (pinjaman luar negeri) yang
mensyaratkan struktur pajak yang ada harus disesuaikan dengan kondisi seharusnya, alasaan
terakhir yaitu untuk meningkatkan peneriman dari sektor pajak.
Tujuan dari reformasi perpajakan adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada
wajib pajak, menekan terjadinya penyelundupan pajak oleh wajib pajak, meningkatkan
kepatuhan bagi wajib pajak dalam penyelenggarakan kewajiban perpajakannya, menerapkan
konsep good governance (adanya transparansi, responsibility, keadilan dan akuntabilitas dalam
meningkatkan kinerja instansi pajak, sekaligus publikasi jelasnya pos Penggunaan pengeluaran
dana pajak), serta meningkatkan penegakan hukum pajak, pengawasan yang tinggi dalam
pelaksanaan administrasi pajak baik kepada fiskus (petugas pajak) maupun kepada wajib pajak.
11 Pelayanan birokrasi di era reformasi di unduh melalui http://download.portalgaruda.org/article.php?

article=105968&val=2287&title

Selain tujuan diatas, reformasi perpajakan juga membentuk kantor pajak modern dengan tujuan
sebagai berikut; untuk melakukan modernisasi administrasi perpajakan dengan menggunakan
teknologi informasi (LAN) dilengkapi dengan SAPT, e-mail, account, internet dan intranet;
meningkatkan pelayanan dan pengawasan terhadap wajib pajak (pelayanan dengan
menyampaikan SPT melalui e-SPT dan e-Filling) sedangkan pengawasan melalui Taxpayers
account; meningkatkan citra Direktorat Jendral Pajak menginformasikan dan memberi pelayanan
pada wajib pajak (Account representative, sarana dan prasarana kantor yang baik), serta
mencegah penyalahgunaan wewenang pegawai dan pimpinan kantor mematuhi kode etik,
diawasi pelaksanaannya oleh Komite Kode Etik dipimpin Sekjen Dep Keu. dan lembaga
Ombusmen.
Dengan adanya reformasi perpajakan maka diharapkan pandangan buruk yang selama ini
melekat pada hubungan birokrasi dengan demokrasi bisa ditepiskan. Karena dengan adanya
berbagai pembaharuan dalam hal pemungutan pajak pada masa kolonial, orde baru sampai
reformasi perpajakan menggambarkan betapa seriusnya pemerintah dalam memeperbaiki
pelayanan publik khususnya pajak. Dalam uraian studi kasus diatas juga mencerminkan bahwa
birokrasi tidak selamanya buruk, tetapi birokrasi juga memiliki sisi positif yaitu dengan
keseriusannya membantu menjalankan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah dan berusaha
melayani masyarakat dengan baik demi kesejahteraan masyarakat.

F. Kesimpulan
Menurut Weber, birokrasi merupakan tipe ideal bagi sebuah organisasi formal, ciri organisasi
yang mengikuti sistem birokrasi ini adalah adanya pembagian kerja dan spesialisasi, orientasi
impersonal, kekuasaan hierarkis, peraturan-peraturan, karir yang panjang dan efisiensi.
Sedangkan dari beberapa pernyataan yang sudah dijelaskan diatas dapat dikatakan bahwa
demokrasi adalah suatu sistem yang menuntut adanya keterlibatan masyarakat dalam perumusan
kebijakan. Oleh sebab itu, demokrasi seringkali dipandang sebagai sistem politik yang baik dan
merupakan sebuah keharusan bagi negara modern.
Secara sederhana hubungan antara birokrasi dan demokrasi bisa digambarkan sebagai
berikut: Sistem politik dengan alur input-proses-output merupakan ranah demokrasi sebagai

legislatif. Setelah melalui proses politik dihasilkanlah sebuah kebijakan, kemudian birokrasi
sebagai lembaga eksekutif bertugas menjalankan kebijakan tersebut.
Good Governance memberikan konsep pemerintahan yang bertanggung jawab dan
membuat birokrasi tidak berdiri sebagai pemegang wewenangan dan kekuasaan yang tinggi dan
tak tersentuh oleh masyarakat itu sendiri. Konsep ini adalah konsekuensi dari demokratisasi
birokrasi atau saat birokrasi dicoba untuk lebih demokratis agar menjadi lembaga yang memang
untuk rakyat.
Dengan adanya reformasi perpajakan maka diharapkan pandangan buruk yang selama ini
melekat pada hubungan birokrasi dengan demokrasi bisa ditepiskan. Karena dengan adanya
berbagai pembaharuan dalam hal pemungutan pajak pada masa kolonial, orde baru sampai
reformasi perpajakan menggambarkan betapa seriusnya pemerintah dalam memeperbaiki
pelayanan publik khususnya pajak. Dalam uraian studi kasus diatas juga mencerminkan bahwa
birokrasi tidak selamanya buruk, tetapi birokrasi juga memiliki sisi positif yaitu dengan
keseriusannya membantu menjalankan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah dan berusaha
melayani masyarakat dengan baik demi kesejahteraan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
Ismid Hadad (editor), 1981, Kebudayaan Politik dan Keadilan Sosial, LP3ES, Jakarta.
Thoha, Miftah. 1991. Beberapa Aspek Kebijakan Demokrasi. Yogyakarta: Media Widya
Mandala
Wahyudi Kumorotomo, 2005, Akuntabilitas Birokrasi Publik. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Widodo, Joko. 2005. Membangun Birokrasi Berbasis KInerja. Malang: Bayumedia Publishing

INTERNET:

Aisyah, Dara.2003. Hubungan Birokrasi dan Demokrasi. Diakses dari;
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3808/1/admnegara-aisyah.pdf. Diakses tanggal
29 Oktober 2014.
Darmanto, Meita. 2009. “Pelayanan Birokrasi di Era Reformasi, Bagaimana Seharusnya?”.
Jurnal Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Universitas Terbuka. Diunduh melalui
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=105968&val=2287&title diunduh pada
tanggal 30 Oktober 2014
Departemen Keuangan. “Ketetapan MPRS No. XXIII Tahun 1966”. diunduh melalui
http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/1996/XXIII-MPRS-1966TAP.HTM. diunduh pada
tanggal 30 Oktober 2014
Departemen Keuangan. “Penjelasan Umum Tarif”. Diunduh melalui
http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=kup diunduh pada tanggal 30 Oktober
2014
Kurnia, siti. “Sistem Perpajakan”.ebookbrowsee. diakses melalui
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/374/jbptunikompp-gdl-sitikurnia-18696-5-pertemua-5.pdf,
diunduh pada tanggal 30 Oktober 2014
UU KUP Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 diunduh melalui http://jdih.ristek.go.id/?
q=perundangan/konten/1429 pada tanggal 30 Oktober 2014