Teori belajar dan Teori pendidikan

2. Pembahasan
2.1 Pengertian Belajar
Sebagai landasan penguraian mengenai apa yang dimaksud dengan
belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definisi.
a. Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning (1975)
mengemukakan. “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku
seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh
pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan
tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon
pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang
(misalnya kelelahan, pengaruh obat, dsb).”
b. Gagne, dalam buku The Conditions of Learning (1997) menyatakan
bahwa: “Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi
ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya
(performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke
waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.”
c. Morgan, dalam buku Introduction to Psychologi (1978) mengemukakan:
“Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku
yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”
d. Witherington, dalam buku Educational Psychologi mengemukakan,
“Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan

diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap,
kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.1
Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, dapat dikemukakan adanya
beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu
bahwa:
a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, di mana
perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi
juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau
pengalaman yang artinya perubahan-perubahan yang disebabkan oleh
pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar seperti
perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.
c. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap,
harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang.
Berapa lama periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti,
1 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, ( Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2006) 84

3

tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang

mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahuntahun.
d. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut
berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan
dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/berpikir, keterampilan,
kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.2

2.2 Macam-Macam Teori Belajar
Teori belajar yang terkenal dalam psikologi antara lain ialah:
a. Teori Conditioning
1) Teori Classical Conditioning (Pavlov dan Watson)
Pelopor dari teori Conditioning ini adalah Pavlov seorang ahli
psikologi-refleksologi dari Rusia. Ia mengadakan percobaan-percobaan
dengan anjing. Dari hasil percobaan dengan anjing, Pavlov
mendapatkan kesimpulan bahwa gerakan-gerakan refleks itu dapat
dipelajari, dapat berubah karena mendapat latihan. Dengan demikian
dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu refleks wajar
(unconditioned reflex) yaitu keluar air liur ketika melihat makanan
yang lezat dan refleks bersyarat/refleks yang dipelajari (conditioned
reflex) yaitu keluar air liur karena menerima/bereaksi terhadap warna
sinar tertentu,atau terhadap bunyi tertentu.

Watson mengadakan eksperimen-eksperimen tentang perasaan
takut pada anak dengan menggunakan tikus dan kelici. Dari hasil
percobaannya dapat ditarik kesimpulan bahwa perasaan takut pada
anak dapat diubah atau dilatih. Anak percobaan Watson yang mulamula tidak takut kepada kelinci dibuat menjadi takut kepada kelinci.
Kemudian anak tersebut dilatihnya pula sehingga tidak menjadi takut
lagi kepada kelinci.
Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah
adanya latihan-latihan yang terus menerus. Yang diutamakan dalam
teori ini ialah hal belajar yang terjadi secara otomatis. Kelemahan dari
teori ini ialah menganggap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara
otomatis. Keaktifan dan penentuan pribadi dalam tidak dihiraukannya.
Peranan latihan/kebiasaan terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tahu
bahwa dalam bertindak dan berbuat sesuatu, manusia tidak sematamata tergantung kepada pengaruh dari luar.
2) Teori Conditioning dari Guthrie
2 Ibid 86

4

Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu secara
keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan-deretan tingkah laku

yang terdiri dari unit-unit. Unit-unit tingkah laku ini merupakan
reaksi/respons dari perangsang/stimulus sebelumnya, dan kemudian
unit tersebut menjadi stimulus yang kemudian menimbulkan respons
bagi unit tingkah laku yang berikutnya. Demikianlah seterusnya
sehingga merupakan deretan-deretan unit tingkah laku yang terus
menerus.
Jadi pada proses conditioning ini pada umumnya terjadi proses
asosiasi antara unit-unit tingkah laku satu sama lain yang berurutan.
Ulangan-ulangan/latihan yang berkali-kali memperkuat asosiasi yang
terdapat antara unit tingkah laku yang satu dengan unit tingkah laku
yang berikutnya.3
Metode-metode Guthrie
Beberapa metode yang digunakan Guthrie dalam mengubah
tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan pada hewan maupun pada
manusia ialah:
a) Metode Reaksi Berlawanan (Incompatible Response Method)
Manusia itu adalah suatu organisme yang selalu mereaksi kepada
perangsang-perangsang tertentu.
Contoh:
Umpamanya seorang anak takut kepada kelinci. Waktu anak takut

pada kelinci, berilah anak itu makanan yang disukainya supaya
anak itu merasa senang. Lakukanlah usaha ini berkali-kali,
akhirnya anak tersebut tidak takut lagi kepada kelinci.
b) Metode Membosankan (Exchaustion Method)
Hubungan antara asosiasi antara perangsang dan reaksi pada
tingkah laku yang buruk itu dibiarkan saja sampai lama mengalami
keburukan itu, sehingga menjadi bosan.
Contoh:
Umpamakan seorang anak yang berumur 3 tahun bermain-main
dengan korek api. Pada waktu itu disuruh menghabiskan kepala
korek api satu pak sehingga menjadi bosan.
c) Metode Mengubah Lingkungan ( Change of Environment Method)
Suatu metode yang dilakukan dengan jalan memutuskan atau
memisahkan hubungan antara perangsang dan reaksi yang buruk
yang akan dihilangkannya. Yakni menghilangkan kebiasaankebiasaan buruk yang disebabkan oleh suatu perangsang dengan
mengubah perangsangnya itu sendiri.
3 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2010) 99

5


Contoh:
Umpamanya kita akan mengubah tingkah laku /kebiasaankebiasaan buruk yang dilakukan seorang anak di sekolahnya,
dengan memindahkan anak itu ke sekolah yang lain.
3) Teori Operan Conditioning ( Skinner)
Seperti Pavlov dan Watson, Skinner juga memikirkan tingkah laku
sebagai hubungan antara perangsang dan respons. Hanya
perbedaannya, Skinner membuat perincian lebih jauh. Skinner
membedakan adanya dua macam respons, yaitu:
a. Respondent response (reflexive response)
Respon yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu.
Misalnya, keluar air liur setelah melihat makanan tertentu. Pada
umumnya perangsang-perangsang yang demikian itu mendahului
respon yang ditimbulkannya.
b. Operant Response ( instrumental response)
yaitu respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh
perangsang-perangsang tertentu. Perangsang yang demikian itu
disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsang itu
memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organisme. Jadi
yang demikian itu mengikuti sesuatu tingkah laku tertentu yang
telah dilakukan.

Prosedur pembentukan tingkah laku dalam operant conditioning
secara sederhana adalah sebagai berikut:
(a) Mengidentifikasi hal-hal apa yang merupakan
reinforcer (hadiah) bagi tingkah laku yang akan
dibentuk.
(b) Menganalisis, dan selanjutnya mengidentifikasi
komponen-komponen kecil yang membentuk tingkah
laku yang dimaksud.
(c) Berdasarkan urutan komponen-komponen itu sebagai
tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer (hadiah)
untuk masing-masing komponen itu.
4) Teori Systematic Behavior ( Hull)
Seperti halnya dengan Skinner, maka Clark C. Hull mengikuti jejak
Thorndike dalam usahanya mengembangkan teori belajar. Prinsipprinsip yang digunakan mirip dengan apa yang dikemukakan oleh para
behavioris yaitu dasar stimulus-respon dan adanya reinforcement.
Clark C. Hull mengemukakan teorinya, yaitu bahwa suatu
kebutuhan atau “keadaan terdorong” ( oleh motif, tujuan, maksud,
aspirasi, ambisi) harus ada dalam diri seseorang yang belajar,sebelum
suatu respon dapat diperkuat atas dasar pengurangan kebutuhan itu.


6

Dalam hal ini efisiensi belajar tergantung pada besarnya tingkat
pengurangan dan kepuasan motif yang menyebabkan timbulnya usaha
belajar itu oleh respon-respon yang dibuat individu itu.
Penggunaan praktis teori belajar dari Hull ini untuk kegiatan dalam
kelas, adalah sebagai berikut:
a. Teori belajar didasarkan pada drive-reduction atau drive stimulus
reduction.
b. Intruksional obyektif harus dirumuskan secara spesifik dan jelas.
c. Ruangan kelas harus diatur sedemikian rupa sehingga
memudahkan terjadinya proses belajar.
d. Pelajaran harus dimulai dari yang sederhana/mudah menuju kepada
yang lebih kompleks/sulit.
e. Kecemasan harus ditimbulkan untuk mendorong kemauan belajar.
f. Latihan harus didistribusikan dengan hati-hati supaya tidak terjadi
inhibasi. Dengan perkataan lain, kelelahan tidak boleh
mengganggu belajar.
g. Urutan mata pelajaran diatur sedemikian rupa sehingga mata
pelajaran yang terdahulu tidak menghambat tetapi justru harus

menjadi perangsang yang mendorong belajar pada mata pelajaran
berikutnya.4
b. Teori Conectionism ( Thorndike )
Menurut teori trial and error (mencoba-coba dan gagal) ini, setiap
organisme jika dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan tindakantindakan yang sifatnya coba-coba secara membabi buta.
Sebagai contoh percobaan Thorndike dengan seekor kucing yang dibuat
lapar dimasukkan ke dalam kandang. Pada kandang itu dibuat lubang pintu
yang tertutup yang dapat terbuka jika suatu pasak di pintu itu tersentuh. Di
luar kandang diletakkan sepiring makanan. Bagaimana reaksi kucing itu?
Mula-mula kucing itu bergerak ke sana-ke mari mencoba-coba hendak
keluar melalui berbagai jeruji kandang itu. Lama kelamaan pada suatu
ketika secara kebetulan tersentuhlah pasak lubang pintu oleh salah satu
kakinya. Pintu kandang terbuka, dan kucing itupun keluarlah menuju
makanan.
Percobaan diulang lagi . Tingkah laku kucing itupun pada mulanya sama
seperti pada percobaan pertama. Namun waktu yang diperlukan untuk
bergerak kesana-kemari sampai dapat terbuka lubang pintu, menjadi
semakin singkat. Setelah diadakan percobaan berkali-kali, akhirnya kucing
itu tidak perlu lagi kian kemari mencoba-coba, tetapi langsung menyentuh
pasak pintu dan terus keluar mendapatkan makanan.

Jadi, proses belajar menurut Thorndike melalui proses:
1) trial and error ( mencoba-coba dan mengalami kegagalan),dan
4 Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007) 117

7

2) law of effect yang berarti bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan
suatu keadaan yang memuaskan ( cocok dengan tuntutan situasi) akan
diingat dan dipelajari dengan sebaik-baiknya.
Kelemahan dari teori ini ialah:
a. Terlalu memandang manusia sebagai mekanismus dan otomatisme
belaka disamakan dengan hewan.
b. Memandang belajar hanya merupakan asosiasi belaka antara
stimulus dan respons. Sehingga yang dipentingkan dalam belajar
ialah memperkuat asosiasi tersebut dengan latihan-latihan , atau
ulangan-ulangan yang terus-menerus.
c. Karena proses belajar berlangsung secara mekanistis, maka “
pengertian” tidak dipandangnya sebagai suatu yang pokok dalam
belajar.
c. Teori Belajar Menurut Psikologi Gestalt

Teori ini sering kali disebut field theory atau insight full learning.
Menurut para ahli psikologi Gestalt, manusia itu bukanlah hanya sekedar
makhluk reaksi yang hanya berbuat atau beraksi jika ada perangsang yang
mempengaruhinya.
Manusia itu adalah individu yang merupakan kebulatan jasmani-rohani.
Sebagai individu manusia bereaksi atau lebih tepat berinteraksi dengan
dunia luar dengan kepribadiannya dan dengan caranya yang unik pula.
Tidak ada dua orang yang mempunyai pengalaman yang benar-benar sama
atau identik terhadap obyek atau realita yang sama.
Dengan singkat, belajar menurut psikologi Gestalt dapat diterangkan
sebagai berikut. Pertama dalam belajar faktor pemahaman atau pengertian
merupakan faktor yang penting. Dengan belajar dapat memahami /
mengerti hubungan antara pengetahuan dan pengalaman. Kedua, dalam
belajar, pribadi atau organisme memegang peranan yang paling sentral.
Belajar tidak hanya dilakukan secara reaktif-mekanistis belaka, tetapi
dilakukan dengan sadar, bermotif dan bertujuan.5

2.3 Klasifikasi Teori Pendidikan
a. Teori Umum Pendidikan
1) Teori Pendidikan Preskriptif
Teori ini adalah seperangkat konsep-konsep tentang
keseluruhan aspek-aspek pendidikan yaitu bagaimana
sebaiknya pendidikan itu dilaksanakan. Teori yang
termasuk dalam kelompok ini adalah Filsafat Pendidikan.
2) Teori Umum Pendidikan Deskriptif
5 Ibit, Ngalim Purwanto, psikologi ... , 98

8

Teori ini adalah seperangkat konsep-konsep tentang
keseluruhan aspek-aspek pendidikan, yang penyajian
konsep-konsepnya bertujuan menerangkan bagaimana
pendidikan telah sedang terjadi dalam masyarakat.
b. Teori Khusus Pendidikan
1) Teori Khusus Pendidikan Preskriptif
Teori ini adalah konsep-konsep tentang sesuatu aspek
pendidikan, yang penyajian konsep-konsepnya bertujuan
menjelaskan bagaimana seharusnya suatu kegiatan
pendidikan dilakukan. Yang termasuk dalam teori ini adalah
teknologi pendidikan.
2) Teori Khusus Pendidikan Deskriptif
Teori ini adalah seperangkat konsep-konsep tentang sesuatu
aspek pendidikan, yang menyajikan konsep-konsepnya
bertujuan menerangkan bagaimana peristiwa-peristiwa
pendidikan telah, sedang, dan diperkirakan terjadi dalam
masyarakat. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah
ilmu-ilmu pendidikan. 6

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
a) Kematangan/Pertumbuhan
Kita tidak dapat melatih anak yang baru berumur 6 bulan untuk belajar
berjalan. Andaipun kita paksa, tetap anak itutidak akan dapat atau sanggup
melakukannya,karena untuk dapat berjalan anak memerlukan kematangan
potensi-potensi jasmaniah maupun rohaniahnya.
b) Kecerdasan/intelijensi
Di samping kematangan, dapat tidaknya seseorang mempelajari sesuatu
dengan berhasil baik ditentukan pula oleh taraf kecerdasannya. Kenyataan
menunjukkan kepada kita, meskipun anak yang berumur 14 tahun ke atas pada
umumnya telah matang untuk belajar ilmu pasti, tetapi tidak semua anak-anak
tersebut pandai dalam ilmu pasti. Jelas kiranya bahwa dalam belajar kecuali
kematangan, intelijensi pun turut memegang peranan.
c) Latihan dan Ulangan
Karena terlatih, karen sering kali mengulangi sesuatu, maka kecakapan
dan pengetahuan yang dimilikinya dapat menjadi makin dikuasai dan makin

6 Ibit, 102

9

mendalam. Sebaliknya, tanpa latihan pengalaman-pengalaman yang telah
dimilikinya dapat menjadi hilang atau berkurang.
d) Motivasi
Motivasi merupakan pendorong bagi suatu organisme untuk melakukan
sesuatu. Motivasi intrinsik dapat mendorong seseorang sehingga akhirnya orang
itu menjadi spesialis dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu.
e) Sifat-sifat Pribadi Seseorang
Tiap-tiap orang mempunyai sifat-sifat kepribadiannya masing-masing
yang berbeda antara seorang dengan yang lain. Sifat-sifat kepribadian yang ada
pada seseorang itu sedikit banyaknya turut mempengaruhi sampai di manakah
hasil belajarnya dapat dicapai.
f) Keadaan Keluarga
Ada keluarga yang miskin, kaya, ada yang diliputi rasa tenteram dan
damai, ada keluarga yang terdiri dari ayah-ibu yang terpelajar dan ada pula yang
kurang pengetahuan, dll. Suasana dan keadaan keluarga yang bermacam-macam
itu mau tidak mau turut menentukan bagaimana dan sampai di mana belajar
dialami dan dicapai oleh anak-anak.
g) Guru dan Cara Mengajar
Sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki
guru, dan bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan itu kepada anakanak didiknya, turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat dicapai anak.
h) Alat-alat Pelajaran
Sekolah yang cukup memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan
untuk belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik dari guru-gurunya,
kecakapan guru dalam menggunakan alat-ala itu, akan mempermudah dan
mempercepat belajar anak-anak.
i) Motivasi Sosial
Jika guru atau orang tua dapat memberikan motivasi yang baik pada anakanak timbullah dalam diri anak itu dorongan dan hasrat untuk belajar lebih baik.
Motivasi sosial dapat pula timbul pada anak dariorang lain di sekitarnya, seperti
tetangga, saudara, dan teman sepermainan/teman sekolahnya.
j) Lingkungan dan Kesempatan

10

Umpamanya karena jarak antara rumah dan sekolah terlalu jauh,
memerlukan kendaraan yang cukup lama sehingga melelahkan. Banyak pula
anak-anak yang tidak dapat belajar dengan hasil baik dan tidak dapat
mempertinggi belajarnya, akibat tidak adanya kesempatan yang disebabkan oleh
sibuknya pekerjaan setiap hari, pengaruh lingkungan yang buruk serta faktorfaktor lain yang terjadi di luar kemampuannya.7

2.5 Faktor-faktor yang mempeengaruhi proses dan hasil belajar
Dalam memahami kegiatan yang disebut dengan “belajar”, perlu dilakukan
analisis untuk menemukan persoalan-persoalan apa yang terlibat di dalam
kegiatan belajar itu. Kita tahu bahwa belajar merupakan suatu proses. Proses itu
harus ada yang di proses (masukan atau input), dan hasil pemrosesan (keluaran
atau output)dengan pendekatan sistem ini sekaligus kita dapat melihat adanya
berbagai faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Dengan
pendekatan sistem ini kegiatan belajar dapat digambarkan sebagai berikut:

INSTRUMENTAL INPUT

RAW
INPUT

TEACHING _ LEARNING PROCESS

OUTPUT

ENVIRONMENTAL INPUT

Gambar di atas menunjukan bahwa masukan mentah (raw input) merupakan
bahan baku yang perlu diolah, dalam hal ini diberi pengalaman belajar tertentu
dalam proses belajar-mengajar (teaching – learning process). Di dalam proses
belajar mengajar itu turut berpengaruh pula sejumlah faktor lingkungan yang
merupakan massukan lingkungan ( environmental input), dan berfungsi sejumlah
faktor yang sengaja dirancang dan dimanipulasikan (instrumental input) guna
menunjang tercapainya keluaran yang dikehendaki (output). Berbagai faktor
tersebut berinteraksi satu sama lain dalam menghasilkan keluaran tertentu.
Di dalam proses belajar mengajar di sekolah, maka yang dimaksudkan
masukan mentah atau raw input adalah siswa sebagai raw input siswa memiliki
karakteristik tertentu, baik fisiologis maupun psikologis. Yang termasuk
instrumental input atau faktor-faktor yang disengaja dirancang dan
7 Ibit, 106

11

dimanipulasikan adalah kurikulum atau bahan pelajaran, guru yang memberikan
pengajaran, sarana dan fasilitas, serta manajemen yang berlaku disekolah yang
bersangkutan. Di dalam keseluruhan sistem maka instrumental input merupakan
faktor yang sangat penting pula dan paling menentukan dalam pencapaian hasil
atau output yang dikehendaki, karena instrumental input inilah yang menentukan
bagaimana proses belajar-mengajar itu akan terjadi di dalam diri pelajar.8

2.6 Cara-Cara Belajar Yang Baik
Menentukan bagaimana cara-cara belajar yang baik bukanlah soal yang mudah.
Dari urian yang lalu kita telah mengetahui adanya bermacam-macam faktor yang
dapat mempengaruhi cara dan keberhasialan belajar. Di samping faktor yang ada
didalam diri orang itu sendiri, banyak pula faktor yang berasal dari luar individu
itu sendiri.
Dr. Rudolf Pintner mengemukakan sepuluh macam metode didalam belajar,
seperti berikut:
a. Metode keseluruhan kepada bagian (whole to part method)
Didalam mempelajari sesuatu kita harus memulai dahulu dari
keseluruhan, kemudian baru mendetail kepada bagian-bagiannya.
Misalnya kita akan mempelajari sebuah buku. Mula-mula kita perhatikan
lebih dahulu isi buku tersebut, urutan bab-babnya dan subab masingmasing. Dari gambaran keseluruhan isi buku tersebut barulah kita
mengarah kepada bagian-bagian atau bab-bab tertentu yang kita anggap
penting atau yang merupakan inti pokokbuku tersebut. Metode ini berasal
dari pendapat psikologi Gastalt.
b. Metode keseluruhan lawan bagian (whole versus part mentod)
Untuk bahan-bahan pelajaran yang skopnya tidak terlalu luas,
tepat dipergunakan metode keseluruhan seperti menghafal syair, membaca
buku cerita pendek, mempelajari unit-unit pelajaran tertentu, dan
sebagainya.
c. Metode campuran antara keseluruhan dan bagian (medhiating method)
Metodi ini baik digunakan untuk bahan-bahan pelajaran yang
skopnya sangat luas, atau yang sukar-sukar, seperti miasalnya tata buku,
akunting, dan bahan kuliah lain pada umumnya.
d. Metode resitasi (recitation method)
Restisai dalam hal ini berarti mengulangi atau mengucap
kembali (sesuatu) yang telah dipelajari. Metode ini dapat digunakan untuk
semua bahan pelajaran yang bersifat verbal maupun nonverbal. Di dalam
8 Binti Maunah, Landasan Pendidikan, (Yogyakarta:TERAS, 2009) 215

12

e.

f.

g.

h.

mata kuliah Metodologi pengajran metode resitasi ini disebut”metode
pemberian tugas”.
Jangka waktu belajar (length of practice periods)
Dari-dari eksperimen ternyata bahwa jangka waktu (periode)
belajar yang produktif seperti menghafal, mengetik, mengerjakan soal
hitung, dsb. Antara 20-30 menit . jangka waktu yang lebih 30 menit untuk
belajar yang benar-benar memperlukan konsentrasi perhatian relatif
kurang atau tidak produktif.
Jangka waktu diatas tidak berlaku bagi mata pelajar yang
memprlukan “pemanasan” pada pemulaan belajar sejarah, geografi, ilmu
filsafat, dsb.
Pembagian waktu belajar (distribution of practice periods)
Dari berbagai percobaan telah dapat dibuktikan, bahwa belajar
yang terus menerus dalam jangka waktu yang lama tanpa istirhat tidak
efesian dan tidak efektif. Oleh karena itu, untuk belajar yang produktif
diperlukan adanya pembagian waktu belajar. Dalam hal ini” hukum jost”
masih tetap diakui kebenerannya.
Membatasi kelupaan ( counteract forgetting)
Bahan pelajran yang telah kita pelajari sering kali mudah dan
lekas dilupakan. Maka untuk jangan sampai lekas lupa atau hilang sama
sekali, dalam belajar perlu adanya “ulangan” atau riview pada waktuwaktu tertentu atau setelah/pada akhir suatu tahap pelajaran diseleseikan.
Guna riview atau ulangan ini ialah untuk meninjau kembali atau
mengiangatan kembali bahan yang pernah dipelajari.
Menghafal (cramming)
Metode ini berguna terutama jik a tujuannya untuk dapat
menguasai serta memproduksi kembali dengan cepat bahan-bahan
pelajaran yang luas atau banyak dalam waktu yang relatif singkat
misalnya belajar untuk menghadapi ujian-ujian semester atau ujian akhir.

i. Kecepatan belajar dalam hubungannya dengan ingatan
Kita mengenal ungkapan quick learning means quick for getting.
Di dalamnya terdapat korelasi negatif antara kecepatan memperoleh atau
pengetahuan dengan daya ingtan terhadap pengetauan itu. Hasil-hasil
eksperimen yang pernah dilakukan tidak mempunyai cukup bukti untuk
menolak atau membenarkan generalisasi tersebut. Untuk bahan pelajaran
yang kurang mempunyai arti, mungkin generalisasi itu tepat dan benar.
j. Retroactive inhibitioan
Kita telah mengetahui dari beberapa teori belajar yang telah
dibicarakan bahwa belajar merupakan suatu proses yang didalamnya
terdapat asosiasi dan interrelasi antara berbagai pengalaman yang
kemudian membentuk pola-pola penertian atau pengetauan yang

13

teroganisasi di dalam diri kita. Pada waktu terjadi proses reproduksi di
dalam jiwa kita, atau dengan kata lain pada waktu terjadi proses berfikir,
terjadi adanya penolakan atau penahanan dari suatu unit pengetahuan
tertentu terhadap unit yang lain. Sehingga terjadi kesalahan dalam befikir.
Untuk menghindari jangan sampai terjadi retroactive inhibition itu,
disarankan agar dalam belajar tidak mencampur-aduk, dalam arti
beberapa mata pelajaran di pelajari dalam suatu waktu sekaligus. Untuk
itu diperlukan adanya jadwal dalam belajar yang harus ditaati secara
teratur.9

9 Ibid, 218

14