JUJKNAL KO T O BA

ISSN 2303 1131

JUJKNAL KOTO BA

Dutac Nwf
c*li

Idns*

j3

MAKNA SHUUjOSHI NAYO, NOYO, NONE
DAN YONE BAHASA JEPANG
(SATU KAJIAN SEMANTIK)

Lady Diaaa Yusr
i,
Muhammad Yu#di. RaMu
Mila Sepni, Intan

2r-


KARA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

Istiqa Sari

43

HIPOTESIS SAPIR WHORF DAN GA1RAIGO

Hendri Zaiman

PERSEPSI MANUSIA JEPANG TERHADAP
KEPALA DALAM KANYOUKU
(ANALISIS MAKNA KANYOUKUATAMA)
xyymco rdi-g&pjj Rif fk mxj mxt

Inn tsaaeni Sidik

hti


Oif
li Manila

81

Adr
iaius

92

if
edhUElib

106

fmehla ladah LesUr
i

118


VOLUME 1,2012

LEKSfKON MORAL? SEBAGAI
PEGKAUSATIF SINTAKSIS BAHASA JEPANG
KATA PENYUKAT UNTUK BENDA
DALAM BAHASA fEPANG
PARTIKEL 0CM0SEBAGAIPEMBENTUK
HAIRVOUmOUGEN DALAM
BAHASAJEPANG
PENANDA MORFOLOGIT1NGKAT TUTUB
BAHASAJEPANG

FIB UNIVERSITAS ANDALAS

jcpS eduei sifiqfp p3(pJE sipiuad emeu oep tsjfepaj neansns mefep emeu-eaieN 1
:

feiunf {nduiesSuEjjepq uet
if
aq ip qofsefj uesipiisj uetuopuai ubi-iib>[Subi

;bm8{ vr
e>jnq uBup{BAa>[ ibmsj niiBi{Bdip BSiq bXubh ">lBpnui UBp pji^Bq
SubX ir
ejtBuaqa>[ iB Bqas UB>fB;B>[ip mi s>[aiuo>i uiB{Bp UBiEuaqg^ dasuo>[
'rui bu3jb>[ qaio ~vy[TSo\ UESuap tmEqBdip ^ijns ^bSubs Str
eps^ SubX ubui>ibA3>[
UB>fUBdapa uaui SubX n;Bnsas uB^edruaui buibSe bu9jb>[ nxiEV[Bdi:p ^njun
^i|ns ^eSubs BisnuBui uBii>[iuiad ir
ep UBBpBiaqa>i 'iqE^i uesui iBSsqas
iqqB^i iqBji ubsui iBSsqas BtsnuBjAl b
iMEisnuBui tr
ep evdjbui SuB^uai uiej BXBpnq UB uap
E^Bpnq n4Ens uBuiBijEuiad EXujEq tjiadas 'Bpd spaqiaq ub>{b ajua; Bpaqjaq
SubX uBBXBpnqa>f uBiBuaqa>{ uB^Bf 'eie>[ >[apuaj -seib ip sidoxjuBjxj uBSunuaj
uEiSsq EpEd UE>{TBanip SueA t^iadas piiBqEdip qE{saiBq jnqasia} iMBtsnuEui
UBJBuaqa>{ dasuo>j 'bIes eAueh iMEisnuBiu >[Bpp SubA riE^B UBEisnuBiua>[udjaq
>[Ept^ SubX [Bq-{Bq >{niun E/CuuB.ip[ij UB>{BunSSuaui >[Bpi; inqasaa;
Suejo BAur
epuEas b>[i[ 'BXBpnqjaq Sir
ejoasas ue>{b;e>iip BSiq qEj>{Epii 'e>{ejaj

@ipB} i|Eipsi UBp uBUBpBd bji>[-eji>i qB[n;iSaq 'tMBisnuBui /uBEtsnuEvua^udiaq
ubX ^np^Bui UBp ji>[ijjaq SubX >jn[ipiEui '^nqasjta; qBipsi Bnp jBMaj EisnuBUi
>[osos uB>[iBquiB Suaui ^n;un }E>(Edas UEEXBpnqa>[ ijqE bjbj sniwuinf-f ouiojj
uEp suaideg ouioh in\ eA 'eisiiueui SuE^a^ EiBDiqiaq Suejo B>[i;a>{ jBSuapia;
Suuas SubX qByusi (z) Bnp Bps >{Bpt; Sut{Bd 'UBBXBpnqa>{ nuiji uiEiBp iq
EXEpnq UIB{Ep BISnUEJAJ 'I
ir
esBUBqiJaaj *g

@ur
ej Subio

jninuaui >pia( ef
es esiq UB>{qeq 'uie] Suejo jmnuaui ^ijued n;ua; uinpq njua}
ba*es ;runuaui >ji}ubd feXmaa^Suo^ vjoiuo^ "uibi SueA npiAtput viap >{epii
'ue^n>[SuBSJ8q Svr
eA npiAipui \ \ [uiBi{Bdip esxq eAueii eSnf iut vr
eiBuaqa>[
'n;i BuaiB^ npTAipui dBt;-dBii ^tunvtaui Bpaqiaq usp 'i{B>[3s jp>[a(qns
bXuibjis 2ubX uB.iBir

aqa>[ vjeiBpB iui uBiBuaqa>[ 'eXuuBBUiBuad ir
eSuap r
ensag
npiAipui UBiBuaqa^ -^
( qBqtuaq ub>{b UBipueuiad iBduia^ r
eSuns UBJtSSuid /uBida;
i^e>[as 'qBq-JiB nB>las) i/eqiueq ueidef ffeyes SuepeS ew i[b>[bs UBdB>(8un
UB uap ir
e>mBitisnp nBqB^SuBinpsj BXepnq uiB{Bp SubA 'sXBpnq uBjr
euaq3>[
UB u3p inqasip SubA i^biiui UBJBir
aqa^ i[B>ias buibs UB{ii| BSiq UB^Eq
'ubuibz uBijBqtuad vr
eSuap UB[Bf
os .iasaSjaq sruai ub>{e bi '^Bpnui qBpfBpi}
iui s>[a;uo>[ uiepp UBiBuaqa^ 'xdBjaj ub>{v 'UT6! ^oduiop>[ qap luieqBdip
;ips B n( SucpB5[ia^ ^oduiojaii usiEuaqa^ 'pii^bvj BiBuaqa^ uBSuap dutjAj

ZZOZ I '|0A


SHv5-*- @@TvVfJurnal Kotoba)
Vol. 1 2012

yang membentuk berbagai organ fisik, dan secara rohani terdiri dan
pemikiran, emosi dan perasaan yang membedakannya dengan makhluk
lainnya. Keduanya memiliki fungsi yang pada akhirnya berujung pada dua
arah, yaitu baik dan buruk. Oleh karena itu, agar tidak terjadi yang kita kenal
dengan hukum rimba, budaya mengatur agar organ-organ fisik dan organ
rohani tersebut bisa difungsikan ke arah kebaikan melalui nilai-nilai budaya
itu sendiri.
c. Manusia sebagai sosial
Sebagai makhluk sosial, keberadaan dan pemikiran manusia itu
ditentukan oleh keberadaan orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini,
keberadaan budaya dibutuhkan untuk mengatur supaya tidak terjadi
benturan kepentingan di antara manusia. Misalnya, sifat mata adalah
cenderung suka melihat yang indah-indah dan cantik. Agar sifat (baca:
potensi) ini tidak menggangu milik orang (seperti digunakan untuk melirik
istri orang), budaya melahirkan norma-norma yang bisa membuat orang
merasakan malu ketika melakukan sesuatu yang salah atau melanggar etika,
dan aturan yang membuat orang takut untuk melanggar hak orang lain.

2. Manusia Jepang (tinjauan budaya dan bahasa)
Ichiro (1986: 48), Reishauer (1982: 65) menyatakan bahwa manusia Jepang
biasanya digambarkan lewat stereotype; disiplin, etos kerja tinggi, produktif,
kreatif, sopan-santun, dan sangat memperhatikan hal-hal yang bisa membebani/
mengganggu orang lain. Hal ini, bisa dilihat langsung dari gerak-gerik seperti
yang ada dalam budaya ojigi, ataupun dalam kebiasaan kunjung-mengunjungi
dan berkirim kartu (meishis. Hal ini tentunya bersumber dari ajaran budaya yang
telah mendarah-gaging dalam diri setiap orang Jepang, meskipun secara
individu tentu saja ada yang tidak begitu. Yang pasti secara umum, begitulah
stereotype orang Jepang.
Di samping cerminan yang ditunjukkan oleh berbagai tradisi dan kebiasaan
di atas, bahasa Jepang juga menunjukkan hal serupa tentang manusia Jepang itu.
Seperti kebiasaan mengucapkan salam, kata-kata yang mengandung permintaan
maaf, penggunaan ungkapan/ idiom, dan yang paling menyolok, yaitu tingkatan
dalam penggunaan bahasa sesuai dengan siapa lawan bicara. Hal ini jelas
mengindikasikan bahwa bahasa tersebut kaya akan kandungan nilai-nilai
budaya yang sengaja dimasukkan guna membentuk watak dan cara berfikir para
penggunanya. Seperti yang ditegaskan dalam berbagai teori pembelajaran
bahasa bahwa belajar bahasa adalah belajara berfikir seperti penutur asli bahasa
tersebut.


3. Kanyouku (idiom)
Kridalaksana (1993: 82) menyatakan idiom adalah konstruksi dari unsurunsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang
ada hanva karena bersama yang lain. Contoh: kambing hitam dalam kalimat

59

@Wu^^t
t^^M^&^^u^^uI^HB^u^^SilJ^BO^Kw^^uS^^^^^HlM^QSSSi^EKu^j^^^^^^^^l

SSI^ + @f^(Jurnal Kotoba)
Vol. 1 2012

tidaklah sesering dan sebebas penggunaannya sebagaimana idiom dalam bahasa
Jepang. Selanjutnya, disebutkan bahwa idiom digunakan adalah dalam rangka
untuk mempermudah lawan bicara dalam menangkap makna ujaran yang ingin
disampaikan oleh penutur. Oleh karena itu, idiom bisa juga diartikan sebagai
strategi yang digunakan oleh penutur untuk melindungi diri, lawan bicara
ataupun objek yang dibicarakan.
Mengingat jumlahnya yang tidak terbatas, maka pada makalah ini hanya

akan dibahas idiom bahasa Jepang yang menggunakan kata atama. Kemudian,
akan dianalisis secara sturktur dan makna (sintak-pragmatik).
5. Manusia Jepang dalam Kanyouku "atama"
Kanyouku atama di sini dimaksudkan untuk menyatakan idiom yang
menggunakan kata kepala di dalam bahasa Jepang. Kalau dalam bahasa
Indonesianya bisa kita temukan pada idiom keras kepala, besar kepala, kepala
batu, dan lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya, berikut diketengahkan beberapa
idiom bahas Jepang yang menggunakan kata kepala (baca atama) tersebut:

a. Mf
tf
e^
Secara harfiah, idiom bahasa Jepang Iff ^^V^

memiliki arti "sakit

kepala" di dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, sehubungan dengan
keberadaannya sebagai idiom, kata ini memiliki makna lain yang sering
digunakan oleh penutur aslinya guna menyatakan maksud/ perasaan
tertentu, yaitu untuk menyatakan keadaan pusing karena memikirkan

sesuatu (khawatir/ cemas). Pernyataan maksud seperti ini, melalui idiom
yang menggunakan kata kepala mempunyai padanan serupa di dalam
bahasa Indonesia (sama-sama menggunakan kata kepala), yaitu "kepalaku
terasa berat" (Badudu, ). Idiom "kepala berat" ini, disamping bermakna
denotatif, juga memiliki makna untuk menunjukkan keadaan pusing karna
memikirkan sesuatu (khawatir/ cemas).

b. Mt
fT&Z
Untuk menyatakan kekaguman ataupun perasaan hormat kepada orang
lain, orang Jepang memang terkenal dengan kebiasaan menundukkan kepala
(Ojigi). Jadi, idiom ini digunakan untuk menyatakan perasaan kagum/
hormat kepada teman bicara. Idiom ini tidak mempunyai padanan yang
serupa (sama-sama menggunakan kata kepala) di dalam bahasa Indonesia.
Karena, di dalam idiom bahasa Indonesia," maksud seperti ini biasanya
diungkapkan dengan idiom "angkat topi". Dan secara spesifiknya, bahasa
Indonesia cenderung lebih menggunakan lisan untuk menyatakan hal seperti
ini dari pada gerakan tubuh seperti yang ditunjukkan idiom Jepang ini.

c. H^ ^^^V^
Jika diartikan secara leksikal ke dalam bahasa Indonesia, kata-kata di atas
memiliki arti "kepala tidak naik". Sebagai idiom, kata-kata tersebut memiliki

61

BpEaJflB^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^B

I'JIv'-t@@^"/i'(Jurnal Kotoba)
Vol. 1 2012

Daftar Kepustakaan
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: FT. Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2004. SosiolinguistikPerkenalan Awal. Jakarta: PT. Rineka

Cipta
Ichiro, Ishida. 1986. Manusia dan KebudayaanJepang. Jakarta: PT. Dian
Rakyat.
Kridalaksana. (1993). Kamus linguist
ik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Matsura, Kenji (1994). Kamus Jepang Indonesia. Kyoutou : Sangyou
University Press.
Reishauer, A. Edwin (1982). Manusia Jepang. Jakarta: Sinar Harapan.
Suryadimulya, S ,Agus. (2002). Penelit
ian KontrastifIdiom Yang Menggunakan
Anggota Tubuh Antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Jepang.

^m-mmrnW. (2005) . /h^atmsm. m^-. mm

67