Makalah Tata Tulis dan Kutipan

MAKALAH
TATA TULIS DAN KUTIPAN

Oleh
Kelompok VI
Nama : Muhammad Nur Rizqi Amir Musa

│NIM : 41502A0008

Nama : Ilham Ramadhan

│NIM : 41502A0011

Nama : Wawan Handika

│NIM : 41502A0020

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
TAHUN 2015


KATA PENGGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah
yang telah memberikan Penyusun kemudahan sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa ucapan
terimakasih kepada kedua Orang Tua penyusun yang telah membesarkan dan
membimbing penyusun hingga bisa seperti ini. Tidak lupa juga penyusun
mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada Bapak Erwin S.Pd, M.Pd
selaku Dosen Pembimbing Bahasa Indonesia yang telah membimbing penyusun
yang memberi penyusun ilmu tentang Bahasa Indonesia, penyusun juga
bersyukur diberi tugas makalah tentang “Tata Tulis dan Kutipan” yang
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan penyusun dan pembaca.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Tata
Tulis dan Kutipan” yang Penyusun sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan,
baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun
dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah

ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “Tata Tulis dan Kutipan” yang sangat
bermanfaat bagi penyusun dan pembaca mengetahui bagaiman tata tulis yang baik
dan benar, cara mengutip dan menulis kutipan, penulisan daftar pustaka yang bisa
penyusun pergunakan di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas
kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Terima
kasih.
Mataram, November 2015
Penyusun

Kelompok VI
ii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................

i


KATA PENGANTAR........................................................................................

ii

DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB

I

BAB II

PENDAHULUAN...........................................................................

1

A.

Latar Belakang........................................................................

1


B.

Rumusan Masalah...................................................................

1

C.

Tujuan Penulisan.....................................................................

2

D.

Manfaat Penulisan..................................................................

2

PEMBAHASAN..............................................................................


3

A.

Pengertian Tata Tulis (Ejaan)..................................................

3

B.

Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf miring...........................

3

C.

Penulisan Kata........................................................................ 10

D.


Pemakaian Tanda Baca........................................................... 23

E.

Pilihan Kata (Diksi) dan Kalimat........................................... 32

F.

Alinea dan Pengembangan Alinea.......................................... 38

G.

Kutipan.................................................................................... 40

H.

Format APA............................................................................ 41

I.


Format MLA........................................................................... 44

J.

Daftar Pustaka......................................................................... 48

K.

Fungsi Daftar Pustaka............................................................. 48

L.

Penulisan Daftar Pustaka........................................................ 48

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 52
A.

Kesimpulan............................................................................. 52


B.

Saran....................................................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 54

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Seperti telah kita ketahui bersama bahwa yang dimaksud dengan karya

ilmiah merupakan karya tulis yang memiliki ciri obyektif, logis, sistematis , dan
dapat dipertanggung jawabkan. Jenis-jenis karya ilmiah beragam salah satunya
adalah skripsi. Memasuki jenjang perguruan tinggi kita sudah dituntut untuk
mengetahui apa itu skripsi. Apalagi bagi mahasiswa S1, karena salah satu
prasyarat untuk dapat meraih gelar sarjana adalah dengan membuat skripsi. Proses
penulisan skripsi berbeda-beda tergantung dari kebijakan jurusan. Seperti halnya

jurusan Teknik Pertambangan yang memiliki kebijakan dari semester 5 sudah
harus memikirkan skripsi paling tidak judul sudah terkonsep.
Untuk dapat menulis skripsi tidaklah mudah banyak aturan-aturan yang
harus diikuti. Aturannya pun rumit dan ribet, hal tersebut juga tergantung pada
pembimbing yang nantinya akan membimbing kita dalam proses penulisan
skripsi. Kadang ada pembimbing yang konsen dan teliti pada penggunaan tanda
baca seperti titik, koma, huruf besar, dan lain-lain. Melihat tidak mudahnya dalam
penulisan skripsi maka dalam makalah ini akan sedikit membahas mengenai tata
tulis penulisan karya ilmiah pada bab tata tulis yang benar, mengutip dan
penulisan kutipan, dan penulisan daftar pustaka.

B.

Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tata tulis yang benar?
2. Bagaimana cara mengutip dan menulis kutipan?
3. Bagaimana cara menulis daftar pustaka?

C.


Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tata cara tulis yang benar.
2. Untuk mengetahui pemakaian huruf yang sesuai dengan konsep EYD.
3. Untuk mengetahui penulisan kata yang sesuai dengan konsep EYD.
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud mengutip.
5. Untuk mengetahui konsep kutipan.
6. Untuk mengetahui jenis-jenis kutipan.
7. Untuk mengetahui tata cara penulisan kutipan.
8. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan daftar pustaka.
9. Untuk mengetahui tata cara penulisan daftar pustaka.

D.

Manfaat Penulisan
1. Teoretis: untuk mengkaji kaidah Bahasa Indonesia khususnya dalam
memahami EYD
2. Dapat menjadi bahan informasi dan masukan bagi para pelajar agar dapat
menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
3. Sebagai referensi atau pedoman sebelum membuat karya ilmia.
4. Untuk memperluas ilmu tentang bahasa Indonesia terutama dalam hal

tata tulis, kutipan, dan penulisan daftar pustaka.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Pengertian Tata Tulis (Ejaan)
“Pengertian ejaan dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi khusus dan
segi umum. Secara khusus, ejaan dapat diartikan sebagai pelambangn
bunyi-bunyi bahasa dengan huruf, baik berupa huruf demi huruf
maupun huruf yang telah disusun menajadi kata, kelompok kata, atau
kalimat. Secara umum, ejaan berarti keseluruhan ketentuan yang
mengatur pelambangan bunyi bahasa, termasuk pemisahan dan
penggabungannya, yang dilengkapi pula dengan penggunaan tanda
baca.” (Mustakim, 1990 : 1).
“Kaidah ini mengatur tiga hal, yaitu penulisan huruf, penulisan kata,
dan penggunaan tanda baca” (Anshari,dkk , 2013 : 50).

B.

Penggunaan Huruf Kapital dan Huruf Miring
1. Huruf Kapital atau Huruf Besar.

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Menurut Permendiknas (2011:8), huruf kapital digunakan untuk :
Sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Sebagai huruf pertama kata yang berkenaan dengan agama.
Sebagai huruf pertama pada petikan langsung.
Sebagai huruf pertama yang menyatakan gelar kehormatan , gelar
keagamaan , gelar keturunan , yang diikuti dengan nama orang.
Sebagai huruf pertama nama jabatana atau pangkat yang diikuti nama
orang.
Sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Sebagai huruf pertama kata yang menyatakan nama bangsa, nama suku,
atau nama bahasa.
Sebagai huruf pertama tahun, nama bulan, nama hari, nama hari raya, dan
nama peristiwa sejarah.
Sebagai huruf pertama kata yang menyatakan nama dalam geografi.

Penggunaan huruf kapital menurut Permendiknas (2011: 8) :
a. Di awal kalimat, setiap huruf yang mengawali kalimat tersebut haruslah
menggunakan huruf kapital (Permendiknas, 2011:8).
Misalnya:





Tas itu berwarna pink
Dia harus bisa membaca!
Kemana kamu akan pergi?

b. Dalam penulisan petikan langsung, huruf pertama selalu diawali huruf
kapital (Permendiknas, 2011:8).
Misalnya:
 Gubernur berseru ,”Marilah kita bersatu dalam mewujudkan
kehidupan Islam!”
 Firabertanya,”Kapan kita berangkat?”
c.

Kata yang berkenaan dengan agama, kitab suci, dan nama Tuhan
termasuk kata ganti untuk Tuhan, selalu di awali huruf kapital
(Permendiknas, 2011:8).
Misalnya :
- Islam
- Hindu
- Yang Maha Esa
- Mohon ampun kepada-Nya
- Yang Maha Esa
- Ya, Tuhan, bimbinglah hamba-Mu ke jalan yang Engkau rahmati.

d. Jika nama gelar kehormatan, gelar keturunan, dan gelar keagamaan, diikuti
nama orang maka huruf pertamanya menggunakan huruf kapital
(Permendiknas, 2011:9).
Contoh:
- Mahaputra Mohamad Yamin
- Imam Syafi’i
- Nabi Muhammad SAW
- Sultan Hasanuddin
Tetapi, jika tidak diikuti nama orang, maka tidak perlu menggunakan
huruf kapital (Permendiknas, 2011:9).
Contoh :



Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Mengikuti ajaran seorang imam

e. Unsur nama jabatan dan pangkat jika diikuti nama orang, nama instansi,
atau nama tempat yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu,
maka harus diawali huruf kapital (Permendiknas, 2011:10).
Misalnya:
 Wakil Presiden Adam Malik,
 Perdana Menteri Inggris,
 Profesor Kameliani,
 Laksamana Muda Arif Sastranegera,
Tetapi jika tidak dikuti nama orang, nama instansi atau nama tertentu
maka tidak perlu menggunakan huruf kapital (Permendiknas, 2011:10).
Misalnya:
 Siapa gubernur yang baru dilantik itu?
 Kemarin dia dilantik menjadi mayor jenderal.
Jika nama instansi atau jabatan merujuk kepada bentuk lengkapnya
maka harus menggunakan huruf kapital (Permendiknas, 2011:10).
Misalnya :
 Sidang itu dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia
Sidang itu dipimpin Presiden
 Kegiatan itu sudah direncanakan oleh Departeman Pendidikan
Nasional Kegiatan itu sudah direncanakan oleh Departemen
f.

Setiap huruf pertama unsur-unsur nama orang menggunakan huruf kapital
(Permendiknas, 2011:11).
Misalnya:
 Kameliani
 Nur Purnama Sari
 Ina Aprianti
Tetapi jika unsur-unsur nama orangseperti pada de,van, dan der (dalam
nama Belanda), von (dalam nama Jerman), atau da (dalam nama
Portugal), maka tidak perlu mengunakan huruf kapital (Permendiknas,
2011:11).
Misalnya :
 Vasco da Gama
 Otto van Bismarck
 J.J de Hollander

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang
digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran (Permendiknas,
2011:12).
Misalnya:
 Mesin diesel
 10 volt
 5 ampere
g. Huruf pertama pada nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa ditulis dengan
menggunakan huruf kapital (Permendiknas, 2011:12).
Misalnya:
 bangsa Indonesia
 suku Bugis
 bahasa Korea
Tetapi jika kata tersebut merupakan bentuk dasar kata turunan, maka
tidak perlu menggunakan huruf kapital (Permendiknas, 2011:13).
Misalnya:
 mengindonesiakan kata asing
 kekorea-koreaan
h. Huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah
menggunakan huruf besar (Permendiknas, 2011:13).
Misalnya:
 tahun Hijriah
 bulan Juli
 hari Jumat
 hari Lebaran
 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
 Perang Dunia I
Tetapi jika peristiwa sejarah tidak digunakan sebagai nama, maka
tidak perlu menggunakan huruf kapital (Permendiknas, 2011:13).
Misalnya:
 Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan
bangsanya.
 Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.

i. Huruf pertama unsur-unsur nama diri geografi dituliskan dengan huruf
kapital (Permendiknas, 2011:14).
Misalnya:
 Asia Tenggara
 Makassar
Huruf pertama unsur-unsur nama geografi yang diikuti nama diri
geografi juga dituliskan dengan huruf kapital (Permendiknas,
2011:14).
 Bukit Barisan
 Danau Toba
 Selat Lombok
Jika unsur-unsur nama geografi tidak diikuti nama diri geografi maka
huruf pertamanya tidak perlu menggunakan huruf kapital
(Permendiknas, 2011:15).
Misalnya:
 berlayar ke teluk
 mandi di kali
 menyeberangi selat
Nama diri geografi yang digunakan sebagai penjelas nama jenis tidak
perlu menggunaka huruf kapital (Permendiknas, 2011:15).
Misalnya:
 garam inggris
 gula jawa
 pisang ambon
Jika nama diri atau nama diri geografi didahului dengan kata yang
menggambarkan kekhasan budaya maka huruf pertamanya
menggunakan huruf kapital (Permendiknas, 2011:15).
Misalnya :
 ukiran Jepara
 asinan Bogor
 sate Mak Ajad
j. Unsur nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan,
badan , dan nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan, oleh, atau , dan
untuk , huruf pertamanya mengggunakan huruf kapital (Permendiknas,
2011:15).

Misalnya:





Republik Indonesia
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak

k. Jika nama lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan , badan, dokumen
resmi, dan judul karangan yang mengandung unsur bentuk ulang sempurna
maka setiap huruf pertamanya menggunakan huruf kapital (Permendiknas,
2011:17).
Misalnya:
 Perserikatan Bangsa-Bangsa
 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
 Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
l. Semua huruf pertama pada kata yang terdapat di dalam judul buku,
majalah, surat kabar, dan judul karangan harus menggunakan huruf kapital
kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak
pada posisi awal (Permendiknas, 2011:17).
Misalnya:
 Saya telah membaca buku Beyond The Inspiration.
 Bacalah majalah Drise.
 Dia adalah agen surat kabar Fajar Makassar.
m. Jika kata mengandung unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan
yang digunakan dengan nama diri, maka huruf pertamnya menggunakan
huruf besar (Permendiknas, 2011:17).
Misalnya:
Dr.
doktor
M.A.
master of arts
S.H.
sarjana hukum
S.S.
sarjana sastra
Prof.
profesor
Tn.
tuan
Ny.
nyonya
Sdr.
saudara
n. Jika kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara,
kakak, adik, dan paman dipakai dalam penyapaan atau pengacuan, maka
huruf pertamanya menggunakan huruf kapital (Permendiknas, 2011:18).

Misalnya:
 “Kapan Kakak berangkat?” tanya Kamelia.
 Sari bertanya,”Itu apa, Bu?”
 Surat Saudara sudah saya terima.
 “Silakan masuk, Nak!” kata Lia.
Tetapi jika tidak dipakai sebagai kata pengacuan atau penyapaan maka
tidak perlu menggunakan huruf kapital (Permendiknas, 2011:19).
Misalnya:
 Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
 Semua kakak dan adik saya sudah bekerja.
 Dia tidak mempunyai saudara di Makassar.
o. Kata Anda yang digunakan dalam penyapaan , huruf pertamanya
menggunakan huruf kapital (Permendiknas, 2011:19).
Misalnya:
 Sudahkah Anda tahu?
 Surat Anda telah kami terima.
2. Huruf Miring
Menurut Permendiknas (2011:19), huruf miring dapat digunakan untuk:
a. Menuliskan judul buku , nama majalah, dan nama surat kabar yang
terdapat dalam teks.
b. Menegaskan atau mengkhususkan huruf, kata, atau kelompok kata di
dalam suatu teks.
c. Menuliskan nama ilmiah, ungkapan , kata , atau istilah asing/ daerah.
Adapun aturan penggunaan huruf miring adalah sebagai berikut:
(Permendiknas, 2011:19).
Nama buku, nama majalah, dan nama surat kabar yang dikutip dalam
tulisan harus dicetak miring (Permendiknas, 2011:19).
Misalnya :
 Buku Ustadz Felix yang berjudul Udah Putusin Aja! adalah
buku bernuansa Islami.
 Tulisan Umar Kayam pernah dimuat dalam majalah Tempo.

d. Dalam menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata atau,
kelompok kata dapat dicetak menggunakan huruf miring (Permendiknas,
2011:20).
Misalnya:
 Huruf pertama yang dia tulis adalah c
 Dia bukan menipu, tetapi ditipu.
 Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.
 Huruf j pada kata Jakarta harus ditulis dengan huruf kapital
e. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah
atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya
(Permendiknas, 2011:20).
Misalnya:
 Nama ilmiah buah manggis ialah Garcinia mangostana.
 Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini.
 Dewasa ini banyak perusahaan yang go public.
C.

Penulisan Kata
1. Kata Dasar

Kata dasar adalah kata yang tidak terikat antara kesatuan yang satu dengan
yang lainnya, dan belum mengalami penambahan imbuhan.(Chaier, Abdul: 2006).
Misalnya:
 Kita semua anak Indonesia.
 Kantor pajak penuh sesak.
 Buku itu sangat tebal.
2. Kata Turunan
Kata berimbuhan adalah suatu kata yang dibentuk dari kata dasar dengan
menambahkan imbuhan ( awalan, sisipan, atau akhiran ) (Chaeir, Abdul :2006)
Aturan penulisan kata berimbuhan menurut Permendiknas (2011 : 24) sebagai
berikut.
a. Kata dasar ditulis serangkai dengan imbuhan ( awalan, sisipan, akhiran )
(Permendiknas, 2011:24).
Misalnya:
 Berjalan
 Petani




Lukisan
gemetar

Imbuhan kalau ditambahkan pada bentuk singkatan atau kata dasar yang
bukan bahasa Indonesia maka harus dirangkaikan dengan tanda hubung
(Permendiknas, 2011:25).
Misalnya :
 mem-PHK-kan
 di-upgrade
 me-recall
b. Kalau bentuk dasar merupakan gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis
serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya
(Permendiknas, 2011:25).
Misalnya:
 bertepuk tangan
 garis bawahi
 menganaksungai
 sebar luaskan
 lipat gandakan
c. Kalau bentuk dasar yang berupa gabungan kata yang mendapat awalan
dan akhiran sekaligus, maka unsur gabungan kata tersebut harus ditulis
serangkai (Permendiknas, 2011:25).
Misalnya:
 Mengggarisbawahi
 Menyebarluaskan
 Dilipatgandakan
d. Jika salah satu unsur dari gabungan kata itu tidak dapat berdiri sendiri
sebagai sebuah kata, maka gabungan kata itu ditulis serangkai
(Permendiknas, 2011:26).
Misalnya:
 Adipati
 Aerodinamika
 Antarkota
 Anumerta
 Audiogram
 Awahama








Bikarbonat
Biokimia
Dwiwarna
Mahasiswa
Mancanegara
multilateral,

3. Bentuk Ulang
Kata ulang merupakan sebuah bentuk dari hasil mengulang sabuah kata dasar
atau dari sebuah bentuk dasar.Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan
menggunakan tanda hubung (-). (Chaeir,Abdul :2006)
Misalnya:
 anak-anak
 mata-mata
 undang-undang
 mondar-mandir
dimana aturan dari penulisan kata ulang ini juga berlaku pada bentuk
seperti :
 sia-sia
 laba-laba
 kupu-kupu
4. Gabungan Kata
Bentuk kata yang terdiri atas dua kata atau lebih disebut gabungan kata atau
kata gabung. (Chaeir,Abdul : 2006)
Menurut Permendiknas(2011: 30) kata gabung di tuliskan dengan aturan
sebagai berikut :
a. Unsur-unsur yang membentuk gabungan kata ditulis secara terpisah
dengan lainnya (Permendiknas, 2011:30).
Misalnya:
 kantor pos
 orang tua
 kambing hitam
 persegi panjang
 kereta api expres
 buku pelajaran kimia

b. Agar terhindar dari kesalahan pengertian, maka di antara unsur-unsur
gabungan kata dapat di beri tanda hubung agar dapat menegaskan
hubungan antara unsur yang bersangkutan (Permendiknas, 2011:30).
Misalnya :
 Buku sejarah-baru Dengan arti, ‘yang baru adalah sejarahnya’
 Buku-sejarah baru Dengan arti, ‘yang baru adalah bukunya’
c. Gabungan kata yang sudah dianggap sebagi sebuah kata (satu kata), di
tulis serangkai (Permendiknas, 2011:30).
Misalnya:
 Adakalanya
 Apalagi
 Beasiswa
 matahari
Kita harus melihat dalam kamus untuk memastikan apakah kata
tersebut sudah dianggap sabuah kata atau belum.
5. Kata Ganti
Kata ganti klitik merupakan kata ganti yang di singkat seperti ku- , kau- , -ku,
-mu, dan –nya. Kata gantiku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya; kata ganti -ku, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya. (Pemerdiknas, 2010 : 50)
Misalnya:
 Dimana kaubeli baju itu?
 Ini bukuku, itu bukunya, lalu dimana bukumu?
Kalau digabung dengan kata yang di awali huruf kapital atau bentuk yang
berupa singkatan maka kata ganti klitik harus dirangkaikan dengan tanda hubung.
(Permendiknas,2011 : 50)
Misalnya :
 KTP-mu
 SIM-nya
6. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata yang biasanya menjadi penghubung antara predikat dengan objek atau
keterangan , dan lazimnya berada di depan sebuah kata benda merupakan kata

depan. Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya
kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata
seperti kepada dan daripada. (Chaeir,Abdul :2006)
Misalnya:
 Kain itu terletak di dalam lemari.
 Bermalam semalam di sini.
 Di mana Fira sekarang?
 Saya akan ke Surabaya besok.
Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini ditulis serangkai.
 Si Amin lebih tua daripada Si Ahmad.
 Kami percaya sepenuhnya kepada kakaknya.
 Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.
 Ia masuk, lalu keluar lagi.
7. Kata Sandang (si dan sang)
Dalam menulis kata si dan sang ditulis secara terpisah dari kata yang
mengikutinya.(Permendiknas,2010 : 51)
Misalnya:
 Sang saka berkibar dimana-mana
 Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim
Jika kata si dan sang dimaksudkan sebagai unsur nama diri maka huruf
awal si dan sang di tulis dengan huruf kapital (Permendiknas, 2011:51).
Misalnya :
 Serigala itu marah sekali kepada Sang Kancil
 Dalam cerita itu Si Kera mencari kitab suci bersama gurunya.
8. Partikel
Aturan penulisan partikel menurut Permendiknas (2011 : 38) adalah sebagai
berikut.
a. Apabila ada kata yang mendahului partikel -lah, -kah, dan –tahmaka kata
tersebut ditulis serangkai dengan partikel.
Misalnya:
 Bacalah buku itu baik-baik.
 Berangkatlah sekarang juga!




Bunglah sampah pada tempatnya!
Apatah gerangan yang kamu cari?

b. Apabila ada kata yang mendahului partikel pun maka kata tersebut ditulis
terpisah dari partikel pun (Permendiknas, 2011:38).
Misalnya:
 Dibayar berapapun aku tidak mau.
 Kapanpun waktunya aku siap.
 Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan.
 Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang
ke rumahku.
c. Apabila terdapat partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ maka
kata yang mengikutinya di tulis terpisah dari partikel ini (Permendiknas,
2011:39).
Misalnya:
 Mereka harus membayar SPP Rp950.000,00 per semester.
 Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.
 Harga kain ini Rp5.000,00 per helai.
9.

Singkatan dan Akronim

Singkatan ialah kependekan kata yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
(Permendiknas : 2011, 39)
Aturan penulisan singkatan dan akronim menurut Pemerdiknas (2011: 39)
sebagai berikut.
a. Nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat yang disingkat
harus diikuti dengan tanda titik diakhir singakatan tersebut (Permendiknas,
2011:40).
Misalnya:
Djoko Kentjono, M.A.
Djoko Kentjono Master of Art
R.A. Kartini
Raden Ajeng Kartini
W.R. Supratman
Wage Rudolf Supratman
M.B.A.
master of business administration
S.E.
sarjana ekonomi
S.K.M.
sarjana kesehatan masyarakat
Bpk.
bapak
Sdr.
saudara
Kol.
kolonel

b. Jika nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumen resmi disingkat dengan cara
menggabungkan huruf awal kata maka huruf-hurufnya ditulis dengan
huruf besar dan tidak perlu diikuti tanda titik dibelakang tiap-tiap
singkatan itu (Permendiknas, 2011:40).
Misalnya:
DPR
Dewan Perwakilan Rakyat
PBB
Perserikatan Bangsa-Bangsa
SMA
Sekolah Menengah Peretama
MPR
Majelis Permusyawaratan Rakyat
UUD
Undang-Undang Dasar
c. 1). Apabila gabungan kata yang disingkat terdiri dari tiga huruf maka
singkatan tersebut diikuti tanda titik (Permendiknas, 2011:41).
 dst.
dan seterusnya
 ybs.
yang bersangkutan
 dll.
dan lain-lain
2). Gabungan huruf yang merupakan hasil singkatan kata diakhiri dengan
tanda titik (Permendiknas, 2011:41).
Misalnya :
 jml.
Jumlah
 hlm.
Halaman
 tsb.
Tersebut
 yg
yang
 No.
Nomor
 tgl
tanggal
3). Apabila gabungan kata yang disingkat terdiri dari dua huruf maka
masing-masing huruf diikuti tanda titik (Permendiknas, 2011:42).
Misalnya:
 a.n.
atas nama
dengan alamat
 d.a.
untuk beliau
 u.b.
untuk perhatian
 u.p.

d. Apabila singkatan merupakan lambang kimia, singkatan satuan ukuran,
takaran, timbangan, dan mata uang maka singkatan tersebut tidak perlu
diakhiri tanda titik (Permendiknas, 2011:42).
Misalnya:
Cu
Kuprum
TNT
trinitrotoluena
cm
sentimeter
kVA
kilovolt-ampere
l
liter
kg
kilogram
Rp
rupiah

Akronim ialah singkatan yang dibentuk oleh huruf-huruf awal yang
digabung ,suku-suku kata yang digabung , ataupun gabungan huruf dan
suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai sebuah kata.
(Mustofa,dkk ,2010 :19)
Aturan penulisan akronim menurut Permendiknas (2011: 42)adalah
sebagai berikut:
1) Apabila akronim di bentuk oleh gabungan huruf awal dari deret
kata maka ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan tidak diikuti
tanda titik. Akronim ini merupakan akronim nama diri
(Permendiknas, 2011:43).
Misalnya:
ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
PAM Perusahaan air minum
LIPI
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
LAN Lembaga Administrasi Negara
PASI Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
IKIP Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
SIM
Surat izin mengemudi

2)

Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata pada huruf awal
ditulis dengan huruf kapital (Permendiknas, 2011:43).
Misalnya:

Bulog
Akabri
Bappenas
Iwapi
Kowani
Sespa
3)

Badan Urusan Logistik
Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
Kongres Wanita Indonesia
Sekolah Staf Pimpinan Administrasi

Akronim yang berupa singkatan dari dua kata atau lebih dan bukan
nama diri ditulis dengan huruf kecil (Permendiknas, 2011:43).
Misalnya:
siskamling
sistem keamanan lingkungan
munas
musyawarah nasional
pemilu
pemilihan umum
radar
radio detecting and ranging
rapim
rapat pimpinan
rudal
peluru kendali
tilang
bukti pelanggaran

10. Angka dan Bilangan
Angka adalah lambang yang fungsinya sebagai pengganti bilangan.
Ada dua macam angka yang digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu angka Arab
dan angka Romawi.(Permendiknas ,2011 :44)
Angka Arab
Angka Romawi

: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
: I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII,
IX, X,
L (50), C (100), D (500), M
(1000), V (5000), M (1.000.000)

.
Menurut Permendiknas (2011 : 44) aturan penulisan angka dan bilangan
adalah sebagai beikut.
a.

Dalam teks, jika bilangan dinyatakan dalam satu atau dua kata maka
bilangan ditulis dengan huruf, kecuali jika bilangan tersebut dipakai
dalam perincian. (Permendiknas, 2011:44).
Misalnya :
 Mereka menonton drama itu sampai tiga kali




Koleksi perputakaan itu mencapai dua juta buku.
Di antara 30 murid , 15 murid menyukai pelajaran biologi, 10
murid menyukai pelajaran matematika, dan 5 murid tidak
menyukai keduanya.

b. Jika bilangan berada pada awal kalimat, maka bilangan tersebut di tulis
menggunakan huruf. Tetapi jika bilangan tersebut lebih dari dua kata,
maka susunan kalimat diubah agar bilangan tersebut tidak ditempatkan di
awal kalimat. (Permendiknas, 2011:45).
Misalnya :
 Dua puluh mahasiswa mengikuti Olimpiade Sains Nasional
 Panitia mengundang 250 orang peserta
Bukan
250 orang peserta diundang oleh panitia.
c. Angka dapat dieja kalau melambangkan bilangan yang jumlahnya terlalu
besar agar lebih mudah dibaca. (Permendiknas, 2011:45).
Misalnya :
 Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
d. Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, dan
isi; (b) satuan waktu; (c) nilai uang ; dan (d) jumlah. (Permendiknas,
2011:45).
Misalnya :
0,5 sentimeter
Tahun 1945
5 kilogram
14 Juli 1994
10 liter
1 jam 20 menit
2.000 rupiah
Pukul 14.00
e. Angka pada umumnya digunakan untuk melambangkan nomor jalan,
rumah, apartemen, atau kamar pada alamat. (Permendiknas, 2011:45).
Misalnya :
 Jalan Tanah Abang I No. 15
 Jalan Wijaya No.14
 Hotel Mahameru, Kamar 169
f. Untuk memberikan nomor pada bagian karangan atau ayat kitab suci
digunakann angka. (Permendiknas, 2011:46).
Misalnya :
 Bab X, Pasal 5, halaman 252



Surah Yasin: 9

g. Aturan penulisan bilangan dengan huruf sebagai berikut. (Permendiknas,
2011:47).
Bilangan utuh
Misalnya :
 Dua belas (12)
 Lima ribu (5000)
Bilangan pecahan
Misalnya :



1
)
2
Satu persen ( 1%)
Setengah

(

h. Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
(Permendiknas, 2011:48).
Misalnya :
 Pada awal abad XX(angka Romawi Kapital)
Dalam kedidupan pada abad ke-20 (huruf dan angka)
Pada awal abad kedua puluh (huruf)
 Abad XXI
 Abad ke-21
 Lantai II
 Lantai ke-2
i. Kalau penulisan bilangan di akhiri dengan –an maka aturan penulisannya
sebagai berikut. (Permendiknas, 2011:48).
Misalnya :
 Lima lembar uang 1.000-an(lima lembar uang seribuan)
 Tahun 1960-an(tahun seribu sembilan ratus enam puluhan)
j. Bilangan yang dapat ditulis dengan angka dan huruf sekaligus hanyalah di
dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. (Permendiknas, 2011:49).
Misalnya :
 Jumlah siswa 250 orang
bukan
 Jumlah siswa 250 (dua ratus lima puluh) orang

k. Bilangan yang di tulis dengan angka dan huruf sekaligus, penulisannya
harus tepat. (Permendiknas, 2011:49).
Misalnya :
 Telah di terima uang sebesar Rp900.500,50 (sembilan ratus
ribu lima ratus rupiah lima puluh sen).
11. Pemenggalan Kata
Aturan pemenggalan kata menurut Permendiknas (2011 : 31) adalah sebagai
berikut.
1. Pemenggalan kata dasar.
a. Kalau di tengah kata terdapat huruf vokal yang berurutan maka
pemenggalan dilakukan di antara huruf vokal tersebut. (Permendiknas,
2011:31).
Misalnya :
 Kain
ka-in
 Saat
sa-at
 Niat
ni-at
 Kaum
ka-um
b. Kata yang mengandung gugus vokal au, ai, ae, ei, eu,ui, dan oi tidak
dipenggal. (Permendiknas, 2011:32).
Misalnya :
 Aula
au-la
 Pulau
pu-lau
 Survei
sur-vei
c. Pemenggalan kata yang mengandung satu huruf konsonan, diantara dua
buah huruf vokal, dimana pemenggalan dilakukan sebelum huruf
konsonan itu. Dalam hal ini gabungan huruf konsonan ng, ny, kh, dan sy
tidak dipenggal karena gabungan itu hanya melambangkan satu konsonan
atau satu fonem. (Permendiknas, 2011:32).
Misalnya :
 Bapak
ba-pak
 Teman
te-man
 Dengan
de-ngan
 Sopan
so-pan

d. Pemenggalan kata yang mengandung dua huruf konsonan berurutan,
pemenggalan kata ini dilakukan diantara kedua huruf konsonan tersebut.
(Permendiknas, 2011:32).
Misalnya :
 Tancap
tan-cap
 Mandi
man-di
 Sombong
som-bong
 Janji
jan-ji
e. Pemenggalan kata yang memiliki tiga huruf konsonan atau lebih yang
masing-masing mewakili fonem tunggal, pemenggalannya dilakukan
diantara kedua huruf konsonan pertama dan huruf konsonan yang kedua.
(Permendiknas, 2011:33).
Misalnya :
 Ultra
ul-tra
 Bentrok
ben-trok
 Infra
in-fra
Gabungan huruf konsonan yang melambangkan satu bunyi tidak di
penggal. (Permendiknas, 2011:33).
Misalnya :
 Akhlak
akh-lak
 Bangkrut
bang-krut
 Ikhlas
ikh-las
 Kongres
kong-res
Pemenggalan kata tidak boleh menyebabkan munculnya satu huruf
( vokal ) diawal dan diakhir baris. (Permendiknas, 2011:34).
Misalnya :
 Itu
i-tu
 Ini
in-i
2. Pemenggalan kata berimbuhan.
Pemenggalan kata berimbuhan dapat dilakukan dengan
memisahkan imbuhan atau partikel dengan bentuk dasarnya.
(Permendiknas, 2011:34).
Misalnya :





Berjalan
Diambil
Makanan

ber-jalan
di-ambil
makan-an

Kata dasar yang telah mengalami perubahan dikarenakan diberi
imbuhan, pemenggalannya dilakukan seperti pada kata dasar.
(Permendiknas, 2011:35).
Misalnya :
 Menutup
me-nu-tup
 Menyapu
me-nya-pu
 Pengetik
pe-nge-tik
3. Pemenggalan kata yang terdiri dari dua unsur atau lebih dan salah satu
unsurnya itu dapat bergabung dengan unsur lain, maka pemenggalannya
dilakukan di antara unsur-unsur tersebut.Tiap unsur gabungan dipenggal
seperti pada kata dasar. (Permendiknas, 2011:36).
Misalnya :
Biografi
bio-grafi
bi-o-gra-fi
Pascasarjana
pasca-sarjana
pas-ca-sar-ja-na
Biodata
bio-data
bi-o-da-ta
Kilogram
kilo-gram
ki-lo-gram
Kilometer
kilo-meter
ki-lo-me-ter
4. Pemenggalan nama orang, badan hukum, atau nama diri lain yang terdiri
dari dua unsur atau lebih dilakukan diantara unsur-unsur nama itu, dalam
pemenggalan tersebut tidak perlu disertai dengan tanda penghubung, ini
dikarenakan masing-masing unsur yang dipenggal tersebut merupakan
unsur lepas. (Permendiknas, 2011:37).
Misalnya :
 Nur Purnama Sari
Nur Purnama
Sari


Alfira Puspita Dewi

Alfira
Puspita Dewi



Nur Indah Mawarni

Nur Indah
Mawarni

D.

Pemakaian Tanda Baca
1. Tanda Titik (.)
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
a.

Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu
bagan, ikhtisar, atau daftar yang bukan terakhir dalam deretan angka atau
huruf tersebut.

b.

Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik
yang menunjukkan waktu.
Misalnya:
Pukul 1.35.20 (pukuk 1 lewat 35 menit 20 detik)

c.

Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik
yang menunjukkan jangka waktu.
Misalnya:
1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)

d. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak
berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar
pustaka.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Pustaka.
e. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Gempa yang terjadi kemarin menewaskan 12.543 jiwa.
2. Tanda Koma (,)



Tanda koma dipakai di antara unsur- unsur dalam suatu
perincian atau pembilangan.



Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang
satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata
seperti tetapi atau melainkan.



Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari
induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimat.
Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.

a. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung
antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk jadi, oleh karena
itu, akan tetapi.
Misalnya:
… Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
b.

Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah,
aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat dalam kalimat.
Misalnya:
Hati-hati, ya, nanti jatuh.
Wah, bukan main!

c.

Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari
bagian lain dalam kalimat.
Misalnya:
Kata Anis, “Saya gembira sekali.”

d.

Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamt, (ii) bagianbagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama dan tempat dan
wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Ekonomi,
Universitas Gunadarma, Jalan Margonda Raya, Depok.
Surabaya, 10 Mei 1960

e.

Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik
susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya:

Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
Jakarta: Gramedia.
f.

Tanda koma dipakai di anatara bagian- bagian dalam catatan kaki.
Misalnya:
W. J. S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang
(Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.

g.

Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang
mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga,
atau marga.
Misalnya:
M. Ardski, S.E.

h.

Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara
rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
Rp12,50

i.

12,5 m

Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang
sifatnya tidak membatasi.
Misalnya:
Dosen saya, Pak Sugito, pandai sekali.
Semua mahasiwa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti
latihan paduan suara.

j.

Tanda koma dapat dipakai-untuk menghindari salah baca-di
belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Atas bantuan Shinta, Yhana mengucapkan terima kasih.

3. Tanda Titik Koma (;)

a. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat
yang sejenis dan setara.
Misalnya:
Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
b.

Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung
untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kaliamat majemuk.
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik
menghafal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik menonton
televisi.

4. Tanda Titik Dua (:)

a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika
diikuti rangkaian.
Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari..
b.

Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang
memerlukan pemerian.
Misalnya:
Tempat: Kampus D, Gd 451

c.

Hari

: Senin

Waktu

: 09.00

Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang
menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
Amir

: “Baik Bu.” (mengangkat kompor dan berlari ke luar)

d.

Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman,
(ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak
judul suartu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam
karangan (daftar pustaka).
Misalnya:
Tempo, I (1971), 34:7
Surah Yasin:90

5. Tanda Hubung (-)
a.

Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah
pergantian baris. Namun suku kata yang berupa satu vokal tidak
ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris.
Misalnya:
Di samping cara-cara lama itu ada juga cara yang baru.

b.

Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di
belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian
baris. Kecuali akhiran –i.
Misalnya:
Kini ada cara yang bagus untuk mengukur panas.

c.

Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan

d.

Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan
bagian tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a

e.

8-4-1988

Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan
bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.
Misalnya:

Ber-evolusi

f. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya
yang dimulai dengn hurup kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka
dengan –an, (iv) singkatan berhuruf kapital dngan imbuhan / kata, dan (v)
nama jabatan rangkap
Misalnya:
se-Indonesia, juara ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan, hari-H, MenteriSekretaris Negara
g.

Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia
dengan unsur bahasa asing.
Misalnya:

di-smash, pen-tackle-an

6. Tanda Pisah (–)
a. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi
penjelasan di luar bangun kalimat.
Misalnya :
Kemerdekaan bangsa itu-saya yakin akan tercapai–diperjuangkan oleh
bangsa itu sendiri.
b. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang
lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian temuan ini–evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan
atom–telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
c. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti
‘sampai ke’ atau ‘sampai dengan’.
Misalnya :
1910–1945

Jakarta–Bandung
7. Tanda Elipsis (…)

a. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya :

Kalau begitu … ya, marilah kita bergerak.

b. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada
bagian yang dihilangkan.
Misalnya :
Sebab-sebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.
8. Tanda Tanya (?)

a. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya :

Siapa nama pelati real madrid sekarang?

b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian
kalimat yang diasingkan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya :
Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).
9. Tanda Seru (!)

Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan
atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa
emosi yang kuat.
10. Tanda Kurung ((…))

a. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya :
Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan)
kantor itu.
b. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian
integral pokok pembicaraan.
Misalnya :
Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di
Bali) ditulis pada tahun 1962.
c.

Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di
dalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya :
Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.

d. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan
keterangan.
Misalnya :
Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c)
modal.
11. Tanda Kurung Siku ([…])

a. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai
koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang
lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang
terdapat di dalam naskah asli.

Misalnya :
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
b. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang
sudah bertanda kurung.
Misalnya :
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan) di dalam Bab II
(lihat halaman 35-38) perlu dibentangkan di sini.
12. Tanda Petik (“…”)

a. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan
naskah atau bahan tertulis lain.
Misalnya :
“Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”
Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa Negara ialah bahasa Indonesia.”
b. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai
dalam kalimat.
Misalnya :
Bacalah “Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
c. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti khusus.
Misalnya :
Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara “coba dan ralat” saja.
Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama
“cutbrai”.
d. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan
langsung.
Misalnya :

Kata Tono, “Saya juga minta satu.”
e. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang
tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti
khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
Misalnya :
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “Si Hitam”.
Bang Komar sering disebut “pahlawan”, ia sendiri tidak tahu sebabnya.
13. Tanda Petik Tunggal (’…’)

a. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya :
Tanya Basri, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
“Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang’,
dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.
b. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata
atau ungkapan asing.
Misalnya :
Feed-back ‘balikan’
14. Tanda Garis Miring

a. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat
dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya :
No. 7/PK/1973
Jalan Kramat III/10
b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.

Misalnya :
Dikirimkan lewat darat/laut

‘dikirimkan lewat darat atau lewat
laut’

Harganya Rp25,00/lembar

‘harganya Rp25,00 tiap lembar’

15. Tanda Penyingkat atau Apostrof ( ` )

a. Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian
angka tahun.
Misalnya :
Ali ` kan kusurati.
Malam `lah tiba.
E.

(`kan = akan)
(`lah = telah)

Pilihan Kata (Diksi) Dan Kalimat

Diksi merupakan pilihan kata dalam mengungkapkan apa yang ingin
disampaikan. Penggunaan diksi yang tepat akan melahirkan suatu kalimat yang
baik dan benar. Salah satu ciri kalimat yang baik dan efektif adalah terkait dengan
kecermatan dan kesantunan. Penggunaan kata yang tepat (diksi) dapat
diaplikasikan dalam berbagai hal. Penggunaan kata dalam surat, proposal, laporan,
pidato, diskusi ilmiah, karangan ilmiah, dan lain-lain harus tepat dan sesuai
dengan situasi yang hendak diciptakan.
1. Fungsi Diksi
Beberapa fungsi diksi secara umum adalah sebagai berikut:
a. melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal,
b. membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak
resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca,
c. menciptakan komunikasi yang baik dan benar,
d. menciptakan suasana yang tepat,
e. mencegah perbedaan penafsiran,
f. mencegah salah pemahaman, dan

g. mengefektifkan pencapaian target komunikasi.

2. Syarat-syarat ketepatan pilihan kata:

a. membedakan makna denotasi dan konotasi dengan cermat,
b. membedakan secara cermat makna kata yang hampir bersinonim, kata
yang hampir bersinonim misalnya: adalah, ialah, yaitu, merupakan, dalam
pemakaian yang berbeda-beda,
c. membedakan makna kata secara cermat kata yang mirip ejaannya,
misalnya: inferensi (kesimpulan) dan interferensi (saling mempengaruhi),
sarat (penuh, bunting) dan syarat (ketentuan),
d. tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat
sendiri, jika pemahamannya belum dapat dipastikan, pemakai kata harus
menemukan makna yang tepat dalam kamus, misalnya modern sering
diartikan secara subjektif canggih menurut kamus modern berarti terbaru
atau mutakhir; canggih berarti banyak cakap, suka mengganggu, banyak
mengetahui, bergaya intelektual,
e. menggunakan imbuhan asing (jika diperlukan) harus memahami
maknanya secara tepat, misalnya: dilegalisir seharusnya dilegalisasi,
koordinir seharusnya koordinasi,
f. menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan susunan (pasangan) yang
benar, misalnya: sesuai bagi seharusnya sesuai dengan,
g. menggunakan kata umum dan kata khusus secara cermat,
h. menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat,
i. menggunakan dengan cermat kata yang bersinonim, berhomofon, dan
berhomografi,
j. menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara cermat.
3. Syarat kesesuaian kata adalah sebagai berikut:

a. menggunakan ragam baku dengan cermat dan tidak mencampuradukkan
penggunaannya dengan kata tidak baku yang hanya digunakan dalam
pergaulan, misalnya: hakikat (baku), hakekat (tidak baku),
b. menggunakan kata yang berhubungan dengan nilai sosial dengan cermat,
misalnya: kencing (kurang sopan), buang air kecil (lebih sopan),
c. menggunakan kata berpasangan (idiomatik) dan berlawanan makna
dengan cermat, misalnya: sesuai bagi (salah), sesuai dengan (benar), bukan
hanya…tetapi juga (salah), bukan hanya…melainkan juga (benar),
d. menggunakan kata dengan nuansa tertentu, misalnya: merah darah, merah
hati,
e. menggunakan kata ilmiah untuk penulisan karangan ilmiah, dan
komunikasi nonilmiah menggunakan kata popular, misalnya: argumentasi
(ilmiah), pembuktian (popular), dan
f. menghindarkan penggunaan ragam lisan (pergaulan) dalam bahasa tulis,
misalnya: tulis, baca, kerja (bahasa lisan), menulis, menuliskan, membaca,
membacakan, bekerja, mengerjakan, dikerjakan (bahasa tulis).

4. Makna Denotatif dan Makna Konotasi
Makna denotatif adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif
adalah suatu pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif sering juga
disebut makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan hasil observasi
(pengamatan) menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau
pengalaman yang berhubungan dengan informasi (data) faktual dan, makna
sebenarnya, dan makna lugas yaitu makna apa adanya, lugu, polos, makna
sebenarnya, bukan makna kias.
Makna konotatif adalah makna kias, bukan sebenarnya dan dapat berbeda dari
satu masyarakat ke masyarakat lain dan berubah dari suatu masa ke masa yang
lain. Makna konotatif cenderung bersifat subjektif dan dikaitkan dengan suatu
kondisi dan situasi tertentu.
5. Kata Abstrak dan Kata Konkret
Kata yang acuannya semakin mudah diserap pancaindera disebut konkret,
seperti meja, rumah, mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara. Jika acuan sebuah
kata tidak mudah diserap pancaindera, kata itu disebut kata abstrak, seperti
gagasan dan perdamaian.
Contoh:

Aku hafal betul dengan wangi parfumnya. (kata konkret)
Meski merasa kecewa karena gagasannya diacuhkan begitu saja, Roro tetap
mengikuti rapat OSIS. (kata abstrak)
6. Kata Umum dan Kata khusus
Kata umum dibedakan dari kata khusus berdasarkan ruang lingkupnya. Makin
luas ruang lingkup suatu kata, makin umum sifatnya. Sebaliknya, makna kata
menjadi sempit ruang lingkupnya makin khusus sifatnya.
7.

Sinonim

Sinonim adalah persamaan makna kata, artinya dua kata atau lebih yang
berbeda bentuk, ejaan, dan pengucapannya memiliki makna yang sama.
8. Idiomatik
Idiomatik adalah konstruksi yang khas pada satu bahasa yang salah satu
unsurnya tidak dapat dihilangkan atau diganti, misalnya, sehubungan dengan,
berhubungan dengan, sesuai dengan, bertepatan dengan, sejalan dengan,
disebabkan oleh, berharap akan, dan lain-lain.

9. Nominalisasi
Nominalisasi atau disebut juga substantivasi adalah suatu proses perubahan
kelas kata, yaitu dari kelas kata lain menjadi kata benda.
a.

Berdasarkan kelas katanya:
Nomina deverbal merupakan hasil dari proses perubahan kelas kata
dengan dasar verba (kata kerja) menjadi nomina (kata benda).
Misalnya:
Hasil Nominalisasi yang Bermakna
Asal Kata
Pelaku
Proses
Hasil
Membeli
Pembeli
Pembelian
Belian




Dari sebuah adjektiva (kata sifat) dapat dilakukan nominalisasi.
Misalnya :

Asal Kata

Hasil Nominalisasi yang Bermakna
Pelaku
Keadaan

Damai
Pendamai
Kedamaian
 Nomina denumeral merupakan hasil nominalisasi yang berasal dari
kata bilangan menjadi kata benda.
Misalnya :
satu → kesatuan
2.

Kalimat

Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun
tertulis, harus memiliki subjek dan predikat.
1. Kalimat