Gangguan Panik dan Agorafobia docx

BAB I
PENDAHULUAN
Karena gangguan panik dimasukkan sebagai diagnosis di tahun 1980 dalam
Diagnostic and Statistical Manual Mental Disorder edisi ketiga (DSM-III), banyak
data penelitian tentang gangguan dan pengalaman klinis dengan pasien yang terkena
telah dikumpulkan. Kemampuan petugas pelayanan kesehatan untuk menangani
gejala gangguan panik telah meningkat sejak tahun 1980, dan yang paling penting,
terapi yang efektif dan spesifik telah dikembangkan dan telah terbukti efektif. Semua
petugas pelayanan kesehatan harus mampu menangani gangguan gejala panik,
sehingga pasien yang menderitanya dapat memperoleh terapi yang sesuai, termasuk
obat farmakoterapi dan psikoterapi.1
Gangguan panik ditandai dengan adanya serangan panik yang tidak diduga
dan spontan yang terdiri atas periode rasa takut intens yang hati-hati dan bervariasi
dari sejumlah serangan sepanjang hari samapi hanya sedikit serangan selama satu
tahun. yang disertai oleh gejala somatik tertentu seperti palpitasi dan takipnea karena
pasien dengan serangan panik sering kali datang ke klinik medis, gejala mungkin
keliru didiagnosis sebagai suatu kondisi medis yang serius (sebagai contohnya, infark
miokardium) atau suatu yang dinamakan gejala histerikal. Gangguan panik sering kali
disertai dengan agorafobia, yaitu ketakutan berada sendirian di tempat-tempat publik
(sebagai contoh supermarket), khususnya tempat darimana pintu keluar yang cepat
akan sulit jika orang mengalami serangan panik. Agorafobia mungkin merupakan

fobia yang paling menganggu, karena terjadinya agorafobia dapat mengganggu secara
bermakna kemapuan seseorang untuk berfungsi di dalam situasi kerja dan sosial
didalam rumah.1,2,3
Di Amerika Serikat, sebagian besar peneliti bagian gangguan panik percaya
bahwa agorafobia hampir selalu berkembang sebagai suatu komplikasi pada pasien
yang memiliki gangguan panik. Dengan kata lain agorafobia dihipotesiskan
disebabkan oleh pekembangan ketakutan bahwa orang tersebut akan mengalami
serangan panik di tempat publik dari mana jalan keluar mungkin sulit. Peneliti di
negara lain dan juga beberapa peneliti klinisi Amerika Serikat, tidak menerima teori
tersebut. Tetapi, DSM edisi ke empat (DSM IV) memasukkan gangguan panik
didalam gangguan yang predominan di dalamnya dan memiliki diagnosis

untuk

gangguan panik dengan agorafobia dan gangguan panik tanpa agorafobia. DSM –IV

juga mengandung kriteria diagnostik untuk agorafobia tanpa riwayat ganguan panik.
Serangan panik sendiri dapat terjadi serangan panik tidak sendirinya mengarahkan
diagnosis gangguan panik.1


BAB II
PEMBAHASAN
II.1 DEFINISI
Istilah panik berasl dari kata Pan, dewa Yunani yang setengah hantu, tinggal di
pegunungan dan hujan, dan perilakunya sangat sulit diduga. Gangguan panik timbul
pada usia muda dan dewasa (pertengahan-30an). Dapat juga timbul pada usia muda
dan usia lanjut. 4
Gangguan panik ditandai dengan adanya serangan panik yang tidak diduga
dan spontan yang terdiri atas periode rasa takut intens yang hati-hati dan bervariasi
dari sejumlah serangan sepanjang hari samapi hanya sedikit serangan selama satu
tahun. yang disertai oleh gejala somatik tertentu seperti palpitasi dan takipnea karena
pasien dengan serangan panik sering kali datang ke klinik medis, gejala mungkin
keliru didiagnosis sebagai suatu kondisi medis yang serius (sebagai contohnya, infark
miokardium) atau suatu yang dinamakan gejala histerikal. Gangguan panik sering kali
disertai dengan agorafobia, yaitu ketakutan benda, sendirian di tempat-tempat publik
(sebagai contoh supermarket), khususnya tempat darimana pintu keluar yang cepat
akan sulit jika orang mengalami serangan panik. Agorafobia mungkin merupakan
fobia yang paling menganggu, karena terjadinya agorafobia dapat mengganggu secara
bermakna kemampuan seseorang untuk berfungsi di dalam situasi kerja dan sosial
didalam rumah.1,2,3

Deskripsi gangguan panik pertama kali dikemukakan oleh freud dalam kasus
agorafobia. Sedangkan serangan panik merupakan kekuatan akan timbulnya serangan
serta diyakini akan terjadi. Individu yang mengalami serangan panik berusaha untuk
melarikan diri dari keadaan yang tidak pernah di prediksi.4
II.2 EPIDEMIOLOGI
Penelitian Epidemiologi telah melaporkan prevalensi seumur hidup untuk
gangguan panik adalah 1,5 sampai 3 persen dan untuk serangan panik adalah 3 sampai
4 persen. Penelitian telah menggunakan kriteria DSM-III, yang lebih terbatas
dibanding kriteria di dalam edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R) dan DSM-IV;
dengan demikian, prevalensi seumur hidup yang sesungguhnya kemungkinan lebih
tinggi dari angka tersebut. Sebagai contohnya, satu penelitian terakhir pada lebih dari

1.600 orang dewasa yang dipilih secara acak di Texas menemukan bahwa angka
Prevalensi seumur hidup adalah 3,8 persen untuk gangguan panik, 5,6 persen untuk
serangan panik dan 2,2 persen untuk serangan panik dengan gejala yang terbatas yang
tidak memenuhi kriteria diagnostik lengkap.1
Wanita adalah dua sampai tiga kali lebih sering terkena dari pada laki-laki,
walaupun kurangnya diagnosis (underdiognosis) gangguan panik pada laki-laki
mungkin berperan dalam distribusi yang tidak sama tersebut. Perbedaan antara
kelompok Hispanik, kulit putih non-Hispanik, dan kulit hitam adalah kecil. Faktor

sosial satu-satunya yang dikenal berperan dalam perkembangan gangguan panik
adalah riwayat perceraian atau perpisahan yang belum lama. Gangguan paling sering
berkembang pada dewasa muda usia 25 tahun, tetapi baik gangguan panik maupun
agorafobia dapat berkembang pada setiap usia. Sebagia contohnya, gangguan panik
lebih dilaporkan terjadi pada anak-anak dan remaja, dan kemungkinan kurang
didiagnosis pada mereka.1
II.3 ETIOLOGI
Faktor biologis
Riset mengenai dasar biologis gangguan panik menghasilkan suatu kisaran
temuan, satu interpretasi adalah bahwa gejala gangguan panik terkait dengan suatu
kisaran abnormalitas biologis dalam struktur dan fungsi otak. Sebagian besar
penelitian di lakukan diarea dengan penggunaan stimulan biologis untuk mencetuskan
serangan panik pada pasien dengan gangguan panik. studi ini dan studi lainnya
menghasilkan hipotesis yang melibatkan disregulasi sistem saraf perifer dan pusat
dalam patofisiologi gangguan panik. Sistem saraf otonom pada sejumlah pasien
dengan gangguan panik dilaporkan menunjukkan peningkatan tonus simpatik,
beradaptasi lambat terhadap stimulus berulang, dan berespon berlebihan terhadap
stimulus sedang. Studi status neuroendokrin pada pasien ini menunjukkan beberapa
abnormalitas, walaupun studi-studi ini menghasilkan temuan yang tidak konsisten.1,5
Sistem neurotransmiter utama yang terlibat adalah norepinefrinn serotonin dan

asam γ-aminobutirat (GABA). Disfungsi serotonergik cukup terlihat pada gangguan
panik dan berbagai studi dengan obat campuran agonis-antagonis serotonin
menujukkan peningkatan angka ansietas. Respon tersebut dapat disebabkan oleh
hipersensitivitas serotonin pascasinaps pada gangguan panik. Terdapat bukti praklinis
bahwa melemahnya transmisi inhibisi lokal GABAnergik di amigdala basolateral,
otak tengah, dan hipotalamus dapat mencetuskan respons fisiologis mirip ansietas.
Faktor Genetik

Walaupun studi yang terkontrol baik mengenai dasar genetik gangguan panik
dan agorafobia jumlahnya sedikit, dan saat ini mengdukung kesimpulan bahwa
gangguan ini memiliki komponen genetik yang khas. Di samping itu, sejumlah data
menujukkan bahwa gangguan panik dan agorafobia adalah betuk parah gangguan
panik sehingga lebih mungkin diturunkan. Berbagai studi menemukan peningkatan
resiko empat hingga delapan kali untuk gangguan panik diantara kerabat derajat
pertama pasein den psikiatri lain. Studi kembar yang telah dilakukan hingga saat ini
umumnya melaporkan bahwa kedua kembar monozigot lebih mudah terkena
bersamaan dari pada kembar zigot. Saat ini, tidak ada data yang menunjukkan
hubungan antara lokasi kromosom spesifik atau cara transmisi dan gangguan ini.5
II.4 MODEL GANGGUAN PANIK
Klien membuat suatu formula yang membagi tiga model fenomenologi

gangguan panik yaitu:4
1. Serangan panik akut yang ditandai oleh timbulnya peningkatan aktivitas dari
sistem saraf otonom. Terjadi secara mendadak dan spontan, diikuti dengan
perasaan subyektif yang sangat menakutkan. Serangan ini berakhir 10-30
menit dan kemudian kembali pada fungsi semula.
2. Gambaran yang kedua disebut dengan anxietas antisipasi, ditandai dengan
perasaan akan timbul kembali. Keadaan ini jarang kembali ke taraf semula,
karena sesudah serangan, pasien ada dalam kondisi anxietas yang kronis dan
selalu akan mengantisipasi suatu onset serangan.
3. Model ke tiga merupakan kondisi panik yang berkembang menjadi perilaku
fobia menghindar. Pasien menjadi takut serangan, sehingga menghindar dari
situasi yang dapat menyebabkan serangan akut.
II.4 GAMBARAN KLINIS
Serangan panik pertama seringkali sama sekali spontan, walupun serangan
panik kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan, kelelahan fisik, aktivitas
seksual, atau trauma emosional sedang. DSM-IV menekankan bahwa sekurangnya
seranga pertama harus diperkirakan (tidak memiliki tanda) untuk memenuhi kriteria
diagnostik untuk gangguan panik. Aktivitas tersebut dapat termasuk penggunaan
kafein, alkohol, nikotin, atau zat lain, pola tidur atau makan yang tidak biasanya dan
keadaan lingkungan spesifik, seperti pencahayaan kuat di tempat kerja. 1,5

Serangan sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat
selama 10 menit. Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat dan suatu perasaan
ancaman kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu untuk menyebutkan
sumber ketakutannya. Pasien mungkin merasa kebingungan dan mengalami kesulitan

dalam memusatkan perhatian. Tanda fisik adalah takikardia, palpitasi, sesak nafas,
dan berkeringat. Pasien sering kali mencoba untuk meninggalkan situasi dimana ia
berada untuk mencari bantuan. Serangan biasanya berlangsung selama 20 – 30 menit
dan jarang lebih lama dari satu jam. Gejala mungkin menghilang dengan cepat atau
secara bertahap. Antara serangan, pasien mungkin memiliki kecemasan yang lebih
dahulu tentang mengalami serangan lain. Perbedaan antara kecemasan yang lebih
dahulu (anticipatory anxety) dan gangguan umum (generalized anxiety disorder)
mungkin sulit. Walaupun pasien dengan gangguan nyeri dengan kecemasan terlebih
dahulu adalah mampu menyebutkan sumber kecemasannya.1,5
Permasalahan somatik akan kematian dari gangguan jatung dan pernafasan
mungkin merupakan perhatian utama pasien selama serangan panik. Pasien mungkin
percaya bahwa palpitasi dan rasa sakit di dada menyatakan bahwa mereka hampir
meninggal. Sebanyak 20 persen pasien tersebut

sesungguhnya memiliki episode


sinkop selama suatu serangan panik. Pasien yang mungkin datang keruangan gawat
darurat adalah muda (usia 20 tahun), seseorang yang secara fisik adalah sehat yang
bersikeras bahwa mereka hampir meninggal akibat serangan jantung. Ketimbang
mendiagnosis

secara

hipokondriasis,

dokter

ruang

gawat

darurat

harus


mempertimbangkan diagnosis gangguan panik.1,5
II.5 DIAGNOSIS
Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak
ditemukan adanya gangguan anxietas fobik. Untuk diangnosis pasti, harus ditemukan
adanya beberapa kali serangan anxietas berat (severe attacks of autonomis anxiety)
dalam masa kira-kira satu bulan:6
a. Pada keadaan- keadaan di mana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya
b. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
c.

sebelumnya (unpredictable situations)
Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode di
antara serangan-serangan panik (meskipun demikian, umumnya dapat terjadi
juga

“anxietas

antisipatorik”.

Yaitu


anxietas

yang

terjadi

setelah

membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi).6
II.6 Farmakoterapi
Alprazolam (xanax) dan paroksetin (Paxil) adalah dua obat yang disetujui U.S
Food and Drug Administration (FDA) untuk terapi gangguan panik. Umumnya,
pengalaman menunjukkan keunggulan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI)
dan clomipramine (Anafranil) dari pada benzodiazepin, monoamine oxidase inhibitor

(MAOI), dari trisiklik serta tetrasiklik dalam efektivitas dan toleransi eek yang
merugikan. Sejumlah kecil laporan mengajukan peranan nefazodon (serzone) dan
venlaksin (Effexor), serta buspiron (BuSpar) diusulkan sebagai obat tambahan pada
sejumlah kasus. Pada penggunaan jangka panjang, fluoxetin (Prozac) adalha obat

efektif untuk panik yang bersamaan dengan depresi walaupun sifat aktivitas awalnya
dapat menyerupai gejala panik selama beberapa minggu sehingga mungkin tidak
dapat ditoleransi dengan baik.5

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Gangguan panik ditandai dengan adanya serangan panik yang tidak diduga
dan spontan yang terdiri atas periode rasa takut intens yang hati-hati dan bervariasi
dari sejumlah serangan sepanjang hari samapi hanya sedikit serangan selama satu
tahun. yang disertai oleh gejala somatik tertentu seperti palpitasi dan takipnea karena
pasien dengan serangan panik sering kali datang ke klinik medis, gejala mungkin
keliru didiagnosis sebagai suatu kondisi medis yang serius (sebagai contohnya, infark
miokardium) atau suatu yang dinamakan gejala histerikal. Frekuensi pasien dengan
ganggun panik mengalami serangan panik adalah bervariasi dan serangan multipel
dalam satu hari sampai hanya beberapa serangan selama setahun. Gangguan panik
sering kali disertai dengan agorafobia, yaitu ketakutan benda, sendirian di tempattempat publik (sebagai contoh supermarket), khususnya tempat darimana pintu keluar
yang cepat akan sulit jika orang mengalami serangan panik. Agorafobia mungkin
merupakan fobia yang paling menganggu, karena terjadinya agorafobia dapat
mengganggu secara bermakna kemampuan seseorang untuk berfungsi di dalam situasi
kerja dan sosial didalam rumah.1,2,3
Gangguan panik dapat diatasi dengan memberikan obat Alprazolam (xanax)
dan paroksetin (Paxil) adalah dua obat yang disetujui U.S Food and Drug
Administration (FDA) untuk terapi gangguan panik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan dan sadok, Gangguan Panik dan Diagnosis Gangguan Jiwa Rjukan dari PPDGJ,
Jakarta.2000.p74
2. Daniels CY, Panic Disorders, available at www.emedicine.com.2004.p1-13
3. Media Aeusculapius, Gangguan Panik dalam Kapita Selekta Kedokteran Universitas
Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta 1996.p206-7
4. Anonym, Gangguan Panik dan Agorafobia II, available at www.google.com.2003.p1-4
5. Sdd
6. Maslim R, Pedoman Diagnostik Gangguan Panik dalam Diagnosis Gangguan Jiwa
Rujukan Ringkas dari PPDGJ III, jakarta 1996.p206-7