Otak Emosi dan Otak Sosial Fondasi Persp

Otak Emosi dan Otak Sosial: Fondasi Perspektif Neurosains
dalam Perkembangan Sosial dan Emosi
Isman Rahmani Yusron1
1

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada
e-mail: 1isman.rahmani.y@mail.ugm.ac.id

Abstrak. Tulisan ini bertujuan menelaah perkembangan emosi dan sosial manusia dari
perspektif neurosains. Selama ini, tinjauan mengenai psikologi perkembangan sosial dan emosi,
didominasi oleh analisis dinamika keperilakuan. Kajian mengenai dasar neurobiologis dan
neurodevelopmental dari perilaku sosial dan emosi, belum terlalu banyak dibahas. Padahal,
pemahaman mendasar mengenai fungsi otak yang relevan dengan pemrosesan emosi dan sosial
sangat penting diketahui untuk memahami secara empirik dinamika psikologis perilaku emosi
dan sosial. Fungsi otak yang memproses emosi melibatkan serangkaian sirkuit fungsi otak mulai
dari sistem limbik seperti amygdala, hippocampus dan korteks cingulate. Pemrosesan emosi juga
erat kaitannya dengan area korteks prefrontal terutama di area orbitofrontal yang berkaitan dengan
struktur inhibitory dan persepsi mengenai reward. Pada kajian ini juga mengungkapkan
keterkaitan fungsi-fungsi otak yang memproses emosi dengan otak yang memproses perilaku
sosial. Pemrosesan Otak Sosial berkaitan dengan perkembangan area Prefrontal dan korteks
Temporal. Proses berkembangnya kognisi sosial dan Theory of Mind, merupakan bagian penting

dalam menjelaskan dasar dari perkembangan sosial manusia.
Kata Kunci: Amygdala, Fondasi Neurosains, Perkembangan Sosial Emosi, Prefrontal Korteks, Sistem
Limbik.
Perkembangan Sistem Neurologis
Perkembangan individu, sejak masa
konsepsi hingga lansia tidak pernah terlepas
dari proses berkembangnya otak sebagai pusat
pengendali perilaku dan proses mental.
Meskipun perkembangan juga terkait dengan
pertumbuhan dan kematangan fisik, namun
dalam sudut pandang psikologi sebagai ilmu
yang mempelajari perilaku dan proses mental,
kajian mengenai perkembangan fungsi otak
menjadi sangat penting dalam memahami
bagaimana manusia mengembangkan ciri
khasnya sebagai manusia.
Selama ini, isu mengenai perkembangan
dan kematangan fisik banyak dijadikan pusat
dalam memahami bagaimana individu
berkembang. Berbagai penelitian dalam

psikologi perkembangan banyak mengkaji
mengenai pengaruh dari berkembangnya fisik
individual dalam membentuk perilaku. Para
pakar
perkembangan
fokus
pada

perkembangan fisik, yang menjelaskan
bagaimana bagian tubuh manusia membantu
dalam menentukan perilaku (Feldman, 2018).
Meskipun, dalam hal ini, otak dan sistem
syaraf pusat menjadi bagian yang juga terlibat
dalam menjelaskan hal tersebut. Akan tetapi,
isu
mengenai
pertumbuhan
badan,
perkembangan fisik dan motorik, kematangan
otot dan tulang yang berpengaruh pada

bagaimana
individu
mengembangkan
perilakunya menjadi isu sentral dalam kajian
perkembangan. Kajian yang melibatkan
perkembangan fungsi otak serta pertumbuhan
pada level neuronal dalam otak serta
pengaruhnya pada perilaku, masih relatif baru
di eksplorasi.
Neurulation dan Pembentukan Sistem Syaraf
Pusat
Pada periode konsepsi, perkembangan
otak manusia diawali oleh peristiwa
Neurulation pada saat hari ke 8 hingga hari ke

Yusron, 2018
24 dalam kandungan. Pada periode ini, sel telur
terbagi menjadi tiga bagian yakni endoderm,
mesoderm, dan ectoderm, di mana kemudian
akan membentuk macam-macam organ tubuh.


neuronal, dan koneksi yang aktivitasnya sangat
kecil dipangkas. Peristiwa ini disebut sebagai
synaptogenesis dan berlangsung sejak trimester
ketiga hingga remaja (Baltes et al., 2006).

Neural tube, sebagai cikal bakal dari
sistem syaraf pusat, berkembang dari sel
ectoderm dan Neural Crest, cikal bakal sistem
syaraf otonom berkembang di antara dinding
ectodermal dan Neural tube yang terbentuk
(Baltes, Reuter-Lorenz, & Rösler, 2006). Selain
pembentukan neural tube, pada masa
neurulation ini, bersamaan terjadi pembentukan
sistem syaraf peripheral (Pheripheral Nervous
System/PNS), yang dimulai dengan terus
menebalnya bagian tengah sel ectodermal yang
kemudian menjadi bagian yang disebut sebagai
neural plate.


Sehingga, jika merujuk pada proses ini,
aktivitas neuronal yang menjadi ciri
berfungsinya pemrosesan informasi mulai
berlangsung pada usia kandungan 5-6 bulan.
Ibu, sebagai penyuplai informasi pertama pada
bayi, baik berupa suara, elusan, hingga
komunikasi diproses sekitar usia kandungan
pada trimester ketiga ini, dan dapat ditaksir
bahwa berkembangnya emosi dan sosial dan
proses psikologis individu dimulai pada fase
ini pula.

Formasi yang terus menerus terjadi
kemudian membentuk neural crest, dimana
bagian ini kemudian menjadi sel PNS, dan
bermigrasi menjauh dari neural tube untuk
menjadi pusat kelenjar adrenal. Setelah itu,
neural tube akan menutup di bagian tengah
yang kemudian menjadi tulang belakang.
Peristiwa ini dimulai pada embrio manusia

pada hari ke 21 pasca konsepsi, dan kemudian
neural tube ini akan memanjang dan menutup
ke arah rostral dan caudal, dan pada saat tiga
hari kemudian terbuka di area otak tengah
(midbrain) dan otak depan (forebrain).
Selepas fase neurulation, maka sistem
syaraf pusat masuk pada fase proliferation, masa
pembelahan sel menjadi bagian-bagian neuron,
dan kemudian masuk fase migrasi neuron pada
Minggu ke 6 hingga 24 dari area ventrikel
hingga serebral korteks yang berkembang
hingga enam lapis. serta diakhiri dengan fase
diferensiasi neuron dengan berkembangnya
akson dan dendrit (Schneider, 2014).
Pada awal trimester ketiga pasca
konsepsi, sinyal kimiawi mengendalikan
perkembangan dendrit, membentuk synaps
dengan proyeksi dari struktur subkortikal.
Koneksi-koneksi antar neuron yang terbentuk
ini kemudian menguat melalui aktivitas


Selain itu, pada trimester ketiga terjadi
myelinasi pada neuron yang terbentuk yang
menghasilkan peningkatan kecepatan Action
potential. Seperti synaptogenesis (Baltes et al.,
2006) myelinasi terjadi di berbagai area
berbeda, dengan akson di beberapa area
sensoris dan motoris mulai di myelinasi selama
akhir trimester, dimana di beberapa area
korteks yang berasosiasi (kebanyakan yang
berasosiasi dengan korteks frontal) tidak termyelinasi penuh hingga suatu hari antara
dekade pertama dan kedua hidup.
Fase selanjutnya, pada saat bayi lahir
terjadi peristiwa Postnatal neurogenesis, dimana
berkembangnya sel-sel baru di beberapa area
otak mencakup dentate gyrus pada hippocampus
yang menjadi area penyimpanan memori,
olfactory bulb yang memproses penciuman, area
parietal korteks, serta cingulate gyrus (Baltes et
al., 2006). Bagian cingulate ini, merupakan

bagian komponen dari sistem limbik yang
merupakan substrat utama dari regulasi
respons emosi dan perilaku (Felten, 2016).
Dasar Pemrosesan Sosio-Emosional
Papez (Bear, Connors, & Paradiso, 2016)
menyatakan bahwa terdapat sistem emosi yang
berada pada dinding tengah otak (cingulate
gyrus) yang menghubungkan antara korteks
dan hypothalamus. Papez percaya bahwa
pengalaman emosi ditentukan oleh aktivitas

2

Yusron, 2018
pada korteks cingulate, yang kemudian
diproyeksi ke hippocampus, dari hippocampus
diproyek si ke hypothalamus melalui sejumput
akson yang disebut fornix. Kemudian
hypothalamus memerintahkan perilaku ekspresi
dari emosi.


sistem syaraf pusat (CNS), kemudian setelah
lahir pun peristiwa neurogenesis menjelaskan
tentang pengaruh lingkungan yang tidak hanya
mengembangkan koneksi antar neuron melalui
belajar, namun juga melahirkan sel-sel baru
yang terus berlangsung semasa hidup.

Proses ini disebut sebagai Papez Circuit
dimana kemudian efek di hypothalamus ini akan
mencapai korteks melalui relay di anterior
thalamic nuclei yang selanjutnya diteruskan ke
neokorteks. Menurut Papez, aktivitas yang
muncul di neokorteks akibat proyeksi dari
cingulate cortex memicu warna emosi pada
pengalaman individu.

Dengan temuan neurogenesis pada masa
dewasa, ditemukan bahwa otak, yang diyakini
terprogram

saat pubertas, mengalami
perubahan terus menerus dan tak hentihentinya, bahkan pada tingkat neuron, dan
perkembangan tak pernah berakhir (Baltes et
al., 2006).

Pada saat terlahir, bayi memilki seluruh
neuron yang akan berkembang selanjutnya,
kecuali sel dari olfactory bulb (Baltes et al., 2006)
melalui fase Poliferation yang telah disinggung
sebelumnya. Selanjutnya melalui proses
neurogenesis, sel-sel neuron berkembang seiring
dengan pengalaman atau stimulasi yang
didapat
individu.
Derajat
neurogenesis,
terutama area dentate gyrus, muncul tergantung
dari pengalaman yang didapat, misalnya
menurut Gould & Gross (Baltes et al., 2006)
keberadaan tantangan kognitif yang didapat

individu cenderung meningkatkan regulasi
lahirnya sel-sel baru. Artinya, stimulasi
lingkungan sangat berpengaruh pada lahirnya
sel-sel baru beserta berbagai koneksi antar
neuron lainnya melalui peristiwa neurogenesis.
Peristiwa neurogenesis ini terus akan
berlangsung bahkan hingga dewasa, dalam arti
bahwa tidak menutup kemungkinan bahkan
hingga dewasa pun, keterampilan baru, dan
fungsi-fungsi baru dalam proses mental
manusia terus berkembang. Hal ini yang dapat
menjembatani diskursus mengenai nature and
nurture dalam perkembangan manusia.
Dengan kata lain, apakah manusia itu
semata-mata hanya turunan atau dipengaruhi
lingkungan? Jawabannya dua-duanya berlaku,
karena pada masa sebelum lahir, neuronneuron yang akan berkembang kemudian
sudah terbentuk sejak masa pembentukan

Sistem Limbik: ”erkembangnya Otak
Emosi
Seperti telah disinggung sebelumnya,
otak manusia berkembang terus menerus pasca
konsepsi di dalam kandungan. Melalui proses
poliferation, sel-sel baru dalam otak lahir yang
kemudian bermigrasi dan terdiferensiasi
menuju
bagian-bagian
khusus.
Meski
berkembang bersamaan di hampir seluruh
bagian otak, akan tetapi gyrus utama dalam
otak seperti gyrus yang menonjol pada korteks,
belum muncul hingga minggu ke 24-31 usia
kandungan.
Akan tetapi, lipatan gyrus yang
berasosiasi dengan area cingulate yang
membentuk sistem limbik bersama amygdala,
hippocampus, cingulate gyrus dan lainnya mulai
bisa terlihat lebih awal pada usia kehamilan 1619 minggu (De Haan & Johnson, 2002). Sistem
limbik ini menjadi salah satu bagian yang
berkembang lebih dulu daripada bagianbagian lainnya.
Sistem limbik merupakan struktur
jaringan yang mencakup subkortikal, kortikal,
dan area batang otak yang memainkan peran
utama dalam perilaku emosional, mencakup
memori dan belajar yang berkaitan dengan
emosi serta interaksi sosial (Donders & Hunter,
2010). Dengan kata lain, perkembangan emosi
manusia, menjadi salah satu bagian otak yang
berkembang lebih awal dan terus berlanjut
hingga lansia.

3

Yusron, 2018
Pasca kelahiran, terutama pada awal
kehidupan,
individu
terus
mengalami
kematangan yang dramatis terutama pada
bagian berkembangnya fungsi-fungsi otak.
Stimulus lingkungan sosial bayi, terutama
orang tua dan keluarga, memberi kontribusi
besar pada pesatnya aktivitas neurobiologis
dalam otak. Afeksi dari orang tua, menjadi
stimulus yang sangat dominan yang
mendorong perkembangan emosi bayi pada
masa awal kehidupan. Apalagi, sistem limbik
yang berperan besar dalam perkembangan
emosi, sudah lebih dulu matang daripada
bagian otak lainnya.
Pada masa awal kehidupan, emosi yang
berkembang adalah emosi primer dan terkait
dengan perkembangan biologis dalam otak
seperti telah diuraikan sebelumnya. Emosi
primer, emosi dasar yang terpisah muncul pada
6 bulan pertama kehidupan manusia (Sigelman
& Rider, 2018).
Pasca kelahiran, bayi
memperlihatkan kepuasan dengan tersenyum,
ketertarikan dengan intensi tertarik pada satu
objek, dan distress dalam bentuk kesedihan,
jengah, marah dan takut.
Menurut Schore (2016) studi neurobiologi
memperlihatkan masif dan dramatisnya
perkembangan fungsi otak pada 18 bulan
pertama kehidupan, yang merefleksikan
synaptogenesis yang sangat besar terjadi pada
saat periode bayi. Terlebih secara spesifik
menurut Kinney, Brody, Kloman, & Gilles
(1988) pada periode usia 7-15 bulan,
memperlihatkan fase kritis dari proses
myelinasi
dan
kemudian
mengalami
kematangan yang pesat pada bagian limbik dan
area korteks yang berasosiasi.
Serbuan matangnya fungsi pada struktur
kortikal
limbik
tersebut
merupakan
instrumental dari munculnya afeksi bayi,
kendali sikap, dan proses kognitif (Schore,
2016). Matangnya fungsi dan struktur pada
area sistem limbik dan area korteks yang
berkaitan, menandai berkembangnya fungsi
emosional pada bayi di awal kehidupannya.

Prefrontal Cortex dan Struktur Inhibitory
Rabinowicz (Schore, 2016) menyatakan,
area limbik dan korteks serebral manusia
memperlihatkan kematangannya pada usia 15
bulan, menekankan bahwa aktivitas fungsi
kortikolimbik yang diekspresikan dengan
aktivitas emosional dan mekanisme memori,
beroperasi pada waktu yang spesifik ini.
Atas hal ini, jelas terbukti bahwa
perkembangan emosional manusia dimulai
lebih awal daripada fungsi lainnya, sehingga
dapat dikatakan bahwa bayi sejak kelahirannya
telah memiliki emosi yang terus menerus
berkembang pesat hingga puncaknya pada
tahun pertama kehidupan. Meskipun, fungsi
regulasinya masih akan terus berkembang
hingga usia remaja, melalui berbagai
pengalaman dan stimulus dari aktivitas
sosioemosional.
Izard (Schore, 2016) menyatakan bahwa
ekspresi emosi berubah selama perkembangan
seiring dengan fungsi dari kematangan dari
mekanisme neural inhibitory dan pengalaman.
Menurut Thompson (1990) struktur inhibitory
ini –seperti terjadi pada korteks prefrontalberkembang lebih lambat pada periode Postnatal (Schore, 2016).
Studi topografi pada bayi yang dilakukan
Chugani & Phelps (1986) menyebutkan antara 8
hingga 18 bulan memperlihatkan kerja glukosa
di area frontal dan korteks yang berasosiasi,
sebagai perkiraan aktivitas metabolisme
sinaptik, mulai menonjol. Peristiwa ini
menandai
kematangan
struktur
yang
berproyeksi dari area prefrontal korteks hingga
struktur subkortikal pada bayi.
Kematangan korteks hemisfer kanan
yang awal dan primitif , lebih daripada yang
kiri, yang sangat terkait berhubungan dengan
limbik dan area subkortikal, dominan dalam
memproses, mengekspresikan dan regulasi
dari informasi emosional (Schore, 2016).
Dengan matangnya jaringan struktur ini, emosi
pada bayi tidak lagi merupakan emosi primitif,
karena telah melibatkan fungsi dari struktur

4

Yusron, 2018
prefrontal yang berfungsi sebagai regulasi dan
mengontrol inhibisi dari ekspresi emosional.
Izard (Sigelman & Rider, 2018)
menyebutkan bahwa emosi dasar yang berbasis
biologis, dan berkembang pada awal
kehidupan, memainkan peran kritis pada
motivasi dan pengorganisasian perilaku. Pada
masa awal kehidupan, emosi yang berkembang
adalah emosi primer dan terkait dengan
perkembangan biologis dalam otak seperti
telah diuraikan sebelumnya.
Seiring dengan kematangan fungsi dari
struktur inhibitori dan struktur prefrontal dan
area yang berkaitan, menghasilkan bentuk
pemrosesan emosional yang berbeda dari
sebelumnya. Respon afeksi dari lingkungan
sekitar, dan kemampuan untuk merespon dan
meregulasi emosinya sendiri pada bayi, mulai
muncul dan berkembang. Seiring dengan
kematangan usia, emosi dari bayi bergerak dari
emosi dasar menjadi emosi yang lebih
kompleks.
Pemrosesan stimulus emosional tidak
lagi sebatas emosi primitif yang terkait
dengan sistem limbik yang melibatkan region
amygdala. Pemrosesan emosi melibatkan area
korteks, dan area lain yang berkaitan seperti
area girus cingulate, insula hingga prefrontal
korteks.
Kematangan usia pada bayi, seiring
dengan berbagai pengalaman yang didapatkan
serta kematangan biologis dalam otak,
menimbulkan interaksi antara emosi dan
kognitif. Berkembangnya otak, yang diiringi
dengan interkoneksi yang semakin masif
setelah periode myelinasi dan synaptogenesis,
juga membuat interaksi antara sistem limbik
dengan prefrontal korteks semakin kuat.
Koneksi dari cingulate cortex melengkapi
sirkuit dengan koneksi antara hippocampus,
amygdala dan prefrontal cortex. Korteks prefrontal
terutama area orbitofrontal dan ventromedial,
beserta amygdala merupakan kunci untuk
memahami proses asal dari pengalaman
emosional (Kolb & Whishaw, 2015).

Orbitofrontal dan persepsi reward
Pada awal masa kelahiran, terutama pada
masa 10-12 bulan hingga 16-18 bulan, area
orbitofrontal matang dan berkembang fungsinya
yang menghasilkan fungsi regulasi afeksi. Area
ini awalnya diketahui berperan sebagai
regulasi homeostatis dan fungsi kelekatan, dan
bagian ini aktif di hemisfer serebral kanan,
hemisfer
yang
berkontribusi
pada
perkembangan interaksi timbal balik pada
sistem regulator ibu dan anak (Schore, 2016).
Hubungan antara ibu dengan bayi, pada
masa ini memicu kematangan emosional yang
terkait dengan interaksi area limbik dengan
area prefrontal. Nantinya, korteks orbitofrontal
secara khusus sangat penting dalam emosi
karena berperan dalam proses menafsirkan
reward positif dan negatif dan belajar akan
stimulus netral yang kemudian berasosiasi
menjadi reward positif dan negatif ketika
asosiasinya berubah (Kolb & Whishaw, 2015).
Artinya, melalui kematangan orbitofrontal
ini, individu dapat menafsirkan suatu reward
positif maupun negatif yang diberikan kepada
dirinya saat stimulus yang sebelumnya netral
diasosiasikan sebagai bentuk reward. Misalnya,
informasi mengenai stimulus sentuhan lembut
disertai senyuman pada awalnya ditafsirkan
bayi sebagai stimulus netral, kemudian seiring
dengan matangnya area orbitofrontal, pada saat
bayi melakukan perilaku tertentu yang positif
kemudian ibu memberikan apresiasi berupa
sentuhan lembut disertai senyuman, bayi dapat
menafsirkan
bahwa
respons
tersebut
merupakan reward dari apa yang telah ia
lakukan. Luria (Schore, 2016) melaporkan
bahwa pada tahun pertama dan kedua dari
kehidupan manusia area korteks prefrontal ini
tumbuh secara masif.
Setelah masa dua tahun pertama
kehidupan,
seiring
dengan
berbagai
pengalaman
emosional
dan
sosial,
menghasilkan
berbagai
ekspresi
dan
pengalaman emosi yang semakin kompleks.
Tidak hanya area limbik, namun area fungsi

5

Yusron, 2018
berpikir tingkat tinggi (High order function)
seperti area korteks frontal, banyak terlibat
dalam pemrosesan emosi pada anak-anak.
Pemrosesan emosi, yang diusulkan oleh
LeDoux (Kolb & Whishaw, 2015), dimulai
sensori thalamus yang kemudian dihantarkan
ke area korteks dan amygdala. Area korteks dan
amygdala
saling
berinteraksi
melalui
transformasi area korteks ke formasi
hippocampus dan kemudian kembali ke
amygdala. Proyeksi dari korteks ke amygdala
yang juga saling berinteraksi, memicu
pelepasan hormon melalui kelenjar pituitary di
hypothalamus, mengaktifkan sistem saraf
otonom, membangkitkan perilaku emosional
melalui batang otak, dan menstimulasi
bangkitan atau atensi melalui otak depan basal.
Hampir serupa, sirkuit otak pemrosesan
emosi yang diusulkan oleh Papez (Kolb &
Whishaw, 2015) melibatkan prefrontal korteks
dan korteks yang berasosiasi dengan sensori.
Prefrontal korteks menghantarkan ke area
cingulate korteks, dan dari korteks sensori
kemudian ditransformasikan ke area cingulate
korteks, formasi hippocampus, dan amygdala.
Transformasi dari prefrontal korteks
melalui cingulate korteks dihantarkan ke
hippocampus dan amygdala, dan kemudian
amygdala mentransformasi ke area hypothalamus
yang kemudian menjadi respons dari perilaku.
Mammillary nucleus dari hypothalamus,
mendapat transformasi dari hippocampus yang
kemudian mengkoneksikan pada cingulate
korteks melalui thalamus anterior.
Sistem yang kompleks dari emosi
menghasilkan campuran dan varian ekspresi
serta pemrosesan emosi yang beragam. Seperti
telah diketahui, emosi sangat adaptif, dan
fungsi emosi manusia berkembang untuk
membantu
mempertahankan
kehidupan.
Seperti emosi takut yang membuat manusia
menghindari
bahaya
dan
juga
mengorganisasikan pada perilaku bertujuan,
kebahagiaan yang berkontribusi pada semakin

kuatnya hubungan interpersonal, dan berbagai
emosi lainnya.
Emosi yang asalnya dasar, berkembang
pada emosi yang kompleks berdasarkan emosiemosi dasarnya. Kebanyakan peneliti percaya
bahwa emosi kompleks belum sepenuhnya
muncul hingga usia 18-24 bulan, karena emosi
kompleks sangat tergantung pada pemahaman
anak pada dirinya sendiri, yang tipikalnya
terjadi pada usia 15-18 bulan (Kail, 2015).
Pada
tahun
kedua
kehidupan,
pengalaman emosi menjadi sangat terkait
dengan
lingkungan
sosio-emosional.
Keterlibatan kognitif menjadi lebih dominan
dalam memproses pengalaman-pengalaman
emosional. Menurut Fox (Schore, 2016)
penilaian kognitif yang kompleks dan koping
menjadi sentral dalam pengalaman emosi
selama bagian akhir tahun pertama kehidupan
hingga tahun kedua kehidupan.
Bentuk emosi pada usia ini, merupakan
emosi kompleks yang merupakan kombinasi
dari emosi dasar, yang berasal dari belajar
sosial dan kultural, yang dapat di identifikasi
sebagai bentuk emosi yang meluas, dan
perasaan
dalam
jangka
waktu
lama
(Gazzaniga, Ivry, & Mangun, 2015). Emosi
kompleks mencakup perasaan bangga, rasa
cinta, cemburu, rasa bersalah, atau kesedihan
akibat rejeksi dari lingkungan sosial.
Berkembangnya emosi kompleks ini juga
terkait dengan perkembangan kesadaran diri
dari anak-anak, seiring dengan semakin
matangnya fungsi kognitif dan juga hasil
belajar reward yang sebelumnya dijelaskan di
mediasi oleh matangnya area orbitofrontal.
Synaptic Prunning dan Emosi Remaja
Emosi kompleks, seperti cemburu atau
cinta, berkaitan dengan fungsi kognitif lainnya
yang lebih luas. Ortigue & Bianchi-Demicheli
(Gazzaniga et al., 2015) dalam studinya
mengungkan bahwa emosi kompleks seperti
rasa cemburu tidak hanya terkait dengan
sistem limbik saja. Area yang lebih luas dalam
otak mencakup bagian korteks tingkat tinggi

6

Yusron, 2018
yang mencakup kognisi sosial, theory of mind,
dan interpretasi dari performa tindakan orang
lain juga terlibat. Area yang berkaitan dengan
pemrosesan kognitif yang kompleks serta
kognisi sosial terlibat langsung dalam
pemrosesan dan produksi perilaku emosional
yang kompleks.
Setelah masa usia ini, emosi terus
berkembang lebih kompleks dan intens terkait
dengan pengalaman sosio-emosional dan juga
kematangan kognitif. Proses neurogenesis yang
terjadi selama usia anak-anak hingga usia
remaja
juga
membantu
dalam
mengembangkan emosi seiring dengan
semakin banyaknya pengalaman emosional
dan proses belajar atasnya.
Proses
regulasi
emosi
seiringan
berkembang melalui kematangan kognitif dan
sosial. Anak dapat mengontrol rasa marah,
takut, suka, bangga, kecewa dan emosi-emosi
lainnya akibat semakin berkembangnya
pemahaman dan proses sosial yang dialami.
Proses belajar emosi, dari lingkungan
sosial, semakin pesat seiring peristiwa
synaptogenesis dan neurogenesis pada masa awal
kehidupan hingga remaja. Proses ini pula di
iringi dengan terjadinya synaptic prunning yang
mengeliminasi hubungan antar synap yang
tidak relevan. Temuan Greenough (Schore,
2016) menyebutkan pada struktur kortikal
masa awal kehidupan, terdapat pattern yang
umum dimana pertumbuhan dendrit yang
diikuti oleh suburnya synaptogenesis di ikuti
juga
dengan
synaptic
prunning
dan
pembaharuan.
Pada usia remaja, proses myelinasi dari
neuron menjadi sangat masif, sehingga
pemrosesan informasi semakin cepat, terutama
yang diperlukan pada proses belajar. Selain itu,
yang berada pada puncaknya pada usia ini
adalah pemangkasan koneksi antar neuron
yang tidak penting (synaptic prunning).
Kaitannya dengan proses emosi adalah,
hasil belajar emosi pada usia ini semakin
banyak dan mencapai puncak kepekaannya.

Namun juga pemangkasan koneksi neuronal
menghasilkan bentuk regulasi baru dalam
pengendalian emosi dan mengeliminasi bentuk
ekspresi dan perilaku emosional yang telah
dipelajari di tahun kehidupan sebelumnya.
Casey
&
Caudle
(Kail,
2015)
menyebutkan bahwa pada masa usia remaja ini
beberapa region otak mencapai puncak
kematangannya, seperti sistem otak yang
sensitif terhadap reward, terutama dari
kehidupan sosialnya atau yang terkait dengan
korteks cingulate dan orbitofrontal.
Akan tetapi, pada usia ini sistem yang
bertanggung jawab untuk kontrol diri belum
sempurna penuh hingga usia dewasa. Hal ini
yang dapat menjelaskan kenapa pada usia
remaja sangat rentan dalam perilaku beresiko.
Karena pada masa ini, area sistem limbik sudah
mencapai puncak kematangan, sehingga
cenderung pada perilaku yang terkait dengan
sistem reward terutama pleasure seeking. Akan
tetapi, disamping itu area frontal sistem yang
terkait dengan fungsi eksekutif dan dan sistem
kontrol perilaku belum sepenuhnya matang
(Kail, 2015).
Perkembangan Otak Sosial
Perilaku sosial manusia berlangsung
sepanjang hidup, dimulai sejak kelahiran
hingga lanjut usia. Sejak awal kelahiran,
manusia telah memiliki potensi memahami
keberadaan manusia lain diluar dirinya.
Perkembangan sosial manusia, erat kaitannya
dengan
perkembangan
emosi
yang
sebelumnya telah diuraikan. Menurut Perlman,
Wyk dan Pelphrey (Zelazo, Chandler, & Crone,
6) Otak Sosial pada manusia atau
mekanisme dalam otak yang penting dalam
memproses stimulus yang terkait dengan
perilaku sosial melibatkan area superior
temporal sulcus, amygdala dan korteks
orbitofrontal.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,
terutama
area
amygdala
dan
korteks
orbitofrontal, merupakan bagian otak yang
penting dalam pemrosesan emosi. Sehingga,

7

Yusron, 2018
antara
perkembangan
emosi
dan
perkembangan
sosial
dapat
dikatakan
berkembang hampir bersamaan dan saling
terkait satu sama lain. Persepsi mengenai emosi
juga merupakan aspek kritis dalam interaksi
sosial, dan bagian ini diproses di area limbik
yang telah berkembang sejak masa sebelum
kelahiran (Zelazo et al., 2016).

Menurut Perlman, Wyk dan Pelphrey
(Zelazo et al., 2016) setidaknya ada lima bagian
otak yang relevan dalam pemrosesan kognisi
sosial pada manusia;
1. Area Ventral Occipital Temporal,
yang berkaitan dengan representasi
individu lain diluar dirinya. Area ini
juga mencakup lateral fusiform gyrus
yang berisi fusiform face area dan
extrastriate body area". ”agian ini
berperan dalam memahami persepsi
wajah dan rekognisi, serta persepsi
visual dari tubuh manusia.
2. Area Limbik, yang berkaitan dengan
merasakan emosi. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, area limbic
yang mencakup amygdala beserta
bagian lainnya yang tergabung dalam
sistem limbik, berfungsi dalam ragam
aspek emosi, termasuk merasakan
emosi orang lain dan pemahaman
mengenai ekspresi wajah.
3. Medial Prefrontal Cortex, yang
berkaitan dengan diri dan individu
lain. Area ini berimplikasi pada
berbagai aspek dari kognisi sosial,
dan bagian ini aktif ketika memahami
kepercayaan orang lain, membuat
kesimpulan atau atribusi mengenai
kondisi mental orang lain.
4. Area
Posterior
Parietal,
yang
berkaitan dengan merepresentasikan
pikiran orang lain. Bebeberapa studi
menunjukkan aktivitas yang besar
pada area tempoparietal junction,
ketika seseorang memikirkan situasi
mental orang lain daripada pada saat
diminta memikirkan aspek lain dari
orang atau suatu objek.
5. Area Temporal, yang terkait dengan
merasakan
gerakan
biologis
(biological motion), dan analisis
intensi. Bagian Superior Temporal
Sulcus, terutama bagian posterior,
berimplikasi pada persepsi dinamika
gerakan biologis seperti mata, tangan,

Perkembangan sosial individu sangat
terkait dengan perkembangan pemahaman
terhadap orang lain, dan hal ini berkembang
sepanjang hayat dimulai sejak lahir. Bayi yang
berusia hanya beberapa hari lebih suka untuk
melihat muka orang lain, mengimitasi orang
lain dan bukan pada benda mati, mendengar
suara manusia dan lain-lain (Baron-Cohen,
2013).
Pada masa awal kelahiran, persepsi bayi
terhadap emosi orang lain telah muncul dan
berkembang.
Salah
satu
studi
yang
menujukkan hal tersebut adalah eksperimen
yang dilakukan Sagi & Hoffman, terhadap bayi
yang kurang dari 36 jam, dimana mereka yang
mendengar bayi lainnya yang menangis, akan
segera mulai menangisi dirinya sendiri, yang
menunjukkan bahwa mereka telah responsif
terhadap distress pada bayi lainnya (Shaffer,
2009)
Selain itu, penelitian dari Lavelli & Fogel
(2002) menyebutkan bahwa bayi secara normal
mulai menatap dengan sungguh dan bertujuan
dan memperlihatkan ketertarikan yang lebih
pada wajah ibunya pada usia 4 hingga 9
minggu setelah kelahiran (Shaffer & Kipp,
2010). Hal ini menunjukkan bahwa, perilaku
sosial pada bayi berkembang pada awal
kehidupannya
seiring
juga
dengan
perkembangan emosi pada bayi. Dalam hal ini,
amygdala memainkan peran utama dalam
analisis ekspresi wajah (Zelazo et al., 2016), dan
studi yang dilakukan Adolphs, Baron-Cohen, &
Tranel (2002) menemukan bahwa disfungsi
dari amydala berkorelasi dengan disfungsi
pemrosesan ekspresi wajah emosional (Zelazo
et al., 2016).

8

Yusron, 2018
dan pergerakan tubuh lainnya. Selain
itu, bagian ini pula sangat sensitif
pada intensi dari gerakan tubuh
tersebut.
Theory of Mind dan Kognisi Sosial
Perilaku sosial manusia diawali dengan
kemampuan untuk memahami apa yang
dirasakan orang lain. Dalam terminologi
Psikologi dan Neuorsains, hal ini disebut
sebagai Theory of Mind (ToM). Wellman &
Peterson (Baron-Cohen, 2013) istilah Theory of
Mind menyediakan penjelasan dan prediksi
dari tindakan intensional dengan ketertarikan
pada apa yang orang lain pikirkan, ketahui, dan
ekspektasikan bersamaan dengan apa yang
mereka inginkan, maksudkan dan harapkan.
Seperti
yang
sebelumnya
sudah
disebutkan, bahwa pemahaman terhadap
orang lain adalah hal yang berkembang sejak
awal
kelahiran.
Dengan
kata
lain,
berkembangnya ToM ini dimulai sejak dini.
Sepanjang perkembangan manusia, anak
melakukan pencarian yang luarbiasa: orang
lain memiliki pikiran antara yang sama
dipikirkan dan pikiran yang berbeda dari
dirinya. Anak belajar bahwa pikiran orang lain
berisi representasi dari dunia yang sering benar
dan masuk akal, namun juga terkadang aneh,
tidak lengkap, atau bahkan sepenuhnya salah
(Koster-Hale & Saxe dalam Baron-Cohen, 2013).
Hasil penelitan memperlihatkan bagian
otak yang relevan terkait dengan ToM, yang
memperlihatkan adanya aktivitas meski kecil
namun konsisten di sekelompok bagian otak
yakni pada area Tempo Parietal Junction kanan
dan kiri dan medial Prefrontal Cortex, juga di
medial Parietal Cortex, dan bagian anterior dari
Superior Temporal Sulcus.
ToM atau memahami pikiran orang lain
ini merupakan hal yang sangat esensial dalam
perilaku sosial. Pada awal kehidupan, proses
sosial terutama antara bayi dengan ibu dan juga
lingkungan
sosialnya,
mensyaratkan
kemampuan bayi dalam merepresentasikan
orang lain dalam pikirannya. Proses interaksi

dan komunikasi yang intensional dari bayi,
untuk kebutuhan mempertahankan hidup dan
terlepas dari distres, memerlukan potensi
memahami dan membaca pola dari intensi
orang lain terhadap dirinya.
Memahami pikiran orang lain juga akan
begitu penting dalam proses sosialisasi pada
kehidupan selanjutnya. Seiring dengan
berkembangnya kemampuan kognitif dan
matangnya bagian Prefrontal Korteks, dan juga
bagian-bagian otak yang terkait dengan kognisi
sosial, merupakan modal utama dalam
suksesnya
perkembangan
sosial
anak.
Kemampuan anak dalam merepresentasikan
perasaan dan pikiran orang lain, membuat anak
terhindar dari penolakan teman sebayanya.
Hingga usia anak dan menginjak remaja,
di mana masa sosialisasi dengan teman sebaya
begitu sangat penting, keterampilan untuk
merepresentasikan emosi serta intensi orang
lain baik eksplisit maupun implisit, membantu
anak dalam mengembangkan keterampilan
sosialnya. Anak yang mengalami kesuksesan
dalam perkembangan emosional dan sosial
pada usia dini, akan membantu dalam sukses
berkembangnya keterampilan sosial yang lebih
kompleks di level usia selanjutnya.
Referensi
”altes, P. ”., Reuter-Lorenz, P. “., & Rösler, F.
(2006). Lifespan development and the brain:
the perspective of biocultural coconstructivism. Cambridge; New York:
Cambridge University Press. Retrieved
from
http://dx.doi.org/10.1017/CBO97805114
99722
Baron-Cohen. (2013). Understanding other minds:
perspectives from developmental social
neuroscience. Oxford: Oxford Univ. Pr.
Bear, M. F., Connors, B. W., & Paradiso, M. A.
(2016). Neuroscience: Exploring the Brain
(Fourth Edition). Philadelphia: Wolters
Kluwer.

9

Yusron, 2018
Chugani, H. T., & Phelps, M. E. (1986).
Maturational changes in cerebral
function in infants determined by
18FDG positron emission tomography.
Science (New York, N.Y.), 231(4740), 840–
843.
De Haan, M., & Johnson, M. H. (2002). The
cognitive neuroscience of development.
Hove, East Sussex; New York:
Psychology Press.
Donders, J., & Hunter, S. J. (2010). Principles and
Practice of Lifespan Developmental
Neuropsychology. Leiden: Cambridge
University Press. Retrieved from
http://public.eblib.com/choice/publicful
lrecord.aspx?p=487285
Feldman, R. S. (2018). Development across the life
span (8th Global Edition). Harlow:
Pearson Education Limited.
Felten, D. L. (2016). Netter’s atlas of neuroscience.
Amsterdam: Elsevier.
Gazzaniga, M. S., Ivry, R. B., & Mangun, G. R.
(2015). Cognitive neuroscience: The biology
of the mind (4th ed.). New York: W. W.
Norton & Company, Inc.
Kail. (2015). Human Development. Cengage
Learning.
Retrieved
from
http://www.myilibrary.com?id=815649
Kinney, H. C., Brody, B. A., Kloman, A. S., &
Gilles, F. H. (1988). Sequence of central
nervous system myelination in human
infancy. II. Patterns of myelination in
autopsied
infants.
Journal
of
Neuropathology
and
Experimental
Neurology, 47(3), 217–234.

Kolb, B., & Whishaw, I. Q. (2015). Fundamentals
of human neuropsychology (Seventh
Edition). New York (NY): Worth
Publishers.
Schneider, G. E. (2014). Brain structure and its
origins: function, evolution, development.
Retrieved
from
http://site.ebrary.com/id/10853344
Schore, A. N. (2016). Affect Regulation and the
Origin of the Self: The Neurobiology of
Emotional Development. Taylor &
Francis.
Retrieved
from
https://books.google.co.id/books?id=1I
T4CgAAQBAJ
Shaffer, D. R. (2009). Social and personality
development.
Belmont,
Calif.:
Wadsworth/Cengage Learning.
Shaffer, D. R., & Kipp, K. (2010). Developmental
psychology: childhood and adolescence.
Belmont, CA: Wadsworth Cengage
Learning.
Sigelman, C. K., & Rider, E. A. (2018). Life-span
human development (Ninth Edition).
Boston, MA: Cengage Learning.
Zelazo, P. D., Chandler, M. J., & Crone, E.
(2016). Developmental social cognitive
neuroscience. London; New York:
Routledge.
Retrieved
from
http://www.tandfebooks.com/isbn/9780
203805428

10