4. keaktifan dan daya tarik peserta didi

MAKALAH
KEAKTIFAN PESERTA DIDIK DAN IPS SERTA
DAYA TARIK IPS BAGI PESERTA DIDIK
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan IPS SD
Dosen pengampu: Tri Astuti, S. Pd, M. Pd.

Disusun oleh:
1. Shafira Dwintha Aulia

(1401412028)

2. Nani Sundari

(1401412491)

3. Siti Damayanti

(1401412493)

4. Sirajuddin Latief


(1401412496)

Rombel: 4A

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
A. Pengertian Keaktifan
1

Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas
dan kreativitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar.
Keaktifan belajar peserta didik merupakan unsur dasar yang penting bagi
keberhasilan proses pembelajaran. Keaktifan adalah kegiatan yang bersifat
fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berpikir sebagai suatu rangkaian yang
tidak dapat dipisahkan (Sardiman, 2001: 98). Belajar yang berhasil harus
melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas
fisik adalah siswa aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain
maupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya

pasif. Siswa yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya
bekerja

sebanyak-banyaknya

atau

banyak

berfungsi

dalam

rangka

pembelajaran.
Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak lain adalah untuk
mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Mereka aktif membangun
pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi dalam
proses pembelajaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 31), aktif

berarti giat (bekerja, berusaha). Keaktifan diartikan sebagai hal atau keadaan
dimana siswa dapat aktif. Rousseau dalam (Sardiman, 1986: 95) menyatakan
bahwa setiap orang yang belajar harus aktif sendiri, tanpa ada aktivitas proses
pembelajaran tidak akan terjadi. Thorndike mengemukakan keaktifan belajar
siswa dalam belajar dengan hukum law of exercise-nya menyatakan bahwa
belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Mc Keachie menyatakan berkenaan
dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa individu merupakan “manusia
belajar yang aktif selalu ingin tahu” (Dimyati, 2009: 45). Segala pengetahuan
harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan
sendiri, dengan bekerja sendiri dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik
secara rohani maupun teknik. Dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa dalam
belajar merupakan segala kegiatan yang bersifat fisik maupun non fisik siswa
dalam proses kegiatan belajar mengajar yang optimal sehingga dapat
menciptakan suasana kelas menjadi kondusif.
B. Keaktifan Peserta Didik dan IPS

2

Sifat peserta didik yang paling menonjol adalah gerak perbuatannya.
Tampaknya gerak perbuatan bagi peserta didik merupakan penyalur tenaga

yang tersimpan dalam dirinya. Peserta didik sekolah dasar mempunyai
kecenderungan banyak bergerak. Peserta didik kelas VI pun masih tampak
sangat menyukai gerak. Pada dasarnya peserta didik perlu mendapat
kesempatan untuk melepaskan tenaganya, jadi memerlukan kesempatan untuk
bergerak sebaik-baiknya (Mouly, 1986).
Supaya gerak yang merupakan kebutuhan bagi peserta didik mencapai
hasil sesuatu dengan yang dikehendaki, maka perlu direncanakan pembelajaran
peserta didik dengan baik. Pada setiap kesempatan yang menuntut adanya
gerak perlu diatur sedemikian rupa sehingga peserta didik memperoleh
kesempatan untuk bergerak. Akan tetapi perlu disadari bahwa yang termasuk
aktif bukan hanya yang bersifat fisik semata. Gerak fisik hanya merupakan
salah satu pertanda adanya keaktifan. Hal yang tidak kurang pentingnya ialah
keaktifan pemikiran. Untuk belajar justru keaktifan pemikiran inilah yang
sangat penting.
Mengacu pada uraian di atas maka titik berat keaktifan adalah dalam
arti mengalami. Sesuai dengan itu maka ada penulisan yang menyatakan bahwa
istilah aktivitas dan pengalaman sering dianggap serupa (Dunfee dan Sagl,
1966). Menurut mereka pengalaman lebih mendalam sifatnya dari aktivitas,
karena aktivitas terutama mencerminkan gerak luar, sedangkan pengalaman
merujuk baik pengalaman batiniah maupun pengalaman yang tampak dari luar.

Sebagai contoh dapat dikemukakan seorang siswa yang sedang membaca
dengan suara keras tetapi tidak memahami isi bacaannya. Dalam hal ini ia tidak
akan menghayati isi bacaan tersebut. Sebaliknya anak lain yang membaca
dengan seksama dia mungkin menghayati isi bacaan tersebut. Dari luar ia
tampak kurang aktif karena hanya menatap bacaan dengan tenang. Padahal
mungkin ia sedang meresapkan makna yang dibacanya. Dalam peristiwa ini
maka pengalaman terjadi, walaupun tidak banyak disertai dengan gerak.
Peristiwa ini pun menampilkan keaktifan mental atau pikiran.
Dari uraian di atas tampak bahwa pengalaman (keaktifan) mempunyai
manfaat yang besar dalam belajar. Manfaat lainnya, pengalaman merupakan

3

persiapan dalam praktek kehidupan yang sebenarnya (Dunfee dan Sagl, 1966).
Walaupun demikian, upaya pemberian pengalaman kepada peserta didik perlu
dilakukan secara hati-hati. Pengalaman yang memberikan hasil yang negatif
akan berdampak kurang baik bagi peserta didik. Peserta didik akan mengalami
kekecewaan yang mungkin akan berpengaruh lama, sedangkan pengalaman
yang memberikan hasil yang memuaskan akan berdampak positif bagi peserta
didik dalam belajarnya. Oleh karena itu, seperti telah disinggung di atas, dalam

menyediakan keaktifan bagi peserta didik perlu perencanaan yang baik dan
hati-hati.
Bagaimanakah pelaksanaan dalam pengajaran IPS? Jika yang dimaksud
dengan pengalaman adalah melakukan eksperimen atau demonstrasi maka
dalam pengajaran IPS sukar dilakukan (Preston dan Herman, 1981). Gejala
sosial tidak dapat dimanipulasi, kecuali secara simulatif. Dengan simulasi
kejadian di masyarakat, dalam kehidupan kelas para peserta didik akan dapat
menyadari atau membayangkan kehidupan yang sebenarnya. Akan tetapi untuk
melakukan eksperimen seperti dalam IPA sukar dilakukan. Gejala sosial dalam
batas tertentu adalah bersifat abstrak.
Melaksanakan keaktifan dalam pengajaran IPS misalnya dapat dicapai
dengan memproduksi barang-barang hasil karya suku bangsa atau negara.
Karya yang diproduksi adalah yang khas untuk suku bangsa atau negara yang
bersangkutan. Mungkin juga mengadakan korespondensi dengan berbagai
tempat yang berkaitan dengan bahan ajar. Kegiatan lain misalnya turut serta
dalam kegiatan kerja bakti di lingkungan sekolah.
Membuat peta wilayah yang sedang dibahas juga termasuk dalam
kegiatan yang bersifat aktif dalam arti secara fisik. Menyelesaikan tugas
dengan membaca langsung bahan yang aktual, mengamati, dalam batas tertentu
bereksperimen dapat menjadi wahana keaktifan. Kegiatan diskusi untuk

memecahkan suatu masalah juga merupakan sarana penambahan aktivitas.
Bahkan telah tersirat dari uraian di atas bahwa berpikir kontemplatif pun
merupakan suatu bentuk aktivitas yang tidak kalah penting.

4

Berikut ini dikemukakan beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan
oleh guru untuk memberikan aktivitas dan pengalaman yang baik kepada
peserta didik (Dunfee dan Sagl, 1966).
a. Kegiatan yang disiapkan memberi kemungkinan bagi pengembangan bahan
belajar yang sedang ditangani. Misalnya bahan yang hendak dikembangkan
adalah konsep kegotongroyongan. Pengalaman yang dipersiapkan adalah
melibatkan para peserta didik dalam kerja bakti di lingkungan sekitar
sekolah. Jika kegiatan ini dapat memperdalam peserta didik tentang konsep
kegotongroyongan maka keaktifan tersebut perlu dikembangkan.
b. Kegiatan yang perlu dilakukann dapat memperdalam pemahaman dan
pembentukan konsep yang terdapat dalam bahan belajar.
c. Keaktifan yang dipersiapkan dapat mendorong peserta didik berpikir kritis.
d. Kegiatan merupakan representasi ide yang hendak dikembangkan.
Pengalaman atau kegiatan itu sendiri benar-benar autentik atau sangat

menyerupai keadaan yang sebenarnya.
e. Keaktifan tersebut sesuai dengan tingkat pemahaman dan tingkat
kematangan peserta didik.
f. Dalam pengajaran IPS keaktifan atau pengalaman yang baik ialah yang
didasarkan kepada hal-hal yang telah dipahami dan berlanjut ke kegiatan
berikutnya. Kegiatan tersebut bertolak dari suatu hal yang nyata.
g. Aktivitas yang diprogramkan perlu diberi bahan belajar yang beragam, agar
dapat memperdalam pemahaman peserta didik.
h. Pengalaman yang dirancang tersebut dapat dilaksanakan dengan baik oleh
para peserta didik.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keaktifan
Keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran dapat merangsang
dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, peserta didik juga dapat berlatih
untuk berfikir kritis, dan dapat memecahkan permasalahan-permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, guru juga dapat merekayasa
sistem pembelajaran secara sistematis, sehingga merangsang keaktifan peserta

5

didik dalam proses pembelajaran. Keaktifan dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar peserta didk adalah:
1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian peserta didik, sehingga
mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
2) Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada peserta didik).
3) Mengingatkan kompetensi belajar kepada peserta didik.
4) Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari).
5) Memberikan petunjuk kepada peserta didik mengenai cara mempelajari.
6) Memunculkan

aktivitas,

partisipasi

peserta

didik

dalam

kegiatan


pembelajaran.
7) Memberikan umpan balik (feedback).
8) Melakukan tagihan-tagihan kepada peserta didik berupa tes sehingga
kemampuan peserta didik selalu terpantau dan terukur.
9) Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir pembelajaran.
Keaktifan dapat ditingkatkan dan diperbaiki dalam keterlibatan siswa
pada saat belajar. Hal tersebut seperti dijelaskan oleh Moh. Uzer Usman (2009:
26-27) cara untuk memperbaiki keterlibatan siswa diantaranya yaitu dengan
menyediakan waktu yang lebih banyak untuk kegiatan belajar mengajar,
meningkatkan partisipasi siswa secara efektif dalam kegiatan belajar mengajar,
serta memberi pengajaran yang jelas dan tepat sesuai dengan tujuan mengajar
yang akan dicapai. Selain memperbaiki keterliban siswa juga dijelaskan cara
meningkatkan keterlibatan siswa atau keaktifan siswa dalam belajar. Cara
meningkatkan keterlibatan atau keaktifan siswa dalam belajar adalah
mengenali dan membantu anak-anak yang kurang terlibat, menyelidiki
penyebabnya dan usaha apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan keaktifan
siswa, serta sesuaikan pengajaran dengan kebutuhan-kebutuhan individual
siswa. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan usaha dan keinginan siswa
untuk berpikir secara aktif dalam kegiatan belajar. Berdasarkan penjelasan

tersebut maka dapat disimpulkan bahwa keaktifan dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor. Salah satu cara meningkatkan keaktifan yaitu dengan mengenali
keadaan siswa yang kurang terlibat dalam proses pembelajaran.

6

D. Daya Tarik IPS bagi Peserta Didik
Sering terdengar pengajaran IPS merupakan mata pelajaran yang
kurang populer di kalangan peserta didik. Kekurang-populeran ini lebih dari
sekedar adanya anggapan umum yang sering mempertentangkan antar ilmu
eksakta dan ilmu non eksakta. Ada pihak yang beranggapan bahwa ilmu
eksakta lebih menantang dan lebih banyak dipergunakan dalam kehidupan
sehari-hari.
Preston dan Herman (1981) menyatakan bahwa sejak dulu memang IPS
kurang populer di kalangan peserta didik. Dunfee dan Sagl (1966) bahkan
menyatakan bahwa IPS bukan hanya kurang populer tetapi juga sering disalahtafsirkan dan dikacaukan dengan ilmu-ilmu sosial.
Apabila kita melihat bahan yang terkandung dalam pengajaran IPS,
seharusnya IPS itu dapat menantang dan menarik. Seperti telah diungkapkan
bahwa IPS membahas manusia dan tempat-tempat di dunia, dalam pengajaran
IPS dijumpai informasi yang tidak terhingga tentang pengalaman umat
manusia. Pengalaman umat manusia sejak zaman dahulu dan dari berbagai
bagian dunia dapat disimak dalam IPS. Bahan belajar IPS tidaklah terlalu
kering.
Mengapa pada umumnya IPS kurang menarik bagi para peserta didik?
Di bawah ini akan diungkapkan beberapa faktor yang mungkin menjadi
penyebab. (Preston dan Herman, 1981; Welton dan Mailan, 1981)
Pertama, kebanyakan orangtua lebih mementingkan baca, tulis dan
hitung. Pada umumnya orangtua sangat memperhatikan ketiga mata pelajaran
tersebut. Seringkali orangtua tidak terlalu mengkhawatirkan pengajaran IPS
yang digolongkan pelajaran lunak. Rasa khawatir kepada pelajaran non IPS
mungkin dapat pula mempengaruhi sikap para peserta didik.
Kedua, pada sisi lain para peserta didik lebih menyukai atau
memperhatikan baca, tulis, dan hitung. Bahan belajar dari ketiga mata
pelajaran tersebut lebih pasti dan tegas. Dalam berhitung para peserta ddidik
dapat mengetahui apakah pekerjaannya benar atau salah secara tegas.
Demikian pula dalam membaca dan meneliti ejaan dapat dibedakan secara
tegas apakah mereka melaksanakan dengan tepat atau tidak.

7

Ketiga, dibandingkan dengan mata pelajaran baca, tulis, dan hitung,
dalam pengajaran IPS banyak konsep yang abstrak. Misalnya konsep tentang
“tanggung jawab”, “kemajuan” dan sejenisnya terkandung ciri-ciri yang tidak
mudah dibatasi. Sebaliknya pengajaran dalam IPA para peserta didik mungkin
membahas tentang kupu-kupu, bunga dan sejenisnya adalah makhluk hidup
yang jelas tampak. Ciri dari makhluk hidup itu begitu jelas, kongkret dan dapat
ditunjukkan dengan tegas. Bahkan jika dibandingkan dengan pengajaran
bahasa dan sastra, peserta didik dihadapkan pada cerita yang mempunyai alur
(plot) yang jelas. Dalam pengajaran IPS mereka mungkin merasakan bahan
yang diuraikan seperti uraian ensiklopedi mini.
Keempat, banyak bahan belajar yang adakalanya dirasakan oleh peserta
didik sudah diketahuinya dengan baik, karena merupakan kejadian sehari-hari.
Misalnya bagaimana peranan polisi lalu-lintas, untuk para peserta didik di kota
bukan hal baru. Akan tetapi mungkin dalam IPS diuraikan panjang lebar.
Kelima, dalam IPS justru terdapat bahan sebaliknya dengan yang
diungkapkan di atas, yang jelas IPS benar-benar bahan baru tetapi tidak searah
dengan persepsi peserta didik. Misalnya dijelaskan bahwa Inggris adalah
kerajaan, berbeda dengan Amerika Serikat yang merupakan republik serikat.
Mungkin peserta didik bertanya dalam hatinya untuk apa mempelajari hal itu.
Keenam, bahan belajar IPS yang mengungkapkan masalah kontroversi
ditinggalkan karena kita menganggap bahwa peserta didik belum cukup
matang. Pertimbangan ini cukup beralasan, tetapi dengan demikian
pembahasan tidak menyentuh masalah yang sebenarnya. Mungkin saja mereka
menganggap bahwa bahan belajar dalam pengajaran IPS sangat superfisial,
tidak sesuai dengan yang sebenarnya dan dibuat-buat.
Itulah beberapa faktor yang dapat dianggap kurang menguntungkan
pengajaran IPS. Padahal di atas telah disinggung bahwa sebenarnya dalam IPS
terdapat kekayaan bahan belajar yang menarik. Oleh karena itu dalam sebuah
penelitian terhadap para peserta didik kelas V di Amerika ditemukan hasil yang
merupakan pengecualian. Mereka menyatakan bahwa IPS merupakan pelajaran
yang paling menarik (Welton dan Mailan, 1981). Ternyata para peserta didik

8

yang menyatakan bahwa IPS paling menarik itu mendapat sajian IPS yang
diolah dengan cara baru, yaitu MAN A COURSE OF STUDY (MACOS).
MACOS merupakan bahan belajar untuk kelas V dan VI. Bahan belajar
tersebut dirancang untuk menjawab tiga pertanyaan:
a. Apakah sifat kemanusiaan manusia?
b. Bagaimana manusia mencapai tingkatan seperti itu?
c. Bagaimana caranya supaya manusia lebih manusiawi? (Preston dan
Herman, 1981: 59).
Bahan pokok untuk MACOS ialah film berwarna yang khusus dirancang
untuk keperluan ini. Dengan melihat film tersebut mereka secara tidak
langsung ikut berpartisipasi dengan kehidupan yang digambarkan. MACOS
merupakan bahan belajar yang ternyata menimbulkan kontroversi di kalangan
ahli didik di Amerika.
IPS sebenarnya bukan merupakan bahan belajar yang membosankan.
Oleh karena itu yang penting kita dapat membedakan apakah bahan belajar
tersebut disukai atau dipedulikan (Welton dan Mailan, 1981). Mungkin saja
kita tidak menyukai berhitung, tetapi kita tidak dapat mengingkari bahwa
berhitung merupakan kajian yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu apabila peserta didik tidak dapat berhitung dengan baik, orang
tuanya akan berusaha supaya peserta didik tersebut berlatih lebih banyak.
Peserta didik sendiri tampaknya seperti terpanggil untuk belajar berhitung lebih
giat lagi. Inilah agaknya yang memperbesar perhatian atau kepedulian peserta
didik kepada berhitung khususnya, atau baca-tulis-hitung umumnya. Untuk IPS
kepedulian seperti itu belum terasa.
Dari uraian di atas tampak bahwa IPS tidak dipedulikan oleh peserta
didik pada umumnya, tetapi apabila bahan belajar disajikan dalam bentuk baru
maka IPS itu dapat menarik peserta didik. Oleh karena itu untuk
menanggulangi kekurang-pedulian peserta didik terhadap IPS, dianjurkan guru
memperlihatkan semangat yang tinggi. Walaupun bukan jaminan penuh bahwa
semangat guru dapat memancarkan semangat belajar peserta didik tetapi paling
tidak, tampak bahwa semangat guru mempunyai hubungan positif dengan
semangat peserta didik (Preston dan Herman, 1981). Jelasnya memang

9

semangat guru dapat membangkitkan semangat peserta didik akan tetapi belum
memahami sebagai jaminan pembangkit semangat. Sebagai faktor utama
pembangkit semangat peserta didik dalam belajar IPS harus tumbuh dari
peserta didik sendiri.
Oleh karena itu sebagai salah satu cara lain untuk membangkitkan
semangat belajar dalam IPS ialah sebaiknya keterlibatan peserta didik perlu
diatur seefektif mungkin. Keaktifan peserta didik seperti ancang-ancang
mendorong semangat belajar IPS. Dengan demikian semangat untuk belajar
IPS datang dari peserta didik dan kemudian ditopang oleh semangat guru.
Apabila keduanya berjalan terpadu diharapkan pengajaran IPS yang kurang
populer akan dipedulikan juga oleh peserta didik.

10

DAFTAR PUSTAKA

Soewarso. 2013. Pendidikan IPS. Salatiga: Widya Sari Press
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa. 2008. Kamus Bahasa Indonesia.
Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas
Dwi, Isti. 2012. BAB II Kajian Teori. http://eprints.uny.ac.id/8613/3/BAB
%202%20-%2008416241039.pdf. (diakses pada tanggal 21 Maret 2014)
Kape, Diah. 2011.

Kajian Anak Didik dalam Pembelajaran IPS SD.

http://dheekape.blogspot.com/2011/04/pendidikan-ips-sd.html.
(diakses pada tanggal 21 Maret 2014)

11