Asal Usul dan Sejarah Perunggasan

MAKALAH
DASAR TERNAK UNGGAS

ASAL-USUL DAN SEJARAH PERUNGGASAN

OLEH :

IQBAL JALIL HAFID
O 121 12 094
12 000

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2015

I.

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Komoditas unggas mempunyai prospek pasar yang sangat baik karena
didukung oleh karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat
Indonesia yang sebagian besar muslim, harga relatif murah dengan akses yang mudah
diperoleh karena sudah merupakan barang publik. Komoditas ini merupakan
pendorong utama penyediaan protein hewani nasional, sehingga prospek yang sudah
bagus ini harus dimanfaatkan untuk memberdayakan peternak di pedesaan melalui
pemanfaatan sumberdaya secara lebih optimal. Industri perunggasan di Indonesia
berkembang sesuai dengan kemajuan perunggasan global yang mengarah kepada
sasaran mencapai tingkat efisiensi usaha yang optimal, sehingga mampu bersaing
dengan produk-produk unggas dari luar negeri.
Tidak semua orang memahami asal-muasal atau seluk-beluk perkembangan
perunggasan, meskipun hampir setiap harinya orang mendengar atau bahkan bisa jadi
mengkonsumsi daging dan telur ayam. Bagi mereka ketidakpahaman tersebut
memang tidak perlu dipersoalkan, tetapi bagi peternak atau calon peternak
pengetahuan tentang asal-muasal atau seluk-beluk perkembangan unggas dari waktu
ke waktu penting dimiliki. Hal itu penting karena pemahaman yang baik tentang
karakteristik atau sifat-sifat unggas dapat membantu dalam melancarkan usahanya
dalam beternak unggas, baik untuk tipe ayam pedaging maupun petelur. Terlebih lagi,
pemahaman mengenai jenis-jenis unggas yang unggul perlu diketahui oleh setiap

peternak agar dalam usaha ternaknya dapat mendatangkan keuntungan. Oleh karena
itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai asal-usul dan sejarah perunggasan
yang ada hingga sekarang.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijelaskan di atas, dapat ditarik suatu
permasalahan, yaitu bagaimana asal-usul dan sejarah perunggasan yang ada hingga
sekarang?

C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui asal-usul dan sejarah perunggasan yang ada hingga sekarang.
Manfaat yang diperoleh dalam penulisan makalah ini adalah dapat mengetahui
asal-usul dan sejarah perunggasan yang ada hingga sekarang.

II.

PEMBAHASAN

A. Sejarah Unggas

Unggas merupakan jenis hewan bertulang belakang (chordata) masuk dalam
kelas aves (bersayap) yang telah mengalami domestikasi (diternak) untuk memenuhi
kebutuhan manusia seperti daging dan telur. Unggas masuk dalam ordo anseriformes
(entok, angsa, itik, dan undan), serta galliformes (puyuh, kalkun, ayam). Unggas
termasuk hewan monogastrik, yaitu hewan yang memiliki satu lambung. Hewan ini
berbeda dengan hewan ruminansia yang memiliki lambung yang terbagi menjadi
empat kompartemen/bagian, yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Yang
menyebabkan hewan tersebut mampu memanfaatkan mikroba dalam membantu
mencerna zat-zat makanan seperti serat. Mikroba itu sendiri juga dapat dimanfaatkan
oleh hewan ruminansia sebagai sumber protein. Lain halnya dengan hewan
monogastrik yang tidak mampu mencerna dan memanfaatkan makanan berserat
sebanyak hewan ruminansia karena hewan monogastrik memiliki alat pencernaan
atau lambung hanya satu (Artikel Peternakan, 2013).
Kalau ditilik dari asal usul ayam-ayam yang ada sekarang diduga berasal dari
ayam-ayam liar (Wild-fowl) atau ayam hutan dari Gallus species. Adapun gallus
species yang memungkinkan adanya ternak ayam sekarang ini ada 4, yaitu:
1.

Gallus gallus
Dikenal dengan Gallus bankiva, gallus ferrugenius, Red Jungle Fowl. Tempat

hidup di sekitar hutan India, Burma, Siam (Muangthai), Chocin China (Indo
China), Filipina, Malaysia dan Sumatera Barat. Ciri-cirinya, bulu utama pada
ekor sebanyak 14 helai, jengger satu, pial dua, badan relatif kecil dibanding
dengan ayam sekarang. Jantan mempunyai bulu pada bagian leher, sayap dan
punggung berwarna merah, sedangkan bagian dada dan badan bawah berwarna
hitam. Pada betina bulu berwarna coklat bergaris hitam, telur kecil berkulit
merah kekuningan.

2.

Gallus lafayetti
Dikenal dengan Ceylonese Jungle Fowl. Tempat hidup di sekitar Pulau Ceylon
(Srilangka). Ciri-cirinya mirip Gallus gallus, hanya bulu jantan pada bagian
leher, sayap dan punggung berwarna merah, sedangkan bagian dada dan badan
bawah berwarna jingga. Pada bagian tengah jengger warna kuning dikelilingi
merah, kulit telur berbintik-bintik.

3.

Gallus sonneratti

Dikenal dengan Grey Jungle Fowl. Tempat hidup di sekitar hutan India bagian
barat daya dari Bombay sampai Madras. Ciri-cirinya mirip dengan Gallus gallus,
hanya pada bulu ada aspek warna abu-abu. Kulit telur kadang-kadang berbintikbintik.

4.

Gallus varius
Dikenal dengan Green Jungle Fowl/Japan Jungle Fowl. Tempat hidup di sekitar
hutan Jawa Timur, Bali, Lombok, Nusa Tenggara sampai Flores. Ciri-cirinya
memiliki bulu utama pada ekor sebanyak 16 helai, jengger satu; licin, pial satu
terletak antara rahang, Badan relatif kecil dibanding dengan ayam sekarang, Bulu
pada jantan dapat ditemukan di bagian leher (pendek dan bulat), berwarna hitam
dilapisi warna kehijauan pada permukaan atas.

B. Teori Asal-usul Terbentuknya Bangsa Unggas
Menurut Avian Trenggono (2014) dalam artikelnya, teori asal usul
terbentuknya bangsa-bangsa ayam sekarang dikenal 2 teori, yaitu:
1.

Teori Monopyletic

Dikemukakan oleh Charles Darwin (1868), dimana dikemukakan bahwa yang
menurunkan bangsa-bangsa ayam sekarang adalah jenis (species) Gallus gallus.
Alasannya adalah Gallus gallus mudah dikawinkan secara bebas dengan bangsa
ayam yang ada sekarang, sedangkan ketiga jenis yang lain sulit dilakukan.
Filia Pertama (F-1) antara Gallus gallus dengan bangsa ayam yang ada sekarang

biasanya bersifat subur, sedangkan ketiga jenis yang lain bersifat mandul. Pada
ayam-ayam seperti Brown Leghorn dan Black Breasted, Red Games dalam
beberapa hal terutama warna bulu mirip dengan Gallus gallus. Dari beberapa
percobaan perkawinan pada ayam-ayam jinak sewaktu-waktu terdapat keturunan
seperti Gallus gallus (Reversion).
2.

Teori Polypyletic
Teori ini mengemukakan adanya 2 kemingkinan mengenai terbentuknya bangsabangsa ayam sekarang. Pertama adanya kemungkinan dibentuk oleh lebih dari
satu jenis yang ada, dan kedua kemungkinan dibentuk oleh jenis yang ada
sekarang dengan jenis lain. Alasannya adalah bangsa-bangsa yang terbentuk di
kelas Mediteranean mungkin diturunkan oleh sekurang-kurangnya 2 jenis dari 4
jenis yang ada, sedang bangsa yang ada di kelas Asia kemungkinan diturunkan
dari nenek moyang jenis ayam yang telah punah.


C. Sejarah Perunggasan di Indonesia
Ada 3 tahap dalam sejarah perunggasan di Indonesia, yaitu:
1.

Tahap Perintisan (1953–1960)
Pada tahap ini para pecinta ayam impor yang tergabung dalam wadah GAPUSI
(Gabungan Peternak Unggas Indonesia) mengimpor ayam jenis White Leghorn
(WL), Whole Island Red, New Hampire, dan Australop yang peruntukkan untuk
hiburan saja tidak untuk tujuan komersil. Selain itu GAPUSI juga mengadakan
kegiatan penyilangan terhadap breed murni ayam impor dengan ayam lokal.

2.

Tahap Perkembangan (1961–1970)
Pada tahap ini di tahun 1967 diadakan pameran ternak unggas nasional dan juga
dibarengi dengan kegiatan bimbingan masyarakatkan untuk memasyarakatkan
unggas ke peternak. Tujuannya adalah guna meningkatkan konsumsi protein
sekitar 5 gram/kapita/hari. Pada saat itu komsumsi protein hewani masih 3,5
gram/kapita/hari.


3.

Tahap Pertumbuhan (1971–1980)
Pada tahap ini di tahun 1971 tepatnya tanggal 2 Maret diadakan pameran ternak
ayam di Istana Presiden. Tahun 1978 diadakan kembali sosialisasi atau
bimbingan masyarakat kepada peternak mengenai peternakan ayam broiler. Pada
tahun 1980 industri perunggasan dari hulu ke hilir produksinya mengalami
peningkatan yang cukup pesat sehingga dapat menggantikan protein hewani yang
berasal dari kerbau/sapi. Namun sayangnya masa keemasan tersebut harus hilang
akibat krisis moneter yang menimpa Indonesia tahun 1998 yang memyebabkan
para peternak mengalami kebangkrutan.
Strain adalah merek dagang atau hasil seleksi dalam breeding untuk tujuan

tertentu. Tujuannya pada umumnya cenderung untuk komersial atau nilai ekonomi
tinggi (high producers). Pada peredaran sekarang telah jarang ditemui bangsa-bangsa
ayam seperti Leghorn, Australops, Rhode Island Red dan sebagainya. Yang umum
dipelihara atau diternakkan adalah strain-strain ayam yang merupakan bibit unggul
hasil breeding farm baik pada ayam ras maupun ayam negeri dalam bentuk Final
Stock (FS). Contoh beberapa strain ayam yang pernah beredar di Indonesia, yaitu:

a. Kimber chick asal Kimber farm di Fremont California USA. Jenis Kimber
Chick K 137 Petelur putih (FS), Kimber K 163 (Putih kotor Final Stock),
Kimbrown (Coklat merah FS Betina, Putih kotor FS Jantan), Kimcross K 44
ayam pedaging (broiler) putih.
b. Babcock Asal USA. Babcock B 300 dan B 300 F petelur putih (FS). Babcock
B 380, coklat merah (FS betina), putih kotor (FS Jantan).
c. Hy-line. Hy-line W 36 petelur putih (FS), Hy-line 717, coklat merah (FS),
Hy-line brown, coklat (FS Betina), putih coklat (FS Jantan).
d. Super Harco Hitam merah (FS betina) Lurik (FS Jantan).
e. Jagerveld chick asal negeri Belanda. Jagersveld white leghorn (putih), Rosella
coklat merah (FS Betina), putih coklat (FS Jantan), Jagersveld Broiler putih
kotor.

f. Dekalb. Asal massasuhhet USA. Dekalb warren sex link, coklat merah (FS
Betina), putih coklat (FS Jantan).Dekalb amber link putih coklat (FS Betina),
Dekalb XL Link putih (FS).
g. Indian River ayam pedaging (broiler) putih.
h. Cobb. Asal Massasushet USA. Cobb 100 pedaging putih kotor.
i. Hubbard. Hubbard Leghorn putih (FS), Hubbard golden comet, coklat merah
(FS Betina), Hubbard broiler putih kotor.

j. Lohman, Multibreeder, Bromo, CP (charoend phokphand).,Platinum. dan
masih banyak lagi yang belum tertulis.

D. Perkembangan Ayam Petelur dan Broiler di Indonesia
Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk
diambil telurnya. Asal mula ayam unggas adalah berasal dari ayam hutan dan itik liar
yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak. Tahun demi tahun
ayam hutan dari wilayah dunia diseleksi secara ketat oleh para pakar. Arah seleksi
ditujukan pada produksi yang banyak, karena ayam hutan tadi dapat diambil telur dan
dagingnya maka arah dari produksi yang banyak dalam seleksi tadi mulai spesifik.
Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler,
sedangkan untuk produksi telur dikenal dengan ayam petelur. Selain itu, seleksi juga
diarahkan pada warna kulit telur hingga kemudian dikenal ayam petelur putih dan
ayam petelur cokelat. Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga
menghasilkan ayam petelur seperti yang ada sekarang ini. Dalam setiap kali
persilangan, sifat jelek dibuang dan sifat baik dipertahankan (terus dimurnikan).
Inilah yang kemudian dikenal dengan ayam petelur unggul.
Menginjak awal tahun 1900-an, ayam liar itu tetap pada tempatnya akrab
dengan pola kehidupan masyarakat di pedesaan. Memasuki periode 1940-an, orang
mulai mengenal ayam lain selain ayam liar itu. Dari sini, orang mulai membedakan

antara ayam orang Belanda (bangsa Belanda saat itu menjajah Indonesia) dengan

ayam liar di Indonesia. Ayam liar ini kemudian dinamakan ayam lokal yang
kemudian disebut ayam kampung karena keberadaan ayam itu memang di pedesaan.
Sementara ayam orang Belanda disebut dengan ayam luar negeri yang kemudian
lebih akrab dengan sebutan ayam negeri (kala itu masih merupakan ayam negeri galur
murni). Ayam semacam ini masih bisa dijumpai di tahun 1950-an yang dipelihara
oleh beberapa orang penggemar ayam. Hingga akhir periode 1980-an, orang
Indonesia tidak banyak mengenal klasifikasi ayam. Ketika itu, sifat ayam dianggap
seperti ayam kampung saja, bila telurnya enak dimakan maka dagingnya juga enak
dimakan. Namun, pendapat itu ternyata tidak benar, ayam negeri/ayam ras ini
ternyata bertelur banyak tetapi tidak enak dagingnya.
Ayam yang pertama masuk dan mulai diternakkan pada periode ini adalah
ayam ras petelur white leghorn yang kurus dan umumnya setelah habis masa
produktifnya. Antipati orang terhadap daging ayam ras cukup lama hingga menjelang
akhir periode 1990-an. Ketika itu mulai merebak peternakan ayam broiler yang
memang khusus untuk daging, sementara ayam petelur dwiguna/ayam petelur cokelat
mulai menjamur pula. Disinilah masyarakat mulai sadar bahwa ayam ras mempunyai
klasifikasi sebagai petelur handal dan pedaging yang enak. Mulai terjadi pula
persaingan tajam antara telur dan daging ayam ras dengan telur dan daging ayam
kampung. Sementara itu telur ayam ras cokelat mulai diatas angin, sedangkan telur
ayam kampung mulai terpuruk pada penggunaan resep makanan tradisional saja.
Persaingan inilah menandakan maraknya peternakan ayam petelur.
Ayam kampung memang bertelur dan dagingnya memang bertelur dan
dagingnya dapat dimakan, tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai ayam dwiguna
secara komersial-unggul. Penyebabnya, dasar genetis antara ayam kampung dan
ayam ras petelur dwiguna ini memang berbeda jauh. Ayam kampung dengan
kemampuan adaptasi yang luar biasa baiknya. Sehingga ayam kampung dapat
mengantisipasi perubahan iklim dengan baik dibandingkan ayam ras. Hanya
kemampuan genetisnya yang membedakan produksi kedua ayam ini. Walaupun ayam
ras itu juga berasal dari ayam liar di Asia dan Afrika.

Perkembangan ayam broiler di Indonesia dapat dimulai abad ke-19. Pada saat
itu benua Eropa dan bnua Amerika sangat familiar dengan ayam Sumatera. Kondisi
tersebut mendorong para pakar perunggasan kedua benua tersebut untuk melakukan
penelitian terhadap ayam Sumatera. Pada abad ke-20 para pakar kedua benua itu
menugaskan salah seorang pakar perunggasan yang terkenal pada waktu itu bernama
J.F. Mohede mengadakan penelitian tentang ayam Sumatera. Beberapa jenis ayam
Sumatera memang terkenal di masa lalu karena berbagai kelebihannya. Selain
meneliti ayam Sumatera, pakar dari negara asing itu juga meneliti ayam Kedu.
Bahkan tidak hanya J.F. Mohede yang mengadakan penelitian terhadap ayam Kedu,
tetapi juga disertai ahli yang lain yakni J. Menkens. Penelitian kedua orang pakar
perunggasan tersebut dilakukan pada tahun 1937. Saat itu ayam Kedu terkenal
mempunyai kelebihan-kelebihan atau keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan
ayam yang lain, di antaranya tahan terhadap berbagai jenis penyakit, tingkat
pertumbuhan tinggi, produksi telur tinggi, cita rasa daging yang enak, dan
pemeliharaan yang mudah. Tidak heran jika ayam Kedu merupakan salah satu nenek
moyang dari ayam ras yang terbentuk di Amerika dan Inggris seperti ayam Sussex,
ayam Cornish, ayam Orpington, ayam Australorp, dan ayam Dorking.
Perkembangan populasi ayam komersial di Indonesia tercatat dimulai pada
pertengahan dasawarsa 1970-an. Perkembangan itu mencapai puncaknya pada awal
1980-an. Faktor-faktor yang menentukan perkembangan populasi ayam broiler
komersial di berbagai daerah di Indonesia antara lain sejalan dengan pertumbuhan
populasi penduduk, pergeseran gaya hidup, tingkat pendapatan, perkembangan situasi
ekonomi dan politik, serta kondisi keamanan suatu wilayah atau daerah di Indonesia.
Daerah perkembangan ayam broiler saat itu belum merata di seluruh wilayah
Indonesia. Daerah pusat penyebaran ayam broiler di wilayah Indonesia. Daerah pusat
penyebaran ayam broiler di wilayah Indonesia bagian barat meliputi wilayah Pulau
Jawa dan sebagian Sumatera.

E. Makanan dan Saluran Pencernaan Unggas
Ternak unggas (ayam) tergolong Non Ruminansia, dimana lambungnya
adalah lambung tunggal dengan alat pencernaan pendek/sederhana sehingga makanan
harus sedikit serat kasar. Fungsi makanan, yaitu untuk hidup pokok (maintenance),
produksi dan reproduksi. Ransum adalah sejumlah makanan yang siap diberikan
kepada ayam untuk kebutuhan 24 jam. Ransum tersusun dari bahan-bahan pakan.
Ransum bisa berbentuk halus, kasar dan modifikasi dari 2 bentuk menjadi bentuk
pellet dan crumble. Jenis makanan pada dasarnya merupakan bahan-bahan penyusun
ransum dan ransum jadi. Jenisnya antara lain Konsentrat (30–40% protein), makanan
fase Starter (20–22% protein), Grower (18–20% protein), Layer/Finisher (16–18%
protein).
Saluran pencernaan pada unggas terbagi atas beberapa segmen, yaitu:
a.

Mulut (paruh),

b.

Esofagus,

c.

Tembolok (corp),

d.

Lambung kelenjar (proventiculus),

e.

Lambung keras (ventriculus/gizard),

f.

Usus halus (small intestine),

g.

Sekum (caecum),

h.

Usus besar (largeintestine),

i.

Kloaka (cloaca), dan

j.

Anus (vent).
Selain itu adapula pankreas dan hati yang merupakan organ yang diperlukan

dalam membantu proses pencernaan. Umumnya daging unggas berwarna putih, hal
ini disebabkan karena unggas hanya mengandung 1–3 miligram mioglobin tidak
seperti daging berwarna merah seperti sapi yang mengandung lebih banyak
mioglobin dalam jaringannya, yakni sekitar 8 miligram per gram daging daripada
jenis daging lain. Mioglobin, seperti halnya hemoglobin, adalah protein yang

mengikat oksigen. Hemoglobin mengangkut oksigen dari paru-paru ke sel-sel di
seluruh tubuh, sementara mioglobin menyimpan oksigen di dalam sel.

III.

PENUTUP

Mengingat pentingnya ayam sebagai sumber protein hewani bagi manusia dan
dapat diusahakan (dibesarkan) dalam waktu relatif singkat, maka hewan unggas ini
menjadi tumpuan pilihan dan banyak diternakkan secara komersial di berbagai
belahan dunia, termasuk di Indonesia. Cepatnya masa panen yang dicapai dari usaha
pembesaran ayam menjadikannya hewan unggas tersebut sebagai primadona para
peternak ayam.

DAFTAR PUSTAKA

Artikel Peternakan. 2013. Tentang Unggas dan Sejarah Perunggasan. (Online)
(http://www.situs-peternakan.com/). Diakses pada hari Kamis tanggal 3
September 2015.
Budiono, Wahid. 2009. Sejarah Keberadaan Ayam Broiler. (Online)
(http://cakarayamsakti.blogspot.co.id/). Diakses pada hari Kamis tanggal 3
September 2015.
Cahyono, Bambang, Ir. 1995. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging
(Broiler). Penerbit Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas. 2000. Budidaya
Ayam
Petelur
(Gallus
sp.).
Jakarta.
(Online).
(http://www.warintek.ristek.go.id/). Diunduh pada hari Kamis tanggal 3
September 2015.
Trenggono, Avian. 2014. Dasar Ternak Unggas dan Sistem Pemeliharaan Ayam.
(Online) (http://ternakapaaja.blogspot.co.id/). Diakses pada hari Kamis
tanggal 3 September 2015.