Konsep produksi dan kepemilikan dalam ek
Disusun Oleh :
Nama
: Fatmadyta Permata Sari
NPM
: 41182933100009
FAK/JUR: FAI/Perbankan Syariah
KONSEP PRODUKSI DAN KEPEMILIKAN
DALAM EKONOMI ISLAM
1.
Konsep Produksi Dalam Ekonomi Islam
1.1 Definisi dan Perilaku Produksi
Produksi merupakan proses untuk menghasilkan suatu barang dan jasa, atau proses
peningkatan utility (nilai) suatu benda. Dalam istilah ekonomi, produksi merupakan suatu
proses (siklus) kegiatan-kegiatan ekonomi untuk menghasilkan barang atau jasa tertentu
dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi (amal/kerja, modal, tanah) dalam waktu
tertentu.
Beberapa nilai yang dapat dijadikan sandaran oleh produsen sebagai motivasi dalam
melakukan produksi, yaitu:
Profit sebagai target utama dalam produksi, namun dalam system ekonomi islam
perolehan secara halal dan adil dalam profit merupakan motifasi utama dalam
berproduksi.
Produsen harus memperhatikan dampak social (social return) sebagai akibat atas
proses produksi yang dilakukan. Dampak negative dari proses produksi yang
berimbas pada masyarakat dan lingkungan, seperti limbah produksi, pencemaran
lingkungan, kebisingan, maupun gangguan lainnya. Produsen muslim tidak akan
memproduksi barang dan jasa yang bersifat tersier dan skunder selama kebutuhan
primer masyarkat terhadap barang dan jasa belum terpenuhi.
Produsen harus memperhatikan nilai-nilai spiritualisme, dimana nilai tersebut harus
dijadikan sebagai penyeimbang dalam melakukan produksi. Dalam menetapkan
harga barang dan jasa harus berdasarkan nilai-nilai keadilan. Upah yang diberikan
kepada karyawan harus mencerminkan daya dan upaya yang telah dilakukan oleh
karyawan, sehingga tidak terdapat pihak yang tereksploitasi.
Dalam teori manajemen, ada beberapa langkah yang harus ditempuh oleh produsen
dalam menjaga eksistensi dan keberlangsungan perusahaan. Langkah tersebut adalah:
planning, organizing, actuating, dan controlling (POAC).
Fungsi produksi adalah hubungan teknis antara faktor produksi (input) dan hasil
produksi (output). Bila faktor produksi tidak ada maka tidak ada proses produksi. Produksi
yang dihasilkan dengan menggunakan faktor alam disebut produksi alami. Sedangkan jika
produksi dilakukan dengan memanipulasi faktor- faktor produksi disebut produksi rekayasa.
Produksi yang bersifat alami tidak dapat dikontrol, baik dari sisi efisiensi maupun
efektivitasnya sebab ia bersifat eksternal. Kelebihan dan kekurangan produksi alami
merupakan suatu yang seharusnya diterima oleh pemakai. Sedangkan produksi rekayasa
adalah produksi yang bersifat internal. Produksi seperti ini dapat dikontrol oleh pemakai.
Efektivitas dan efisiensi produksi dapat diatur dengan menggunakan teknologi.
Selain produksi mempunyai keterkaitan spiritual (ridha Allah), juga terkait dengan
kemaslahatan masyarakat. Seperti halnya sesuatu yang membuat sebuah kewajiban tidak
sempurna tanpannya, maka sesuatu itu wajib adanya.
Berbagai usaha yang dipandang dari sudut ekonomi mempunyai tujuan yang sama,
yaitu mencari keuntungan maksimum dengan jalan mengatur penggunaan faktor-faktor
produksi seefisien mungkin, sehingga usaha untuk memaksimumkan keuntungan dapat
dicapai dengan cara yang paling efisien. Dalam prakteknya bagi setiap perusahaan
pemaksimuman keuntungan belum tentu merupakan satu-satunya tujuan. Seorang
pengusaha muslim terikat dengan beberapa aspek dalam melakukan produksi, antara lain:
Berproduksi merupakan ibadah, sehingga seorang muslim berproduksi sama artinya
dengan mengaktualisasikan keberadaan Allah SWT yang telah diberikan kepada
manusia.
Faktor produksi yang digunakan untuk menyelenggarakan proses produksi sifatnya
tidak terbatas, manusia perlu berusaha mengoptimalkan segala kemampuannya
yang telah diberikan Allah SWT. Seorang muslim tidak akan kecil hati bahwa Allah
tidak akan memberikan rezeki kepadanya.
Seorang muslim yakin bahwa apapun yang diusahakannya sesuai dengan ajaran
Islam tidak akan membuat hidupnya kesulitan.
Berproduksi bukan semata-mata karena keuntungan yang diperolehnya tetapi uga
seberapa penting manfaat dari keuntungan tersebut untuk kemaslahatan umum.
Dalam konsep islam harta adalah titipan Allah yang dipercayakan untuk diberikan
kepada orang-orang yang tertentu, harta bagi seorang muslim bermakna amanah.
Seorang muslim menghindari praktek produksi yang mengandung unsur haram atau
riba, pasar gelap dan spekulasi
Dalam usahanya untuk meproduksi barang-barang yang diperlukan masyarakat dan
memperoleh keuntungan maksimum dari usaha tersebut. Masalah pokok yang harus
dipecahkan oleh produsen adalah bagaimana komposisi dari faktor-faktor produksi yang
digunakan, dan untuk masing-masing faktor produksi tersebut berapakah jumlah yang akan
digunakan. Di dalam memcahkan persoalan ini ada dua aspek yang harus diperhatikan, yaitu:
Komposisi faktor produksi yang bagaimana bagi seorang muslim untuk menciptakan
tingkat produksi yang tinggi? atau
Komposisi faktor produksi yang bagaimana seorang muslim untuk meminimumkan
biaya produksi yang dikeluarkan untuk mencapai suatu tingkat produksi tertentu?
Di dalam memikirkan aspek yang kedua, sebagai seorang muslim harus
memperhatikan:
Besarnya pembayaran kepada faktor produksi tambahan yang akan digunakan dan
Besarnya pertambahan hasil penjualan yang diwujudkan oleh faktor produksi yang
ditambah tersebut.
1.2 Faktor Produksi
Di kalangan para ekonomi Muslim, belum ada kesepakatan tentang faktor-faktor
produksi, karena terdapat perbedaan pendapat dari para ulama. Menurut Al-Maududi dan
Abu-Su’ud, faktor produksi terdiri atas amal/kerja (labor), tanah (land), dan modal (capital).
Uraian ini berbeda dengan M.A. Mannan yang menyatakan bahwa faktor produksi hanya
berupa amal/kerja dan tanah. Menurutnya capital (modal) bukanlah merupakan faktor
produksi yang independen, karena capital (modal) bukanlah merupakan faktor dasar.
Menerut An-Najjar, faktor produksi hanya terdiri dari dua elemen, yaitu amal (labor) dan
capital. Abu Sulaiman menyatakan, amal bukanlah merupakan faktor produksi. Dalam syariah
islam, dasar hukum transaksi (muamalah) adalah ibahah (diperbolehkan) sepanjang tidak
ditemukannya larangan dalam nash atau dalil.
a. Amal/Kerja (Labor)
Amal adalah segala daya dan upaya yang dicurahkan dalam menghasilkan dan
menigkatkan kegunaan barang dan jasa, baik dalam bentuk teoretis (pemikiran, ide, konsep)
maupun aplikatif (tenaga, gerakan) yang sesuai dengan syariah. Pada dasarnya, ada dua
tujuan yang harus dicapai oleh produsen dalam melakukan pekerjaan, yaitu materialisme
dengan konotasi ultinity, dan spiritualisme dengan konotasi ibadah.
b. Bumi/Tanah (Land)
Land (tanah) meliputi segala sesuatu yang ada di dalam dan di luar ataupun disekitar
bumi yang menjadi sumber-sumber ekonomi, seperti pertambangan, pasir, tanah pertanian,
sungai dan lain sebagainnya. Bumi biasa diberdayakan untuk pertanian, perternakan,
pendirian kawasan industry, perdagangan, sarana transportasi, ataupun pertambangan.
Mekanisme pemberdayaan bumi, ulama fiqh berbeda pendapat tentang mekanisme
pemberdayaan lahan pertanian oleh orang lain dan penentuan return yang berhak diperoleh
masing-masing pihak. Sebagian berpendapat, bahwa mekanisme yang tepat adalah
muzara’ah. Akan tetapi, ulama yang lain menolaknya dan menawarkan konsep penyewaan
dengan sistem uang.
Al-Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap,
di mana pemilik tanah memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan
dipelihara Dengan imbalan bagian tertentu, misalnya setengah atau sepertiga dari hasil
panen sesuai dengan kesepakatan.
c. Modal (Capital)
Capital adalah bagian dari harta kekayaan yang digunakan untuk menghasilkan
barang dan jasa, seperti mesin, alat produksi, equipment (peralatan), gedung, fasilitas kantor,
transportasi dan lain sebagainya. Dalam kapitalisme capital berhak mendapat bunga sebagai
kompensasi pinjaman (return of loans).
Berdasarkan jangka waktu penggunaan capital, asset (kekayaan) biasa dibedakan
menjadi dua macam, yaitu fixed asset (asset tetap) dan variabel asset (asset berubah). Fised
asset adalah capital yang digunakan untuk beberapa proses produksi dan tidak terjadi
perubahan seperti bangunan, mesin, dan peralatan. Variabel asset adalah capital yang
digunakan untuk proses produksi dan akan mengalami perubahan seiring dengan perubahan
proses produksi yang dilakukan seperti labor, sumber energi, dan lainnya.
1.3 Perilaku Produsen
Di dalam memproduksi output produsen dapat menggunakan faktor- faktor atau
variabel yang mempengaruhinya. Dalam memproduksi output dapat digunakan hanya satu
variabel, namun juga dapat dilakukan dengan lebih dari satu variabel.
a. Produksi Menggunakan Satu Variabel
Dalam produksi dengan satu variabel akan berlaku hukum pertambahan hasil yang semakin
berkurang (the law of diminshing returns), yaitu jika variabel ditambah terus maka output
makin lama akan semakin turun secara rata- rata dan secara total. Perhatikan gambar kurva
produksi total semakin menurun :
output
Gambar di atas menunjukkan bahwa tahap I adalah tahap di mana produksi masih
bisa ditingkatkan karena masih efisien, demikian pula pada tahap II. Akan tetapi memasuki
tahap III tambahan input hanya memberikan tambahan output yang kecil, manakala input
sitambah terus, maka tampaknya seperti pada tahap IV, di mana tambahan produksi justru
turun.
Kesimpulan kurva di atas, adalah :
Pertama, apabila produsen itu menambah input secara terus- menerus sementara
salah satu faktor produksinya tetap, maka pada tahap awal rata- rata produksi atau
output meningkat (X/O = AP). Demikian juga dengan marginal produknya (Dx/Do =
MP), dan marginal (MP) output akan semakin besar bila input ditambah terus karena
masih banyaknya sumber daya yang terdapat dalam faktor produksi yang dianggap
tetap tersebut.
Kedua, pertambahan input secara terus- menerus justru akan merugi karena
meskipun secara riil produksi masih terus bertambah tetapi rata- rata produksi
marginal produksinya justru akan menurun (perhatikan tahap III), dan bila
dipaksakan ditambah maka hasilnya justru akan semakin menurun, karena
kemampuan sumber daya tidak seimbang dengan pengeksploitasiannya, sehingga
memungkinkan hasil produksinya minus bila dibandingkan dengan produksi awal.
Oleh karena itu untuk kasus satu faktor produksi variabel dan lainnya tetap, maka hal
yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
produksi dapat teruskan bila MP > AP
produksi akan mengalami keuntungan tertinggi pada saat MP = AP, saat ini produksi
masih bisa diteruskan
produksi akan maksimum pada saat MP = 0, dan AP akan semakin menurun
a. Produksi Menggunakan Dua Variabel
Produksi dengan menggunakan dua variabel maksudnya adalah terdapat kombinasi
antara dua faktor produksi untuk menghasilkan output (yang sama). Dalam berproduksi,
produsen akan berusaha mencari kombinasi terbaik antara dua faktor input. Hasil produksi
sama dalam teori ini ditunjukkan oleh suatu kurva yang disebut isoquant curve (isoquant).
Sedangkan biaya yang digunakan dalam rangka menghasilkan produk tersebut disebut
isocost (biaya sama).
1) ISOQUANT (HASIL SAMA)
Isoquant adalah kurva yang menggambarkan kombinasi dua macam input (faktor
produksi) untuk menghasilkan output atau produksi yang sama jumlahnya. Padat karya
adalah suatu proses produksi yang banyak menggunakan tenaga kerja (1 modal dan 20
tenaga kerja). Padat modal adalah sutu proses produksi yang banyak menggunakan modal (1
tenaga kerja dan 20 modal).
Bentuk kurva isoquant bermacam- macam :
linier apabila kombinasi antara input tersebut akan memberikan perubahan yang
proporsional bila salah satunya berubah
cembung seperti kurva indifference
Ridge line adalah garis yang membatasi batas atas dan bawah produksi. Perhatikan kurva
Isoquant dan Ridge Line (RL) pada gambar berikut :
2) ISOCOST (BIAYA SAMA)
Isocost adalah yang membatasi dan membedakan kemampuan produksi produsen. Makin
besar isocostnya, maka makin besar pula hasil yang akan dapat diperoleh dan sebaliknya.
Kurva isocost berslope negatif, yaitu penambahan setiap 1 unit input akan menyebabkan
penurunan pemakaian input lain, sebaliknya bila input lain dikurangi maka akan
menyebabkan input yang satunya akan bertambah.
Isocost dapat juga berslope positif, karena bila produsen menambahkan input yang satu,
maka input yang lainnya juga bertambah, sebaliknya bila yang satunya dikurangi, maka yag
lainnya juga berkurang yang diikuti oleh berkurangnya produksi. Perhatikan kurva berbagai
macam tingkatan isocost pada gambar berikut :
1.4 MEKANISME PRODUKSI ISLAMI
Perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi konvensional adalah pada filosofi
ekonomi yang dianutnya dan bukan pada ilmu ekonominya. Filosofi ekonomi memberikan
ruh pemikiran dengan nilai- nilai islam dan batasan- batasan syari'ah.
Gambaran mekanisme produksi islami dapat dilakukan dengan menggunakan analisis
kuva atau garis. Gambaran mekanisme produksi adalah menunjukkan hubungan antara
jumlah barang yang diproduksi dan biaya yang dikeluarkan.
a. Kurva Biaya (Cost)
Untuk memproduksi suatu produk tertentu dibutuhkan biaya tetap (fixed cost = FC)
dan biaya keseluruhan (total cost = TC). Produk yang dihasilkan dijual untuk mendapatkan
penerimaan, maka akan di temukan total penerimaan dari hasil penjualan produk atau
disebut total revenue (TR). Hubungan antara FC, TC dan TR dapat digambarkan dalam grafik
Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi berikut :
Biaya yang dikeluarkan oleh produsen dibedakan menjadi biaya tetap (FC) dan biaya
variabel (VC). Fixed cost adalah besaran biaya yang dikeluarkan tidak dipengaruhi oleh
berapa banyak output atau produk yang dihasilkan.
Variabel cost adalah biaya yang besarnya ditentukan langsung oleh berapa banyak
output yang dihasilkan. Total cost adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi suatu barang (FC = FC + VC). Total penerimaan (total revenue) adalah jumlah
penerimaan yang diperoleh dari penjualan produk yang dapat dijual. Adanya beban bunga
yang harus dibayar produsen (sebagai biaya tetap), maka biaya tetap produsen naik, yang
gilirannya juga meningkatkan biaya total dari TC ke Tci. Naiknya biaya total akan menggeser
atau mendorong titik i,pas (break even point) dari suatu Q ke Q berikutnya. Perhatikan
gambar Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi dengan Pola Bunga berikut :
b. Kurva Penerimaan (Revenue)
Dalam kaitan dengan total penerimaan ada tiga model, yaitu : Revenue Sharing (rs),
Profit Sharing (ps) dan Profit and Lose Sharing (pls).
1) Revenue Sharing
Dalam sistem bagi hasil yang berubah adalah kurva total penerimaan (TR). Kurva ini
akan berputar ke arah jarum jam dengan titik O (origin) sebagai sumbu putarnya. Kurva TR ini
akan berputar sehingga dapat sampai mendekati sumbu horizontal sumbu X.
Revenue Sharing adalah mekanisme bagi hasil di mana seluruh biaya ditanggung
oleh pengelola modal. Sementara pemilik modal tidak menanggung biaya produksi. Titik BEP
adalah titik impas yang terjadi ketika TR berpotongan dengan kurva TC (BEP terjadi ketika TR
= TC). Perhatikan gambar Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi dengan Pola
Revenue Sharing berikut :
Mekanisme revenue sharing memiliki persamaan dan perbedaan dengan mekanisme
bunga. Persamaannya adalah bergesernya Q ke Qi / Qrs (bahwa Qi > Q dan Qrs > Q) pada
kedudukannya di titik BEP. Sementara perbedaannya adalah jika mekanisme bunga yang
bergerak adalah kuva biaya tetap dan biaya total, namun pada mekanisme revenue sharing
kurva yang bergeser adalah kurva total penerimaan (TR) searah jarum jam.
2) Profit Sharing
Dalam akad muamalah islam, dikenal akad mudharabah, yaitu akad yang disepakati
antara pemilik modal dengan pelaksana usaha mengenai nisbah bagi hasil sebagai pedoman
pembagian keuntungan. Perhatikan gambar Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah
Produksi dengan Pola Profit Sharing berikut :
Pada profit sharing seluruh biaya ditanggung oleh pemodal, maka yang dibagi adalah
keuntungan. Kurva TR pada mekanisme bagi hasil akan berputar dengan poros titik BEP (BEP
sebagai tanda mulai terjadinya keuntungan).
Di samping akad mudharabah, ada akad musyarakah. Bagi untung yang terjadi pada
mulut buaya atas tidak perlu simetris dengan bagi rugi yang terjadi pada mulut buaya bawah,
karena bagi untung berdasarkan nisbah sedangkan bagi rugi berdasarkan penyertaan modal
masing- masing.
3) Profit dan Loss Sharing
Dalam akad bagi untung dan bagi rugi dapat dilakukan pada akad syirkah. Bagi
untung dan bagi rugi tidak terjadi secara simetris, karena adanya dasar yang berbeda. Bagi
untung didasarkan pada nisbah, sementara bagi rugi didasarkan pada besaran penyertaan
modal. Bagi untung terjadi antara kuva TR dan TC dan bagi rugi terjadi antara kuva TC dan TR,
dengan sumbu putarnya dari titil 0. Obyek yang dibagihasilkan adalah TR – TC.
1.5 Efisiensi Produksi
Efisiensi produksi menurut kriteria ekonomi harus memenuhi salah satu dari dua
kriteria berikut:
-
minimalisasi biaya untuk memproduksi jumlah yang sama
Dengan membuat garis vertikal dari sumbu Q (jumlah produk yang sama), maka total
cost untuk revenue sharing lebih kecil dibanding dengan total cost sistem bunga (TCrs < Tci).
-
optimalisasi produksi dengan jumlah biaya yang sama
Pola yang sama dapat dilakukan untuk sistem yang lainnya, yaitu profit sharing dan
profit loss sharing. Perhatikan gambar Perbandingan Efisiensi Produksi dengan Sistem Bunga,
Revenue Sharing dan Profit Sharing berikut:
Kurva di atas dapat diketahui, jumlah Qi < Qps < Qrs. Besar kecilnya Qps dengan Qrs
sangat dipengaruhi oleh besarnya nisbah yang disepakati.
1.6 Dampak produksi bagi seorang muslim
a. Berproduksi merupakan bagian dari sikap syukur atas nikmat Allah SWT. Anugerah
yang diberikan Allah adalah untuk keharmonisan dalam hidup dan kehidupan ini
yang mampu menjadikan suasan lebih kondusif dalam melakukan usaha. Ada
bebrapa dampak yang timbul bila seorang muslim melakukan usaha sesuai dengan
ajaran Islam, yaitu:
b. Menimbulkan sikap syukur yang timbul atas kesadaran bahwa apa pun yang ia temui
bisa dimanfaatkan sebagai input produksi.
c. Ajaran Islam menjadikan manusia untuk tidak mudah putus asa dalm produksi
karena suatu alasan tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya sehingga produksi dalam
Islam akan mendorong seorang muslim untuk melakukan usaha yang lebih kreatif.
d. Seorang muslim akan menjauhi praktek produksi yang merugikan orang lain atau
kepentingan-kepentingan sesaat, contohnya riba.
e. Keuntungan dikenakan didasarkan atas keuntungan yang tidak merugikan konsumen
maupun produsen lain.
1.7 Faktor, Nilai dan Moral Produksi Dalam Islam
a. Nilai dan Moral Islam Dalam Bidang Produksi
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas produksi secara ringkasnya dapat
dikategorikan dalam dua factor, yaitu : Alam dan Kerja. Qardhawi selanjutnya menjelaskan
bahwa alam adalah kekayaan yang telah diciptakan Allah untuk kepentingan manusia,
ditaklukkan-Nya untuk merealisasikan cita-cita dan tujuan manusia. Kerja adalah segala
kemampuan dan kesungguhan yang dikerahkan manusia baik jasmani maupun akal pikiran,
untuk mengolah kekayaan alam ini bagi kepentingannya. Bagi Qardhawi dalam bentuk alat
dan prasarana adalah hasil dari kerja bukan merupakan factor produksi. Atas dasar itu, bumi
diolah dan dikeluarkan segala kebaikannya dan kemanfaatannya sehingga menghasilkan
produksi yang baik, sehingga nilai dan moral Islam yang melekat dalam aktivitas produksi
akan menjadi aktivitas produksi yang efisien.
b. Factor-Faktor produksi dalam Ekonomi
Seperti yang telah dipelajari dalam ilmu Ekonomi, bahwa faktor-faktor produksi
berkisar pada: factor alam, factor tenaga kerja, factor modal, dan factor manajemen.
1) Factor Alam
Dalam pandangan ekonomi klasik, tanah dianggap sebagai suatu factor produksi
penting mencakup semua sumber daya alam yang digunakan dalam proses produksi. Islam
mengakui tanah sebagai factor produksi, namun tidak setepat dalam arti sama yang
digunakan di zaman modern. Lebih lanjut Mannan menjelaskan, memang benar, tidak ada
bukti bahwa Islam tidak menyetujui definisi ilmu ekonomi modern mengenai Tanah sebagai
factor produksi. Islam mengakui diciptakannya manfaat yang dapat memaksimalkan
kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Islam
memberi terapi kepada alam sebagai salah satu factor produksi, Islam
mengizinkan pemilikannya agar produksi bertambah, sebagaimana kita lihat pada usaha
menghidupkan tanah mati dan waris. Hal ini dimaksudkan untuk memberi dorongan kepada
seseorang dalam mengembangkan(mengelola) tanah. Islam juga mengakui pemilikan tanah
bukan penggarap, maka diperkenankan memberikannya pada orang lain untuk
menggarapnya dengan menerima sebagian hasilnya atau uang, akan tetapi bersamaan itu
dianjurkan agar seorang yang mampu sebaiknya meminjamkan tanahnya tanpa sewa kepada
saudara-saudaranya yang miskin.
2) Faktor Tenaga Kerja
Factor tenaga kerja dalam aktivitas produksi merupakan upaya yang dilakukan
manusia, baik berupa kerja pikiran maupun kerja jasmani maupun kerja jasmani atau kerja
pikir sekaligus jasmani dalam rangka menghasilkan barang dan jasa ekonomi yang
dibutuhkan masyarakat.
Dalam kaitannya dengan masalah tenaga kerja, Islam mengangkat nilai tenaga kerja dan
menyuruh orang bekerja, baik bekerja untuk mencapai penghidupan yang layak dan
menghasilkan barang serta jasa yang menjadi keperluan manusia, maupun amal yang
bersifat ibadah semata-mata kepada Allah.
3) Faktor Modal
Modal adalah kekayaan yang member penghasilan kepada pemiliknya. Di dalam
system Islam, Modal(sebagai hak milik) adalah amanah yang diberikan Allah yang wajib
dikelola secara baik. Manusia atau para pengusaha hanya diamanahi oleh Allah untuk
mengelola harta atau modal itu sehingga modal itu dapat berkembang. Islam memberikan
terapi sebagai berikut:
Islam mengharamkan penimbunan
Islam mengharamkan hak atas modal terpusat pada beberapa tangan saja
Islam mengharamkan penggunaan modal dalam produksi secara boros
Islam mengharamkan penguasaan modal selain dengan cara-cara yang diizinkan Syari’ah
Islam mengharamkan peminjaman modal dengan cara menarik bunga
Islam mewajibkan zakat atas harta simpanan atau harta produktif
4) Faktor Manajemen
Islam menyuruh melakukan manajemen dan mengharuskan kepada manajer untuk
mengikuti jalan keadilan dan menjauhi jalan yang akan membahayakan masyarakat. Islam
memang menekankan manajemen, perhitungan dan mencari keuntungan, tetapi menolak
pendirian perusahaan bila tidak berasaskan “Sama-sama mengalami untung dan rugi”.
Sehingga kehidupan perekonomian berjalan atas landasan-landasan yang sehat dan tidak
menimbulkan suatu goncangan ataupun krisis.
2. Konsep Kepemilikan Dalam Ekonomi Islam
2.1 Pendahuluan
Pola-pola yang berhubungan dengan masalah hak milik (ownership) memiliki efek
yang bersifat ekstensif maupun intensif, yang tidak hanya pada aktivitas ekonomi masyarakat,
namun juga lembaga-lembaga yang akan berkembang di masyarakat itu. Suatu pengantar
yang tepat terhadap system Islami tentang hak milik akan membantu kita dalam memahami
struktur lembaga yang diatur dalam masyarakat Islam. Batasan yang sesuai mengenai hak
milik juga menentukan perbedaan antara biaya/keuntungan pribadi dan biaya/keuntungan
masyarakat yang akan melengkapi dasar untuk memahami pendekatan Islam terhadap teori
kesejahteraan dalam mikro ekonomi.
2.2 Konsep kepemilikan dan hak milik
Prinsip dasar yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits sangat memperhatikan
masalah perilaku ekonomi manusia dalam posisi manusia atas sumber material yang
diciptakan Allah untuk manusia. Islam mengakui hak manusia untuk memiliki sendiri untuk
konsumsi dan untuk produksi namun tidak memberikan hak itu secara absolute(mutlak).
Penekanan pembatasan hak milik absolute, Al-Qur’an menunjukkan pola masalah penciptaan
sumber-sumber ekonomi bagi Allah terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an (QS. 13:3; 67:15;
3:180; 4:5; 35:29; 35:30; 3:180; 28:77; 42:36).
Kepemilikan adalah suatu ikatan seseorang dengan hak miliknya yang disahkan
Syari’ah. Kepemilikan berarti pula hak khusus yang didapatkan si pemilik sehingga ia
mempunyai hak menggunakan sejauh tidak melakukan pelanggaran pada garis-garis Syari’ah.
2.3 Sejarah
Al-Qur’an telah memberikan gambaran tentang asal usul harta atau hak milik, yang
pertama kali diberikan Allah kepada manusia pertama kemudian turun-temurun kepada
generasi berikutnya. Dengan $demikian, awal sejarah kepemilikan sama dengan awal
manusia itu sendiri. Selama hidup, manusia tidak akan pernah lepas dari masalah
kepemilikan. Jadi sejarah kepemilikan ini telah tercantum dalam Al-Quran.
2.4 Unsur – unsur Sistem Hak Milik Dalam Islam
Kita dapat membedakan antara tiga kategori hak milik, yaitu Hak Milik Pribadi
(Private Property), Hak Milik Umum/Pemerintah (Public Ownership) dan Voluntary(Waqf).
2.5 Sebab-sebab Kepemilikan Dalam Islam
Kepemilikan yang sah menurut Islam adalah kepemilikan yang terlahir dari proses
yang disahkan Islam dan menurut pandangan Fiqh Islam terjadi karena:
1. Menjaga hak Umum
2. Transaksi Pemindahan Hak
3. Penggantian Posisi Pemilikan
Menurut Taqyudin an-Nabani dikatakan bahwa sebab-sebab kepemilikan seseorang
atas suatu barang dapat diperoleh melalui suatu lima sebab, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
Bekerja,
Warisan,
Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup,
Harta pemberian Negara yang diberikan kepada rakyat,
Harta yang diperoleh seseorang tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun.
2.6 Bentuk-bentuk Hak Milik Pribadi Dalam Islam
Hak kepemilikan pribadi menurut pandangan (fiqh) Islam berbeda dengan system
kapitalis maupun sosialis. Salah satu pembeda yang paling pokok dalam hal ini adalah
karakteristik peduli social dalam system kepemilikan social.
Islam mengakui dan mengabsahkan kepemilikan pribadi, menghalalkan manusia
untuk menabung, menyarankan manusia berkreasi dan mengembangkan bakat dan bekerja,
tetapi Islam member pula berbagai aturan dan tekanan peduli social pada individu pemilik,
jangan sampai dalam investasi tidak memperhatikan dampak negative terhadap orang lain.
2.7 Pembatasan Penggunaan Penggunaan Hak milik Pribadi Dalam Islam
Islam hadir memperbolehkan kepemilikan Individu serta membatasi kepemilikan
tersebut dengan mekanisme tertentu yang memperhatikan kaidah fitrah manusia, bukan
dengan cara perampasan. Di dalam kepemilikan atas suatu zat tertentu, bukanlah sematamata berasal dari zat itu sendiri, ataupun dari karakter dasarnya, akan tetapi berasal dari
adanya izin yang diberikan oleh Syar’I, serta diperbolehkan oleh Syar’I untuk memiliki zat
tersebut.
2.8 Pengembangan Kepemilikan
Menurut Islam harta pada hakikatnya adalah hak milik Allah. Namun karena Allah
telah menyerahkan kekuasaannya atas harta tersebut kepada manusia, maka perolehan
seseorang terhadap harta itu sama dengan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk
memanfaatkan serta mengembangkan harta. Sebab, ketika seseorang memiliki harta, maka
esensinya dia memiliki harta tersebut hanya untuk dimanfaatkan dan terikat dengan hukumhukum syara’, bukan bebas mengelola secara mutlak. Alasannya, ketika dia mengelola
hartanya dengan cara yang tidak sah menurut syara’, seperti menghambur-hamburkan,
maksiat, dan sebagainya. Maka Negara wajib mengawalnya dan melarang untuk
mengelolanya serta wajib merampas wewenang yang telah diberikan Negara kepadanya.
Dengan demikian, mengelola harta dalam pandangan Islam sama dengan mengelola
dan memanfaatkan zat benda. Dan system ekonomi Islam tidak membahas tentang
pengembangan harta melainkan hanya membahas tentang pengembangan kepemilikannya.
2.9 Perbandingan Hak Milik Pribadi Dalam Ekonomi : Islam, Kapitalisme, Sosialisme
Kepemilikan Pribadi merupakan darah kehidupan bagi kapitalisme. Oleh karena itu,
barang siapa yang menguasai factor produksi, maka ia akan menang. Demikian moto
Kapitalisme. Ekonomi kapitalisme berdiri berlandaskan hak milik khusus atau hak milik
individu. Ia memberikan kepada setiap individu hak memiliki apa saja sesukanya dari barangbarang yang produktif maupun yang konsumtif, tanpa ikatan apapun atas kemerdekaannya
dalam
memiliki,
membelanjakan,
maupun
mengembangkan
dan
mengekploitasi
kekayaannya.
Sementara dalam Sosialisme: setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa
yang dia kerjakan. Ekonomi ini mengedepankan pada hak milik umum atau hak milik orang
banyak yang diperankan oleh Negara atas alat-alat produksi, tidak mengakui hak milik
individu,kecuali hal-hal yang berlainan dengan dasar pokok yang umum itu. Negaralah
pemilik satu-satunya alat produksi, semua rencana dan pengabdian yang berguna bagi
seluruh bangsa. Orang tidak memiliki hak-hak, kecuali yang diakui dan memenuhi syarat
terpeliharanya orang banyak.
Sistem Ekonomi Islam memiliki sikap yang tersendiri terhadap hak milik. Ekonomi
Islam menganggap kedua macam hak milik pada saat yang sama sebagai dasar pokok bukan
sebagai pengecualian. Hak milik dalam Ekonomi Islam, baik hak milik khusus maupun hak
milik umum, tidaklah mutlak, tetapi terikat oleh ikatan-ikatan untuk merealisasikan
kepentingan orang banyak dan mencegah bahaya, yakni hal yang membuat hak milik menjadi
tugas masyarakat.
2.10 Konsep Kepemilikan Pengelolaan Harta Kekayaan
a) Konsep kepemilikan harta kekayaan
Perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah
dalam hal konsep kepemilikan harta. Pandangan tentang kepemilikan harta berbeda antara
sistem ekonomi Sosialis dengan sistem ekonomi Kapitalis serta berbeda juga dengan sistem
ekonomi Islam. Kepemilikan harta (barang dan jasa) dalam Sistem Sosialis dibatasi dari segi
jumlah (kuantitas), namun dibebaskan dari segi cara (kualitas) memperoleh harta yang
dimiliki. Artinya cara memperolehnya dibebaskan dengan cara apapun yang yang dapat
dilakukan. Sedangkan menurut pandangan Sistem Ekonomi Kapitalis jumlah (kuantitas)
kepemilikan harta individu berikut cara memperolehnya (kualitas) tidak dibatasi, yakni
dibolehkan dengan cara apapun selama tidak mengganggu kebebasan orang lain. Sedangkan
menurut sistem ekonomi Islam kepemilikan harta dari segi jumlah (kuantitas) tidak dibatasi
namun dibatasi dengan cara-cara tertentu (kualitas) dalam memperoleh harta (ada aturan
halal dan haram).
Demikian juga pandangan tentang jenis kepemilikan harta. Di dalam sistem ekonomi
sosialis tidak dikenal kepemilikan individu (private property). Yang ada hanya kepemilikan
negara (state property) yang dibagikan secara merata kepada seluruh individu masyarakat.
Kepemilikan negara selamanya tidak bisa dirubah menjadi kepemilikan individu. Berbeda
dengan itu di dalam Sistem Ekonomi Kapitalis dikenal kepemilikan individu (private property)
serta kepemilikan umum (public property). Perhatian Sistem Ekonomi Kapitalis terhadap
kepemilikan individu jauh lebih besar dibandingkan dengan kepemilikan umum. Tidak jarang
kepemilikan umum dapat diubah menjadi kepemilikan individu dengan jalan privatisasi.
Berbeda lagi dengan Sistem Ekonomi Islam, yang mempunyai pandangan bahwa ada
kepemilikan individu (private property), kepemilikan umum (public property) serta
kepemilikan negara (state property). Menurut Sistem Ekonomi Islam, jenis kepemilikan
umum khususnya tidak boleh diubah menjadi kepemilikan negara atau kepemilikan individu.
b) Konsep Pengelolaan Harta Kekayaan
Perbedaan lainnya antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya
adalah dalam hal konsep pengelolaan kepemilikan harta, baik dari segi nafkah maupun upaya
pengembangan kepemilikan. Menurut sistem ekonomi kapitalis dan sosialis, harta yang telah
dimiliki dapat dipergunakan (konsumsi) ataupun di kembangkan (investasi) secara bebas
tanpa memperhatikan aspek halal dan haram serta bahayanya bagi masyarakat. Sebagai
contoh, membeli dan mengkonsumsi minuman keras (khamr) adalah sesuatu yang
dibolehkan, bahkan upaya pembuatannya dalam bentuk pendirian pabrik-pabrik minuman
keras dilegalkan dan tidak dilarang.
Sedangkan menurut Islam harta yang telah dimiliki, pemanfaatan (konsumsi)
maupun pengembangannya (investasi) wajib terikat dengan ketentuan halal dan haram.
Dengan demikian maka membeli, mengkonsumsi barang-barang yang haram adalah tidak
diperkenankan (dilarang). Termasuk juga upaya investasi berupa pendirian pabrik barangbarang haram juga dilarang. Karena itulah memproduksi, menjual, membeli dan
mengkonsumsi minuman keras adalah sesuatu yang dilarang dalam sistem ekonomi Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Sudarsono, Heri. Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar. Yogyakarta. 2007
Muhammad, Drs. Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam. Yogyakarta. 2004
www.google.com
Nama
: Fatmadyta Permata Sari
NPM
: 41182933100009
FAK/JUR: FAI/Perbankan Syariah
KONSEP PRODUKSI DAN KEPEMILIKAN
DALAM EKONOMI ISLAM
1.
Konsep Produksi Dalam Ekonomi Islam
1.1 Definisi dan Perilaku Produksi
Produksi merupakan proses untuk menghasilkan suatu barang dan jasa, atau proses
peningkatan utility (nilai) suatu benda. Dalam istilah ekonomi, produksi merupakan suatu
proses (siklus) kegiatan-kegiatan ekonomi untuk menghasilkan barang atau jasa tertentu
dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi (amal/kerja, modal, tanah) dalam waktu
tertentu.
Beberapa nilai yang dapat dijadikan sandaran oleh produsen sebagai motivasi dalam
melakukan produksi, yaitu:
Profit sebagai target utama dalam produksi, namun dalam system ekonomi islam
perolehan secara halal dan adil dalam profit merupakan motifasi utama dalam
berproduksi.
Produsen harus memperhatikan dampak social (social return) sebagai akibat atas
proses produksi yang dilakukan. Dampak negative dari proses produksi yang
berimbas pada masyarakat dan lingkungan, seperti limbah produksi, pencemaran
lingkungan, kebisingan, maupun gangguan lainnya. Produsen muslim tidak akan
memproduksi barang dan jasa yang bersifat tersier dan skunder selama kebutuhan
primer masyarkat terhadap barang dan jasa belum terpenuhi.
Produsen harus memperhatikan nilai-nilai spiritualisme, dimana nilai tersebut harus
dijadikan sebagai penyeimbang dalam melakukan produksi. Dalam menetapkan
harga barang dan jasa harus berdasarkan nilai-nilai keadilan. Upah yang diberikan
kepada karyawan harus mencerminkan daya dan upaya yang telah dilakukan oleh
karyawan, sehingga tidak terdapat pihak yang tereksploitasi.
Dalam teori manajemen, ada beberapa langkah yang harus ditempuh oleh produsen
dalam menjaga eksistensi dan keberlangsungan perusahaan. Langkah tersebut adalah:
planning, organizing, actuating, dan controlling (POAC).
Fungsi produksi adalah hubungan teknis antara faktor produksi (input) dan hasil
produksi (output). Bila faktor produksi tidak ada maka tidak ada proses produksi. Produksi
yang dihasilkan dengan menggunakan faktor alam disebut produksi alami. Sedangkan jika
produksi dilakukan dengan memanipulasi faktor- faktor produksi disebut produksi rekayasa.
Produksi yang bersifat alami tidak dapat dikontrol, baik dari sisi efisiensi maupun
efektivitasnya sebab ia bersifat eksternal. Kelebihan dan kekurangan produksi alami
merupakan suatu yang seharusnya diterima oleh pemakai. Sedangkan produksi rekayasa
adalah produksi yang bersifat internal. Produksi seperti ini dapat dikontrol oleh pemakai.
Efektivitas dan efisiensi produksi dapat diatur dengan menggunakan teknologi.
Selain produksi mempunyai keterkaitan spiritual (ridha Allah), juga terkait dengan
kemaslahatan masyarakat. Seperti halnya sesuatu yang membuat sebuah kewajiban tidak
sempurna tanpannya, maka sesuatu itu wajib adanya.
Berbagai usaha yang dipandang dari sudut ekonomi mempunyai tujuan yang sama,
yaitu mencari keuntungan maksimum dengan jalan mengatur penggunaan faktor-faktor
produksi seefisien mungkin, sehingga usaha untuk memaksimumkan keuntungan dapat
dicapai dengan cara yang paling efisien. Dalam prakteknya bagi setiap perusahaan
pemaksimuman keuntungan belum tentu merupakan satu-satunya tujuan. Seorang
pengusaha muslim terikat dengan beberapa aspek dalam melakukan produksi, antara lain:
Berproduksi merupakan ibadah, sehingga seorang muslim berproduksi sama artinya
dengan mengaktualisasikan keberadaan Allah SWT yang telah diberikan kepada
manusia.
Faktor produksi yang digunakan untuk menyelenggarakan proses produksi sifatnya
tidak terbatas, manusia perlu berusaha mengoptimalkan segala kemampuannya
yang telah diberikan Allah SWT. Seorang muslim tidak akan kecil hati bahwa Allah
tidak akan memberikan rezeki kepadanya.
Seorang muslim yakin bahwa apapun yang diusahakannya sesuai dengan ajaran
Islam tidak akan membuat hidupnya kesulitan.
Berproduksi bukan semata-mata karena keuntungan yang diperolehnya tetapi uga
seberapa penting manfaat dari keuntungan tersebut untuk kemaslahatan umum.
Dalam konsep islam harta adalah titipan Allah yang dipercayakan untuk diberikan
kepada orang-orang yang tertentu, harta bagi seorang muslim bermakna amanah.
Seorang muslim menghindari praktek produksi yang mengandung unsur haram atau
riba, pasar gelap dan spekulasi
Dalam usahanya untuk meproduksi barang-barang yang diperlukan masyarakat dan
memperoleh keuntungan maksimum dari usaha tersebut. Masalah pokok yang harus
dipecahkan oleh produsen adalah bagaimana komposisi dari faktor-faktor produksi yang
digunakan, dan untuk masing-masing faktor produksi tersebut berapakah jumlah yang akan
digunakan. Di dalam memcahkan persoalan ini ada dua aspek yang harus diperhatikan, yaitu:
Komposisi faktor produksi yang bagaimana bagi seorang muslim untuk menciptakan
tingkat produksi yang tinggi? atau
Komposisi faktor produksi yang bagaimana seorang muslim untuk meminimumkan
biaya produksi yang dikeluarkan untuk mencapai suatu tingkat produksi tertentu?
Di dalam memikirkan aspek yang kedua, sebagai seorang muslim harus
memperhatikan:
Besarnya pembayaran kepada faktor produksi tambahan yang akan digunakan dan
Besarnya pertambahan hasil penjualan yang diwujudkan oleh faktor produksi yang
ditambah tersebut.
1.2 Faktor Produksi
Di kalangan para ekonomi Muslim, belum ada kesepakatan tentang faktor-faktor
produksi, karena terdapat perbedaan pendapat dari para ulama. Menurut Al-Maududi dan
Abu-Su’ud, faktor produksi terdiri atas amal/kerja (labor), tanah (land), dan modal (capital).
Uraian ini berbeda dengan M.A. Mannan yang menyatakan bahwa faktor produksi hanya
berupa amal/kerja dan tanah. Menurutnya capital (modal) bukanlah merupakan faktor
produksi yang independen, karena capital (modal) bukanlah merupakan faktor dasar.
Menerut An-Najjar, faktor produksi hanya terdiri dari dua elemen, yaitu amal (labor) dan
capital. Abu Sulaiman menyatakan, amal bukanlah merupakan faktor produksi. Dalam syariah
islam, dasar hukum transaksi (muamalah) adalah ibahah (diperbolehkan) sepanjang tidak
ditemukannya larangan dalam nash atau dalil.
a. Amal/Kerja (Labor)
Amal adalah segala daya dan upaya yang dicurahkan dalam menghasilkan dan
menigkatkan kegunaan barang dan jasa, baik dalam bentuk teoretis (pemikiran, ide, konsep)
maupun aplikatif (tenaga, gerakan) yang sesuai dengan syariah. Pada dasarnya, ada dua
tujuan yang harus dicapai oleh produsen dalam melakukan pekerjaan, yaitu materialisme
dengan konotasi ultinity, dan spiritualisme dengan konotasi ibadah.
b. Bumi/Tanah (Land)
Land (tanah) meliputi segala sesuatu yang ada di dalam dan di luar ataupun disekitar
bumi yang menjadi sumber-sumber ekonomi, seperti pertambangan, pasir, tanah pertanian,
sungai dan lain sebagainnya. Bumi biasa diberdayakan untuk pertanian, perternakan,
pendirian kawasan industry, perdagangan, sarana transportasi, ataupun pertambangan.
Mekanisme pemberdayaan bumi, ulama fiqh berbeda pendapat tentang mekanisme
pemberdayaan lahan pertanian oleh orang lain dan penentuan return yang berhak diperoleh
masing-masing pihak. Sebagian berpendapat, bahwa mekanisme yang tepat adalah
muzara’ah. Akan tetapi, ulama yang lain menolaknya dan menawarkan konsep penyewaan
dengan sistem uang.
Al-Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap,
di mana pemilik tanah memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan
dipelihara Dengan imbalan bagian tertentu, misalnya setengah atau sepertiga dari hasil
panen sesuai dengan kesepakatan.
c. Modal (Capital)
Capital adalah bagian dari harta kekayaan yang digunakan untuk menghasilkan
barang dan jasa, seperti mesin, alat produksi, equipment (peralatan), gedung, fasilitas kantor,
transportasi dan lain sebagainya. Dalam kapitalisme capital berhak mendapat bunga sebagai
kompensasi pinjaman (return of loans).
Berdasarkan jangka waktu penggunaan capital, asset (kekayaan) biasa dibedakan
menjadi dua macam, yaitu fixed asset (asset tetap) dan variabel asset (asset berubah). Fised
asset adalah capital yang digunakan untuk beberapa proses produksi dan tidak terjadi
perubahan seperti bangunan, mesin, dan peralatan. Variabel asset adalah capital yang
digunakan untuk proses produksi dan akan mengalami perubahan seiring dengan perubahan
proses produksi yang dilakukan seperti labor, sumber energi, dan lainnya.
1.3 Perilaku Produsen
Di dalam memproduksi output produsen dapat menggunakan faktor- faktor atau
variabel yang mempengaruhinya. Dalam memproduksi output dapat digunakan hanya satu
variabel, namun juga dapat dilakukan dengan lebih dari satu variabel.
a. Produksi Menggunakan Satu Variabel
Dalam produksi dengan satu variabel akan berlaku hukum pertambahan hasil yang semakin
berkurang (the law of diminshing returns), yaitu jika variabel ditambah terus maka output
makin lama akan semakin turun secara rata- rata dan secara total. Perhatikan gambar kurva
produksi total semakin menurun :
output
Gambar di atas menunjukkan bahwa tahap I adalah tahap di mana produksi masih
bisa ditingkatkan karena masih efisien, demikian pula pada tahap II. Akan tetapi memasuki
tahap III tambahan input hanya memberikan tambahan output yang kecil, manakala input
sitambah terus, maka tampaknya seperti pada tahap IV, di mana tambahan produksi justru
turun.
Kesimpulan kurva di atas, adalah :
Pertama, apabila produsen itu menambah input secara terus- menerus sementara
salah satu faktor produksinya tetap, maka pada tahap awal rata- rata produksi atau
output meningkat (X/O = AP). Demikian juga dengan marginal produknya (Dx/Do =
MP), dan marginal (MP) output akan semakin besar bila input ditambah terus karena
masih banyaknya sumber daya yang terdapat dalam faktor produksi yang dianggap
tetap tersebut.
Kedua, pertambahan input secara terus- menerus justru akan merugi karena
meskipun secara riil produksi masih terus bertambah tetapi rata- rata produksi
marginal produksinya justru akan menurun (perhatikan tahap III), dan bila
dipaksakan ditambah maka hasilnya justru akan semakin menurun, karena
kemampuan sumber daya tidak seimbang dengan pengeksploitasiannya, sehingga
memungkinkan hasil produksinya minus bila dibandingkan dengan produksi awal.
Oleh karena itu untuk kasus satu faktor produksi variabel dan lainnya tetap, maka hal
yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
produksi dapat teruskan bila MP > AP
produksi akan mengalami keuntungan tertinggi pada saat MP = AP, saat ini produksi
masih bisa diteruskan
produksi akan maksimum pada saat MP = 0, dan AP akan semakin menurun
a. Produksi Menggunakan Dua Variabel
Produksi dengan menggunakan dua variabel maksudnya adalah terdapat kombinasi
antara dua faktor produksi untuk menghasilkan output (yang sama). Dalam berproduksi,
produsen akan berusaha mencari kombinasi terbaik antara dua faktor input. Hasil produksi
sama dalam teori ini ditunjukkan oleh suatu kurva yang disebut isoquant curve (isoquant).
Sedangkan biaya yang digunakan dalam rangka menghasilkan produk tersebut disebut
isocost (biaya sama).
1) ISOQUANT (HASIL SAMA)
Isoquant adalah kurva yang menggambarkan kombinasi dua macam input (faktor
produksi) untuk menghasilkan output atau produksi yang sama jumlahnya. Padat karya
adalah suatu proses produksi yang banyak menggunakan tenaga kerja (1 modal dan 20
tenaga kerja). Padat modal adalah sutu proses produksi yang banyak menggunakan modal (1
tenaga kerja dan 20 modal).
Bentuk kurva isoquant bermacam- macam :
linier apabila kombinasi antara input tersebut akan memberikan perubahan yang
proporsional bila salah satunya berubah
cembung seperti kurva indifference
Ridge line adalah garis yang membatasi batas atas dan bawah produksi. Perhatikan kurva
Isoquant dan Ridge Line (RL) pada gambar berikut :
2) ISOCOST (BIAYA SAMA)
Isocost adalah yang membatasi dan membedakan kemampuan produksi produsen. Makin
besar isocostnya, maka makin besar pula hasil yang akan dapat diperoleh dan sebaliknya.
Kurva isocost berslope negatif, yaitu penambahan setiap 1 unit input akan menyebabkan
penurunan pemakaian input lain, sebaliknya bila input lain dikurangi maka akan
menyebabkan input yang satunya akan bertambah.
Isocost dapat juga berslope positif, karena bila produsen menambahkan input yang satu,
maka input yang lainnya juga bertambah, sebaliknya bila yang satunya dikurangi, maka yag
lainnya juga berkurang yang diikuti oleh berkurangnya produksi. Perhatikan kurva berbagai
macam tingkatan isocost pada gambar berikut :
1.4 MEKANISME PRODUKSI ISLAMI
Perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi konvensional adalah pada filosofi
ekonomi yang dianutnya dan bukan pada ilmu ekonominya. Filosofi ekonomi memberikan
ruh pemikiran dengan nilai- nilai islam dan batasan- batasan syari'ah.
Gambaran mekanisme produksi islami dapat dilakukan dengan menggunakan analisis
kuva atau garis. Gambaran mekanisme produksi adalah menunjukkan hubungan antara
jumlah barang yang diproduksi dan biaya yang dikeluarkan.
a. Kurva Biaya (Cost)
Untuk memproduksi suatu produk tertentu dibutuhkan biaya tetap (fixed cost = FC)
dan biaya keseluruhan (total cost = TC). Produk yang dihasilkan dijual untuk mendapatkan
penerimaan, maka akan di temukan total penerimaan dari hasil penjualan produk atau
disebut total revenue (TR). Hubungan antara FC, TC dan TR dapat digambarkan dalam grafik
Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi berikut :
Biaya yang dikeluarkan oleh produsen dibedakan menjadi biaya tetap (FC) dan biaya
variabel (VC). Fixed cost adalah besaran biaya yang dikeluarkan tidak dipengaruhi oleh
berapa banyak output atau produk yang dihasilkan.
Variabel cost adalah biaya yang besarnya ditentukan langsung oleh berapa banyak
output yang dihasilkan. Total cost adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi suatu barang (FC = FC + VC). Total penerimaan (total revenue) adalah jumlah
penerimaan yang diperoleh dari penjualan produk yang dapat dijual. Adanya beban bunga
yang harus dibayar produsen (sebagai biaya tetap), maka biaya tetap produsen naik, yang
gilirannya juga meningkatkan biaya total dari TC ke Tci. Naiknya biaya total akan menggeser
atau mendorong titik i,pas (break even point) dari suatu Q ke Q berikutnya. Perhatikan
gambar Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi dengan Pola Bunga berikut :
b. Kurva Penerimaan (Revenue)
Dalam kaitan dengan total penerimaan ada tiga model, yaitu : Revenue Sharing (rs),
Profit Sharing (ps) dan Profit and Lose Sharing (pls).
1) Revenue Sharing
Dalam sistem bagi hasil yang berubah adalah kurva total penerimaan (TR). Kurva ini
akan berputar ke arah jarum jam dengan titik O (origin) sebagai sumbu putarnya. Kurva TR ini
akan berputar sehingga dapat sampai mendekati sumbu horizontal sumbu X.
Revenue Sharing adalah mekanisme bagi hasil di mana seluruh biaya ditanggung
oleh pengelola modal. Sementara pemilik modal tidak menanggung biaya produksi. Titik BEP
adalah titik impas yang terjadi ketika TR berpotongan dengan kurva TC (BEP terjadi ketika TR
= TC). Perhatikan gambar Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi dengan Pola
Revenue Sharing berikut :
Mekanisme revenue sharing memiliki persamaan dan perbedaan dengan mekanisme
bunga. Persamaannya adalah bergesernya Q ke Qi / Qrs (bahwa Qi > Q dan Qrs > Q) pada
kedudukannya di titik BEP. Sementara perbedaannya adalah jika mekanisme bunga yang
bergerak adalah kuva biaya tetap dan biaya total, namun pada mekanisme revenue sharing
kurva yang bergeser adalah kurva total penerimaan (TR) searah jarum jam.
2) Profit Sharing
Dalam akad muamalah islam, dikenal akad mudharabah, yaitu akad yang disepakati
antara pemilik modal dengan pelaksana usaha mengenai nisbah bagi hasil sebagai pedoman
pembagian keuntungan. Perhatikan gambar Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah
Produksi dengan Pola Profit Sharing berikut :
Pada profit sharing seluruh biaya ditanggung oleh pemodal, maka yang dibagi adalah
keuntungan. Kurva TR pada mekanisme bagi hasil akan berputar dengan poros titik BEP (BEP
sebagai tanda mulai terjadinya keuntungan).
Di samping akad mudharabah, ada akad musyarakah. Bagi untung yang terjadi pada
mulut buaya atas tidak perlu simetris dengan bagi rugi yang terjadi pada mulut buaya bawah,
karena bagi untung berdasarkan nisbah sedangkan bagi rugi berdasarkan penyertaan modal
masing- masing.
3) Profit dan Loss Sharing
Dalam akad bagi untung dan bagi rugi dapat dilakukan pada akad syirkah. Bagi
untung dan bagi rugi tidak terjadi secara simetris, karena adanya dasar yang berbeda. Bagi
untung didasarkan pada nisbah, sementara bagi rugi didasarkan pada besaran penyertaan
modal. Bagi untung terjadi antara kuva TR dan TC dan bagi rugi terjadi antara kuva TC dan TR,
dengan sumbu putarnya dari titil 0. Obyek yang dibagihasilkan adalah TR – TC.
1.5 Efisiensi Produksi
Efisiensi produksi menurut kriteria ekonomi harus memenuhi salah satu dari dua
kriteria berikut:
-
minimalisasi biaya untuk memproduksi jumlah yang sama
Dengan membuat garis vertikal dari sumbu Q (jumlah produk yang sama), maka total
cost untuk revenue sharing lebih kecil dibanding dengan total cost sistem bunga (TCrs < Tci).
-
optimalisasi produksi dengan jumlah biaya yang sama
Pola yang sama dapat dilakukan untuk sistem yang lainnya, yaitu profit sharing dan
profit loss sharing. Perhatikan gambar Perbandingan Efisiensi Produksi dengan Sistem Bunga,
Revenue Sharing dan Profit Sharing berikut:
Kurva di atas dapat diketahui, jumlah Qi < Qps < Qrs. Besar kecilnya Qps dengan Qrs
sangat dipengaruhi oleh besarnya nisbah yang disepakati.
1.6 Dampak produksi bagi seorang muslim
a. Berproduksi merupakan bagian dari sikap syukur atas nikmat Allah SWT. Anugerah
yang diberikan Allah adalah untuk keharmonisan dalam hidup dan kehidupan ini
yang mampu menjadikan suasan lebih kondusif dalam melakukan usaha. Ada
bebrapa dampak yang timbul bila seorang muslim melakukan usaha sesuai dengan
ajaran Islam, yaitu:
b. Menimbulkan sikap syukur yang timbul atas kesadaran bahwa apa pun yang ia temui
bisa dimanfaatkan sebagai input produksi.
c. Ajaran Islam menjadikan manusia untuk tidak mudah putus asa dalm produksi
karena suatu alasan tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya sehingga produksi dalam
Islam akan mendorong seorang muslim untuk melakukan usaha yang lebih kreatif.
d. Seorang muslim akan menjauhi praktek produksi yang merugikan orang lain atau
kepentingan-kepentingan sesaat, contohnya riba.
e. Keuntungan dikenakan didasarkan atas keuntungan yang tidak merugikan konsumen
maupun produsen lain.
1.7 Faktor, Nilai dan Moral Produksi Dalam Islam
a. Nilai dan Moral Islam Dalam Bidang Produksi
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas produksi secara ringkasnya dapat
dikategorikan dalam dua factor, yaitu : Alam dan Kerja. Qardhawi selanjutnya menjelaskan
bahwa alam adalah kekayaan yang telah diciptakan Allah untuk kepentingan manusia,
ditaklukkan-Nya untuk merealisasikan cita-cita dan tujuan manusia. Kerja adalah segala
kemampuan dan kesungguhan yang dikerahkan manusia baik jasmani maupun akal pikiran,
untuk mengolah kekayaan alam ini bagi kepentingannya. Bagi Qardhawi dalam bentuk alat
dan prasarana adalah hasil dari kerja bukan merupakan factor produksi. Atas dasar itu, bumi
diolah dan dikeluarkan segala kebaikannya dan kemanfaatannya sehingga menghasilkan
produksi yang baik, sehingga nilai dan moral Islam yang melekat dalam aktivitas produksi
akan menjadi aktivitas produksi yang efisien.
b. Factor-Faktor produksi dalam Ekonomi
Seperti yang telah dipelajari dalam ilmu Ekonomi, bahwa faktor-faktor produksi
berkisar pada: factor alam, factor tenaga kerja, factor modal, dan factor manajemen.
1) Factor Alam
Dalam pandangan ekonomi klasik, tanah dianggap sebagai suatu factor produksi
penting mencakup semua sumber daya alam yang digunakan dalam proses produksi. Islam
mengakui tanah sebagai factor produksi, namun tidak setepat dalam arti sama yang
digunakan di zaman modern. Lebih lanjut Mannan menjelaskan, memang benar, tidak ada
bukti bahwa Islam tidak menyetujui definisi ilmu ekonomi modern mengenai Tanah sebagai
factor produksi. Islam mengakui diciptakannya manfaat yang dapat memaksimalkan
kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Islam
memberi terapi kepada alam sebagai salah satu factor produksi, Islam
mengizinkan pemilikannya agar produksi bertambah, sebagaimana kita lihat pada usaha
menghidupkan tanah mati dan waris. Hal ini dimaksudkan untuk memberi dorongan kepada
seseorang dalam mengembangkan(mengelola) tanah. Islam juga mengakui pemilikan tanah
bukan penggarap, maka diperkenankan memberikannya pada orang lain untuk
menggarapnya dengan menerima sebagian hasilnya atau uang, akan tetapi bersamaan itu
dianjurkan agar seorang yang mampu sebaiknya meminjamkan tanahnya tanpa sewa kepada
saudara-saudaranya yang miskin.
2) Faktor Tenaga Kerja
Factor tenaga kerja dalam aktivitas produksi merupakan upaya yang dilakukan
manusia, baik berupa kerja pikiran maupun kerja jasmani maupun kerja jasmani atau kerja
pikir sekaligus jasmani dalam rangka menghasilkan barang dan jasa ekonomi yang
dibutuhkan masyarakat.
Dalam kaitannya dengan masalah tenaga kerja, Islam mengangkat nilai tenaga kerja dan
menyuruh orang bekerja, baik bekerja untuk mencapai penghidupan yang layak dan
menghasilkan barang serta jasa yang menjadi keperluan manusia, maupun amal yang
bersifat ibadah semata-mata kepada Allah.
3) Faktor Modal
Modal adalah kekayaan yang member penghasilan kepada pemiliknya. Di dalam
system Islam, Modal(sebagai hak milik) adalah amanah yang diberikan Allah yang wajib
dikelola secara baik. Manusia atau para pengusaha hanya diamanahi oleh Allah untuk
mengelola harta atau modal itu sehingga modal itu dapat berkembang. Islam memberikan
terapi sebagai berikut:
Islam mengharamkan penimbunan
Islam mengharamkan hak atas modal terpusat pada beberapa tangan saja
Islam mengharamkan penggunaan modal dalam produksi secara boros
Islam mengharamkan penguasaan modal selain dengan cara-cara yang diizinkan Syari’ah
Islam mengharamkan peminjaman modal dengan cara menarik bunga
Islam mewajibkan zakat atas harta simpanan atau harta produktif
4) Faktor Manajemen
Islam menyuruh melakukan manajemen dan mengharuskan kepada manajer untuk
mengikuti jalan keadilan dan menjauhi jalan yang akan membahayakan masyarakat. Islam
memang menekankan manajemen, perhitungan dan mencari keuntungan, tetapi menolak
pendirian perusahaan bila tidak berasaskan “Sama-sama mengalami untung dan rugi”.
Sehingga kehidupan perekonomian berjalan atas landasan-landasan yang sehat dan tidak
menimbulkan suatu goncangan ataupun krisis.
2. Konsep Kepemilikan Dalam Ekonomi Islam
2.1 Pendahuluan
Pola-pola yang berhubungan dengan masalah hak milik (ownership) memiliki efek
yang bersifat ekstensif maupun intensif, yang tidak hanya pada aktivitas ekonomi masyarakat,
namun juga lembaga-lembaga yang akan berkembang di masyarakat itu. Suatu pengantar
yang tepat terhadap system Islami tentang hak milik akan membantu kita dalam memahami
struktur lembaga yang diatur dalam masyarakat Islam. Batasan yang sesuai mengenai hak
milik juga menentukan perbedaan antara biaya/keuntungan pribadi dan biaya/keuntungan
masyarakat yang akan melengkapi dasar untuk memahami pendekatan Islam terhadap teori
kesejahteraan dalam mikro ekonomi.
2.2 Konsep kepemilikan dan hak milik
Prinsip dasar yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits sangat memperhatikan
masalah perilaku ekonomi manusia dalam posisi manusia atas sumber material yang
diciptakan Allah untuk manusia. Islam mengakui hak manusia untuk memiliki sendiri untuk
konsumsi dan untuk produksi namun tidak memberikan hak itu secara absolute(mutlak).
Penekanan pembatasan hak milik absolute, Al-Qur’an menunjukkan pola masalah penciptaan
sumber-sumber ekonomi bagi Allah terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an (QS. 13:3; 67:15;
3:180; 4:5; 35:29; 35:30; 3:180; 28:77; 42:36).
Kepemilikan adalah suatu ikatan seseorang dengan hak miliknya yang disahkan
Syari’ah. Kepemilikan berarti pula hak khusus yang didapatkan si pemilik sehingga ia
mempunyai hak menggunakan sejauh tidak melakukan pelanggaran pada garis-garis Syari’ah.
2.3 Sejarah
Al-Qur’an telah memberikan gambaran tentang asal usul harta atau hak milik, yang
pertama kali diberikan Allah kepada manusia pertama kemudian turun-temurun kepada
generasi berikutnya. Dengan $demikian, awal sejarah kepemilikan sama dengan awal
manusia itu sendiri. Selama hidup, manusia tidak akan pernah lepas dari masalah
kepemilikan. Jadi sejarah kepemilikan ini telah tercantum dalam Al-Quran.
2.4 Unsur – unsur Sistem Hak Milik Dalam Islam
Kita dapat membedakan antara tiga kategori hak milik, yaitu Hak Milik Pribadi
(Private Property), Hak Milik Umum/Pemerintah (Public Ownership) dan Voluntary(Waqf).
2.5 Sebab-sebab Kepemilikan Dalam Islam
Kepemilikan yang sah menurut Islam adalah kepemilikan yang terlahir dari proses
yang disahkan Islam dan menurut pandangan Fiqh Islam terjadi karena:
1. Menjaga hak Umum
2. Transaksi Pemindahan Hak
3. Penggantian Posisi Pemilikan
Menurut Taqyudin an-Nabani dikatakan bahwa sebab-sebab kepemilikan seseorang
atas suatu barang dapat diperoleh melalui suatu lima sebab, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
Bekerja,
Warisan,
Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup,
Harta pemberian Negara yang diberikan kepada rakyat,
Harta yang diperoleh seseorang tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun.
2.6 Bentuk-bentuk Hak Milik Pribadi Dalam Islam
Hak kepemilikan pribadi menurut pandangan (fiqh) Islam berbeda dengan system
kapitalis maupun sosialis. Salah satu pembeda yang paling pokok dalam hal ini adalah
karakteristik peduli social dalam system kepemilikan social.
Islam mengakui dan mengabsahkan kepemilikan pribadi, menghalalkan manusia
untuk menabung, menyarankan manusia berkreasi dan mengembangkan bakat dan bekerja,
tetapi Islam member pula berbagai aturan dan tekanan peduli social pada individu pemilik,
jangan sampai dalam investasi tidak memperhatikan dampak negative terhadap orang lain.
2.7 Pembatasan Penggunaan Penggunaan Hak milik Pribadi Dalam Islam
Islam hadir memperbolehkan kepemilikan Individu serta membatasi kepemilikan
tersebut dengan mekanisme tertentu yang memperhatikan kaidah fitrah manusia, bukan
dengan cara perampasan. Di dalam kepemilikan atas suatu zat tertentu, bukanlah sematamata berasal dari zat itu sendiri, ataupun dari karakter dasarnya, akan tetapi berasal dari
adanya izin yang diberikan oleh Syar’I, serta diperbolehkan oleh Syar’I untuk memiliki zat
tersebut.
2.8 Pengembangan Kepemilikan
Menurut Islam harta pada hakikatnya adalah hak milik Allah. Namun karena Allah
telah menyerahkan kekuasaannya atas harta tersebut kepada manusia, maka perolehan
seseorang terhadap harta itu sama dengan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk
memanfaatkan serta mengembangkan harta. Sebab, ketika seseorang memiliki harta, maka
esensinya dia memiliki harta tersebut hanya untuk dimanfaatkan dan terikat dengan hukumhukum syara’, bukan bebas mengelola secara mutlak. Alasannya, ketika dia mengelola
hartanya dengan cara yang tidak sah menurut syara’, seperti menghambur-hamburkan,
maksiat, dan sebagainya. Maka Negara wajib mengawalnya dan melarang untuk
mengelolanya serta wajib merampas wewenang yang telah diberikan Negara kepadanya.
Dengan demikian, mengelola harta dalam pandangan Islam sama dengan mengelola
dan memanfaatkan zat benda. Dan system ekonomi Islam tidak membahas tentang
pengembangan harta melainkan hanya membahas tentang pengembangan kepemilikannya.
2.9 Perbandingan Hak Milik Pribadi Dalam Ekonomi : Islam, Kapitalisme, Sosialisme
Kepemilikan Pribadi merupakan darah kehidupan bagi kapitalisme. Oleh karena itu,
barang siapa yang menguasai factor produksi, maka ia akan menang. Demikian moto
Kapitalisme. Ekonomi kapitalisme berdiri berlandaskan hak milik khusus atau hak milik
individu. Ia memberikan kepada setiap individu hak memiliki apa saja sesukanya dari barangbarang yang produktif maupun yang konsumtif, tanpa ikatan apapun atas kemerdekaannya
dalam
memiliki,
membelanjakan,
maupun
mengembangkan
dan
mengekploitasi
kekayaannya.
Sementara dalam Sosialisme: setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa
yang dia kerjakan. Ekonomi ini mengedepankan pada hak milik umum atau hak milik orang
banyak yang diperankan oleh Negara atas alat-alat produksi, tidak mengakui hak milik
individu,kecuali hal-hal yang berlainan dengan dasar pokok yang umum itu. Negaralah
pemilik satu-satunya alat produksi, semua rencana dan pengabdian yang berguna bagi
seluruh bangsa. Orang tidak memiliki hak-hak, kecuali yang diakui dan memenuhi syarat
terpeliharanya orang banyak.
Sistem Ekonomi Islam memiliki sikap yang tersendiri terhadap hak milik. Ekonomi
Islam menganggap kedua macam hak milik pada saat yang sama sebagai dasar pokok bukan
sebagai pengecualian. Hak milik dalam Ekonomi Islam, baik hak milik khusus maupun hak
milik umum, tidaklah mutlak, tetapi terikat oleh ikatan-ikatan untuk merealisasikan
kepentingan orang banyak dan mencegah bahaya, yakni hal yang membuat hak milik menjadi
tugas masyarakat.
2.10 Konsep Kepemilikan Pengelolaan Harta Kekayaan
a) Konsep kepemilikan harta kekayaan
Perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah
dalam hal konsep kepemilikan harta. Pandangan tentang kepemilikan harta berbeda antara
sistem ekonomi Sosialis dengan sistem ekonomi Kapitalis serta berbeda juga dengan sistem
ekonomi Islam. Kepemilikan harta (barang dan jasa) dalam Sistem Sosialis dibatasi dari segi
jumlah (kuantitas), namun dibebaskan dari segi cara (kualitas) memperoleh harta yang
dimiliki. Artinya cara memperolehnya dibebaskan dengan cara apapun yang yang dapat
dilakukan. Sedangkan menurut pandangan Sistem Ekonomi Kapitalis jumlah (kuantitas)
kepemilikan harta individu berikut cara memperolehnya (kualitas) tidak dibatasi, yakni
dibolehkan dengan cara apapun selama tidak mengganggu kebebasan orang lain. Sedangkan
menurut sistem ekonomi Islam kepemilikan harta dari segi jumlah (kuantitas) tidak dibatasi
namun dibatasi dengan cara-cara tertentu (kualitas) dalam memperoleh harta (ada aturan
halal dan haram).
Demikian juga pandangan tentang jenis kepemilikan harta. Di dalam sistem ekonomi
sosialis tidak dikenal kepemilikan individu (private property). Yang ada hanya kepemilikan
negara (state property) yang dibagikan secara merata kepada seluruh individu masyarakat.
Kepemilikan negara selamanya tidak bisa dirubah menjadi kepemilikan individu. Berbeda
dengan itu di dalam Sistem Ekonomi Kapitalis dikenal kepemilikan individu (private property)
serta kepemilikan umum (public property). Perhatian Sistem Ekonomi Kapitalis terhadap
kepemilikan individu jauh lebih besar dibandingkan dengan kepemilikan umum. Tidak jarang
kepemilikan umum dapat diubah menjadi kepemilikan individu dengan jalan privatisasi.
Berbeda lagi dengan Sistem Ekonomi Islam, yang mempunyai pandangan bahwa ada
kepemilikan individu (private property), kepemilikan umum (public property) serta
kepemilikan negara (state property). Menurut Sistem Ekonomi Islam, jenis kepemilikan
umum khususnya tidak boleh diubah menjadi kepemilikan negara atau kepemilikan individu.
b) Konsep Pengelolaan Harta Kekayaan
Perbedaan lainnya antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya
adalah dalam hal konsep pengelolaan kepemilikan harta, baik dari segi nafkah maupun upaya
pengembangan kepemilikan. Menurut sistem ekonomi kapitalis dan sosialis, harta yang telah
dimiliki dapat dipergunakan (konsumsi) ataupun di kembangkan (investasi) secara bebas
tanpa memperhatikan aspek halal dan haram serta bahayanya bagi masyarakat. Sebagai
contoh, membeli dan mengkonsumsi minuman keras (khamr) adalah sesuatu yang
dibolehkan, bahkan upaya pembuatannya dalam bentuk pendirian pabrik-pabrik minuman
keras dilegalkan dan tidak dilarang.
Sedangkan menurut Islam harta yang telah dimiliki, pemanfaatan (konsumsi)
maupun pengembangannya (investasi) wajib terikat dengan ketentuan halal dan haram.
Dengan demikian maka membeli, mengkonsumsi barang-barang yang haram adalah tidak
diperkenankan (dilarang). Termasuk juga upaya investasi berupa pendirian pabrik barangbarang haram juga dilarang. Karena itulah memproduksi, menjual, membeli dan
mengkonsumsi minuman keras adalah sesuatu yang dilarang dalam sistem ekonomi Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Sudarsono, Heri. Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar. Yogyakarta. 2007
Muhammad, Drs. Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam. Yogyakarta. 2004
www.google.com