monopoli dan persaingan tidak sehat (2)

MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Aspek Hukum Dalam Ekonomi
Dosen Pembimbing:
Dr. Rosdalina, S, Ag. M. Hum

Disusun Oleh: Kalompok 12
Sultan Hasanuddin Misman
Fatma Ambarak
Program Studi Ekonomi Syariah (A)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Institut Agama Islam Negeri Manado
2017

I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat merupakan hal yang baru bagi
Indonesia.Hal ini dapat dilihat dengan baru keluarnya Undang-Undang tentang
Monopoli pada tanggal 5 Maret 1999 dan berlaku secara efektif pada tanggal 5
Maret 2000, secara lengkapnya dengan nama Undang-Undang No. 5 Tahun

1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sementara di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat hal ini sudah menjadi
perhatian sejak masa lalu,bahkan telah diundangkan sejak ratusan tahun lalu.
berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek.1
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diharapkan dapat menjamin
tercapainyaiklim usaha yang kondusif bagi para pelaku pasar, sehingga
nantinya dapat terciptakesempatan berusaha yang lebih kompetitif. Dengan
adanya undang-undang tersebut diharapkan dapat menciptakan efisiensi dalam
melakukan kegiatan usaha, serta mendorong suatu kondisi persaingan usaha
yang sehat dan wajar sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan
kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu.2
Upaya-upaya untuk menyempurnakan undang-undang ini masih harus
tetap dilakukan monopoli sebenarnya bukanlah suatu tindakan yang terlarang
dan undang undang tidak melarang adanya monopoli ini, asalkan monopoli ini
diperoleh dengan mendapatkan posisi pasar tersebut melalui kemampuannya
berusaha secara jujur dengan prediksi usaha atau kejelian bisnis yang tinggi,3

1
2
3


Arrasjid Chainur, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hal; 3.
Arrasjid Chainur, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, hal;3
Arrasjid Chainur, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, hal;4.
1

menghasilkan barang yang berkualitas dengan harga barang atau jasa yang
dikehendaki oleh konsumen, sumber daya manusia yang berkualitas dan
lainnya, sehingga perusahaan tersebut mampu berkembang sedemikian rupa
dan dapat menguasai pasar.4

B. Rumusan Masalah
1. Apa antimonopoli dan persaingan usaha?
2. Apa saja asas dan tujuan antimonopoli dan persaingan usaha?
3. Bagaimana kegiatan yang dilarang dalam praktik bisnis?
4. Bagaimana perjanjian yang dilarang dalam antimonopoli dan
persaingan usaha?
5. Bagaimana hal-hal yang dikecualikan dalam monopoli?
6. Bagaimana komisi pengawasan persaingan usaha?
7. Bagaimana sanksi dalam antimonopoli dan persaingan usaha?5


4

Arrasjid Chainur, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, hal;4.

5

Arrasjid Chainur, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, hal;5.
2

II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti
monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa
yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu
terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”.
Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”,
“antitrust”,


“kekuatan

pasar”

dan

istilah

“dominasi”

saling

dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan
untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai
pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang
potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk
menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti
hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan
penawaran


pasar.6

Sebelum dikeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
sebenarnya pengaturan mengenai persaingan usaha tidak sehat
didasarkan pada pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan
melawan hukum dan Pasal 382 bis KUH Pidana, Barang siapa untuk
mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau
perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang
untuk menyesatkan khalayak umum atau seseorang tertentu, diancam
karena persaingan curang dengan pidana penjara paling lama satu
tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu
6

Masyhuri, Ekonomi Mikro, UIN-Malang Press, hal;11.

lima ratus7 ribu rupiah, bila perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian
bagi konkuren-konkuren orang lain itu.8
Dengan demikian, dari rumusan pasal 382 bis KUH Pidana terlihat
bahwa seorang dapat dikenakan sanksi pidana atas tindakan
“persaingan curang” dan harus memenuhi beberapa kriteria, sebagai

berikut.
1. Adanya

tindakan

tertentu

yang

dikategorikan

sebagai

persaingan
2. Perbuatan persaingan curang itu dilakukan dalam rangka
mendapatkan,

dan

memperluas


hasil

dagangan,

atau

perusahaan.
3. Perusahaan yang diuntungkan karena persaingan curang
tersebut baik perusahaan si pelaku maupun perusahaan lain.
4. Perbuatan pidana persaingan curang dilakukan dengan cara
menyesatkan khalayak umum atau orang tertentu.
5. Akibat dari perbuatan persaingan curang tersebut telah
menimbulkan kerugian bagi konkurennya dari orang lain yang
diuntungkan dengan perbuatan si pelaku.9
Sementara itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan
pengertian monopoli. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
monopoli adalah suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok
pelaku usaha, Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 telah

didefinisikan mengenai pelaku usaha, yaitu Setiap orang perorangan atau
badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum

7

Masyhuri, Ekonomi Mikro, hal;11.
3

8
9

Masyhuri, Ekonomi Mikro, hal;11.
Masyhuri, Ekonomi Mikro, hal;12.

yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah
hukum negara Republik10
Indonesia,

baik


sendiri

maupun

bersama-sama

melalui

perjanjian,

menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.11
Namun, dalam praktik monopoli berdasarkan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 adalah suatu usaha pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau
lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan pemasaran
atasa barang atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak
sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.12
Pada hal, Pasal 4 ayat 2 secara tegas bahwa pelaku usaha patut atau
dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan
pemasaran barang atau jasa jika dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 75 persen pangsa pasar satu jenis barang

atau jasa tertentu.Dengan demikian, praktik monopoli tersebut harus
dibuktikan adanya unsur yang mengakibatkan persaingan tidak sehat dan
merugikan kepentingan umum. Oleh karena itu, persaingan tidak sehat
berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, “Persaingan antarpelaku
usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan pemasaran barang atau jasa
yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau penghambat
persaingan usaha.” 13
B. Asas dan Tujuan
Dalam melakukan kegiatan usaha diIndonesia, pelaku usaha harus
berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan
antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

10

Masyhuri, Ekonomi Mikro, hal;12.
4

11
12
13


Masyhuri, Ekonomi Mikro, hal;12.
Masyhuri, Ekonomi Mikro, hal;13.
Masyhuri, Ekonomi Mikro, hal;13.

Dengan demikian, tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
adalah sebagai berikut.14
1. Menjaga kepenti ngan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi
nasional

sebagai

salah

satu

upaya

untuk

meningkatkan

kesejahteraan rakyat.
2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan
persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian
kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku
usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
3. Mencegah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang
ditimbulkan oleh pelaku usaha.
4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.15
C. Kegiatan yang Dilarang
Kegiatan yang dilarang dalam praktik bisnis adalah monopoli,
monopsoni, penguasaan pasar, persengkongkolan, posisi dominan,
jabatan

rangkap,

pemilikan

saham

mayoritas

pada

beberapa

peruasahaan sejenis.
1. Monopoli
Monopoli adalah situasi pengadaan barang dagangan tertentu
(di pasar lokal atau nasional) sekurang-kurangnya sepertiga
dikuasai oleh satu orang atau satu kelompok sehingga harganya
dapat dikendalikan.
Sementara itu, monopoli berdasarkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999, memuat beberapa kriteria sebagai
berikut.
a. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi
dan pemasaran barang atau jasa yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat.16
14

Masyhuri, Ekonomi Mikro, hal;14.
5

15
16

Masyhuri, Ekonomi Mikro, hal;14.
Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, Jakarta: Sinar Grafika, hal;21.

b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan
penguasaan atas produksi dan pemasaran barang atau jasa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), jika
1. barang dan jasa yang bersangkutan belum ada
subsitusinya;
2. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk
dalam persaingan dan jasa yang sama;
3. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar atau jenis
barang atau jasa tertentu.17
2. Monopsoni
Monopsoni adalah keadaan pasar yang tidak seimbang, yang
dikuasai oleh seorang pembeli ; oligopsoni yang terbatas pada
seorang pembeli.
Sementara itu, monopsoni menurut Pasal 18 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 adalah sebagai berikut.
a. Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan
pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas
barang atau jasa dalam pasar bersangkutan yang
dapat

mengakibatkan

terjadinya

praktik

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
b. Pelaku usaha patut diduga dan dianggap
menguasai penerimaan pasokan atau menjadi
pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) apabila satu kelompok pelaku usaha18
menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu.19
6
17
18

Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;21.
Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;22.
7

19

Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;22.

3. Penguasaan Pasar
Penguasaan pasar adalah proses, cara, atau perbuatan
menguasai pasar. Dengan demikian, pelaku usaha dilarang
melakukan penguasaan pasar baik secara sendiri-sendiri
maupun

bersama-sama

pelaku

usaha

lainnya

yang

mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak
sehat, antara lain berupa
a. Menolak dan menghalangi pelaku usaha tertentu
untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada
pasar bersangkutan;
b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha
persaingan untuk tidak melakukan hubungan dengan
pelaku usaha pesaingnya itu atau jasa pada pasar
bersangkutan;
c. Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku
usaha tertentu.20
4. Persekongkolan
Persekongkolan adalah berkomplot atau bersepakat melakukan
kejahatan (kecurangan). Sementara itu, ada beberapa bentuk
persengkongkolan yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 dalam pasal 22 sampai dengan Pasal 24 adalah
sebagai berikut.
a. Dilarang melakukan persekongkolan dengan pihak
lain untuk mengatur dan menentukan pemenang
tender21
sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan usaha
tidak sehat.
b. Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk
mendapat informasi kegiatan usaha pesaingnya yang
diklasifikasikan rahasia perusahaan.
20
21

Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;22.
Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;23.
8

c. Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk
menghambat produksi dan pemasaran barang atau jasa
pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang
atau jasa yang ditawarkan atau dipasok menjadi
berkurang, baik dari jumlah, kualitas, maupun
kecepatan waktu yang dipersyaratkan.22
5. Posisi Dominan
Posisi dominan artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1
angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan
posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha
tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan
dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha
mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar
bersangkutan

dalam

kaitan

dengan

kemampuan

untuk

menyesuaikan pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk
menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa
tertentu.
Sementara itu Pasal 25 menyatakan bahwa pelaku usaha
dapat dikategorikan menggunakan posisi dominan apabila
memenuhi kriteria, sebagai berikut.
a. Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk
mencegah

dan

menghalangi

konsumen

memperoleh

barang23 atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga
maupun kualitas.
b. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi atau
menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi
pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.24

22
23

Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;23.
Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;24.
9

24

Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;24.

Secara kuantitatif ditentukan berapa persentase penguasaan pasar oleh
pelaku usaha sehingga dapat dikatakan menggunakan posisi dominan
sebagaimana ketentuan diatas, seperti berikut.
a. Satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50 persen
atau lebih pangsa pasar untuk satu jenis barang atau jasa tertentu.
b. Dua atau tiga pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
menguasai 75 persen atau lebih pangsa pasar untuk satu jenis barang.25
6. Jabatan Rangkap
Mengenai jabatan rangkap, dalam Pasal 26 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seseorang yang
menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu
perusahaan pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap
menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila
perusahaan-perusahaan itu.26
a. Berada dalam pasar bersangkutan yang sama;
b. Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang atau
jenis usaha;
c. Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang
atau

jenis

tertentu

yang dapat

mengakibatkan

terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat.27
7. Pemilikan Saham
Mengenahi pemilikan saham, berdasarkan Pasal 27 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha
dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan
sejenis dan melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama
atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama apabila
kepemilikan tersebut mengakibatkan, antara lain
25
26

Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;25.
Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;26.
10

27

Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;26.

a. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 50 persen pangsa satu jenis
barang atau jasa tertentu;
b. Dua atau tiga pelaku usaha, kelompok usaha, dan
kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75
persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu;28
8. Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan
Sementara itu, Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
mengatakan bahwa pelaku usaha berbadan hukum maupun
yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan
bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari
keuntungan.
penggabungan,

Dalam

menjalankan

peleburan,

perusahaan

pengambilalihan

tindakan

yang

akan

mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat
yang secara tegas dilarang.29
Dengan demikian, penggabungan dapat dilakukan hanya
yang bersifat vertikal sesuai dengan pasal 14 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999.30
D. Perjanjian yang Dilarang
Dalam bisnis telah ditentukan pelarangan para pelaku usaha, antara
lain oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan,
kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, dan perjanjian dengan pihak
luar negeri.31
1. Oligopoli
Oligopoli adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli
barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang
dari mereka dapat memengaruhi harga pasar. Dengan demikian,
28
29

Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;26.
Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;27.
11

30
31

Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;27.
Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, Jakarta:
Grasindo, hal;32.

keadaan pasar yang tidak seimbang karena dipengaruhi oleh
sejumlah pembeli, dengan demikian maka
a. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan
pelaku usaha yang secara bersama-sama melakukan
penguasaan produksi dan pemasaran barang atau jasa.
b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara
bersama-sama dan melakukan penguasaan produksi
dan pemasaran barang atau jasa, apabila 2 atau 3
pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai
lebih 75 persen pangsa pasar satu jenis barang atau
jasa tertentu.32
2. Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian, antara lain
a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga atas barang atau jasa yang harus
dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar
yang sama;33
b. Perjanjian yang

mengakibatkan

pembeli

harus

membayar dengan harga berbeda dari harga yang
harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang atau jasa
yang sama;
c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga dibawah harga pasar;
d. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa penerima barang atau jasa tidak
menjual atau memasok kembali barang atau jasa yang
diterimanya dengan harga lebih rendah dari pada
harga yang telah diperjanjikan.34
3. Pembagian wilayah
32

Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;32.
12

33
34

Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;33.
Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;34.

Mengenai pembagian wilayah, pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan
untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap
barang atau jasa.35
4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain
untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar
dalam negeri maupun pasar luar negeri.36
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan
pelaku usaha pesaingnya untuk menolak menjual setiap barang
atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan terbuat
berakibat
a. Merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku
b.

usaha lain;
Membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau
membeli

setiap

barang

atau

jasa

dari

pasar

bersangkutan.37
5. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya yang bermaksud untuk memengaruhi harga dengan
mengatur produksi dan pemasaran suatu barang atau jasa.38
6. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan
perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap
menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap
perusahaan atau perseroan anggotanya yang bertujuan untuk
mengontrol produksi dan pemasaran atas barang atau jasa.39
7. Oligopsoni
35
36

Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;34 .
Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;34.

37
38
39

Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;34
Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;35.
Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;35.

13

a. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan
pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara
bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan
pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang
atau jasa dalam pasar bersangkutan. 40
b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara
bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan
pasokan, apabila dua atau tiga pelaku usaha
menguasai lebih dari 75 persen pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.41
8. Integrasi Vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk
yang termasuk dalam rangkaian produksi barang atau jasa
tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil
pengelolahan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian
langsung maupun tidak langsung.42
9. Perjanjian Tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima
barang atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok
kembali barang atau jasa tersebut kepada pihak tertentu atau
pada tempat tertentu.Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang
menerima barang atau jasa lain dari pelaku.43
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga
atau potongan harga tertentu atas barang atau jasa yang

40

Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;36.

41
42
43

Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;36.
Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;37.
Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;37.

14

membuat persyaratan bahwa pelaku usaha menerima barang
atau jasa dari pelaku usaha pemasok, antara lain 44
a. Harus bersedia membeli barang atau jasa dari pelaku usaha
pemasok;
b. Tidak akan membeli barang atau jasa yang sama atau
sejenis dari pelaku usaha pemasok.45
10. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar
negeri yang memuat ketentuan dan dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. 46
E. Hal-Hal yang Dikecualikan dari Undang-Undang Anti Monopoli
Hal-hal yang dikecualikan dari undang-undang anti monopoli, antara
lain

perjanjian-perjanjian

yang

dikecualikan;

perbuatan

yang

dikecualikan; perjanjian dan perbuatan yang dikecualikan.47
1. Perjanjia yang Dikecualikan
a. Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan
intelektual, termasuk lisens, paten, merek dagang, hak
cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik
terpadu, dan rahasia dagang.
b. Perjanjian yang berkaitan dengan waralaba.
c. Perjanjian penetapan standar teknik produk barang
atau jasa yang tidak mengekang dan menghalangi
persaingan.48
d. Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak
memuat ketentuan untuk memasok kembali barang
44

Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;37.
15

45
46

47

Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;38.
Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;39.
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia. Yang menerbitkan PT Sinar
Grafika: Jakarta,hal; 60.

48

Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia.hal;60.
16

atau jasa dengan harga yang lebih rendah dari harga
yang telah diperjanjikan.
e. Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan
atau perbaikan standar hidup masyarakat luas.
f. Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh
pemerintah.49
2. Perbuatan yang Dikecualikan.
a. Perbuatan pelaku usaha yang tergolong dalam pelaku
usaha.
b. Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan
untuk melayani anggota.50
3. Perbuatan dan perjanjian yang Diperkecualikan
a. Perbuatan atau perjanjian yang bertujuan untuk
melaksanakan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
b. Perbuatan dan perjanjian yang bertujuan untuk
eksport dan tidak menggangu kebutuhan atau pasokan
dalam negeri.51
F. Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Komisi pengawas persaingan usaha adalah sebuah lembaga yang
berfungsi untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
usahanya melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat.52
Hal ini diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
dibentuklah suatu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang
bertugas untuk mengawasi pelaku usaha dalan menjalankan kegiatan
usahanya agar tidak melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha
yang tidak sehat.53

49
50
51
52

Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia.hal;60.
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia.hal;61.
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia.hal;61.
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia.hal;62.
17

53

Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia.hal;62.

1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang telah
dibuat oleh pelaku usaha;
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha atau
tindakan pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
usahanya;
3. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang
komisi;
4. Memberikan saran dan pertimbangan kebijakan
pemerintah

terhadap

praktik

monopoli

dan

persaingan usaha tidak sehat;
5. Menerima laporan dari masyarakat dan dari pelaku
usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat;
6. Melakukan penelitian tentang dugaan

adanya

kegiatan usaha dan tindakan pelaku usaha yang
dapat mengakibatkan terjadi praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat;
7. Melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap
kasus dugaan praktik monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat
atau pelaku atau yang ditemukan oleh komisi
sebagai hasil penelitiannya; 54
8. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan
setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran
terhadap ketentuan undang-undang;
9. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan
pelaku usaha, saksi ahli, atau setiap orang yang
tidak bersedia memenuhi panggilan komisi;
10. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif
kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan
undang-undang ini.55
54

Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia.hal;63.
18

55

Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia.hal;63.

G. Sanksi
Ketentuan pemberian sanksi terhadap pelanggaran bagi pelaku usaha
yang melanggar undang-undang ini dapat dikelompokkan dalam dua
kategori, antara lain sanksi administrasi dan sanksi pidana pokok dan
tambahan. 56
1. Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi adalah dapat berupa penetapan pembatasan
perjanjian, pemberhentian integrasi vertikal, perintah kepada
pelaku usaha untuk menghentikan posisi dominan, penetapan
pembatalan atas penggabungan, peleburan dan pengambilalihan
badan usaha, penetapan pembayaran ganti rugi, penetapan
denda serendah-rendahnya satu miliar rupiah atau setinggitingginya dua puluh lima miliar rupiah.57

2. Sanksi Pidana Pokok dan Tambahan
Sanksi pidana pokok dan tambahan adalah dimungkinkan
apabila pelaku usaha melanggar integrasi vertikal, perjanjian
dengan pihak luar negeri, melakukan monopoli penguasaan
pasar, posisi dominan, pemilikan saham, penggabungan,
peleburan, dan pengambilalihan dikenakan denda minimal dua
puluh lima miliar rupiah dan setinggi-tingginya seratus miliar
rupiah, sedangkan untuk pelanggaran mengenai penetapan
harga,

perjanjian

penutupan,

penguasaan

pasar

dan

persekongkolan, jabatan rangkap dikenakan denda minimal
lima miliar rupiah dan maksimal dua puluh lima miliar.58

56
57

Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia.hal;64.
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia.hal;64.
19

58

Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia.hal;65.

Sementara itu, bagi pelaku usaha yang dianggap melakukan
pelanggaran berat dapat dikenakan pidana tambahan sesuai
dengan Pasal 10 KUH Pidana berupa
a. Pencabutan izin usaha;
b. Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti
melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk
menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurangkurangnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun;
c. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang
menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.59

III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 monopoli adalah
suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan
atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok
pelaku usaha.
Dalam melakukan kegiatan usaha diIndonesia, pelaku usaha harus
berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan
antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Kegiatan yang dilarang dalam praktik bisnis adalah monopoli,
monopsoni, penguasaan pasar, persengkongkolan, posisi dominan,
59

Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia.hal;65.
20

jabatan

rangkap,

pemilikan

saham

mayoritas

pada

beberapa

peruasahaan sejenis.
Dalam bisnis telah ditentukan pelarangan para pelaku usaha,
antara

lain

oligopoli,

penetapan

harga,

pembagian

wilayah,

pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, dan perjanjian
dengan pihak luar negeri.
Hal-hal yang dikecualikan dari undang-undang anti monopoli,
antara lain perjanjian-perjanjian yang dikecualikan; perbuatan yang
dikecualikan; perjanjian dan perbuatan yang dikecualikan.
Komisi pengawas persaingan usaha adalah sebuah lembaga yang
berfungsi untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
usahanya melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat.
21

Ketentuan pemberian sanksi terhadap pelanggaran bagi pelaku
usaha yang melanggar undang-undang ini dapat dikelompokkan dalam
dua kategori, antara lain sanksi administrasi dan sanksi pidana pokok
dan tambahan.

22

DAFTAR PUSTAKA

Arrasjid Chainur, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Masyhuri, Ekonomi Mikro, UIN-Malang Press, 2007.
Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, Jakarta:
Grasindo, 2007.
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia. Yang menerbitkan PT Sinar Grafika:
Jakarta, 2004.