Anti Monopoli dan Persaingan tidak sehat (3)

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN CURANG
MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah hukum bisnis

Dosen Pengajar :
Dr. Nina Nurani, SH., Msi.

Disusun oleh :
Astia Priantini
Debri
Putri Saragih
Fajar Frizkianto
Rizki Muhamad Ghani

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS BISNIS DAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2014
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Aktivitas usaha yang kini marak dilakukan oleh pelaku usaha tidak luput dari adanya
persaingan. Persaingan itu terkadang mengarah pada pelanggaran hukum demi tercapainya
keuntungan yang maksimum. Bahkan mereka melakukan persaingan curang/ persaingan tidak
sehat. Persaingan usaha yang tidak sehat ini akan merugikan kepentingan umum. Persaingan
itupun kini marak dalam kegiatan bisnis di Indonesia dan Negara lain pada umumnya.
Meskipun sebelum dikeluarkan UU no. 5 tahun 1999, sebenarnya pengaturan mengenai
persaingan usaha tidak sehat didasarkan pada pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan
melawan

hukum

dan

pasal

382


bis

KUH

Pidana.

Barang siapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau
perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan
khalayak umum atau seseorang tertentu, diancam karena persaingan curang dengan pidana
penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu

lima ratus ribu rupiah, bila perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian bagi konkurenkonkuren orang lain itu.
Dunia usaha merupakan suatu dunia yang boleh dikatakan tidak dapat berdiri sendiri. Banyak
aspek dari berbagai macam dunia lainnya turut terlibat langsung maupun tidak langsung
dengan dunia usaha ini. Keterkaitan tersebut kadangkala tidak memberikan prioritas atas
dunia usaha, yang pada akhirnya membuat dunia usaha harus tunduk dan mengikuti ramburambu yang ada dan seringkali bahkan mengutamakan dunia usaha sehingga mengabaikan
aturan-aturan yang telah ada. Pesatnya perkembangan dunia usaha adakalanya tidak
diimbangi dengan “penciptaan” rambu-rambu pengawas. Dunia usaha yang berkembang
terlalu pesat sehingga meninggalkan rambu-rambu yang ada jelas tidak akan menguntungkan
pada akhirnya. Apabila hukum tidak ingin dikatakan tertinggal dari perkembangan bisnis dan

dunia usaha, maka hukum dituntut untuk merespon segala seluk beluk kehidupan dunia usaha
yang melingkupinya sebagai suatu fenomena atau kenyataan sosial. Itu berarti, peran hukum
menjadi semakin penting dalam menghadapi problema-problema dunia usaha yang timbul
seperti Monopoli dan Persaiangan Usaha Tidak Sehat.
Monopoli menggambarkan suatu keadaan dimana terdapat seseorang atau sekelompok orang
yang menguasai suatu bidang tertentu secara mutlak, tanpa memberikan kesempatan kepada
orang lain untuk ikut ambil bagian. Monopoli diartikan sebagai suatu hak istimewa
(previlege), yang menghapuskan persaingan bebas, yang tentu pada akhirnya juga akan
menciptakan penguasaan pasar. Pengertian monopoli dalam Black’s Law Dictionary:
“Monopoly is a previlege or peculiar advantage vested in one or more persons or companies,
consisting in the exclusive right (or power) to carry on a particular business or trade,
manufacture a particular article, or control the sale of the wholesupply of a particular
commodity.
Persaingan usaha tidak sehat adalah suatu bentuk yang dapat diartikan secara umum terhadap
segala tindakan ketidakjujuran atau menghilangkan persaingan dalam setiap bentuk transaksi
atau bentuk perdagangan dan komersial. Adanya persaingan tersebut mengakibatkan lahirnya
perusahaan-perusahaan yang mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengalahkan pesaingpesaingnya agar menjadi perusahaan yang besar dan paling kaya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, maka dikemukakan perumusan masalah
sebagai berikut :








Pengertian Monopoli?
Pengertian persaingan Curang?
Ruang lingkup aturan monopoli?
Perjanjian yang dilarang?
Kegiatan yang dilarang?
Posisi Dominan yang dilaranng?
Kasus Monopoli dan Persaingan curang ?

1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :





Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Bisnis.
Untuk mengetahui masalah antimonopoli dan persaingan curang.
Untuk mengetahui dan lebih memahami mengenai ruang lingkup tentang monopoli
dan persaingan curang.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Monopoli
Monopoli murni adalah bentuk organisasi pasar dimana terdapat perusahaan tunggal
yang menjual komoditi yang tidak mempunyai subtitusi sempurna. Perusahaan itu sekaligus
merupakan industri dan menghadapi kurva permintaan industri yang memiliki kemiringan
negatif untuk komoditi itu “Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti
monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan
dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu
“kekuatan pasar”.
Menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan

ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan
atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha
tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Undang-Undang Anti Monopoli No 5
Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undang Anti Monopoli )

2.2 Pengertian Persaingan Curang
Persaingan usaha tidak sehat adalah suatu persaingan antara pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan
cara melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

2.3 Anti Monopoli dan Persaingan Curang.
Secara etimologi, kata “monopoli” berasal dari kata Yunani ‘Monos’ yang berarti
sendiri dan ‘Polein’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara sederhana orang
lantas memberi pengertian monoopli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual
yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu. (Arie Siswanto:2002)
Disamping istilah monopoli di USA sering digunakan kata “antitrust” untuk
pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai
masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu

terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat
kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi”
saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk
menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut
tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar
tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum
persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Undang-Undang

Anti

Monopoli

No

5

Tahun

1999


memberi

arti

kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan
atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal
1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek

monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu
sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan
kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli .
Selain itu, Undang-Undang Anti monopoli juga memberikan arti kepada “persaingan
usaha tidak sehat” sebagai suatu persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak
jujur atau dengan cara melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Dengan demikian Undang-undang Anti Monopoli No 5 tahun 1999 dalam
memberikan arti kepada posisi dominan atau perbuatan anti persaingan lainnya mencakup

baik kompetisi yang interbrand, maupun kompetisi yang intraband. Yang dimaksud dengan
kompetisi yang interbrand adalah kompetisi diantara produsen produk yang generiknya
sama. Dilarang misalnya jika satu perusahaan menguasai 100 persen pasar televisi, atau yang
disebut dengan istilah “monopoli”. Sedangkan yang dimaksud dengan kompetisi
yangintraband adalah kompetisi diantar distributor atas produk dari produsen tertentu.
(Munir Fuady 2003: 6)
Disamping itu, ada juga yang mengartikan kepada tindakan monopoli sebagai suatu
keistimewaan atau keuntungan khusus yang diberikan kepada seseorang atau beberapa orang
atau perusahaan, yang merupakan hak atau kekuasaan yang eksklusif untuk menjalankan
bisnis atau mengontrol penjualan terhadap seluruh suplai barang tertentu . Dalam hukum
Inggris kuno, monopoli diartikan sebagai suatu izin atau keistimewaan yang dibenarkan oleh
raja untuk membeli, menjual, membuat. Mengerjakan atau menggunakan apapun secara
keseluruhan, dimana tindakan monopoli tersebut secara umum dapat mengekang kebebasan
berproduksi atau trading. Atau monopoli dirumuskan juga sebagai suatu tindakan yang
memiliki atau mengontrol bagian besar dari suplai di pasar atau output dari komoditi tertentu
yang dapat mengekang kompetisi, membatasi kebebasan perdagangan, yang memberikan
kepada pemonopoli kekuasaan pengontrolan terhadap harga.
Ada lagi yang mengartikan kepada tindakan monopoli (yang umum )sebagai suatu
hak atau kekuasaan hanya untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas yang khusus, seperti


membuat suatu produk tertentu, memberikan suatu jasa, dan sebagainya. Atau, suatu
monopoli (dalam dunia usaha) diartikan sebagi pemilikan atau pengendalian persediaan atau
pasaran untuk suatu produk atau jasa yang cukup banyak untuk mematahkan atau
memusnahkan persaingan, untuk mengendalikan harga, atau dengan cara lain untuk
membatasi perdagangan Struktur monopoli sering pula dibedakan atas monopoli alamiah dan
non alamiah. Monopoli alamiah antara lain dalam memproduksi air minum, gas, listrik dan
lainnya sedangkan monopoli non alamiah yang merupakan monopoli berasal dari struktur
oligopoli yang kolusif sehingga mendapatkan tempat yang kurang baik , akan tetapi bukan
berarti yang alamih juga dapat melepaskan diri dari citra yang kurang baik di pihak lain.
(Nurimansyah Hasibuan .1993)

Praktek-praktek monopoli di Indonesia sering tidak mendapatkan tempat perhatian
dalam dunia penelitian. Namun demikian, oleh karena fasilitas-fasilitas tertentu dari
pemerintah, maka kehadiran monopolis dapat memperkuat transfer pendapatan dari yang
relatif lemah ke kelompok yang relatif lebih kuat, maka kehadiran monopolis dapat
memperkuat transfer pendapatan akan tetapi walaupun monopolis mendapatkan keuntungan
yang super normal namun kurang diimbangi dengan pembayaran pajak yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat luas.(Nurimansyah Hasibuan .1993)
Tujuan pemerintah membuka kompetisi telekomunikasi sebenarnya adalah untuk
mengikuti kecenderungan pasar bebas (globalisasi) yang diusung oleh negara maju melalui

WTO. Namun, tidak boleh terlupakan bahwa kepentingan pengguna telepon, yaitu para
konsumen, harus tetap menjaga prioritas karena sektor telekomunikasi masih merupakan
tanggung jawab sepenuhnya sesuai dengan UUD 1945 dan UU Telekomunikasi 1999
.Diperlukan kedewasaan dari regulator dan setiap operator untuk mengubah cara pandang
yang masih bernuansa monopolistik dan protektif ke arah kompetisi yang sehat dan
berorientasi komsumen.

2.4 Ruang Lingkup Aturan Antimonopoli
Dalam Undang-undang Fair Trading di Inggris tahun 1973, istilah Monopoli diartikan
sebagai keadaan di mana sebuah perusahaan atau sekelompok perusahaan menguasai
sekurang- kurangnya 25 % penjualan atau pembelian dari produk-produk yang ditentukan .

Sementara dalam Undang-Undang Anti Monopoli Indonesia , suatu monopoli dan monopsoni
terjadi jika terdapatnya penguasaan pangsa pasar lebih dari 50 % (lima puluh persen ) (pasal
17 ayat (2) juncto pasal 18 ayat (2) ) Undang-undang no 5 Tahun 1999.
Dalam pasal 17 ayat (1) Undang- undang Anti Monopoli dikatakan bahwa “pelaku usaha
dilarang melakukan penguasaan pasar atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau
jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak
sehat”, sedangkan dalam pasal 17 ayat (2) dikatakan bahwa “pelaku usaha patut diduga atau
dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:

A. Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya;atau
B. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk kedalam persaingan usaha
barang dan atau jasa yang sama;atau
C. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha mengusasai lebih dari 50 %
(lima puluh persen ) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Sementara itu, pengertian posisi dominan dipasar digambarkan dalam sidang-sidang
Masyarakat Eropa sebagai :
 Kemampuan untuk bertindak secara merdeka dan bebas dari pengendalian harga, dan
 Kebergunaan pelanggan, pemasok atau perusahaan lain dalam pasar, yang bagi
mereka perusahaan yang dominant tersebut merupakan rekan bisnis yang harus ada
 Dalam ilmu hukum monopoli beberapa sikap monopolistik yang mesti sangat
dicermati dalam rangka memutuskan apakah suatu tindakan dapat dianggap sebagai
tindakan monopoli.
Sikap monopolistik tersebut adalah sebagai berikut :
 Mempersulit masuknya para pesaing ke dalam bisnis yang bersangkutan
 Melakukan pemasungan sumber suplai yang penting atau suatu outlet distribusi yang
penting.
 Mendapatkan hak paten yang dapat mengakibatkan pihak pesaingnya sulit untuk
menandingi produk atau jasa tersebut.

 Integrasi ke atas atau ke bawah yang dapat menaikkan persediaan modal bagi
pesaingnya atau membatasi akses pesaingnya kepada konsumen atau supplier.
 Mempromosikan produk secara besar-besaran
 Menyewa tenaga-tenaga ahli yang berlebihan.
 Perbedaan harga yang dapat mengakibatkan sulitnya bersaing dari pelaku pasar yang
lain
 Kepada pihak pesaing disembunyikan informasi tentang pengembangan produk ,
tentang waktu atau skala produksi.
 Memotong harga secara drastis.
 Membeli atau mengakuisisi pesaing- pesaing yang tergolong kuat atau tergolong
prospektif.
Jika kita telusuri ketentuan dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999,
maka tindakan–tindakan yang berhubungan dengan pasar yang perlu diatur oleh hukum
anti monopoli yang sekaligus merupakan ruang lingkup dari hukum anti monopoli
tersebut adalah sebagai berikut:

2.5 Perjanjian yang dilarang :
a) Oligopoli
 Oligopoli adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya
berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seseorang dari mereka dapat
mempengaruhi harga pasar
b) Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian antara
lain :


Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga
atas

barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen pada

pasar bersangkutan yang sama.


Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga
yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang
dan jasa yang sama.



Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga dibawah
harga pasar.



Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa
penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang
dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang
ttelah dijanjikan.

c) Pembagian wilayah
 Mengenai pembagian wilayah, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan
pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau
alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.

d) Pemboikotan
 Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik
untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.

e) Kartel
 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau
pemasaran suatu barang dan atau jasa.

f) Trust
 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan
yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup
masing – masing perusahaan yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau
pemasaran atas barang dan atau jasa.\

g) Oligopsoni


Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk secara bersama- sama menguasai pembelian atau penerimaan

pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam
pasar bersangkutan


Pelaku usaha patut diduga secara bersama- sama menguasai pembelian atau
penerimaan pasokan, apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku
usaha menguasai lebih dari 75 % pangsa pasar satu jenis barang/ jasa tertentu.

h) Integrasi vertical
 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usah lain yang bertujuan
untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi
barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil
pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak
langsung.

i) Perjanjian tertutup
 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan
memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak
tertentu dan atau pada tempat tertentu.

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus
bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku. Pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan
atau jasa.

j) Perjanjian dengan pihak luar negeri
 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat
ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.

2.6 Kegiatan yang dilarang :

yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan,
pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat.
2.7 Penyalahgunaan posisi dominan:
Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti
di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha
mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan
untuk

menyesuaikan

pasokan

atau

permintaan

barang

atau

jasa

tertentu.

Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai
hajat

hidup

orang

banyak

dikuasai

oleh

negara.”

Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai oleh
negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya.
2.8 Komisi Pengawas Persaingan Usaha :
Untuk mengawasi pelaksanaan undang – undang tentang anti monopoli dan
persaingan curang maka dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang memiliki tugas
antara lain :
1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha atau tindakan pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan tidak sehat
3. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidaknya penyalahgunaan posisi dominan
yang kegiatan usahanya dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat
2.9 Tata cara penanganan perkara :
A. Sanksi-sanksi


Sanksi Administrasi
Sanksi Administrasi adalah dapat berupa penetapan pembatasan perjanjian.
Pemberhentian integrasi vertical, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan
posisi dominan, penetapan pembatalan atas penggabungan, peleburan dan pengambil

alihan badan usaha, penetapan pembayaran ganti rugi, penetapan denda serendahrendahnya satu miliar rupiah.


Sanksi Pidana Pokok dan Tambahan
Sanksi pidana pokok dan tambahan adalah dimungkinkan apabila pelaku usaha
melanggar integrasi vertikal, perjanjian dengan pihak luar negeri, melakukan
monopoli, melakukan monopsoni, penguasaan pasar, posisi dominan, pemilikan
saham, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dikenakan denda minimal dua
piluh lima miliar rupiah dan setinggi-tingginya seratus miliar rupiah, sedangkan untuk
pelanggaran

penetapan

harga,

perjanjian

tertutup,

penguasaan

pasar

dan

persekongkolan, jabatan rangkap dikenakan denda minimal lima miliar rupiah dan
maksimal dua puluh lima miliar rupiah. Sementara itu, bagi pelaku usaha yang
dianggap melakukan pelanggaran berat dapat dikenakan pidana tambahan sesuai
dengan pasal 10 KUH Pidana berupa :



Pencabutan izin usaha.
Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran
terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris



sekurang-kurangnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun.
Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugian pada pihak lain.

B. Perkecualian-perkecualian
Pada sistematika menurut Undang-undang Anti Monopoli no 5 tahun 1999 seperti
tersebut diatas, maka kita dapat juga mendeskripsikan ruang lingkup dari hukum anti









monopoli menjadi sebagai berikut :
Tentang Pembatasan Persaingan yang Horisontal.
Tentang pembatasan Persaingan yang Vertikal.
Tentang Penguasaan Pangsa Pasar yang Besar.
Tentang Penyalahgunaan posisi Dominan.
Tentang Diskripsi Harga.
Tentang Merger dan Akuisisi.
Tentang Badan Penegakan Hukum.
Tentang Sanksi-sanksi

C. Tentang Perkecualian - Perkecualian.

Penyelenggaraan

jaringan

tetap

dan

penyelenggaraan

jasa

teleponi

dasar

dikategorikan sebagai penyelenggara posisi dominan sebagaimana dimaksud dengan
pasal 3 Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 33 Tahun 2004 tentang
Pengawasan Kompetisi yang sehat dalam penyelenggraan jaringan tetap dan
penylenggaraan jasa teleponi dasar, dilarang untuk:
 Menyalahgunakan (abuse) posisi dominannya untuk melakukan praktek
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat;
 Melakukan dumping atau menjual atau menyelenggarakan usahanya dengan
tarif yang lebih rendah dari biaya (cost) dan atau menyelenggarakan atau
menjual jasanya dengan harga diatas tarif yang telah ditetapkan melalui
formula tarif sesuai ketentuan yang berlaku;
 Menggunakan pendapatannya untuk melakukan subdisi biaya terhadap
penyelenggaraan jaringan tetap dan penyelenggaraan jasa teleponi dasar lain
yang lebih kompetitif dan tidak memiliki posisi dominan yang juga
diselenggarakannya;
 Mensyaratkan atau memaksa secara langsung atau tidak langsung pengguna
atau pelanggannya untuk hanya menggunakan jaringan dan jasa teleponi dasar
( SLJJ dan SLI) yang diselenggaraknnya;
 Tidak memberikan layanan interkoneksi

atau

melakukan

tindakan

diskriminatif kepada penyelenggara jaringan tetap dan penyelenggara jasa
teleponi dasar lain yang mengajukan permintaan interkoneksi.
Dalam teori ilmu hukum, larangan terhadap tindakan monopoli atau persaingan
curang garis besarnya dilakukan dengan memakai salah satu dari dua teori sebagai
berikut :
1) Teori Per Se, dan
2) Teori Rule of Reason
Dengan teori Per Se dimaksudkan bahwa pelaksanaan setiap tindakan yang
dilarang akan bertentangan dengan hukum yang berlaku, sementara dengan
teori Rule Of Reason, jika dilakukan tindakan tersebut, masih dilihat seberapa jauh
hal tersebut akan merupakan monopoli atau akan berakibat pada pengekangan
persaingan pasar. Jadi tidak seperti pada teori Per Se, dengan memakai teori Rule
of Reason tindakan tersebut tidak otomatis dilarang, sungguhpun perbuatan yang

dituduhkan tersebut dalam kenyataannya terbukti telah dilakukan.(A.M Tri
Anggraini, 2005 dalam Jurnal Hukum Bisnis Volume 24 halaman 5)

BAB III
STUDI KASUS

 Latar Belakang Masalah
Grup cineplex 21 merupakan salah satu perusahaan penyediaan jasa hiburan
dalam bidang film di Indonesia. Bioskop 21 (Cineplex 21 Group) adalah sebuah
jaringan bioskop di Indonesia, dan merupakan pelopor jaringan cineplex di Indonesia
(wikipedia:2013). Saat ini jaringan bioskop grup ini sudah tersebar dibeberapa kota
besar di seluruh Indonesia, dimana sebagian besar di antaranya terletak di dalam pusat
perbelanjaan, dengan film-film holywood dan Indonesia sebagai menu utama. Seiring
dengan tuntutan perkembangan zaman. Pada saat ini Cineplex 21 Group telah
melakukan sejumlah pembaharuan dengan membentuk jaringan bioskop terpisah,
yakni Cinema 21, Cinema XXI, The Premiere, dan IMAX untuk target pasar berbeda.
Ditengah kesuksesannya, grup cineplex 21 dihadapkan oleh permasalahan tidak
masuknya impor film hollywood ke Indonesia. hal ini terjadi dikarenakan adanya
kebijakan dari direktorat jenderal bea cukai untuk menerapkan bea masuk atas hak
distribusi film impor yang ditentang oleh Motion Picture Association of America
(MPAA) dan Ikatan Perusahaan Film Impor Indonesia (Ikapifi) (tempo.co:2013).
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata mengatakan, pajak impor film di Indonesia akan
naik hampir seratus persen. Menurutnya, kebijakan kenaikan pajak impor film itu
diambil pemerintah agar film di Indonesia semakin banyak, baik, dan variatif
(bisnis.news.viva.co.id:2013).

Disisi lain, dua perusahaan impor film terbesar, PT Camila Internusa Film dan
PT Satrya Perkasa Estetik memiliki tunggakan pajak yang belum dibayarkan. Hal ini

tentu mengakibatkan adanya kesulitan bagi perusahaan impor untuk mengimpor film
hollywood. Sementara bagi importir yang sudah membayar tunggakan pajak maka
dapat kembali impor film Hollywood. Ketidakhadiran film hollywood menyebabkan
terjadinya penurunan benefit yang disebabkan oleh sepinya pengunjung bioskop, yang
tentu saja berdampak negatif pada grup cineplex 21. Sampai suatu ketika, film
hollywood kembali dimunculkan oleh distribusi dari perusahaan impor film baru,
bernama omega film. Kemunculan film ini menimbulkan banyak tudingan terhadap
grup cineplex 21. Masyarakat berasumsi bahwa untuk terbebas dari jerat
kebangkrutan, grup cineplex 21 akhirnya membuat perusahaan impor, yaitu omega
film. PT Omega Film adalah perusahaan baru yang didirikan 17 Januari 2011 di depan
notaris Ilmiawan Dekrit S.H. dengan lingkup usaha perfilman dan perekaman video.
Perusahaan ini marak disebut-sebut oleh sejumlah pengusaha perbioskopan sebagai
perusahaan topeng di balik terjeratnya importir film milik kelompok usaha 21
Cineplex, Camila Internusa Film dan PT Satrya Perkasa Esthetika Film
(bisnis.kepri.com:2013).

Sementara itu Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) mengingatkan
pelaku usaha perfilman secara tegas dilarang memiliki usaha perfilman yang dapat
mengakibatkan hubungan langsung maupun tidak langsung untuk menghindari
praktik monopoli. Ketentuan larangan tersebut secara jelas diatur dalam UU No.33
Tahun 2009 tentang Perfilman yang salah satu pasalnya menyebutkan pelaku usaha
perfilman, diantaranya mencakup pelaku usaha pertunjukan film (bioskop) maupun
pelaku usaha impor film. Meskipun diduga kuat melanggar UU tersebut, grup
cineplex 21 tidak terjerat hukum sama sekali, meski pada akhirnya omega film,
perusahaan yang disangkal oleh cineplex 21 sebagai miliknya itu diblokir oleh
pemerintah.

 Analisa Kasus
Berhentinya film hollywood tayang di bioskop Indonesia tampaknya berpengaruh
besar terhadap perusahaan penyedia jasa bioskop serta publik yang senang menonton
film hollywood. Omega film seolah-olah menjadi pahlawan publik serta bioskop 21.
Namun keberadaannya mengundang tudingan negatif terhadap grup cineplex 21. Jika
dilihat dari PR’s pillars maka, analisisnya adalah sebagai berikut:

-

Non-maleficence(to do no harm)
Berdasarkan analisis penulis, terlepas dari benar atau tidaknya terdapat
monopoli pasca terhambatnya film hollywood masuk ke Indonesia oleh cineplex
21, maka, sebenarnya hadirnya film bioskop 21 justru membuat publik puas,
apalagi kembali hadirnya film hollywood diawali oleh film seri terakhir Harry
Potter, Harry Potter and the Deathly Hallows: Part 2 - disusul Trasformers: Dark
of the Moon yang ditunggu kehadirannya oleh penggemar film hollywood.
Kasus dugaan monopoli grup cineplex 21 sebenarnya menyakiti sejumlah
pengusaha perbioskopan lain di Indonesia. meskipun memang grup cineplex
mendominasi film hollywood tetap saja, pengusaha perbioskopan lain merasa
dirugikan jika memang omega film adalah kepunyaan grup cineplex. Hal ini
disebabkan oleh adanya persaingan yang tidak sehat diantara mereka. David
Hilman, Presiden Direktur PT Graha Layar Prima (Blitzmegaplex) mengatakan,
terafiliasinya Omega dengan Grup 21 Cineplex membuat bisnis film tidak sehat.
“Pemainnya itu-itu saja. Harusnya lebih fair dan tidak memonopoli,” keluhnya.
(industri.kontan.co.id:2013).

-

Beneficence (to do good)
Grup cineplex 21 melakukan sesuatu yang baik, karena akhirnya mereka
menemukan jalan untuk menayangkan film hollywood kembali. Kita memang
tidak bisa menampik kenyataan bahwa film hollywood memegang peranan sangat
penting dalam mengundang pengunjung bioskop. Namun, disisi lain, jika omega
film merupakan perusahaan buatan grup cineplex 21 untuk menyelamatkan
mereka dari kebangkrutan, maka ini berarti grup cineplex 21 telah melakukan hal
buruk, yaitu memonopoli, yang tentu saja merugikan perusahaan
perbioskopan lain.

-

Fairness(to be fair and socially responsible)
Kasus dugaan adanya monopoli oleh cineplex 21 jelas menimbulkan
ketidakadilan, terutama untuk pengusaha pebioskop lain di Indonesia. sebenarnya
kesenjangan dan monopoli sudah mulai terlihat dari betapa kuatnya hegemoni
cineplex 21 di Indonesia. hal ini dilihat dari jumlahnya sendiri, cinema 21
memang mendominasi, dari 172 unit bioskop di Indonesia, perusahaan cineplex

21 menguasai 130 diantaranya (finance.detik.com:2013). belum adanya
perusahaan yang sebanding dengannya membuat grup cineplex 21 dianggap
memonopoli, apalagi ditambah dengan adanya kasus ini, tentu saja, hal ini
menambah ketidakadilan pada pihak pebioskop Indonesia lain. mereka semakin
kesulitan dalam mengembangkan usahanya. Bisnis persaingan film yang tidak
sehat tentu saja sangat tidak adil.

-

Veracity (to tell the truth)
Didalam salah satu artikel di tempo.co, penulis menemukan bahwa Omega
didirikan tak lama setelah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melayangkan
tagihan pada 12 Januari lalu kepada tiga perusahaan importir Grup 21, yakni PT
Camila Internusa Film, PT Satrya Perkasa Esthetika Film, dan PT Amero Mitra
Film. Hasil audit Bea dan Cukai menemukan bahwa ketiganya kurang membayar
bea masuk dan pajak dalam rangka impor periode 2008-2010. Nilai piutang plus
dendanya mencapai lebih dari Rp 310 miliar. terkait dengan kemunculan omega
yang tiba-tiba itu, perusahaan cineplex dituduh membuat perusahaan tersebut.
Namun ketika media meminta konfirmasi, pihak cineplex 21 justru diam. Setelah
beberapa saat barulah akhirnya pihak 21 Cineplex memberikan penjelasan
hubungan antara 21 dengan Omega Film. "Kami dalam kepemilikan saham
berbeda, tapi kami erat dalam operasionalnya dalam menjalankan edar film, pihak
Omega

mensuplai

film,

dan

kami

pihak

21

memainkan

filmnya,"

(m.viva.news.co.id:2013). Dan kemudian direktur Grup 21 mengungkapkan
bahwa mereka memang tidak punya saham di Omega. Namun, memang pemilik
Omega ada hubungan saudara dengan pemegang saham 21. Menurutnya, hal itu
tidak melanggar aturan di Indonesia sebab Grup 21 tak akan melakukan monopoli
(industri.kontan.co.id). Berdasarkan artikel tersebut penulis menganalisis bahwa
perusahaan cineplex mendapat serangan yang dahsyat dari media, namun karena
tidak ditanggapi dengan cepat, PT cineplex 21 akhirnya publik menganggap
tuduhan itu memang benar adanya, sehingga dapat dikatakan grup cineplex 21
tidak mengatakan yang sebenarnya.

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Permasalahan monopoli yang disertai tudingan akan pemalsuan perusahaan
pengimpor film oleh cineplex, pada akhirnya berakhir begitu saja. Adapun kabar terakhir dari
permasalahan ini adalah KPPU yang akan mengadakan penyelidikan terkait kedua
perusaahaan. Namun mengenai hasil penyelidikan sama sekali tidak penulis temukan di
media berita online resmi tetapi ada kabar terbaru jika masalah ini diselesaikan dengan cara
mediasi antara cineplex dengan pesaing (Blitzmegaplex) secara tertutup dengan KPPU. Hal
ini menunjukkan bahwa usai tudingan keras dari berbagai pihak, perusahaan cineplex 21
berhasil lolos tanpa sorotan kuat dari media. adapun, disini penulis ingin memberikan
langkah-langkah antisipasi masalah untuk Public Relation cineplex 21, diantaranya:
-

Public relation harus aktif dan reaktif terhadap keputusan managemen perusahaan.
contoh: jika perusahaan memutuskan untuk mengadakan perusahaan buatan untuk
mengatasi masalahnya, maka PR harus aktif dengan berbagi pemikiran dengan
pihak managemen akan dampak kedepannya dari keputusan untuk membohongi
publik. PR harus mengingatkan managemen untuk melihat sisi lain dari keputusan
yang akan diambil, sehingga managemen tidak hanya tertuju pada pemikiran
mereka untuk mencari keuntungan.

-

Apabila perusahaan tetap menjalankan keputusan yang PR nilai tidak sesuai kode
etik, maka PR harus membuat perencanaan mengenai kemungkinan dampak dari
pengambilan keputusan, dan merancang solusi yang tepat. Jangan sampai,
kejadian lalu, yaitu bungkamnya pihak cineplex 21 untuk beberapa saat membuat

media menyebarkan hal negatif semakin cepat. dengan adanya perencanaan, maka
jika konflik antar kepentingan terjadi maka, PR dapat menyarankan pada direktur
untuk segera menjawab tudingan di media.

-

PR harus mulai memikirkan untuk menjalin media relation. Penulis menganalisa
bahwa hampir sebagian besar media berita online memojokkan perusahaan
cineplex 21 didalam pemberitaannya. Untuk itu, PR dapat menyusun program
CSR unik dan bernilai sehingga wartawan dapat meliput acara tersebut.

-

PR mulai membangun government relation, dimana perusahaan mencoba untuk
membantu pemerintah untuk menyelesaikan masalah bisnis perbioskopan
indonesia yang semakin meredup. Disini PR harus menunjukkan bahwa
perusahaan cineplex 21 menerima dengan terbuka adanya pengusaha bioskop lain
di Indonesia. Sebelumnya PR harus mendiskusikan dulu pada pihak managemen
dan meyakinkan managemen bahwa brand cineplex 21 sudah sangat terkenal dan
mendominasi, sehingga jikalau ada bioskop baru, tidak akan berpengaruh besar
terhadap profit dari cineplex 21.

-

Sementara dengan perusahaan pesaing yang menilai bahwa mereka telah
dirugikan oleh persaingan tidak sehat, maka PR harus meyakinkan perusahaannya
bahwa perusahaan pesaing yang hanya memiliki bioskop yang jumlahnya jauh
lebih sedikit itu tidak akan mengganggu perusahaan dalam memperoleh profit,
disini, PR harus melengkapi pernyataannya dengan hasil riset dan data-data yang
lengkap dan meyakinkan sehingga pihak managemen menyetujuinya. Barulah
setelah itu, PR mengadakan sebuah acara yang mengundang perusahaan pesaing
dengan tak lupa mengundang media. Didalam acara itu, PR harus menekankan
secara halus bahwa perusahaan cineplex 21 menghargai persaingan sehat dan
terbuka.

Jika dilihat dari berbagai dua sudut pandang maka dapat dilihat sebagai berikut :
-

Perusahaan pesaing
Perusahaan pesaing grup cineplex 21 adalah perusahaan, Blitzmegaplex. Dari
sisi perusahaan ini, perusahaan menilai bahwa telah terjadi pelanggaran etika,

yaitu deontological ethics. Mereka menganggap bahwa perusahaan tidak
melakukan kewajiban untuk melakukan hal yang benar, perusahaan cineplex
dipandang sebagai perusahaan yang bersaing secara tidak sehat dan memonopoli.
-

Masyarakat
Dari sisi masyarakat, tampaknya sebagian besar masyarakat tidak begitu
peduli dengan adanya monopoli atau tidak, mereka menganggap hal tersebut etis
saja karena sudah memenuhi utilitarianism ethics, dimana cineplex 21 telah
memaksimalkan kebaikannya sebagai penyedia jasa film hollywood sehingga
masyarakat banyak dapat menonton film hollywood lagi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

 Kesimpulan :
Dalam persaingan usaha di zaman sekarang sangat rentan dalam melakukan metode
yang tidak sehat yaitu metode monopoli dan persaingan curang, karena metode ini
sama – sama merugikan para pembisnis lainnya karena adanya posisi dominan dari
satu perusahaan oleh karena itu perusahaan hendaklah melakukan persaingan secara
sehat agar dunia bisnis terus berjalan secara berkesinambungan satu sama lain antara
para pembisnis dan agar terjalin suatu hubungan yang baik satu sama lain antara
pembisnis, pemerintah dan masyarakat.
 Saran :
Saran yang penulis dapat berikan adalah sebagai berikut :
1. Para pembisnis hendaklah melakukan persaingan usaha secara jujur dan fair antara
satu sama lain.
2. Pemerintah harus membuat aturan yang tegas terhadap kasus monopoli dan
persaingan curang sehingga para pelanggar akan jera dengan hukumannya.
3. Pemerintah harus mengadakan suatu program audit kepada pembisnis yang diduga
melakukan proses persaingan curang agar para pelaku bisnis yang curang ini dapat
segera dihentikan karena merugikan para pembisnis lainnya.
4. Apabila perusahaan tetap menjalankan keputusan yang PR nilai tidak sesuai kode
etik, maka PR harus membuat perencanaan mengenai kemungkinan dampak dari
pengambilan keputusan, dan merancang solusi yang tepat. Jangan sampai,

kejadian lalu, yaitu bungkamnya pihak cineplex 21 untuk beberapa saat membuat
media menyebarkan hal negatif semakin cepat. dengan adanya perencanaan, maka
jika konflik antar kepentingan terjadi maka, PR dapat menyarankan pada direktur
untuk segera menjawab tudingan di media.

PENUTUP

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah
di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada
khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA



Campideal. 2010 . Ringkasan hukum anti monopoli dan persaingan
usaha.

http://campideal.wordpress.com/2010/08/16/ringkasan-hukum-anti-

monopoli-dan-persaingan-usaha/
 Alicy Blog. 2011. Undang – Undang anti monopoli dan dampaknya
terhadap bisnis usaha kecil.

http://alicyborg.blog.com/2011/09/20/undang-

undang-anti-monopoli-dan-dampaknya-terhadap-bisnis-usaha-kecil-dan-menengah/
 Ruja.com.

2012

.

Anti

monopoli

dan

persaingan

tidak

sehat.

http://rujakcom.blogspot.com/2012/04/anti-monopoli-dan-persaingan-tidak.html
 Aindua.

2012

.

Anti

monopoli

dan

persaingan

curang.

http://aindua.wordpress.com/2012/05/01/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha-tidaksehat/
 Maments , Rizki , 2011. Studi Kasus anti monopoli dan persaingan curang.

http://rizkiimaments.wordpress.com/2011/02/19/anti-monopoli-persaingan-tidaksehat/