CRITICAL REVIEW Analisa Lokasi dan Kerua
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahhirabbil’alamin, puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena taklepas dari
rahmat dan hidayahNya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Analisis Lokasi
dan pola Persebaran Pasar Modern di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan
Bantul. Makalah ini disusun sebagai pemenuhan tugas I mata kuliah Analisa Lokasi dan
Keruangan (RP 09-1209).
Penulis menyadari bahwa laporan ini tersusun dengan peran serta dariberbagai pihak.
Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Arwi Yg\udhi Koswara, ST. dan Ibu Velly Kukinul Siswanto, ST. MT. MSc.
sebagai dosen mata kuliah, arahan dan bimbinganbeliau sangat membantu dalam
penyusunan laporan ini.
2. Kedua orang tua dan keluarga yang telah mendukung selama masa studi diInstitut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
3. Rekan-rekan di Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota yang selalumemberikan
dorongan dan motivasi selama proses penyusunan makalah ini.
4. Penulis yang karyanya sangat bermanfaat sebagai referensi penyusunanmakalah,
serta
semua
pihak
yang tidak
dapat
kami
sebutkan
satu – persatudalam
muqaddimah singkat ini.
Seperti pepatah, tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan laporanini. Penulis
menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini.Untuk itu, kritik dan
saran pembaca yang bersifat membangun sangat kami harapkan, Akhir kata, semoga karya
tulis ini bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surabaya, 10 Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Review....................................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................11
2.1 Konsep Dasar Teori Lokasi........................................................................................11
BAB III ANALISA............................................................................................................ 19
3.1 Alasan Pemilihan Lokasi............................................................................................19
3.2 Faktor-Faktor Lokasi..................................................................................................19
3.3 Implikasi Teori Terhadap Lokasi.................................................................................21
BAB IV PENUTUPAN......................................................................................................23
4.1 Lesson Learned......................................................................................................... 23
4.2 Kesimpulan................................................................................................................ 24
DAFTAR PUSATAKA......................................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Review
1.1.1. Pendahuluan
Dewasa ini pasar modern banyak dikonsep sebagai one stop living dimana
dalam satu pasar modern terdapat berbagai fasilitas seperti pusat belanja, rumah
makan, fasilitas olahraga, dll. Kelebihan seperti suasana yang nyaman, bersih, produk
yang berkualitas, serta dapat meningkatkan status sosial, yang ditawarkan oleh pasar
modern menjadikan banyak masyarakat beralih dari pasar tradisional ke pasar
modern. Pada tahun 2008 tercatat ada 11.866 gerai pasar modern dimana 83%
berlokasi di pulau Jawa. DKI Jakarta, Jawa Barat, danterpilih Jawa Timur menjadi
propinsi
dengan
jumlah
pasar
modern
terbanyak.
Menurut
Pandin
(2009)
terkonsentrasinya pasar modern di pulau jawa ini tak lepas dari kondisi konsentrasi
penduduk dan pusat perekonomian Indonesia berada di pulau ini.
Fakta dari sektor ritel ini menurut BPS pada Agustus tahun 2011 bahwa sektor
ritel mampu menyerap 23,4 juta jiwa tenaga kerja dam merupakan penyerap tenaga
kerja terbesar nomer dua. Fakta lain juga menunjukkan bahwa sektor ritel ini
berkonstribusi penting dalam pembentukan GDP. Menurut KPPU (2012) sektor ritel ini
diyakini sebagai pendorong perekonomian pasca krisis 1998.
Kota Yogyakarta diangkat sebagai studi kasus kali ini dikarenakan Kota
Yogyakarta merupakan pusat pemerintahan dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain
itu dari segi geografis, Kota Yogya karta berada di tengah-tengah empat kabupaten
yakni Bantul, Sleman, Kulon Progo, dan Gunung Kidul. Namun pada penelitian kali ini,
wilayah penelitian hanya sebatas Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten
Bantul. Wilayah tersebut dipilih dengan pertimbahan Kota Yogyakarta berbatasn
langsung dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Peta persebaran pasar
modern dapat dilihat pada Gambar 1.1.1.1. Dapat dilihat bahwa pasar modern yang
tersebar membentuk pola cluster (mengelompok) yang mengerucut ke Kota
Yogyakarta sebagai pusat kota dan pemerintahan.
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
1
Gambar 1.1.1.1 Peta Sebaran Pasar Modern dan Tingkat Kepadatan Penduduk Kota
Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul
Model penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini yakni menggabungkan
model alokasi ritel berbasis gravitasi dan model spatialautoregresive (SAR). Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
terjadi
ketergatungan
spasial
antara
pusat
perbelanjaan dengan faktor permintan ritel. Selain itu, informasi kepadadta ritel juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi wilayah-wilayah yang mengalami aglomerasi.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi jumlah pasar modern yang ada di Kota Yogyakarta, Kabupaten
Sleman, dan Bantul. Indentifikasi faktor-faktor dilakukan dengan menggunkan
hubungan supply dan demand dari pasar modern serta interaksi kecamatan melalui
pendekatan spasial.
1.1.2. Tinjauan Pustaka
Market Area
Market area merupakan teori lokasi dalam ekonomi regional yang pelopori oleh
August Losch, (1954). Semakin jauh dari tempat tinggal, maka konsumen akan
semakin enggan membeli karena biaya transportasi yang mahal Losch menyarankan
agar lokasi produksi berada di dekat dengan pasar.
Faktor penentu market area menurut Sullivan (1996):
1. Skala Ekonomi
Peningkatan skala ekonomi akan meningkatkan market area sebuah toko.
Dengan asumsi permintaan perkapita tetap, apabila skala ekonomi bertambah
maka output pertokoan akan ikut bertambah sehingga setiap toko juga
membutuhkan market area yang lebih luas.
2. Biaya Transportasi
Biaya transportasi berbanding terbalik dengan market area. Dengan asumsi
permintaan perkapita tetap, apabila biaya transportasi mengalami penurunan
maka terjadi peningkatan market area karena setiap toko membutuhkan wilayah
yang lebih luas untuk penjualan produk/outputnya.
3. Permintaan Perkapita
Semakin permintaan perkapita meningkat maka permintaan produk/output juga
akan meningkat. Apabila permintaan perkapita bertambah namun output pertoko
tetap, maka setiap toko memiliki market area yang lebih kecil, sehingga akan
berakibat pada bertambahnya jumlah toko. Sebaliknya, apabila permintaan
perkapita mengalami penurunan, maka market area akan bertambah luas.
4. Kepadatan Penduduk
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
2
Semakin bertambah jumlah penduduk, maka permintaan produk/output juga
akan meningkat. sepeti permintaan perkapita, apabila kepadatan penduduk
bertambah namun output pertoko tetap, maka setiap toko memiliki market area
yang lebih kecil, sehingga akan berakibat pada bertambahnya jumlah toko.
Sebaliknya, apabila kepadatan penduduk mengalami penurunan, maka market
area akan bertambah luas.
5. Pendapatan
Hubungan pendapatan dengan market area bersifat ambigu karena pendapatan
dapat menimbulkan akibat baik pada permintaan perkapita maupun kepadatan
penduduk.
Hukum Reilly
Penelitian empiris mengenai market area pertama kali dilakukan oleh Reilly,
(1929). Hasil dari penelitian tersebut dikenal dengan hukum Reilly yang berbunyi:
“lokasi perusahaan industri cenderung terkonsentrasi pada beberapa pusat,
sedangkan jumlah industri yang masuk ke konsentrasi tersebut sebanding dengan
luas daerah pasar (diukur dengan jumlah penduduk) dan berhubungan terbalik dengan
jarak antara pusat daerah dengan pinggiran daerah pasar”.
1.1.3. Metode Penelitian
Jenis Dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan oleh peneliti adalah data sekunder dalam bentuk
lintas wilayah (cross section) pada tahun 2011. Data yang digunakan meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Toko modern
Tingkat Kepadatan Penduduk
Panjang Jalan yang diaspal
Penduduk berusia 15 tahun keatas
Penduduk yang berpendidikan minimal SMA
Jumlah kepala keluarga/rumah tangga miskin
Pasar tradisional yang dikelola pemerintah daerah
Informasi perbatasan dengan wilayah tetangg
Sumber data yang diambil oleh penulis antara lain:
1. Geographical Information System (GIS)
GIS digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan informasi yang berkaitan
dengan perbatasan Yogyakarta dengan wilayah tetangga.
2. Publikasi/laporan institusi dan instansi pemerintah
Publikasi/laporan institusi dan instansi pemerintah melalui media cetak maupun
website digunakan untuk mendapatkan serta menelaah jenis data yang telah
disebutkan di atas.
3. Googlemaps
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
3
Googlemaps digunakan untuk melihat dan menjelaskan pola sebaran pasar
modern jika dikaitkan dengan variabel peneliti memerlukan data posisi geografis
gerai/toko/pasar modern.
Metode Analisis
1. Analisis Spasial
Berdasarkan
hukum
yang
dikemukakan
oleh
Tobler
tentang
geografi,
menyatakan bahwa segala sesuatu saling berhubungan satu dengan lainnya, tetapi
sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh (Anselin,
1998), metode spasial yang digunakan oleh peneliti adalah:
a. Geographical Information System (GIS)
b. Ekonometri
Menurut Anselin (1999) dalam Hadiarta (2013), ekonometri digunakan untuk
menganalisi efek spasial pada fenomena cross section. Analisis ini digunakan
unuk menguji seberapa besar interaksi atau hubungan variabel independen
maupun dependen di suatu lokasi terhadap variabel dependen di lokasi lain.
2. Model Regresi Klasik
Regresi linier adalah suatu metode statistika yang membentuk sebuah model
hubungan antara variable respon (Y) dengan satu atau lebih variabel prediktor (X).
3. Model Regresi Spasial
Model regresi spasial yang digunakan oleh peneliti adalah atribut dari kedelapan
data yang telah dijabarkan di jenis dan sumber data.
4. Spatial Lag Model (SLM)
Menurut Anselin,(1988) Spatial Lag Model adalah model spasial dengan
pendekatan area yang memperhitungkan pengaruh spatial lag pada peubah dependen
saja. Variabel dependen berkorelasi spasial antara variabel dependen di suatu lokasi
dengan variabel dependen di lokasi lain.
5. Spatial Error Model (SEM)
Menurut Panjaitan (2012) Spatial error model (SEM) adalah model regresi spasial
dimana ketergantungan spasial masuk melalui error. Model spatial error berasumsi
bahwa erreor dari sebuah model berkorelasi spasial dengan error pada lokasi lain.
6. Matriks Pembobot Spasial
Matriks pembobotan Spasisal
menggambarkan
ketetanggaan.
hubungan
Pembentukan
antar
adalah
dareah
matrikas
matriksa
berdasarkan
dapat
ketergantungan
yang
informasi
atau
menggunakan
jarak
berbadai
teknik
pembobotan. Menurut Anselin (1999) dalam Hadiarta (2013) beberapa cara dalam
mengidentifikasi bobot tersebut antara lain:
a. Contiguity (common boundary)
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
4
Contoh dalam kasus ini yakni batas wilayah administrasi dimana tetangga
didefinisikan sebagai wilayah yang secara fisik berbatasan langsung terhadap
batas administrasi wilayah lain.
Gambar 1.1.3.1. Matriks Pembobot Spasial Contiguity (Rooks Case, Bishops Case,
Queen Case)
Gambar 1.1.3.2. Ilustrasi Matriks Pembobot Spasial
Terdapat tiga tipe interaksi:
i.
Benteng Catur (Rook Contiguity)
Persinggungan sisi (common side) wilayah satu dengan wilayah lain yang
bertetanggaan. Dapa dilihat pada Gambar 1.1.3.2. bahwa wilayah 1
bersinggungan dengan wilayah dua, maka W12= 1 dan yang lain 0. Atau
wilayah 3 yang bersinggungan dengan wilayah 4 dan 5 maka W34= 1
ii.
W35= 1 yang lain 0.
Gajah Catur (Bishop Contiguity).
Persinggungan sudut (common vertex) wilayah 1 dengan wilayah tetangga
yang lain Pada Gambar 1.1.3.2. dapat dilihat bahwa wilayah 2
bersinggungan titik dengan wilayah 3 maka W23=1 yang lain 0.
iii.
Ratu Catur (Queen Contiguity)
Gabungan dari Rook Contiguity dengan Bishop Contiguity, dimana
memperhatikan persinggungan antara titik sisi dengan titik sudut antar
wilayah yang berbatasan. Pada Gambar 1.1.3.2. dapat dilihat bahwa
wilayah W32=1 W34=1 W35=1 dan yang lain 0.
b. Distance (distance band dan k-nearest neighbors)
Menyatakan bahwa semakin jauh jarak maka semakin lemah hubungan
ketetanggan, sehingga semakin kecil pengaruhnya.
c. General (sosio-economic distance)
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
5
Contoh kasus yang dapat diangkat adalah interaksi individu di wilayah lain yang
didekati oleh jumlah migrasi penduduk. Semakin banyak penduduk yang
melakukan perpindahan antar wilayah lain, maka akan semakin kuat hubungan
ketetanggaannya, sehingga semakin besar juga pengaruhnya.
7. Pengujian Efek Spasial
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui adanya efek spasial dependensi
maupun heterogenitas pada model. Efek sapsial dependensi dapa diuji melalui uji
Moran’s I dan Langrange Multiplier. Untuk heterogenitas dapat diuji dengan uji
Breusch-Pagan.
a. Pengujian Indeks Moran
Koefisien Moran’s I atau indeks Moran digunakan untuk uji dependensi spasial
atau autokorelasi antar amatan atau lokasi. Nilai autokorelasi spasial dikatakan
kuat, apabila nilai tinggi dengan tinggi atau nilai rendah dengan rendah dari
sebuah variabel berkelompok dengan daerah sekitarnya (common side).
b. Pengujian Largrange Multiplier
Uji Breusch-Pagan (BP)
1.1.4. Temuan dan Analisis
Hasil Analisis Regresi yang Signifikan Mempengaruhi Jumlah Pasar Modern
di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul
Berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan oleh peneliti, faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi jumlah pasar modern secara signifikan dapat diketahui dari hasil
regresi klasik dengan menggunakan estimasi parameter Ordinary Least Square. Hasil
analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1.4.1.
Tabel 1.1.4.1. Hasil Estimasi OLS
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
6
Menurut hasil regresi klasik tersebut, jumlah pasar modern yang meningkat
dipengaruhi oleh peningkatan kepadatan penduduk, panjang jalan yang diaspal, dan
juga diprediksi meningkat apabila lokasi mendekati batas Kota Yogyakarta karena
Yogyakarta merupakan pusat administrasi pemerintahan. Untuk jumlah pasar modern
di Kabupaten Sleman, jumlahnya tergolong besar terutama di wilayah yang
perekonomiannya tinggi.
Seperti fasilitas umum, pengembangan pasar modern juga memperhatikan
kemudahan akses transportasi yang ditunjang oleh sarana infrastruktur jalan yang
baik. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pasar modern berlokasi di lokasi yang
padat penduduk serta ditunjang oleh akses trasnportasi yang baik pula.
Adapun variabel yang tidak mempengaruhi jumlah pasar modern di Yogyakarta
adalah rasio penduduk 15 tahun ke atas, rasio penduduk berpendidikan minimal SMA,
rasio kepala rumah tangga miskin, jumlah pasar tradisional, dan perbatasan dengan
Kabupaten Sleman. Rasio rumah tangga miskin tidak mempengaruhi jumlah pasar
modern dikarenakan kebanyakan penduduk Yogyakarta adalah kaum pendatang
seperti mahasiswa, pelajar, dan wisatawan.
Hasil regresi klasik juga mengatakan bahwa pendidikan bukan faktor yang
signifikan dalam mempengaruhi pasar modern. Peneliti berpendapat bahwa adanya
pencampuran kultur budaya di Yogyakarta akibat dari Yogyakarta sebagai sentrum
pendidikan dan budaya, menjadikan gaya hidup berbelanja tidak memandang status
pendidikan.
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
7
Perbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Bantul tidak signifikan dalam
mempengaruhi jumlah pasar modern. Wilayah yang tidak berbatasan langsung
dengan Yogyakarta namun berbatasan langsung dengan Kabupaten Sleman dan/atau
Bantul memiliki pola beragam dikarenakan karakteristik daerah yang berbeda. Hal ini
dikarenakan menurut penulis faktor kebijakan pemerintah Kabupaten Bantul yang
melarang pendirian toko modern berstatus waralaba. Baru ketika tahun 2010,
pemerintah Kabupaten Bantul mengeluarkan peraturan tentang penataan pasar
modern melalui peraturan Bupati nomor 12 tahun 2010. Celah ini yang dimanfaatkan
oleh pengembang untuk mendirikan pasar moern di wilayah yang berbatasan dengan
Kabupaten Bantul.
Hasil Analisis Efek Spasial
Hasil Pembentukan Matriks Pembobot Spasial
Hubungan kedekatan (neighbouring) dalam matrik pembobot spasial W adalah
sebagai penanda keterkataitan suatu wilayah dengan wilayah yang lain. Peneliti
memilih queen contiguity sebagai skenario spatial weight matrixnya dikarenakan data
observasi berupa data area (Polyon atau Lattice Data) yang menunjukkan lokasi
berupa luasan. Adapun hasil dari analisis ini seperti yang dapat dilihat pada Gambar
1.1.4.1 adalah semakin dekat dengan pusat wilayah penelitian maka jumlah tetangga
yang dimiliki semakin banyak. Sebaliknya semakin jauh dari pusat wilayah penelitian
maka semakin sedikit jumlah tetangga.
Gambar 1.1.4.1 Connectivity Histogram
Hasil Pengujian Efek Spasial
Pengujian efek spasial ini dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui apakah
setiap variabel yang ada memiliki pengaruh spasial pada lokasi. Berdasarkan hasil
analisis yang dilakukan oleh peneliti melalui Moran’s I, didapatkan I = 0.151196 dimana
I > Io. Hal ini menunjukkan bahwa adanya tingkat ketergantungan spasial berupa
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
8
autokorelasi spasial positif. Diagram Morran’s I scatterplot yang terdapat pada
Gambar 1.1.4.2. menunjukkan pola yang mengelompok pada diagram I dan III,
sehingga memiliki spasial autokorelasi yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa
kecamatan yang memiliki jumlah pasar modern yang banyak, mengelompok dengan
kecamatan yang memiliki jumlah pasar modern yang banyak juga, begitu pula
sebaliknya.
Gambar 1.1.4.2 Diagram Morran’s I scatterplot
Menentukan Model Terbaik
Setelah melakukan analisis dengan berbagai model, peneliti mencoba
menentukan model mana yang paling baik. Model yang baik menurut peneliti adalah
model yang paling dapat merepresentasikan faktor-faktor apa saja yang benar-benar
mempengaruhi oleh jumlah pasar modern. Untuk menadpatkan model mana yang
terbaik, peneliti melakukan perbandingan terhadap antar model analisa yang telah
dilakukan.
Perbandingan pertama yang dilakukan oleh peneliti yakni antara Spatial Leg
dengan Spatial Error. Setelah dianalisis, peneliti mendapatkan spatial error model
dipilih menjadi yang terbaik dan dapat menjelaskan model jumlah pasar modern di
Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Bantul. Hal ini dikarenakan menurut hasil
regresi, model yang paling bisa dipilih sebagai yang terbaik adalah model yang
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
9
memiliki nilai AIC kecil dan nilai LL besar. Lebih jelasnya, hasil regresi ini dapat dilihat
pada Tabel 1.1.4.2.
Tabel 1.1.4.2. Hasil Regresi Spatial Lag dan Spatial Error
Hasil analisis spatial error model peneliti menunjukkan bahwa terdapat 1
variabel yang tidak signifikan pada model klasik namun menunjukan signifikansi pada
model spasial. Dalam model klasik faktor perbatasan dengan Kabupaten Bantul tidak
termasuk faktor yang signifikan, namun dalam model spasial faktor ini memiliki
signifikansi. Jadi faktor yang signifikansi mempengaruhi jumlah pasar modern dalam
model spasial adalah kepadatan penduduk, panjang jalan yang diaspal, perbatasan
kota Yogyakarta, dan perbatasan dengan Kabupaten Bantul.
Menurut hasil analisis peneliti, koefisien peubah kepadatan penduduk
sebesar 0.317 berarti bahwa setiap kenaikan tingkat kepadatan penduduk sebesar 1%
akan menambah jumlah pasar modern sebesar 0,317% dan error spasial antar
daerah, dengan asumsi faktor lain dianggap konstans. Sedangkan variabel panjang
jalan menunjukkan jika faktor tersebut mengalami kenaik sebesar 1% maka jumlah
pasar modern juga akan naik sebesar 0,551%. Selain kedua faktor di atas, jumlah
pasar modern akan turut meningkat apabila mendekati wilayah yang berbatasan
dengan kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Peneliti menyatakan bahwa keempat
variabel tersebut mempunyai hubungan yang positif dengan jumlah pasar modern.
Perbaandingan Model Klasik dan Spatial Error Model
Dalam perbandingan ini, peneliti mencoba mencara model mana yang terbaik
antara model klasik dengan model spasial. Hasilnya dapa dilihat pada Tanel 1.1.4.3.
Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa spatial error memiliki statistik yang lebih baik
dibanding model klasik. Hal ini dapat dilihat melalui nilai
R2 , AIC, maupun L. Dalam
tebel tersebut juga menyatakan bahwa regresi spasial tersebut mampu menjelaskan
sebesar 74%. Jadi dapat ditarik garis lurus bahwa apabila model SEM terpilih sebagai
model terbaik maka faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pasar modern di Kota
Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Bantul adalah kepadatan penduduk, transportasi
(jumlah jalan yang diaspal), perbatasan dengan Kota Yogyakarta, serta perbatasan
dengan Kabupaten Bantul.
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
10
Tabel 1.1.4.3 Statistik Model Klasik dan Model SEM
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Teori Lokasi.
2.1.1. Market Area Teori oleh Losch (1940)
Market area merupakan teori lokasi dalam ekonomi regional yang pelopori oleh
August Losch, (1954). .Ahli ekonomi dari Jerman, August Losch, memodifikasi dan
melengkapi teori central place Christaller. Teori mendasarkan pemilihan lokasi optimal
pada luas pasar yang dapat dikuasai (Market Area) dan kompetisi antar tempat.
Asumsi terori market area:
1.
Konsumen tersebar secara relatif merata antar tempat, artinya teori ini cocok
2.
diberlakukan di daerah perkotaan dimana konsentrasi penduduk relatif merata
Produk homogen, sehingga persaingan akan sangat ditentukan oleh harga dan
3.
ongkos angkut
Ongkos angkut persatuan jarak (ton/km) adalah sama. (No economic of long haul)
Untuk menjelaskan Teori Lokasi Market Area ini, diambil studi kasus pemilihan
lokasi pada ruang garis lurus (linier space). Seandainya kita sedang berada di daerah
wisata di tepi pantai yang terbentang sepanjang 1km. Di sepanjang tersebut terdapat
banyak pengunjung. Kemudaian datang 1 pedagang es krim yang membawa gerobak
menjual dagangan kepada para pengunjung pantai. Sebut pedagang ini A. Apabila
hanya terdapat pedagang A saja di lokasi tersebut, maka tidak terdapat permasalahan
karena penjual A memonopoli dan pengunjung tentunya terpaksa datang membeli
dimana pun pedang gerobak dorong A itu berada. Akan tetapi apabila datang seorang
lagi pedagang es krim lainnya, misalnya B, yang juga menjual dagangannya
menggunakan gerobak dorong, maka masalah pemilihan lokasi akan timbul. Bila
misalnya pedagan A memilih lokasi tertentu, hal ini akan langsung mempengaruhi
pasar pedagang B, begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini tentunya tujuan akhir
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
11
pedagan
eskrim
tersebut
adalah
memaksimumkan
keuntungan
yang
dapat
diperolehnya dari kegiatan penjualan.
Terdapat 5 tahapan pemilihan lokasi perusahaan pada ruang garis lurus, tahapan
tersebut antara lain:
1.
2.
Kedua pedagang eskrim berada di ujung pantai.
Salah satu pedagang (A) mendorong gerobaknya mendekati pedagang B agar
dapat menguasai pasar lebih besar dengan menguasai sebagian pasar pedagang
3.
B.
Pedagang B tidak tinggal diam, ia memindahkan gerobak dengan melangkahi
gerobak pedagang A. Dengan demikian situasi menjadi terbalik dimana pedagang
4.
B menguasai pasar lebih besar daripada A.
Masing-masing pedagang berusaha untuk mencapai titik keseimbangan yang
dapat menguntungkan kedua belah pihak secara adil, dan titik keseimbangan
diperoleh dengan berkumpul di tengah lokasi pasar. Pada tahap ini luas pasar A
5.
dan B sama
Pada tahap 4 lokasi yang terkonsentrasi di pusat pasar akan merugikan
masyarakat yang bertempat tinggal jauh karena biaya transport yang dikeluarkan
akan lebih banyak. Maka pedagang A dan pedagang B menggeser lokasi
dagangnya ke tengah-tengah, sehingga masing-masing pasar pasar yang
dikuasainya sama. Pada tahap ini lokasi dapat menguntungkan kedua belah pihak
dan masyarakat karena luas pasar yang dapat dikuasai masih tetap sama besar.
Gambar 2.1.1.1 Pemilihan Lokasi Perusahaan pada Ruang Garis Lurus (Linier Space)
Pada tahap 5 maka dilakukan analisis untuk mengetahui seberapa besar pasar
yang dikuasai oleh suatu perusahaan bila berlokasi pada tempat tertentu baik A
maupun B. Analisis diperluas dengan memasukkan unsur harga dan ongkos angkut
untuk membawa produk ke tempat konsumen. Harga dalam hal ini meliputi harga
pabrik (Po) dan harga di tempat pembeli (Pd) dan perbedaannya terletak pada Ongkos
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
12
Angkut (td) yang diperlukan untuk membawa produk ke pasar. Ongkos angkut/km
konstan dan konsumen tersebar relatif merata di semua tempat menjadi sangat
penting.
Untuk memperjalan, maka kasus ini diilustrasikan pada kurva analisis. Diambil
kasus permintaan untuk PT Semen Padang pada pabriknya yang terletak di Indarung,
Kota Padang. Produk semen padang dipasarkan pada 2 konsentrasi pasar utama
yaitu di kota Medan dan Pekanbaru. Harga jual pada masing-masing pasar adalah
harga pabrik (Po) ditambah dengan ongkos angkut ke pasar yang bersangkutan.
Dalam hal ini jarak kota ke Pekanbaru dilambangkan dengan dp dan ke kota Medan
dengan dm. Sedangkan jumlah semen yang dimina di kota Pekanbaru adalah Qp dan
untuk Medan Qm.
Berdasarkan informasi ini, maka fungsi permintaan sparial PT Semen Padang
secara descrete dapat dilihat pada Grafik 2.1.1.1. Di sini terlihat bahwa kurva
permintaan spasial memiliki bentuk yang sama dengan kurva permintaan bisaa,
kecuali sumbu vertikal melambangkan harga jual di pasar sumbu horizontal
melambangkan unsur produksi Q, yang besar kecilnya ditemtukan oleh ongkos angkut
dari pabrik ke pasar
Grafik 2.1.1.1. Kurva Permintaan Spasial Deskrit
Kondisi ini merupakan titik keseimbangan di mana luas pasar A sama dengan luas
pasar B. Persamaan ini juga dapat menunjukkan lokasi batas pasar, dimana
konsumen dapat memilih apakah akan membeli barang di pabrik A atau pabrik B
dengan harga jual sama.
Karena variabel utama yang dijelaskan dalam analisis ini adalah ongkos angkut
produk ke pasar dan biaya produksi, maka bila kedua variabel ini mengalami
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
13
perubahan, otomatis akan merubah pula kondisi equilibriumnya dan juga luas pasar
yang dapat dikuasai oleh suatu perusahaan. Perubahan tersebut juga mempengaruhi
harga jual produk sehingga daya saing produk untuk memasuki suatu area pasar akan
mengalami perubahan dibandingkan dengan area pasar lainnya.
Grafik 2.1.1.2 Luas pasar dalam Kondisi Equilibrium
Misalnya terjadi kenaikan ongkos angkut di wilayah pasar B sebagai akibat dari
rusaknya fasilitas jalan dari lokasi pabrik B ke pasar, maka hal ini akan mengakibatkan
naiknya harga jual ke pasar B sehingga berdampak pada mengecilnya luas pasar
yang dapat dikuasai oleh produsen B. Demikian pula sebaliknya terjadi bila ongkos
angkut ke pasar yang sama menurun sebagai hasil dari perbaikan fasilitas angkutan
sehingga ongkos angkut menjadi turun. Hal ini menyebabkan menrunnya harga jual
produk di pasar yang selanjutnya akan menyebabkan pasar yang dapat dikuasai oleh
produsen A akan menjadi lebih besar karena sebagian luas pasar B dikuasainya.
Presentasi secara grafik dapat dilihat pada Grafik 2.1.1.3.
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
14
Grafik 2.1.1.3 Perubahan Luas Pasar sebagai Akibat Perubahan Ongkos Angkut
Hal lain yang juga dapat terjadi adalah bilamana pabrik suatu perusahaan mengalami
perubahan. Mislnya, perusahaan B melakukan perubahan teknologi produksi dan
meningkatkan sistem manajemen usaha yang diterapkan pada perusahaannya.
Sebagai hasilnya kegiatan produksi dan manajemen usaha perusahaan menjadi lebih
efisien yang tercermin dari penurunan biaya produksi pada lokasi pabrik.
Bila ongkos angkut ke pasar diasumsikan tidak mengalami perubahan, maka hal ini
akan menyebabkan menurunnya harga jual perusahaan B. Penurunan harga jual
produk pada lokasi pabrik perusahaan B tersebut menyebabkan luas pasar yang
dikuasai oleh perusahaan menjadi lebih besar dibandingkan dengan perusahaan A
karena sebagian dari luas pasar A sekarang dikuasai oleh perusahaan B. Perusahaan
luas pasar ini secara grafis diperlihatkan oleh Grafik 2.1.1.4.
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
15
Grafik 2.1.1.4 Perubahan Luas Pasar sebagai Akibat Perubahan Biaya Produksi
Melalui analisinya kemudian August Losch menghasilkan kesimpulan bahwa luas
pasar dalam kondisi equilibrium adalah berbentuk Hexagonal (persegi enam). Dimana
semua luas pasar sudah dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Gambar 2.1.1.2. Luas Pasar Tanpa Persaingan Spasial
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
16
Gambar 2.1.1.3. Luas Pasar dengan Persaingan Spasial
Gambar 2.1.1.4. Luas Pasar dengan Keseimbangan Menurut August Losch
Selain yang telah dijabarkan diatas, faktor penentu market area menurut Sullivan
(1996) adalah sebagai berikut:
1.
Skala Ekonomi
Peningkatan skala ekonomi akan meningkatkan market area sebuah toko.
Dengan asumsi permintaan perkapita tetap, apabila skala ekonomi bertambah
maka output pertokoan akan ikut bertambah sehingga setiap toko juga
membutuhkan market area yang lebih luas.
2. Biaya Transportasi
Biaya transportasi berbanding terbalik dengan market area. Dengan asumsi
permintaan perkapita tetap, apabila biaya transportasi mengalami penurunan
maka terjadi peningkatan market area karena setiap toko membutuhkan wilayah
yang lebih luas untuk penjualan produk/outputnya.
3. Permintaan Perkapita
Semakin permintaan perkapita meningkat maka permintaan produk/output juga
akan meningkat. Apabila permintaan perkapita bertambah namun output pertoko
tetap, maka setiap toko memiliki market area yang lebih kecil, sehingga akan
berakibat pada bertambahnya jumlah toko. Sebaliknya, apabila permintaan
perkapita mengalami penurunan, maka market area akan bertambah luas.
4. Kepadatan Penduduk
Semakin bertambah jumlah penduduk, maka permintaan produk/output juga
akan meningkat. sepeti permintaan perkapita, apabila kepadatan penduduk
bertambah namun output pertoko tetap, maka setiap toko memiliki market area
yang lebih kecil, sehingga akan berakibat pada bertambahnya jumlah toko.
Sebaliknya, apabila kepadatan penduduk mengalami penurunan, maka market
area akan bertambah luas.
5. Pendapatan
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
17
Hubungan pendapatan dengan market area bersifat ambigu karena pendapatan
dapat menimbulkan akibat baik pada permintaan perkapita maupun kepadatan
penduduk.
BAB III
ANALISA
3.1 Alasan Pemilihan Lokasi
Dalam penelitian kali ini, peneliti mencoba menganalisis lokasi dan pola
persebaan pasar modern. Lokasi yang dipilih oleh peniliti sebagai wilayah penelitian
adalah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul. Hal ini dikarenakan
Kabupaten Sleman dan Bantul berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta. Selain
itu, pasar modern yang tersebar di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul
memiliki pola persebaran cluster atau mengelompok dimana pengelompokan ini
mengerucut ke arah Kota Yogyakarta.
Adanya pola persebaran pasar modern di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman
dan Bantul yang mengelompok dan mengerucut ke arah Kota Yogyakarta ini
mengindikasikan bahwa adanya pegaruh hubungan antar wilayah ini yang
menyebabkan terbentuknya persebaran pasar modern tersebut. Melalui fenomena
tersebut, peneliti berupaya untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah pasar modern di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul dengan
menggunakan hubungan antara supply dan demand pasar modern dengan
mempertimbangkan adanya interaksi antar kecamatan melalui pendekatan spasial.
3.2 Faktor-Faktor Lokasi
Berdasarkan serangkaian analisis yang dilakukan oleh peneliti, dihasilkan empat
faktor yang signifikan dalam mempengaruhi jumlah dan persebaran. Faktor-faktor
tersebut antara lain keoadatan penduduk, transportasi, wilayah perbatasan dengan
Kota Yogyakarta, serta wilayah perbatasan dengan Kabupaten Bantul.
3.2.1. Faktor Kepadatan Penduduk
Dari hasil analisia persebaran yang telah dilakukan oleh peneliti dalam Gambar
1.1.1.1
dapat dilihat bahwa semakin coklat tua warna sutau wilayah pada peta
tersebut menandakan bahwa semakin padat jumlah penduduk wilayah tersebut.
Sedangkan titik-titik hijau menunjukkan letak dari pasar modern.
Pada peta tersebut dapat dilihat bahwa titik-titik hijau banyak ditemukan wilayah
yang memiliki kepadatan penduduk tinggi. Dari sini dapat diketahui bahwa pasar
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
18
modern cenderung memilih lokasi pada wilayah yang memiliki kepadatan penduduk
yang tinggi, dengan kata lain kepadatan penduduk merupakan faktor dari adanya
pasar modern. Hasil analisis penulis juga menunjukkan bahwa bahwa setiap kenaikan
tingkat kepadatan penduduk sebesar 1% akan menambah jumlah pasar modern
sebesar 0,317%
3.2.2. Faktor Transportasi (jumlah jalan yang diaspal)
Hasil analisa yang dilakukan oleh penulis menunjukkan pada jumlah dan
persebaran pasar modern di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan bantul juga
dipengaruhi oleh faktor transportasi. Faktor transportasi yang dimaksud disini adalah
panjang jalan yang diaspal. Menerut hasil analisis penelusi, seitap panjang jalan yang
diasplal mengalami kenaikan sebesar 1% maka jumlah pasar modern juga akan naik
sebesar 0,551%.
Jalan merupakan termasuk dalam sistem transportasi. Manfaat dari adanya
transportasi salah satunya yakni menghilangkan kesenjangan jarak yang terdapat
pada dua tempat atau lebih yang berbeda lokasi. Dengan hilangnya kesenjangan jarak
maka mobiitas akan semakin mudah. Dalam kasus pasar modern, semakin baik
sarana dan prasarana transportasi yang menghubungkan antara pasar modern
dengan konsumennya maka konsumen akan lebih mudah menuju ke pasar modern
tersebut.
3.2.3. Perbatasan dengan Kota Yogyakarta
Selain Kota Yogyakarta merupakan pusat administrasi provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta,
predikat
Kota
Yogyakarta
sebagai
kota
pendidikan
pariwisata
menngakibatkan arus urbanisasi di Yogyakarta terbilang tinggi. Adanya urbanasi
menyebabkan Kota Yogyakarta semakin mengalami kepadatan jumlah penduduk.
Kembali ke faktor awal,
banyaknya jumlah penduduk di Kota Yogyakarta
menyebabkan banyak pasar modern mendirikan outlet, sehingga baik di wilayah
Yogyakarta maupun yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta akan
terdapat banyak pasar modern karena untuk melayani banyaknya penduduk yang ada
di Kota Yogyakarta.
3.2.4. Perbatasan dengan Kabupaten Bantul
Berdasarkan hasil analissis peniliti dari model spasial, perbatasan dengan
Kabupaten Bantul juga menjadi faktor yang signifkan dalam mempengaruhi jumlah
pasar modern. Dari Gambar 1.1.1.1 juga dapat dilihat bahwa tren persebaran pasar
modern mengarah ke selatan atau ke perbatasan Kabupaten Bantul. Hali ini
dikarenakan pada tahun 2010 pemerintah kabupaten Bantul mengeluarkan peraturan
yang berkaitan dengan penataan toko modern melalui peraturan Bupati Bantul nomor
12 tahun 2010. Celah ini yang dimanfaatkan oleh pengembang untuk membangun
bisnis di lokasi yang berbatasan dengan kabupaten Bantul.
3.3 Implikasi Teori Terhadap Lokasi Yang Dipilih
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
19
Teori Market Area yang dicetuskan oleh Augus Losch pada tahun 1944 ini
menekankan pada pemilihan lokasi optimal pada luas pasar yang dapat dikuasai
(market area) dan kompetisi antra tempat. Teori ini digunakan untuk menentukan
tempat yang strategis berdasarkan kekuatan persaingan antar tempat dan luas pasar
yang dapat dikuasai suatu perusahaan dalam suatu kota. Pada kasus kalini wilayah
yang dipilih adalah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul. Untuk
mengetahui apakah wilayah sturi cocok dengan teori Market Area maka dilakukan
perbandingan asumsi dari kriteria Market Area Augus Locsh dengan wilayah studi
yakni Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul. Perbandingan
dapat dilihat pada Tabel 3.3.1
Tabel 3.3.1
Perbandingan Asumsi Teori Market Area pada Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman
dan Bantul
No.
Asumsi Market Area
1
Konsumen tersebar secara relatif merata
Kabupaten Sleman dan Bantul
Pada peta persebaran pasar modern
antar tempat, artinya teori ini cocok
pada gambar 1.1.1 menunjukkan
diberlakukan
bahwa persebaran pasar modern
di
daerah
Kondisi di Kota Yogyakarta,
perkotaan
dimana konsentrasi penduduk relatif
membentuk cluster yang mengerucut di
merata
Yogyakarta, hal ini berarti pasar
modern beserta konsumennya
didominasi di wilayah Yogyakarta.
Yogyakarta merupakan wilayah
administrasi yang menyandang status
kota yang persebaranan penduduknya
2
Produk homogen, sehingga persaingan
merata
Obyek penelitian adalah pasar modern,
akan sangat ditentukan oleh harga dan
yang termasuk pasar modern antara
ongkos angkut
lain minimarket,
supermarket,hypermarket, dll. Pasar
modern mayoritas menjual produk yang
sama seperti makanan, buah-buahan,
sayuran, dan sebagian besar menjual
produk yang dapat bertahan lama.
3
Ongkos angkut persatuan jarak (ton/km)
adalah sama. (No economic of long
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
20
haul)
Penampakan persebaran pasar modern yang terjadi di Kota Yogyakartan,
Kabupaten Sleman, dan Bantul menunjukan bahwa persebaran pasar modern
membentuk suatu aglomerasi yang cenderung mengerucut di Kota Yogyakarta. Selain
itu jumlah pasar modern yang terdata sangat banyak sekali, terutama di Kota
Yogyakarta. Kenampakan pasar modern ini akan dikaitkan dengan teori market area
yang dicetuskan oleh Augus Losch sehingga dapat diketahui mengapa kenampakan
persebaran pasar modern di wilayah studi dapat seperti itu.
Sullivan mengatakan bahwa market area dipengaruhi oleh beberapa hal, salah
stunya adalah kepadatan penduduk, teori ini sejalan dengan hasil analisis peneliti
dimana setiap kenaikan kepadatan penduduk sebesar 1% maka jumlah pasar modern
akan menambah sebesar 0,317%. Berdasarkan data kepadatan penduduk yang
didapatkan dari BPS, pada tahun 2012 Kota Yogyakarta memiliki angka kepadatan
sebesar 12.123 jiwa/km2 , Kabupaten Sleman sebesar 1.939 jiwa/km2, sedangkan
Bantul
sebesar 1.831 jiwa/km2. Dari sini dapat diketahu bahwa Kota Yogyakarta
memiliki kepadatan penduduk tertinggi yang kemudian diikuti oleh Kabupaten Sleman
dan Bantul. Dari sini dapat diketahui bahwa wajar aglomerasi pasar modern
mengerucut di Kota Yogyakarta, karena Kota Yogyakarta memiliki kepadatan
penduduk paling tinggi.
Berdasarkan berita yang dikutip dari KR.jogja.com (2013) Disperindagkoptan Kota
Yogyakarta menyatakn bahwa jumlah outlet toko modern yang terdapat di Yogyakarta
sebanyak 75 outlet. Dari hasil verifikasi tersebut diketahui jumlah supermarket yang
masih aktif adalah 19 dan mnimarket sebanyak 33. Namun hasil perhitungan yang
dilakukan oleh Peneliti Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP)
Universitas Gajah Mada (UGM) Amirullah S. Hadi menyatakan jumlah outlet pasar
modern yang ideal di Yogyakarta adalah sebesar 60 outlet. Dari data yang didapat
jumlah outlet yang terdapat di Kota Yogyakarta sempat melewati jumlah ideal, serta
dapat diketahui juga minimarket memiliki jumlah yang lebih banyak dari supermarket.
Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa semakin tinggi kepadatan
penduduk maka market area akan semakin kecil, akibatnya jumlah outlet akan
semakin banyak.
Berdasarkan penelitian hasil penelitian yang dilakukan oleh Taufik Purwanto
(2013) jarak antar minimarket yang terdapat di Yogyakarata masing-masing terdata
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
21
adalah sepanjang 200m. Jarak antar minimarket yang sama di Kota Yogyakarta
menunjukkan bahwa pasar modern yang ada di Yogyakarta berdasarkan Teori Marker
Area memiliki lokasi yang equilibrium.
BAB IV
PENUTUPAN
4.1 Lesson Learned
Melalui pembuatan makalah ini, reviewr mendaptakan banyak manfaat serta ilmu baru
yang memperkaya wawasan. Ilmu yang didapatkan antara lain:
1. Dengan melakukan review terhadap juranal analisa lokasi dan pola sebaran pasar
moodern di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul, maka reviewer
mendapatakan pengetahuan bahwa dalam menganalisis lokasi persebaran ritel
dapat menggunakna dasar teori market area
2. Dapat mengetahui bahwa dalam melakukan analisis lokasi untuk retel dapat
menggunakan analisis regresi klasik yang dilengkapi dengan analisis model
spasial
3. Dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pola persebaran ritel
serta yang dapat meningkatkan jumlah ritel pada suatu kota, dimana dalam studi
kasus ini faktor yang mempengaruhi jumlah dan persebaran ritel adalah kepadatan
penduduk, sarana prasarana transportasi yang menunjang, serta perbatasan
dengan pusat kota
4. Dapat mengimplementasikan teori dengan lokasi studi kasus yang dipilih
4.2 Kesimpulan
Dewasa ini banyak masyarakat yang beralih dari pasar tradisional ke pasar modern
dikarenakan banyaknya kelebihan seperti kenyamanan, produk yang berkualitas,
hingga konsep onestop living yang ditawarkan oleh pasar modern. Penyebarannya pun
pada tahun 2008 tercatat sebanayk 11.866 gerai dimana 83% tersebar di pulau Jawa.
Tak ketinggalan Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul pun yang saling
berbatasan ini merasakan persebaran pasar modern. Berdasarkan hasil pengamatan
yang dilakukan melalui googlemaps terlihat banyak sekali jumlah dan persebaran pasar
modern yang membentuk pola cluster mengerucut ke arah kota Yogyakarta.
Berdasarkan hasil peneilitian yang dilakukan terhadap jumlah dan persebaran pasar
modern di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul faktor-faktor yang signifikan
dalam mempengaruhi jumlah dan persebaran sektor ritel ini adalah kepadatan
penduduk, panjang jalan yang diaspal, serta perbatasan Kota Yogyakarta dengan
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
22
Kabupaten Bantul. Hasil analisis regresi klasik dan spasial error model menunjukkan
bahwa apabila kepadatan penduduk meningkat sebesar 1% maka jumlah ritel akan
bertambah sebesar 0,317%, dan setiap 1% perbaikan jalan yang dilakukan akan
memicu pertambahan pasara modern sebesar 0,551%. Selain itu perbatasan dengan
Kota Yogyakarta memeberikan pengaruh yang signifikan terhadap penambahan pasar
modern dikarenakn Kota Yogyakarta merupakan pusat kota dan pusat pemerintahan
sehingga banyaknya mobilitas serta kepadatan penduduk merupakan pemicu
banyaknya jumlah pasar modern. Sedangkan untuk Kabupaten Bantul, banyaknya
jumlah pasar modern di perbatasan Kabupaten Bantul yang mengarah ke selatan
dikarenakan kebijakan pemerintah Kabupaten Bantul yakni peraturan tentang penataan
pasar modern yang diatur dalam perturan Bupati nomor 12 tahun 2010 dimanfaatkan
sebagai pengembang untuk membuka cabang pasar modern baru.
Alasan Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul dipilih sebagai wilayah studi
dikarenakan ketiga wilayah tersebut saling berbatasan. Selain itu adanya pola
persebaran pasar modern di ketiga wilayah tersebut yang membentuk pola cluster dan
mengerucut ke arah Kota Yogyakarta mengindikasikan bahwa adanya hubungan dari
ketiga wilayah tersebut dengan penambahan jumlah dan pola persebaran pasar
modern. Melalui fenomena tersebut, reviewer berupaya mencari tahu penyebab
munculnya pola seperti itu melalui teori analisis lokasi.
Teori analisis lokasi yang digunakan adalah Market Area cetusan dari Augus Losch.
Teeori ini digunakan untuk menentukan tempat yang strategis dalam pemilihan lokasi
perusahaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi market area adalah kepadatan
penduduk dimana semakin tinggi kepadatan penduduk maka semakin banyak gerai
pasar modern. hal ini sesuai dengan hasil analisis peneliti dimana faktor kepadatan
penduduk merupakan faktor yang signifikan dalam mempengaruhi jumlah pasar
modern, Data dari BPS menunjukkan bahwa Kota Yogyakarta merupakan wilayah yang
paling padat penduduknya dibandingkan dengan Bantul dan Sleman, oleh sebab itu
pola persebaran pasar modern berkelompok dan mengerucut ke arah Kota Yogyakarta.
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
23
DAFTAR PUSTAKA
Wahyunigsih, Tri. 2015. Analisis Lokasi dan Pola Persebaran Pasar Modern di Kota
Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Bantul. Jurnal Ekonomi Bisnis dan
Kewirausahaan, 20015, vol.4, no. 2, 157-176
Tarigan, Robinson. 2004. Ekonomi Regional. Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Bumi Aksara
Sjafrizal. 2012. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Jakarta: Rajawali Pers
BPS.”Kepadatan Penduduk menurut Kabupaten”. 13Maret 2016/Kota di D.I. Yogyakarta
2007-2012 http://yogyakarta.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/10
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
24
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahhirabbil’alamin, puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena taklepas dari
rahmat dan hidayahNya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Analisis Lokasi
dan pola Persebaran Pasar Modern di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan
Bantul. Makalah ini disusun sebagai pemenuhan tugas I mata kuliah Analisa Lokasi dan
Keruangan (RP 09-1209).
Penulis menyadari bahwa laporan ini tersusun dengan peran serta dariberbagai pihak.
Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Arwi Yg\udhi Koswara, ST. dan Ibu Velly Kukinul Siswanto, ST. MT. MSc.
sebagai dosen mata kuliah, arahan dan bimbinganbeliau sangat membantu dalam
penyusunan laporan ini.
2. Kedua orang tua dan keluarga yang telah mendukung selama masa studi diInstitut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
3. Rekan-rekan di Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota yang selalumemberikan
dorongan dan motivasi selama proses penyusunan makalah ini.
4. Penulis yang karyanya sangat bermanfaat sebagai referensi penyusunanmakalah,
serta
semua
pihak
yang tidak
dapat
kami
sebutkan
satu – persatudalam
muqaddimah singkat ini.
Seperti pepatah, tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan laporanini. Penulis
menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini.Untuk itu, kritik dan
saran pembaca yang bersifat membangun sangat kami harapkan, Akhir kata, semoga karya
tulis ini bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surabaya, 10 Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Review....................................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................11
2.1 Konsep Dasar Teori Lokasi........................................................................................11
BAB III ANALISA............................................................................................................ 19
3.1 Alasan Pemilihan Lokasi............................................................................................19
3.2 Faktor-Faktor Lokasi..................................................................................................19
3.3 Implikasi Teori Terhadap Lokasi.................................................................................21
BAB IV PENUTUPAN......................................................................................................23
4.1 Lesson Learned......................................................................................................... 23
4.2 Kesimpulan................................................................................................................ 24
DAFTAR PUSATAKA......................................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Review
1.1.1. Pendahuluan
Dewasa ini pasar modern banyak dikonsep sebagai one stop living dimana
dalam satu pasar modern terdapat berbagai fasilitas seperti pusat belanja, rumah
makan, fasilitas olahraga, dll. Kelebihan seperti suasana yang nyaman, bersih, produk
yang berkualitas, serta dapat meningkatkan status sosial, yang ditawarkan oleh pasar
modern menjadikan banyak masyarakat beralih dari pasar tradisional ke pasar
modern. Pada tahun 2008 tercatat ada 11.866 gerai pasar modern dimana 83%
berlokasi di pulau Jawa. DKI Jakarta, Jawa Barat, danterpilih Jawa Timur menjadi
propinsi
dengan
jumlah
pasar
modern
terbanyak.
Menurut
Pandin
(2009)
terkonsentrasinya pasar modern di pulau jawa ini tak lepas dari kondisi konsentrasi
penduduk dan pusat perekonomian Indonesia berada di pulau ini.
Fakta dari sektor ritel ini menurut BPS pada Agustus tahun 2011 bahwa sektor
ritel mampu menyerap 23,4 juta jiwa tenaga kerja dam merupakan penyerap tenaga
kerja terbesar nomer dua. Fakta lain juga menunjukkan bahwa sektor ritel ini
berkonstribusi penting dalam pembentukan GDP. Menurut KPPU (2012) sektor ritel ini
diyakini sebagai pendorong perekonomian pasca krisis 1998.
Kota Yogyakarta diangkat sebagai studi kasus kali ini dikarenakan Kota
Yogyakarta merupakan pusat pemerintahan dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain
itu dari segi geografis, Kota Yogya karta berada di tengah-tengah empat kabupaten
yakni Bantul, Sleman, Kulon Progo, dan Gunung Kidul. Namun pada penelitian kali ini,
wilayah penelitian hanya sebatas Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten
Bantul. Wilayah tersebut dipilih dengan pertimbahan Kota Yogyakarta berbatasn
langsung dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Peta persebaran pasar
modern dapat dilihat pada Gambar 1.1.1.1. Dapat dilihat bahwa pasar modern yang
tersebar membentuk pola cluster (mengelompok) yang mengerucut ke Kota
Yogyakarta sebagai pusat kota dan pemerintahan.
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
1
Gambar 1.1.1.1 Peta Sebaran Pasar Modern dan Tingkat Kepadatan Penduduk Kota
Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul
Model penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini yakni menggabungkan
model alokasi ritel berbasis gravitasi dan model spatialautoregresive (SAR). Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
terjadi
ketergatungan
spasial
antara
pusat
perbelanjaan dengan faktor permintan ritel. Selain itu, informasi kepadadta ritel juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi wilayah-wilayah yang mengalami aglomerasi.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi jumlah pasar modern yang ada di Kota Yogyakarta, Kabupaten
Sleman, dan Bantul. Indentifikasi faktor-faktor dilakukan dengan menggunkan
hubungan supply dan demand dari pasar modern serta interaksi kecamatan melalui
pendekatan spasial.
1.1.2. Tinjauan Pustaka
Market Area
Market area merupakan teori lokasi dalam ekonomi regional yang pelopori oleh
August Losch, (1954). Semakin jauh dari tempat tinggal, maka konsumen akan
semakin enggan membeli karena biaya transportasi yang mahal Losch menyarankan
agar lokasi produksi berada di dekat dengan pasar.
Faktor penentu market area menurut Sullivan (1996):
1. Skala Ekonomi
Peningkatan skala ekonomi akan meningkatkan market area sebuah toko.
Dengan asumsi permintaan perkapita tetap, apabila skala ekonomi bertambah
maka output pertokoan akan ikut bertambah sehingga setiap toko juga
membutuhkan market area yang lebih luas.
2. Biaya Transportasi
Biaya transportasi berbanding terbalik dengan market area. Dengan asumsi
permintaan perkapita tetap, apabila biaya transportasi mengalami penurunan
maka terjadi peningkatan market area karena setiap toko membutuhkan wilayah
yang lebih luas untuk penjualan produk/outputnya.
3. Permintaan Perkapita
Semakin permintaan perkapita meningkat maka permintaan produk/output juga
akan meningkat. Apabila permintaan perkapita bertambah namun output pertoko
tetap, maka setiap toko memiliki market area yang lebih kecil, sehingga akan
berakibat pada bertambahnya jumlah toko. Sebaliknya, apabila permintaan
perkapita mengalami penurunan, maka market area akan bertambah luas.
4. Kepadatan Penduduk
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
2
Semakin bertambah jumlah penduduk, maka permintaan produk/output juga
akan meningkat. sepeti permintaan perkapita, apabila kepadatan penduduk
bertambah namun output pertoko tetap, maka setiap toko memiliki market area
yang lebih kecil, sehingga akan berakibat pada bertambahnya jumlah toko.
Sebaliknya, apabila kepadatan penduduk mengalami penurunan, maka market
area akan bertambah luas.
5. Pendapatan
Hubungan pendapatan dengan market area bersifat ambigu karena pendapatan
dapat menimbulkan akibat baik pada permintaan perkapita maupun kepadatan
penduduk.
Hukum Reilly
Penelitian empiris mengenai market area pertama kali dilakukan oleh Reilly,
(1929). Hasil dari penelitian tersebut dikenal dengan hukum Reilly yang berbunyi:
“lokasi perusahaan industri cenderung terkonsentrasi pada beberapa pusat,
sedangkan jumlah industri yang masuk ke konsentrasi tersebut sebanding dengan
luas daerah pasar (diukur dengan jumlah penduduk) dan berhubungan terbalik dengan
jarak antara pusat daerah dengan pinggiran daerah pasar”.
1.1.3. Metode Penelitian
Jenis Dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan oleh peneliti adalah data sekunder dalam bentuk
lintas wilayah (cross section) pada tahun 2011. Data yang digunakan meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Toko modern
Tingkat Kepadatan Penduduk
Panjang Jalan yang diaspal
Penduduk berusia 15 tahun keatas
Penduduk yang berpendidikan minimal SMA
Jumlah kepala keluarga/rumah tangga miskin
Pasar tradisional yang dikelola pemerintah daerah
Informasi perbatasan dengan wilayah tetangg
Sumber data yang diambil oleh penulis antara lain:
1. Geographical Information System (GIS)
GIS digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan informasi yang berkaitan
dengan perbatasan Yogyakarta dengan wilayah tetangga.
2. Publikasi/laporan institusi dan instansi pemerintah
Publikasi/laporan institusi dan instansi pemerintah melalui media cetak maupun
website digunakan untuk mendapatkan serta menelaah jenis data yang telah
disebutkan di atas.
3. Googlemaps
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
3
Googlemaps digunakan untuk melihat dan menjelaskan pola sebaran pasar
modern jika dikaitkan dengan variabel peneliti memerlukan data posisi geografis
gerai/toko/pasar modern.
Metode Analisis
1. Analisis Spasial
Berdasarkan
hukum
yang
dikemukakan
oleh
Tobler
tentang
geografi,
menyatakan bahwa segala sesuatu saling berhubungan satu dengan lainnya, tetapi
sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh (Anselin,
1998), metode spasial yang digunakan oleh peneliti adalah:
a. Geographical Information System (GIS)
b. Ekonometri
Menurut Anselin (1999) dalam Hadiarta (2013), ekonometri digunakan untuk
menganalisi efek spasial pada fenomena cross section. Analisis ini digunakan
unuk menguji seberapa besar interaksi atau hubungan variabel independen
maupun dependen di suatu lokasi terhadap variabel dependen di lokasi lain.
2. Model Regresi Klasik
Regresi linier adalah suatu metode statistika yang membentuk sebuah model
hubungan antara variable respon (Y) dengan satu atau lebih variabel prediktor (X).
3. Model Regresi Spasial
Model regresi spasial yang digunakan oleh peneliti adalah atribut dari kedelapan
data yang telah dijabarkan di jenis dan sumber data.
4. Spatial Lag Model (SLM)
Menurut Anselin,(1988) Spatial Lag Model adalah model spasial dengan
pendekatan area yang memperhitungkan pengaruh spatial lag pada peubah dependen
saja. Variabel dependen berkorelasi spasial antara variabel dependen di suatu lokasi
dengan variabel dependen di lokasi lain.
5. Spatial Error Model (SEM)
Menurut Panjaitan (2012) Spatial error model (SEM) adalah model regresi spasial
dimana ketergantungan spasial masuk melalui error. Model spatial error berasumsi
bahwa erreor dari sebuah model berkorelasi spasial dengan error pada lokasi lain.
6. Matriks Pembobot Spasial
Matriks pembobotan Spasisal
menggambarkan
ketetanggaan.
hubungan
Pembentukan
antar
adalah
dareah
matrikas
matriksa
berdasarkan
dapat
ketergantungan
yang
informasi
atau
menggunakan
jarak
berbadai
teknik
pembobotan. Menurut Anselin (1999) dalam Hadiarta (2013) beberapa cara dalam
mengidentifikasi bobot tersebut antara lain:
a. Contiguity (common boundary)
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
4
Contoh dalam kasus ini yakni batas wilayah administrasi dimana tetangga
didefinisikan sebagai wilayah yang secara fisik berbatasan langsung terhadap
batas administrasi wilayah lain.
Gambar 1.1.3.1. Matriks Pembobot Spasial Contiguity (Rooks Case, Bishops Case,
Queen Case)
Gambar 1.1.3.2. Ilustrasi Matriks Pembobot Spasial
Terdapat tiga tipe interaksi:
i.
Benteng Catur (Rook Contiguity)
Persinggungan sisi (common side) wilayah satu dengan wilayah lain yang
bertetanggaan. Dapa dilihat pada Gambar 1.1.3.2. bahwa wilayah 1
bersinggungan dengan wilayah dua, maka W12= 1 dan yang lain 0. Atau
wilayah 3 yang bersinggungan dengan wilayah 4 dan 5 maka W34= 1
ii.
W35= 1 yang lain 0.
Gajah Catur (Bishop Contiguity).
Persinggungan sudut (common vertex) wilayah 1 dengan wilayah tetangga
yang lain Pada Gambar 1.1.3.2. dapat dilihat bahwa wilayah 2
bersinggungan titik dengan wilayah 3 maka W23=1 yang lain 0.
iii.
Ratu Catur (Queen Contiguity)
Gabungan dari Rook Contiguity dengan Bishop Contiguity, dimana
memperhatikan persinggungan antara titik sisi dengan titik sudut antar
wilayah yang berbatasan. Pada Gambar 1.1.3.2. dapat dilihat bahwa
wilayah W32=1 W34=1 W35=1 dan yang lain 0.
b. Distance (distance band dan k-nearest neighbors)
Menyatakan bahwa semakin jauh jarak maka semakin lemah hubungan
ketetanggan, sehingga semakin kecil pengaruhnya.
c. General (sosio-economic distance)
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
5
Contoh kasus yang dapat diangkat adalah interaksi individu di wilayah lain yang
didekati oleh jumlah migrasi penduduk. Semakin banyak penduduk yang
melakukan perpindahan antar wilayah lain, maka akan semakin kuat hubungan
ketetanggaannya, sehingga semakin besar juga pengaruhnya.
7. Pengujian Efek Spasial
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui adanya efek spasial dependensi
maupun heterogenitas pada model. Efek sapsial dependensi dapa diuji melalui uji
Moran’s I dan Langrange Multiplier. Untuk heterogenitas dapat diuji dengan uji
Breusch-Pagan.
a. Pengujian Indeks Moran
Koefisien Moran’s I atau indeks Moran digunakan untuk uji dependensi spasial
atau autokorelasi antar amatan atau lokasi. Nilai autokorelasi spasial dikatakan
kuat, apabila nilai tinggi dengan tinggi atau nilai rendah dengan rendah dari
sebuah variabel berkelompok dengan daerah sekitarnya (common side).
b. Pengujian Largrange Multiplier
Uji Breusch-Pagan (BP)
1.1.4. Temuan dan Analisis
Hasil Analisis Regresi yang Signifikan Mempengaruhi Jumlah Pasar Modern
di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul
Berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan oleh peneliti, faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi jumlah pasar modern secara signifikan dapat diketahui dari hasil
regresi klasik dengan menggunakan estimasi parameter Ordinary Least Square. Hasil
analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1.4.1.
Tabel 1.1.4.1. Hasil Estimasi OLS
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
6
Menurut hasil regresi klasik tersebut, jumlah pasar modern yang meningkat
dipengaruhi oleh peningkatan kepadatan penduduk, panjang jalan yang diaspal, dan
juga diprediksi meningkat apabila lokasi mendekati batas Kota Yogyakarta karena
Yogyakarta merupakan pusat administrasi pemerintahan. Untuk jumlah pasar modern
di Kabupaten Sleman, jumlahnya tergolong besar terutama di wilayah yang
perekonomiannya tinggi.
Seperti fasilitas umum, pengembangan pasar modern juga memperhatikan
kemudahan akses transportasi yang ditunjang oleh sarana infrastruktur jalan yang
baik. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pasar modern berlokasi di lokasi yang
padat penduduk serta ditunjang oleh akses trasnportasi yang baik pula.
Adapun variabel yang tidak mempengaruhi jumlah pasar modern di Yogyakarta
adalah rasio penduduk 15 tahun ke atas, rasio penduduk berpendidikan minimal SMA,
rasio kepala rumah tangga miskin, jumlah pasar tradisional, dan perbatasan dengan
Kabupaten Sleman. Rasio rumah tangga miskin tidak mempengaruhi jumlah pasar
modern dikarenakan kebanyakan penduduk Yogyakarta adalah kaum pendatang
seperti mahasiswa, pelajar, dan wisatawan.
Hasil regresi klasik juga mengatakan bahwa pendidikan bukan faktor yang
signifikan dalam mempengaruhi pasar modern. Peneliti berpendapat bahwa adanya
pencampuran kultur budaya di Yogyakarta akibat dari Yogyakarta sebagai sentrum
pendidikan dan budaya, menjadikan gaya hidup berbelanja tidak memandang status
pendidikan.
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
7
Perbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Bantul tidak signifikan dalam
mempengaruhi jumlah pasar modern. Wilayah yang tidak berbatasan langsung
dengan Yogyakarta namun berbatasan langsung dengan Kabupaten Sleman dan/atau
Bantul memiliki pola beragam dikarenakan karakteristik daerah yang berbeda. Hal ini
dikarenakan menurut penulis faktor kebijakan pemerintah Kabupaten Bantul yang
melarang pendirian toko modern berstatus waralaba. Baru ketika tahun 2010,
pemerintah Kabupaten Bantul mengeluarkan peraturan tentang penataan pasar
modern melalui peraturan Bupati nomor 12 tahun 2010. Celah ini yang dimanfaatkan
oleh pengembang untuk mendirikan pasar moern di wilayah yang berbatasan dengan
Kabupaten Bantul.
Hasil Analisis Efek Spasial
Hasil Pembentukan Matriks Pembobot Spasial
Hubungan kedekatan (neighbouring) dalam matrik pembobot spasial W adalah
sebagai penanda keterkataitan suatu wilayah dengan wilayah yang lain. Peneliti
memilih queen contiguity sebagai skenario spatial weight matrixnya dikarenakan data
observasi berupa data area (Polyon atau Lattice Data) yang menunjukkan lokasi
berupa luasan. Adapun hasil dari analisis ini seperti yang dapat dilihat pada Gambar
1.1.4.1 adalah semakin dekat dengan pusat wilayah penelitian maka jumlah tetangga
yang dimiliki semakin banyak. Sebaliknya semakin jauh dari pusat wilayah penelitian
maka semakin sedikit jumlah tetangga.
Gambar 1.1.4.1 Connectivity Histogram
Hasil Pengujian Efek Spasial
Pengujian efek spasial ini dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui apakah
setiap variabel yang ada memiliki pengaruh spasial pada lokasi. Berdasarkan hasil
analisis yang dilakukan oleh peneliti melalui Moran’s I, didapatkan I = 0.151196 dimana
I > Io. Hal ini menunjukkan bahwa adanya tingkat ketergantungan spasial berupa
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
8
autokorelasi spasial positif. Diagram Morran’s I scatterplot yang terdapat pada
Gambar 1.1.4.2. menunjukkan pola yang mengelompok pada diagram I dan III,
sehingga memiliki spasial autokorelasi yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa
kecamatan yang memiliki jumlah pasar modern yang banyak, mengelompok dengan
kecamatan yang memiliki jumlah pasar modern yang banyak juga, begitu pula
sebaliknya.
Gambar 1.1.4.2 Diagram Morran’s I scatterplot
Menentukan Model Terbaik
Setelah melakukan analisis dengan berbagai model, peneliti mencoba
menentukan model mana yang paling baik. Model yang baik menurut peneliti adalah
model yang paling dapat merepresentasikan faktor-faktor apa saja yang benar-benar
mempengaruhi oleh jumlah pasar modern. Untuk menadpatkan model mana yang
terbaik, peneliti melakukan perbandingan terhadap antar model analisa yang telah
dilakukan.
Perbandingan pertama yang dilakukan oleh peneliti yakni antara Spatial Leg
dengan Spatial Error. Setelah dianalisis, peneliti mendapatkan spatial error model
dipilih menjadi yang terbaik dan dapat menjelaskan model jumlah pasar modern di
Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Bantul. Hal ini dikarenakan menurut hasil
regresi, model yang paling bisa dipilih sebagai yang terbaik adalah model yang
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
9
memiliki nilai AIC kecil dan nilai LL besar. Lebih jelasnya, hasil regresi ini dapat dilihat
pada Tabel 1.1.4.2.
Tabel 1.1.4.2. Hasil Regresi Spatial Lag dan Spatial Error
Hasil analisis spatial error model peneliti menunjukkan bahwa terdapat 1
variabel yang tidak signifikan pada model klasik namun menunjukan signifikansi pada
model spasial. Dalam model klasik faktor perbatasan dengan Kabupaten Bantul tidak
termasuk faktor yang signifikan, namun dalam model spasial faktor ini memiliki
signifikansi. Jadi faktor yang signifikansi mempengaruhi jumlah pasar modern dalam
model spasial adalah kepadatan penduduk, panjang jalan yang diaspal, perbatasan
kota Yogyakarta, dan perbatasan dengan Kabupaten Bantul.
Menurut hasil analisis peneliti, koefisien peubah kepadatan penduduk
sebesar 0.317 berarti bahwa setiap kenaikan tingkat kepadatan penduduk sebesar 1%
akan menambah jumlah pasar modern sebesar 0,317% dan error spasial antar
daerah, dengan asumsi faktor lain dianggap konstans. Sedangkan variabel panjang
jalan menunjukkan jika faktor tersebut mengalami kenaik sebesar 1% maka jumlah
pasar modern juga akan naik sebesar 0,551%. Selain kedua faktor di atas, jumlah
pasar modern akan turut meningkat apabila mendekati wilayah yang berbatasan
dengan kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Peneliti menyatakan bahwa keempat
variabel tersebut mempunyai hubungan yang positif dengan jumlah pasar modern.
Perbaandingan Model Klasik dan Spatial Error Model
Dalam perbandingan ini, peneliti mencoba mencara model mana yang terbaik
antara model klasik dengan model spasial. Hasilnya dapa dilihat pada Tanel 1.1.4.3.
Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa spatial error memiliki statistik yang lebih baik
dibanding model klasik. Hal ini dapat dilihat melalui nilai
R2 , AIC, maupun L. Dalam
tebel tersebut juga menyatakan bahwa regresi spasial tersebut mampu menjelaskan
sebesar 74%. Jadi dapat ditarik garis lurus bahwa apabila model SEM terpilih sebagai
model terbaik maka faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pasar modern di Kota
Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Bantul adalah kepadatan penduduk, transportasi
(jumlah jalan yang diaspal), perbatasan dengan Kota Yogyakarta, serta perbatasan
dengan Kabupaten Bantul.
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
10
Tabel 1.1.4.3 Statistik Model Klasik dan Model SEM
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Teori Lokasi.
2.1.1. Market Area Teori oleh Losch (1940)
Market area merupakan teori lokasi dalam ekonomi regional yang pelopori oleh
August Losch, (1954). .Ahli ekonomi dari Jerman, August Losch, memodifikasi dan
melengkapi teori central place Christaller. Teori mendasarkan pemilihan lokasi optimal
pada luas pasar yang dapat dikuasai (Market Area) dan kompetisi antar tempat.
Asumsi terori market area:
1.
Konsumen tersebar secara relatif merata antar tempat, artinya teori ini cocok
2.
diberlakukan di daerah perkotaan dimana konsentrasi penduduk relatif merata
Produk homogen, sehingga persaingan akan sangat ditentukan oleh harga dan
3.
ongkos angkut
Ongkos angkut persatuan jarak (ton/km) adalah sama. (No economic of long haul)
Untuk menjelaskan Teori Lokasi Market Area ini, diambil studi kasus pemilihan
lokasi pada ruang garis lurus (linier space). Seandainya kita sedang berada di daerah
wisata di tepi pantai yang terbentang sepanjang 1km. Di sepanjang tersebut terdapat
banyak pengunjung. Kemudaian datang 1 pedagang es krim yang membawa gerobak
menjual dagangan kepada para pengunjung pantai. Sebut pedagang ini A. Apabila
hanya terdapat pedagang A saja di lokasi tersebut, maka tidak terdapat permasalahan
karena penjual A memonopoli dan pengunjung tentunya terpaksa datang membeli
dimana pun pedang gerobak dorong A itu berada. Akan tetapi apabila datang seorang
lagi pedagang es krim lainnya, misalnya B, yang juga menjual dagangannya
menggunakan gerobak dorong, maka masalah pemilihan lokasi akan timbul. Bila
misalnya pedagan A memilih lokasi tertentu, hal ini akan langsung mempengaruhi
pasar pedagang B, begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini tentunya tujuan akhir
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
11
pedagan
eskrim
tersebut
adalah
memaksimumkan
keuntungan
yang
dapat
diperolehnya dari kegiatan penjualan.
Terdapat 5 tahapan pemilihan lokasi perusahaan pada ruang garis lurus, tahapan
tersebut antara lain:
1.
2.
Kedua pedagang eskrim berada di ujung pantai.
Salah satu pedagang (A) mendorong gerobaknya mendekati pedagang B agar
dapat menguasai pasar lebih besar dengan menguasai sebagian pasar pedagang
3.
B.
Pedagang B tidak tinggal diam, ia memindahkan gerobak dengan melangkahi
gerobak pedagang A. Dengan demikian situasi menjadi terbalik dimana pedagang
4.
B menguasai pasar lebih besar daripada A.
Masing-masing pedagang berusaha untuk mencapai titik keseimbangan yang
dapat menguntungkan kedua belah pihak secara adil, dan titik keseimbangan
diperoleh dengan berkumpul di tengah lokasi pasar. Pada tahap ini luas pasar A
5.
dan B sama
Pada tahap 4 lokasi yang terkonsentrasi di pusat pasar akan merugikan
masyarakat yang bertempat tinggal jauh karena biaya transport yang dikeluarkan
akan lebih banyak. Maka pedagang A dan pedagang B menggeser lokasi
dagangnya ke tengah-tengah, sehingga masing-masing pasar pasar yang
dikuasainya sama. Pada tahap ini lokasi dapat menguntungkan kedua belah pihak
dan masyarakat karena luas pasar yang dapat dikuasai masih tetap sama besar.
Gambar 2.1.1.1 Pemilihan Lokasi Perusahaan pada Ruang Garis Lurus (Linier Space)
Pada tahap 5 maka dilakukan analisis untuk mengetahui seberapa besar pasar
yang dikuasai oleh suatu perusahaan bila berlokasi pada tempat tertentu baik A
maupun B. Analisis diperluas dengan memasukkan unsur harga dan ongkos angkut
untuk membawa produk ke tempat konsumen. Harga dalam hal ini meliputi harga
pabrik (Po) dan harga di tempat pembeli (Pd) dan perbedaannya terletak pada Ongkos
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
12
Angkut (td) yang diperlukan untuk membawa produk ke pasar. Ongkos angkut/km
konstan dan konsumen tersebar relatif merata di semua tempat menjadi sangat
penting.
Untuk memperjalan, maka kasus ini diilustrasikan pada kurva analisis. Diambil
kasus permintaan untuk PT Semen Padang pada pabriknya yang terletak di Indarung,
Kota Padang. Produk semen padang dipasarkan pada 2 konsentrasi pasar utama
yaitu di kota Medan dan Pekanbaru. Harga jual pada masing-masing pasar adalah
harga pabrik (Po) ditambah dengan ongkos angkut ke pasar yang bersangkutan.
Dalam hal ini jarak kota ke Pekanbaru dilambangkan dengan dp dan ke kota Medan
dengan dm. Sedangkan jumlah semen yang dimina di kota Pekanbaru adalah Qp dan
untuk Medan Qm.
Berdasarkan informasi ini, maka fungsi permintaan sparial PT Semen Padang
secara descrete dapat dilihat pada Grafik 2.1.1.1. Di sini terlihat bahwa kurva
permintaan spasial memiliki bentuk yang sama dengan kurva permintaan bisaa,
kecuali sumbu vertikal melambangkan harga jual di pasar sumbu horizontal
melambangkan unsur produksi Q, yang besar kecilnya ditemtukan oleh ongkos angkut
dari pabrik ke pasar
Grafik 2.1.1.1. Kurva Permintaan Spasial Deskrit
Kondisi ini merupakan titik keseimbangan di mana luas pasar A sama dengan luas
pasar B. Persamaan ini juga dapat menunjukkan lokasi batas pasar, dimana
konsumen dapat memilih apakah akan membeli barang di pabrik A atau pabrik B
dengan harga jual sama.
Karena variabel utama yang dijelaskan dalam analisis ini adalah ongkos angkut
produk ke pasar dan biaya produksi, maka bila kedua variabel ini mengalami
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
13
perubahan, otomatis akan merubah pula kondisi equilibriumnya dan juga luas pasar
yang dapat dikuasai oleh suatu perusahaan. Perubahan tersebut juga mempengaruhi
harga jual produk sehingga daya saing produk untuk memasuki suatu area pasar akan
mengalami perubahan dibandingkan dengan area pasar lainnya.
Grafik 2.1.1.2 Luas pasar dalam Kondisi Equilibrium
Misalnya terjadi kenaikan ongkos angkut di wilayah pasar B sebagai akibat dari
rusaknya fasilitas jalan dari lokasi pabrik B ke pasar, maka hal ini akan mengakibatkan
naiknya harga jual ke pasar B sehingga berdampak pada mengecilnya luas pasar
yang dapat dikuasai oleh produsen B. Demikian pula sebaliknya terjadi bila ongkos
angkut ke pasar yang sama menurun sebagai hasil dari perbaikan fasilitas angkutan
sehingga ongkos angkut menjadi turun. Hal ini menyebabkan menrunnya harga jual
produk di pasar yang selanjutnya akan menyebabkan pasar yang dapat dikuasai oleh
produsen A akan menjadi lebih besar karena sebagian luas pasar B dikuasainya.
Presentasi secara grafik dapat dilihat pada Grafik 2.1.1.3.
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
14
Grafik 2.1.1.3 Perubahan Luas Pasar sebagai Akibat Perubahan Ongkos Angkut
Hal lain yang juga dapat terjadi adalah bilamana pabrik suatu perusahaan mengalami
perubahan. Mislnya, perusahaan B melakukan perubahan teknologi produksi dan
meningkatkan sistem manajemen usaha yang diterapkan pada perusahaannya.
Sebagai hasilnya kegiatan produksi dan manajemen usaha perusahaan menjadi lebih
efisien yang tercermin dari penurunan biaya produksi pada lokasi pabrik.
Bila ongkos angkut ke pasar diasumsikan tidak mengalami perubahan, maka hal ini
akan menyebabkan menurunnya harga jual perusahaan B. Penurunan harga jual
produk pada lokasi pabrik perusahaan B tersebut menyebabkan luas pasar yang
dikuasai oleh perusahaan menjadi lebih besar dibandingkan dengan perusahaan A
karena sebagian dari luas pasar A sekarang dikuasai oleh perusahaan B. Perusahaan
luas pasar ini secara grafis diperlihatkan oleh Grafik 2.1.1.4.
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
15
Grafik 2.1.1.4 Perubahan Luas Pasar sebagai Akibat Perubahan Biaya Produksi
Melalui analisinya kemudian August Losch menghasilkan kesimpulan bahwa luas
pasar dalam kondisi equilibrium adalah berbentuk Hexagonal (persegi enam). Dimana
semua luas pasar sudah dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Gambar 2.1.1.2. Luas Pasar Tanpa Persaingan Spasial
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
16
Gambar 2.1.1.3. Luas Pasar dengan Persaingan Spasial
Gambar 2.1.1.4. Luas Pasar dengan Keseimbangan Menurut August Losch
Selain yang telah dijabarkan diatas, faktor penentu market area menurut Sullivan
(1996) adalah sebagai berikut:
1.
Skala Ekonomi
Peningkatan skala ekonomi akan meningkatkan market area sebuah toko.
Dengan asumsi permintaan perkapita tetap, apabila skala ekonomi bertambah
maka output pertokoan akan ikut bertambah sehingga setiap toko juga
membutuhkan market area yang lebih luas.
2. Biaya Transportasi
Biaya transportasi berbanding terbalik dengan market area. Dengan asumsi
permintaan perkapita tetap, apabila biaya transportasi mengalami penurunan
maka terjadi peningkatan market area karena setiap toko membutuhkan wilayah
yang lebih luas untuk penjualan produk/outputnya.
3. Permintaan Perkapita
Semakin permintaan perkapita meningkat maka permintaan produk/output juga
akan meningkat. Apabila permintaan perkapita bertambah namun output pertoko
tetap, maka setiap toko memiliki market area yang lebih kecil, sehingga akan
berakibat pada bertambahnya jumlah toko. Sebaliknya, apabila permintaan
perkapita mengalami penurunan, maka market area akan bertambah luas.
4. Kepadatan Penduduk
Semakin bertambah jumlah penduduk, maka permintaan produk/output juga
akan meningkat. sepeti permintaan perkapita, apabila kepadatan penduduk
bertambah namun output pertoko tetap, maka setiap toko memiliki market area
yang lebih kecil, sehingga akan berakibat pada bertambahnya jumlah toko.
Sebaliknya, apabila kepadatan penduduk mengalami penurunan, maka market
area akan bertambah luas.
5. Pendapatan
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
17
Hubungan pendapatan dengan market area bersifat ambigu karena pendapatan
dapat menimbulkan akibat baik pada permintaan perkapita maupun kepadatan
penduduk.
BAB III
ANALISA
3.1 Alasan Pemilihan Lokasi
Dalam penelitian kali ini, peneliti mencoba menganalisis lokasi dan pola
persebaan pasar modern. Lokasi yang dipilih oleh peniliti sebagai wilayah penelitian
adalah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul. Hal ini dikarenakan
Kabupaten Sleman dan Bantul berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta. Selain
itu, pasar modern yang tersebar di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul
memiliki pola persebaran cluster atau mengelompok dimana pengelompokan ini
mengerucut ke arah Kota Yogyakarta.
Adanya pola persebaran pasar modern di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman
dan Bantul yang mengelompok dan mengerucut ke arah Kota Yogyakarta ini
mengindikasikan bahwa adanya pegaruh hubungan antar wilayah ini yang
menyebabkan terbentuknya persebaran pasar modern tersebut. Melalui fenomena
tersebut, peneliti berupaya untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah pasar modern di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul dengan
menggunakan hubungan antara supply dan demand pasar modern dengan
mempertimbangkan adanya interaksi antar kecamatan melalui pendekatan spasial.
3.2 Faktor-Faktor Lokasi
Berdasarkan serangkaian analisis yang dilakukan oleh peneliti, dihasilkan empat
faktor yang signifikan dalam mempengaruhi jumlah dan persebaran. Faktor-faktor
tersebut antara lain keoadatan penduduk, transportasi, wilayah perbatasan dengan
Kota Yogyakarta, serta wilayah perbatasan dengan Kabupaten Bantul.
3.2.1. Faktor Kepadatan Penduduk
Dari hasil analisia persebaran yang telah dilakukan oleh peneliti dalam Gambar
1.1.1.1
dapat dilihat bahwa semakin coklat tua warna sutau wilayah pada peta
tersebut menandakan bahwa semakin padat jumlah penduduk wilayah tersebut.
Sedangkan titik-titik hijau menunjukkan letak dari pasar modern.
Pada peta tersebut dapat dilihat bahwa titik-titik hijau banyak ditemukan wilayah
yang memiliki kepadatan penduduk tinggi. Dari sini dapat diketahui bahwa pasar
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
18
modern cenderung memilih lokasi pada wilayah yang memiliki kepadatan penduduk
yang tinggi, dengan kata lain kepadatan penduduk merupakan faktor dari adanya
pasar modern. Hasil analisis penulis juga menunjukkan bahwa bahwa setiap kenaikan
tingkat kepadatan penduduk sebesar 1% akan menambah jumlah pasar modern
sebesar 0,317%
3.2.2. Faktor Transportasi (jumlah jalan yang diaspal)
Hasil analisa yang dilakukan oleh penulis menunjukkan pada jumlah dan
persebaran pasar modern di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan bantul juga
dipengaruhi oleh faktor transportasi. Faktor transportasi yang dimaksud disini adalah
panjang jalan yang diaspal. Menerut hasil analisis penelusi, seitap panjang jalan yang
diasplal mengalami kenaikan sebesar 1% maka jumlah pasar modern juga akan naik
sebesar 0,551%.
Jalan merupakan termasuk dalam sistem transportasi. Manfaat dari adanya
transportasi salah satunya yakni menghilangkan kesenjangan jarak yang terdapat
pada dua tempat atau lebih yang berbeda lokasi. Dengan hilangnya kesenjangan jarak
maka mobiitas akan semakin mudah. Dalam kasus pasar modern, semakin baik
sarana dan prasarana transportasi yang menghubungkan antara pasar modern
dengan konsumennya maka konsumen akan lebih mudah menuju ke pasar modern
tersebut.
3.2.3. Perbatasan dengan Kota Yogyakarta
Selain Kota Yogyakarta merupakan pusat administrasi provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta,
predikat
Kota
Yogyakarta
sebagai
kota
pendidikan
pariwisata
menngakibatkan arus urbanisasi di Yogyakarta terbilang tinggi. Adanya urbanasi
menyebabkan Kota Yogyakarta semakin mengalami kepadatan jumlah penduduk.
Kembali ke faktor awal,
banyaknya jumlah penduduk di Kota Yogyakarta
menyebabkan banyak pasar modern mendirikan outlet, sehingga baik di wilayah
Yogyakarta maupun yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta akan
terdapat banyak pasar modern karena untuk melayani banyaknya penduduk yang ada
di Kota Yogyakarta.
3.2.4. Perbatasan dengan Kabupaten Bantul
Berdasarkan hasil analissis peniliti dari model spasial, perbatasan dengan
Kabupaten Bantul juga menjadi faktor yang signifkan dalam mempengaruhi jumlah
pasar modern. Dari Gambar 1.1.1.1 juga dapat dilihat bahwa tren persebaran pasar
modern mengarah ke selatan atau ke perbatasan Kabupaten Bantul. Hali ini
dikarenakan pada tahun 2010 pemerintah kabupaten Bantul mengeluarkan peraturan
yang berkaitan dengan penataan toko modern melalui peraturan Bupati Bantul nomor
12 tahun 2010. Celah ini yang dimanfaatkan oleh pengembang untuk membangun
bisnis di lokasi yang berbatasan dengan kabupaten Bantul.
3.3 Implikasi Teori Terhadap Lokasi Yang Dipilih
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
19
Teori Market Area yang dicetuskan oleh Augus Losch pada tahun 1944 ini
menekankan pada pemilihan lokasi optimal pada luas pasar yang dapat dikuasai
(market area) dan kompetisi antra tempat. Teori ini digunakan untuk menentukan
tempat yang strategis berdasarkan kekuatan persaingan antar tempat dan luas pasar
yang dapat dikuasai suatu perusahaan dalam suatu kota. Pada kasus kalini wilayah
yang dipilih adalah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul. Untuk
mengetahui apakah wilayah sturi cocok dengan teori Market Area maka dilakukan
perbandingan asumsi dari kriteria Market Area Augus Locsh dengan wilayah studi
yakni Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul. Perbandingan
dapat dilihat pada Tabel 3.3.1
Tabel 3.3.1
Perbandingan Asumsi Teori Market Area pada Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman
dan Bantul
No.
Asumsi Market Area
1
Konsumen tersebar secara relatif merata
Kabupaten Sleman dan Bantul
Pada peta persebaran pasar modern
antar tempat, artinya teori ini cocok
pada gambar 1.1.1 menunjukkan
diberlakukan
bahwa persebaran pasar modern
di
daerah
Kondisi di Kota Yogyakarta,
perkotaan
dimana konsentrasi penduduk relatif
membentuk cluster yang mengerucut di
merata
Yogyakarta, hal ini berarti pasar
modern beserta konsumennya
didominasi di wilayah Yogyakarta.
Yogyakarta merupakan wilayah
administrasi yang menyandang status
kota yang persebaranan penduduknya
2
Produk homogen, sehingga persaingan
merata
Obyek penelitian adalah pasar modern,
akan sangat ditentukan oleh harga dan
yang termasuk pasar modern antara
ongkos angkut
lain minimarket,
supermarket,hypermarket, dll. Pasar
modern mayoritas menjual produk yang
sama seperti makanan, buah-buahan,
sayuran, dan sebagian besar menjual
produk yang dapat bertahan lama.
3
Ongkos angkut persatuan jarak (ton/km)
adalah sama. (No economic of long
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
20
haul)
Penampakan persebaran pasar modern yang terjadi di Kota Yogyakartan,
Kabupaten Sleman, dan Bantul menunjukan bahwa persebaran pasar modern
membentuk suatu aglomerasi yang cenderung mengerucut di Kota Yogyakarta. Selain
itu jumlah pasar modern yang terdata sangat banyak sekali, terutama di Kota
Yogyakarta. Kenampakan pasar modern ini akan dikaitkan dengan teori market area
yang dicetuskan oleh Augus Losch sehingga dapat diketahui mengapa kenampakan
persebaran pasar modern di wilayah studi dapat seperti itu.
Sullivan mengatakan bahwa market area dipengaruhi oleh beberapa hal, salah
stunya adalah kepadatan penduduk, teori ini sejalan dengan hasil analisis peneliti
dimana setiap kenaikan kepadatan penduduk sebesar 1% maka jumlah pasar modern
akan menambah sebesar 0,317%. Berdasarkan data kepadatan penduduk yang
didapatkan dari BPS, pada tahun 2012 Kota Yogyakarta memiliki angka kepadatan
sebesar 12.123 jiwa/km2 , Kabupaten Sleman sebesar 1.939 jiwa/km2, sedangkan
Bantul
sebesar 1.831 jiwa/km2. Dari sini dapat diketahu bahwa Kota Yogyakarta
memiliki kepadatan penduduk tertinggi yang kemudian diikuti oleh Kabupaten Sleman
dan Bantul. Dari sini dapat diketahui bahwa wajar aglomerasi pasar modern
mengerucut di Kota Yogyakarta, karena Kota Yogyakarta memiliki kepadatan
penduduk paling tinggi.
Berdasarkan berita yang dikutip dari KR.jogja.com (2013) Disperindagkoptan Kota
Yogyakarta menyatakn bahwa jumlah outlet toko modern yang terdapat di Yogyakarta
sebanyak 75 outlet. Dari hasil verifikasi tersebut diketahui jumlah supermarket yang
masih aktif adalah 19 dan mnimarket sebanyak 33. Namun hasil perhitungan yang
dilakukan oleh Peneliti Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP)
Universitas Gajah Mada (UGM) Amirullah S. Hadi menyatakan jumlah outlet pasar
modern yang ideal di Yogyakarta adalah sebesar 60 outlet. Dari data yang didapat
jumlah outlet yang terdapat di Kota Yogyakarta sempat melewati jumlah ideal, serta
dapat diketahui juga minimarket memiliki jumlah yang lebih banyak dari supermarket.
Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa semakin tinggi kepadatan
penduduk maka market area akan semakin kecil, akibatnya jumlah outlet akan
semakin banyak.
Berdasarkan penelitian hasil penelitian yang dilakukan oleh Taufik Purwanto
(2013) jarak antar minimarket yang terdapat di Yogyakarata masing-masing terdata
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
21
adalah sepanjang 200m. Jarak antar minimarket yang sama di Kota Yogyakarta
menunjukkan bahwa pasar modern yang ada di Yogyakarta berdasarkan Teori Marker
Area memiliki lokasi yang equilibrium.
BAB IV
PENUTUPAN
4.1 Lesson Learned
Melalui pembuatan makalah ini, reviewr mendaptakan banyak manfaat serta ilmu baru
yang memperkaya wawasan. Ilmu yang didapatkan antara lain:
1. Dengan melakukan review terhadap juranal analisa lokasi dan pola sebaran pasar
moodern di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul, maka reviewer
mendapatakan pengetahuan bahwa dalam menganalisis lokasi persebaran ritel
dapat menggunakna dasar teori market area
2. Dapat mengetahui bahwa dalam melakukan analisis lokasi untuk retel dapat
menggunakan analisis regresi klasik yang dilengkapi dengan analisis model
spasial
3. Dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pola persebaran ritel
serta yang dapat meningkatkan jumlah ritel pada suatu kota, dimana dalam studi
kasus ini faktor yang mempengaruhi jumlah dan persebaran ritel adalah kepadatan
penduduk, sarana prasarana transportasi yang menunjang, serta perbatasan
dengan pusat kota
4. Dapat mengimplementasikan teori dengan lokasi studi kasus yang dipilih
4.2 Kesimpulan
Dewasa ini banyak masyarakat yang beralih dari pasar tradisional ke pasar modern
dikarenakan banyaknya kelebihan seperti kenyamanan, produk yang berkualitas,
hingga konsep onestop living yang ditawarkan oleh pasar modern. Penyebarannya pun
pada tahun 2008 tercatat sebanayk 11.866 gerai dimana 83% tersebar di pulau Jawa.
Tak ketinggalan Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul pun yang saling
berbatasan ini merasakan persebaran pasar modern. Berdasarkan hasil pengamatan
yang dilakukan melalui googlemaps terlihat banyak sekali jumlah dan persebaran pasar
modern yang membentuk pola cluster mengerucut ke arah kota Yogyakarta.
Berdasarkan hasil peneilitian yang dilakukan terhadap jumlah dan persebaran pasar
modern di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul faktor-faktor yang signifikan
dalam mempengaruhi jumlah dan persebaran sektor ritel ini adalah kepadatan
penduduk, panjang jalan yang diaspal, serta perbatasan Kota Yogyakarta dengan
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
22
Kabupaten Bantul. Hasil analisis regresi klasik dan spasial error model menunjukkan
bahwa apabila kepadatan penduduk meningkat sebesar 1% maka jumlah ritel akan
bertambah sebesar 0,317%, dan setiap 1% perbaikan jalan yang dilakukan akan
memicu pertambahan pasara modern sebesar 0,551%. Selain itu perbatasan dengan
Kota Yogyakarta memeberikan pengaruh yang signifikan terhadap penambahan pasar
modern dikarenakn Kota Yogyakarta merupakan pusat kota dan pusat pemerintahan
sehingga banyaknya mobilitas serta kepadatan penduduk merupakan pemicu
banyaknya jumlah pasar modern. Sedangkan untuk Kabupaten Bantul, banyaknya
jumlah pasar modern di perbatasan Kabupaten Bantul yang mengarah ke selatan
dikarenakan kebijakan pemerintah Kabupaten Bantul yakni peraturan tentang penataan
pasar modern yang diatur dalam perturan Bupati nomor 12 tahun 2010 dimanfaatkan
sebagai pengembang untuk membuka cabang pasar modern baru.
Alasan Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul dipilih sebagai wilayah studi
dikarenakan ketiga wilayah tersebut saling berbatasan. Selain itu adanya pola
persebaran pasar modern di ketiga wilayah tersebut yang membentuk pola cluster dan
mengerucut ke arah Kota Yogyakarta mengindikasikan bahwa adanya hubungan dari
ketiga wilayah tersebut dengan penambahan jumlah dan pola persebaran pasar
modern. Melalui fenomena tersebut, reviewer berupaya mencari tahu penyebab
munculnya pola seperti itu melalui teori analisis lokasi.
Teori analisis lokasi yang digunakan adalah Market Area cetusan dari Augus Losch.
Teeori ini digunakan untuk menentukan tempat yang strategis dalam pemilihan lokasi
perusahaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi market area adalah kepadatan
penduduk dimana semakin tinggi kepadatan penduduk maka semakin banyak gerai
pasar modern. hal ini sesuai dengan hasil analisis peneliti dimana faktor kepadatan
penduduk merupakan faktor yang signifikan dalam mempengaruhi jumlah pasar
modern, Data dari BPS menunjukkan bahwa Kota Yogyakarta merupakan wilayah yang
paling padat penduduknya dibandingkan dengan Bantul dan Sleman, oleh sebab itu
pola persebaran pasar modern berkelompok dan mengerucut ke arah Kota Yogyakarta.
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
23
DAFTAR PUSTAKA
Wahyunigsih, Tri. 2015. Analisis Lokasi dan Pola Persebaran Pasar Modern di Kota
Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Bantul. Jurnal Ekonomi Bisnis dan
Kewirausahaan, 20015, vol.4, no. 2, 157-176
Tarigan, Robinson. 2004. Ekonomi Regional. Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Bumi Aksara
Sjafrizal. 2012. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Jakarta: Rajawali Pers
BPS.”Kepadatan Penduduk menurut Kabupaten”. 13Maret 2016/Kota di D.I. Yogyakarta
2007-2012 http://yogyakarta.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/10
GALIH ALCO PRANATA|3614100031
24