Globalisasi dan paradoks kepentingan nas
Globalisasi dan Paradoks Kepentingan Nasional Indonesia: ‘Million Friends, Zero Enemy’1
Mohamad Rosyidin
Abstrak
Politik luar negeri Indonesia pada abad duapuluh satu telah mengalami perubahan dramatis
dengan munculnya gagasan ‘million friends zero enemy’. Doktrin ini merupakan respon terhadap
globalisasi yang ditandai dengan meningkatnya interdependensi dan regionalisme. Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono percaya bahwa abad duapuluh satu adalah dunia yang penuh
keharmonisan dan kesejahteraan. Konsekuensinya, politik luar negeri harus sejalan dengan
kondisi tersebut. Kekuatan militer tidak lagi relevan untuk meraih kepentingan nasional. Sebagai
gantinya, pendekatan ‘soft power’ dipilih untuk menuntun jalannya diplomasi Indonesia.
Pendekatan tersebut akhirnya membuat politik luar negeri Indonesia terkesan moralistik dan
pragmatis. Artikel ini berpendapat bahwa doktrin ‘million friends zero enemy’ dengan strategi
‘soft power’ nya tidak sejalan dengan amanat Pancasila. Pancasila memandang bahwa politik
internasional adalah arena konflik sekaligus kerjasama. Adalah tidak masuk akal
mempertimbangkan salah satu sisi saja. Dengan menggunakan pendekatan eklektis dalam
Hubungan Internasional, artikel ini memahami kebijakan luar negeri Indonesia berdasarkan pada
sifat dasar politik internasional. Doktrin tersebut terbukti dalam beberapa kasus tidak efektif dan
justru menciptakan fenomena ‘paradoks kepentingan nasional’. Artikel ini berpendapat bahwa
strategi yang tepat untuk menuntun kebijakan luar negeri adalah dengan kembali pada Pancasila
sebagai jati diri bangsa. Pancasila khususnya Sila II pada dasarnya menyediakan landasan
filosofis bahwa pemerintah semestinya tidak naif dalam melihat politik internasional. Dengan
demikian, strategi yang paling tepat adalah pendekatan ‘smart power’ yang menggabungkan
unsur paksaan dan pengaruh dalam diplomasi. Di samping itu juga diperlukan Buku Putih
Kebijakan Luar Negeri yang berlandaskan Pancasila agar pemimpin tidak menginterpretasikan
secara bebas prinsip dasar politik luar negeri Indonesia.
Kata-kata kunci: Politik luar negeri Indonesia, globalisasi, million friends zero enemy, paradoks
kepentingan nasional, soft power, smart power
1 Published at Analisis CSIS, Vol. 41, No. 3 (September 2012), pp. 399-423.
Mohamad Rosyidin
Abstrak
Politik luar negeri Indonesia pada abad duapuluh satu telah mengalami perubahan dramatis
dengan munculnya gagasan ‘million friends zero enemy’. Doktrin ini merupakan respon terhadap
globalisasi yang ditandai dengan meningkatnya interdependensi dan regionalisme. Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono percaya bahwa abad duapuluh satu adalah dunia yang penuh
keharmonisan dan kesejahteraan. Konsekuensinya, politik luar negeri harus sejalan dengan
kondisi tersebut. Kekuatan militer tidak lagi relevan untuk meraih kepentingan nasional. Sebagai
gantinya, pendekatan ‘soft power’ dipilih untuk menuntun jalannya diplomasi Indonesia.
Pendekatan tersebut akhirnya membuat politik luar negeri Indonesia terkesan moralistik dan
pragmatis. Artikel ini berpendapat bahwa doktrin ‘million friends zero enemy’ dengan strategi
‘soft power’ nya tidak sejalan dengan amanat Pancasila. Pancasila memandang bahwa politik
internasional adalah arena konflik sekaligus kerjasama. Adalah tidak masuk akal
mempertimbangkan salah satu sisi saja. Dengan menggunakan pendekatan eklektis dalam
Hubungan Internasional, artikel ini memahami kebijakan luar negeri Indonesia berdasarkan pada
sifat dasar politik internasional. Doktrin tersebut terbukti dalam beberapa kasus tidak efektif dan
justru menciptakan fenomena ‘paradoks kepentingan nasional’. Artikel ini berpendapat bahwa
strategi yang tepat untuk menuntun kebijakan luar negeri adalah dengan kembali pada Pancasila
sebagai jati diri bangsa. Pancasila khususnya Sila II pada dasarnya menyediakan landasan
filosofis bahwa pemerintah semestinya tidak naif dalam melihat politik internasional. Dengan
demikian, strategi yang paling tepat adalah pendekatan ‘smart power’ yang menggabungkan
unsur paksaan dan pengaruh dalam diplomasi. Di samping itu juga diperlukan Buku Putih
Kebijakan Luar Negeri yang berlandaskan Pancasila agar pemimpin tidak menginterpretasikan
secara bebas prinsip dasar politik luar negeri Indonesia.
Kata-kata kunci: Politik luar negeri Indonesia, globalisasi, million friends zero enemy, paradoks
kepentingan nasional, soft power, smart power
1 Published at Analisis CSIS, Vol. 41, No. 3 (September 2012), pp. 399-423.