Topik topik dan Arah Penelitian Akuntans

Topik-Topik Penelitian Akuntansi Pasar Modal
di Indonesia

Eko Yulianto
FEB Universitas Gadjah Mada

Abstrak
Paper ini bertujuan untuk memetakan perkembangan penelitian akuntansi di bidang pasar modal di
Indonesia. Penulis melakukan analisis dengan cara survei secara terbatas terhadap publikasi
penelitian akuntansi melalui Simposium Nasional Akuntansi, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia,
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia dari 2003 sampai 2012. Penullis membuat enam klasifikasi
area penelitian akuntansi pasar modal di Indonesia, yaitu pengujian efisiensi pasar, metodologi
penelitian pasar modal, penilaian dan analisis fundamental, penilaian kinerja akuntansi alternatif,
perilaku diskresioner dan relevansi nilai. Meski tidak dapat dianggap mewakili populasi penelitian
secara keseluruhan, paper ini dapat menunjukkan bahwa dari 214 artikel yang direviu, 50 persen di
antaranya membahas mengenai penilaian kinerja akuntansi alternatif dan perilaku diskresioner.
Sementara itu, proporsi penelitian yang kurang memperoleh perhatian dari peneliti adalah relevansi
nilai. Penulis menduga bahwa hal ini disebabkan oleh kerumitan topik yang dibahas disamping
prasyarat pengetahuan peneliti yang sangat tinggi untuk dapat meneliti relevansi nilai.

Kata kunci: penelitian akuntansi, pasar modal, Indonesia


1

1. Pendahuluan
Penelitian akuntansi pasar modal (market-based accounting research) mulai berkembang pada
tahun 1960-an setelah semangat penelitian akuntansi normatif mulai meredup dan digantikan
dengan penelitian akuntansi positif. Pada era itu, para peneliti dan praktisi akuntansi tidak lagi
termotivasi untuk memperoleh bukti apakah kos historis (historical cost) dapat mencerminkan
kesehatan keuangan perusahaan, melainkan mulai tertarik untuk memastikan apakah angka
akuntansi mengandung atau mencakup informasi mengenai kinerja keuangan perusahaan. Motivasi
terakhir ini kemudian mendorong Ball dan Brown (1968) dan Beaver (1968) untuk memulai
penelitian yang kemudian menjadi cikal bakal penelitian akuntansi pasar modal sampai saat ini.
Kothari (2001) menyatakan bahwa upaya ketiga peneliti tersebut untuk melakukan penelitian
akuntansi positif, khususnya terkait pasar modal, juga didorong oleh perkembangan penelitian
bidang keuangan dan ekonomi, yaitu terkait dengan teori ekonomi positif, hipotesis pasar efisien
(HPE) dan capital asset pricing model (CAPM), serta studi peristiwa (event study).
Penelitian-penelitian awal akuntansi pasar modal menunjukkan bahwa laporan-laporan akuntansi
memiliki kandungan informasi (information content) dan bahwa angka-angka laporan keuangan
merefleksikan informasi yang dapat mempengaruhi harga-harga saham. Pada dekade selanjutnya
penelitian akuntansi pasar modal tumbuh pesat dan terus berkembang sampai dekade ini dengan

berbagai isu baru yang lebih kompleks. Perkembangan penelitian di bidang ini telah mendorong
beberapa peneliti untuk memetakan, menganalisis, dan memprediksi arah perkembangan
penelitian akuntansi pasar modal, khususnya di Amerika Serikat. Penelitian tersebut antara lain
dilakukan oleh Lev dan Ohlson (1982), Bernard (1989), Beaver (2002), dan Kothari (2001).
Penulis berpendapat bahwa keempat penelitian yang dilakukan pada era yang berbeda tersebut
sangat membantu kita untuk memberikan gambaran mengenai kemajuan yang telah dicapai dan

2

kemungkinan arah penelitian akuntansi pasar modal pada masa yang akan datang. Area penelitian
yang berhasil diidentifikasi dalam penelitian-penelitian tersebut tersaji pada Tabel 1 berikut.

3

Tabel 1
Area Penelitian Akuntansi Pasar Modal di Amerika Serikat sampai 2002
Lev dan Ohlson (1982)

Bernard (1989)


Kothari (2001)

Beaver (2002)

Studi kandungan

Studi economic

Metodologi

Efisiensi pasar

informasi

consequences

Alternatif pengukuran

Pemodelan Feltham-


Perbedaan teknik

Efisiensi pasar

kinerja akuntansi

Ohlson

akuntansi diskresionari

Hubungan antara laba dan

Penilaian dan analisis

Value relevance

Konsekuensi regulasi

harga saham


fundamental

Perilaku analis

Studi kandungan

Pengujian efisiensi pasar

Perilaku diskresionari

informasi

Value relevance

Metodologi

Di Indonesia, upaya serupa untuk memetakan dan menganalisis perkembangan penelitian
akuntansi pasar modal juga dilakukan antara lain oleh Ratnaningsih dan Hartono (2007). Mereka
mengelompokkan topik penelitian akuntansi pasar modal ke dalam tiga tahapan, mencakup isu-isu
terkait manajemen dengan organisasi dan pasar modal, dalam kaitan dengan topik mengenai

derajat manajer, pasar dan berapa isu metodologis.

2. Tujuan dan Pertanyaan Penelitian
Dari sisi tujuan, penelitian yang disajikan dalam tulisan ini bisa dikatakan sebagai pengembangan
dari penelitian Retnaningsih dan Hartono (2007). Secara umum, tujuan penelitian ini adalah
memberikan gambaran mengenai perkembangan dan arah penelitian akuntansi pasar modal di
Indonesia melalui evaluasi atas berbagai penelitian yang telah dilakukan dalam sepuluh tahun
terakhir. Dengan evaluasi ini, penulis berharap bisa memberikan sumbangan terkait akumulasi
pengetahuan tentang akuntansi pasar modal dan memberikan inspirasi bagi penelitian lebih lanjut

4

pada area-area tertentu pada masa yang akan datang. Titik berat evaluasi akan dilakukan pada
fenomena-fenomena yang khas yang terjadi di Indonesia, yang tentu saja berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan di negara lain, seperti Amerika Serikat. Fokus ini penting karena akan
dapat memberikan bukti mengenai keterterapan teori pasar modal di Indonesia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis mengajukan tiga pertanyaan penelitian berikut.
a. Topik apa saja yang menjadi sumber ide penelitian akuntansi pasar modal di Indonesia?
b. Apa keunikan penelitian akuntansi pasar modal di Indonesia?
c. Apa area penelitian yang dapat dikembangkan dalam penelitian pada masa yang akan datang?


3. Metode Penelitian dan Sumber Data
Untuk menjawab ketiga pertanyaan penelitian tersebut, penulis melakukan survei atas artikelartikel hasil penelitian yang dipublikasi dalam dua jurnal dan yang dipresentasikan dalam
Simposium Nasional Akuntansi (SNA) dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir (2003 – 2012).
Dua jurnal terpilih dimaksud adalah Jurnal Riset Akuntansi Indonesia (The Indonesian Journal of
Accounting Research - JRAI) dan Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia (Journal of Indonesian
Economy and Business - JEBI). Sedangkan artikel-artikel SNA yang dipilih sebagai sampel berasal
dari SNA ke-6 (2003) sampai SNA ke-15 (2012). Jumlah keseluruhan sampel artikel yang
dievaluasi adalah 217, dengan rincian 32 artikel dari JRAI, 11 artikel dari JEBI, dan 174 artikel
dari SNA. Karena sampel artikel hanya berasal dari periode dan sumber yang terbatas, penulis
perlu menyatakan bahwa hasil yang dipaparkan dalam artikel ini tidak bersifat menyeluruh
(exhaustive), melainkan lebih bersifat indikatif mengenai area penelitian yang menjadi perhatian
para peneliti di Indonesia.

5

4. Topik Penelitian Akuntansi Pasar Modal di Indonesia
Untuk membahas hasil evaluasi atas perkembangan penelitian akuntansi pasar modal di Indonesia,
penulis mengidentifikasi area penelitian dengan mengombinasikan basis klasifikasi yang dilakukan
oleh Lev dan Ohlson (1982), Bernard (1989), Kothari (2001) dan Beaver (2002). Adapun

klasifikasi dimaksud adalah (1) pengujian efisiensi pasar, (2) metodologi penelitian pasar modal,
(3) penilaian dan analisis fundamental, (4) perilaku diskresioner, (5) ukuran kinerja akuntansi
alternatif, dan (6) relevansi nilai (value relevance).

Dari sisi distribusi area penelitian untuk sampel artikel yang direviu, penulis mendapatkan
gambaran bahwa separuh penelitian fokus pada topik ukuran kinerja akuntansi alternatif (54) dan
perilaku diskresioner (52). Area selanjutnya yang memperoleh perhatian cukup tinggi adalah
penilaian dan analisis fundamental (42) dan metodologi penelitian pasar modal (41). Dua area
terakhir yang tercermin dari sampel artikel adalah pengujian efisiensi pasar (19) dan value
relevance (9). Namun demikian, yang perlu dicatat adalah bahwa distribusi ini belum dapat
menunjukkan minat proporsi minat penelitian pasar modal di Indonesia secara keseluruhan, karena
penulis hanya menggunakan dua jurnal dan makalah SNA.

Tabel 2
Distribusi Sampel Penelitian Akuntansi Pasar Modal di Indonesia

6

Penulis akan mendasarkan pembahasan dalam artikel ini berdasarkan enam klasifikasi area
penelitian tersebut. Namun demikian, dalam pembahasan penulis hanya akan mengulas beberapa

isu penting yang menjadi fokus penelitian di Indonesia.

4.1 Pengujian Efisiensi Pasar
Efisiensi pasar merupakan bidang studi yang penting dalam akuntansi pasar modal. Kebanyakakan
regulasi atas pelaporan keuangan didasarkan pada asumsi bahwa sekali data akuntansi
dipublikasikan, implikasinya akan segera dimanifestasikan dalam harga saham. Dengan kata lain,
pasar efisien akan menjamin bahwa harga saham telah mencerminkan semua informasi akuntansi
yang tersedia di pasar. Namun, bila pasar tidak efisien, laporan keuangan dan pengungkapan tidak
dapat dikatakan efektif karena harga saham tidak secara penuh mencerminkan informasi yang
tersedia.
Jogiyanto (1998) mengidentifikasi beberapa kejadian atau peristiwa yang dapat menunjukkan
apakah pasar efisien dan pasar tidak efisien. Pasar dikatakan efisien apabila beberapa peristiwa
berikut ini terjadi.

7

a. Investor merupakan penerima harga (price taker), artinya bahwa sebagai pelaku pasar, investor
seorang diri tidak dapat mempengaruhi harga dari suatu sekuritas. Harga dari sekuritas
ditentukan oleh banyak investor yang menentukan permintaan dan penawaran.
b. Informasi tersedia secara luas kepada semua pelaku pasar pada saat yang bersamaan dan harga

untuk memperoleh informasi tersebut relatif murah.
c. Informasi dihasilkan secara acak (random) dan tiap-tiap pengumuman formasi sifatnya acak
antara satu dengan yang lain. Maksud dari informasi dihasilkan secara acak adalah investor
tidak dapat memprediksi kapan emiten akan mengumumkan informasi baru.
d. Investor bereaksi dengan menggunakan informasi secara penuh dan cepat, sehingga harga dari
sekuritas berubah dengan semestinya mencerminkan informasi tersebut untuk mencapai
keseimbangan yang baru. Hal ini dapat terjadi jika investor mampu memahami dan
menginterprestasikan informasi dengan cepat dan baik.
Sedangkan pasar dikatakan tidak efisien apabila:
1. Terdapat sejumlah kecil pelaku pasar yang dapat mempengaruhi harga dari suatu sekuritas.
2. Harga dari informasi adalah mahal dan terdapat akses yang tidak seragam antara pelaku pasar
yang satu dengan yang lain terhadap informasi yang sama. Kondisi ini terjadi jika penyebaran
informasi tidak merata sehingga para pelaku pasar menerima informasi tidak pada waktu yang
sama.
3. Informasi yang dikeluarkan dapat diprediksi dengan baik oleh sebagian pelaku pasar.
4. Investor adalah individu-individu yang lugu (naïve investor) dan tidak cangggih. Naïve
investor adalah investor yang mempunyai kemampuan yang terbatas di dalam mengartikan dan
menginterprestasikan informasi yang diterima. Karena tidak canggih, maka investor seringkali
melakukan keputusan yang salah yang mengakibatkan sekuritas yang bersangkutan dinilai
secara tidak tepat.


8

Terkait efisiensi pasar Hartono (2005) menyatakan bahwa pasar modal di Indonesia sudah efisien,
karena beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa pengumuman dividen direaksi oleh
pasar dengan cepat. Alasan yang digunakan oleh penelitian-penelitian ini adalah berdasarkan teori
sinyal (signaling theory) yaitu pasar percaya bahwa hanya emiten yang mempunyai prospek baik
yang mampu menghasilkan laba di masa depan saja yang dapat membayar dividen. Karena pasar
percaya bahwa pembayar dividen adalah perusahaan yang berprospek, maka mereka mereaksinya
dengan positif. Untuk membuktikan hal ini Setiawan dan Hartono (2002) (dalam Hartono,
2005:16-17) melakukan pengujian ulang pengumuman dividen dengan membagi sampel menjadi
dua kelompok, yaitu perusahaan-perusahaan yang berprospek dan yang tidak berprospek.
Kesimpulannya adalah pasar modal BEJ kurang pintar dan tidak efisien dari aspek keputusan.
Kekurangpintaran pasar ini tampak pada reaksi yang salah yaitu bereaksi positif pada
perusahaanperusahan yang tidak bertumbuh yang membayar dividen meningkat. Pasar seharusnya
memberi penalti pada perusahaan-perusahaan tersebut, karena di masa mendatang mereka tidak
mempunyai kemampuan menghasilkan laba untuk membayar dividen tersebut.
Penelitian lain yang menguji efisiensi pasar juga dilakukan oleh Ratmono (2004) melakukan
penelitian apakah harga saham mampu merefleksikan secara penuh informasi yang terdapat dalam
komponen akrual dan arus kas dari current earnings. Hasilnya menunjukkan bahawa harga saham
tersebut tidak mencerminkan informasi dimaksud. Pasar nampak underestimate terhadap
persistensi komponen akrual dan arus kas sehingga cenderung untuk underprice kedua komponen
earnings tersebut. Harga saham menunjukkan kecenderungan tersebut karena investor gagal untuk
mengidentifikasi secara benar properti yang berbeda dari dua komponen earnings tersebut. Hasil
ini tidak konsisten dengan pandangan efisiensi pasar tradisional bahwa harga saham merefleksikan
secara penuh semua informasi publik yang tersedia.
Selanjutnya, Ratmono dan Cahyonowati (2005) mengembangkan penelitian tersebut dengan
menguji apakah abnormal akrual merupakan penyebab mispricing komponen-komponen earnings.
9

Dengan menggunakan data earnings tahun 1999-2002 dan komponen akrual dan arus kas dari
earnings tahun 1998-2001 hasil pengujian menunjukkan bahwa abnormal akrual mempunyai
persistensi yang paling rendah dibandingkan dengan normal akrual dan arus kas. Hasilnya juga
menunjukkan kegagalan harga saham dalam menyerap secara penuh informasi yang terdapat
dalam komponen akrual dan arus kas dari current earnings sampai informasi tersebut
mempengaruhi future earnings. Pasar nampak overestimate terhadap persistensi komponenkomponen earnings sehingga cenderung untuk overprice komponen-komponen earnings tersebut.
Riset ini memperluas Ratmono (2004) dengan menunjukkan bahwa rendahnya persistensi dan
mispricing total akrual adalah disebabkan oleh besarnya abnormal akrual.

4.2 Metodologi Penelitian Pasar Modal
Menurut Kothari (2001) salah satu area terkait metodologi penelitian pasar modal adalah
penelitian koefisien respon laba (earnings response coefficients – ERC). ERC merupakan koefisien
yang mengukur respon abnormal returns ekuritas terhadap unexpected accounting earnings
perusahaan-perusahaan yang menerbitkan sekuritas. Penelitian ERC dimotivasi oleh kegunaan
potensialnya dalam penilaian dan analisis fundamendal. Motivasi penting lainnya adalah untuk
memfaslitasi rancangan untuk pengujian yang lebih powerful atas hipotesis contracting dan political
costs atau pengungkapan sukarela atau hipotesis signaling dalam akuntansi.
Di Indonesia, penelitian terkait ERC dilakukan antara lain oleh Naimah dan Utama (2007).
Penelitian mereka dilakukan untuk mengidentifikasi dan menjelaskan perbedaan respon pasar
terhadap informasi laba, atau yang dikenal sebagai earnings respons coefficient. Penelitian ini
dimaksudkan sebagai bukti tambahan, dengan data dari BEJ, mengenai variasi ERC yang terjadi
secara cross-sectional dan intertemporal, seperti yang telah diteliti misalnya oleh Collins dan
Kothari (1989). Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa baik laba akuntansi maupun nilai

10

buku ekuitas mempunyai pengaruh terhadap saham. Artinya, laba akuntansi dan nilai buku
merupakan variabel yang dapat digunakan untuk menjelaskan nilai ekuitas. ERC ditemukan lebih
tinggi pada perusahaan yang memiliki laba permanen. Hal ini menunjukkan persistensi laba
berpengaruh positif terhadap koefisien respon laba. Jika laba akuntansi sebagai proksi laba
abnormal terus persisten, maka laba akan menjadi informasi yang relevan. Jika laba tidak persisten,
maka nilai buku ekuitas bisa dijadikan proksi laba normal. Hasil lain yang dilaporkan dalam
penelitian ini adalah ERC lebih rendah perusahaan yang memiliki laba negatif dibandingkan
dengan perusahaan yang labanya positif.
Penelitian lain mengenai ERC juga dilakukan oleh Sayekti dan Wondabio (2007). Keunikan
penelitian ini adalah pada upayanya mencari hubungan antara pengungkapan informasi mengenai
corporate social responsibility (CSR) pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta
terhadap ERC. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan informasi CSR
dalam laporan tahunan perusahaan berpengaruh negatif terhadap ERC. Hasil penelitian ini
mengindikasikan bahwa investor mengapresiasi informasi CSR yang diungkapan dalam laporan
tahunan perusahaan.
Sementara itu, penelitian yang lebih komprehensif menyangkut ERC dilakukan oleh
Murwaningsari (2008). Peneliti ini berupaya untuk menguji secara simultan beberapa variabel
yang mempengaruhi ERC, yaitu leverage, pengungkapan sukarela, ukuran perusahaan, dan
ketepatan waktu pelaporan. Hasilnya menunjukkan bahwa hubungan negatif dengan ERC hanya
terjadi pada variabel leverage dan ukuran perusahaan. Penelitian mengenai hubungan leverage dan
ERC ini konsisten dengan Dhaliwal, Lee dan Farger (1991) (dalam Murwaningsih, 2008: 26) yang
telah membuktikan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap koefisien respon laba yaitu ERC.
Perusahaan yang tingkat leverage-nya tinggi berarti memiliki hutang yang lebih besar
dibandingkan modal. Dengan demikian jika terjadi peningkatan laba maka yang diuntungkan
adalah debtholders, sehingga semakin baik kondisi laba perusahaan maka semakin negatif respon
11

pemegang saham, karena pemegang saham beranggapan bahwa laba tersebut hanya
menggantungkan kreditur. Sedangkan hubungan negatif juga terjadi antara ukuran perusahaan dan
ERC tidak sejalan dengan penelitian tidak sejalan dengan Dyer dan Hugh (1975), Schwartz dan
Soo (1996), Oktorina dan Suharli (2005), Givoly dan Palmon dan Annisa (1982) dan Owushu dan
Ansah (2000) (dalam Murwaningsih, 2008: 22-23).

4.3 Penilaian dan Analisis Fundamental
Motivasi utama untuk melakukan penelitian analisis fundamental dan kegunaanya dalam praktik
adalah untuk mengidentifikasi kesalahan pentuan harga (mispricing) saham untuk keperluan
investasi. Akan tetapi, bahkan dalam pasar efisien peran analisis fundamental juga masih
diperlukan. Analisis tersebut membantu pemahaman kita mengenai penentu nilai, yang
memfasilitasi keputusan investasi dan penilaian saham yang tidak diperdagangkan di bursa.
Terkait motivasi, analisis fundamental dilakukan untuk menentukan nilai intrinsik perusahaan.
Analisis ini selalu mengestimasi korelasi antara nilai intrinsik dan nilai pasar dengan menggunakan
data untuk perusahaan sampel yang sahamnya diperdagangkan. Korelasi antara nilai pasar dan nilai
intrinsik dapat diestimasi secara langsung menggunakan nilai intrinsik atau secara tidak langsung
dengan meregresi nilai pasar berdasarkan penentu nilai intrinsik (Kothari, 2001).
Analisis fundamental adalah salah satu pendekatan yang digunakan untuk melakukan pemilihan
investasi. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa setiap sekuritas memiliki nilai intrinsik. Nilai
intrinsik ini dapat diukur menggunakan nilai-nilai fundamental seperti laba, dividen, struktur
modal, dan potensi pertumbuhan. Untuk menentukan apakah sekuritas tersebut dinilai lebih
rendah (undervalued) atau dinilai lebih tinggi (overvalued), nilai intrinsik ini dibandingkan dengan
harga pasar sekuritas saat ini.

Setelah mengetahui apakah suatu sekuritas undervalued atau

12

overvalued kemudian analis dapat melakukan keputusan investasi yang dapat menguntungkan
mereka.
Lev dan Tiagarajan (1993) telah memberi kontribusi yang signifikan bagi penelitian analisis
fundamental, salah satunya adalah memperluas hubungan laba dengan return dengan memasukkan
12 signal fundamental sebagai variabel independen. Kedua belas signal tersebut adalah persediaan,
piutang dagang, pengeluaran modal, laba kotor, biaya administrasi dan penjualan, cadangan
kerugian piutang, tingkat pajak efektif, order backlog, tenaga kerja, penilaian persediaan dengan
LIFO, dan kualifikasi audit.
Salah satu penelitian yang dilakukan untuk menguji signal fundamental yang diusulkan oleh Lev
dan Tiagarajan (1993) di Indonesia adalah yang dilakukan oleh Anggraini dkk (2007). Dari 12
sinyal fundamental yang digunakan oleh Lev dan Tiagarajan (1993) hanya tujuh sinyal yang
digunakan dalam penelitian ini karena alasan ketersediaan data dan regulasi. Sinyal pengeluaran
modal (capital expenditure), biaya riset dan pengembangan, Order Backlog, tenaga kerja tidak
digunakan karena tidak tersedianya data. Sedangkan penilaian persediaan dengan LIFO tidak
digunakan dengan alasan di Indonesia metode persediaan LIFO tidak diperkenankan untuk
digunakan.
Hasil telaah sinyal fundamental selama masa krisis, ternyata hanya sinyal fundamental laba kotor
yang mempunyai kemampuan untuk mengukur prospek perusahaan di masa yang akan datang.
Inipun dengan tingkat signifikansi yang lemah. Sinyal lain tidak terbukti berguna untuk menaksir
prospek perusahaan di masa yang akan datang. Hasil telaah sinyal fundamental di luar masa krisis,
mengindikasikan sinyal persediaan, laba kotor dan kredibilitas auditor dapat berguna bagi investor
untuk menaksir prospek perusahaan di masa yang akan datang.

4.4 Perilaku Diskresioner

13

Manajemen dapat meningkatkan atau mengurangi kualitas laporan keuangan melalui penggunaan
wewenang yang dimilikinya, atau disebut diskresi (discretion) terhadap angka akuntansi. Perilaku
dikresioner ini mencakup peramalan laba secara sukarela (voluntary earnings forecasting),
pengungkapan sukarela (voluntary disclosure), pemilihan metode akuntansi, estimasi akrual dan
manajemen akrual. Dari kelima area penelitian ini, penelitian manajemen akrual atau biasa disebut
sebagai manajemen laba (earnings management) memperoleh perhatian lebih dari para peneliti
(Beaver, 2002).
Motif dari manajemen laba dapat dibedakan dalam dua kategori: oportunistik dan signaling.
Motif-motif ini biasanya terkait dengan kontrak kompensasi (compensation contracts), persyaratan
utang (debt covenants), penentuan harga pasar modal, perpajakan, litigasi, dan perilaku regulasi
(Watt dan Zimmerman, 1986; Beaver dan Engel, 1996).
Penelitian perilaku disresioner, khususnya menyangkut manajemen laba, merupakan penilitian
yang cukup populer di Indonesia. Ide penelitian manajemen laba memiliki variasi yang cukup
banyak karena para peneliti berupaya menguji kembali dan mengeksplorasi berbagai variabel yang
menjadi faktor yang mendorong manajemen melakukan manajemen laba sampai dampak dari
manajemen laba. Variabel-variabel yang diuji dalam penelitian manajemen laba antara lain tersaji
dalam tabel berikut.
Tabel 3
Contoh Variabel dalam Penelitian Manajemen Laba
Variabel

Peneliti

Kinerja pasar perusahaan

Oktorina (2009)

Hak terkait kepemilikan perusahaan

Sanjaya (2010)

Tahapan perkembangan perusahaan (siklus)

Hastuti (2010)

Kemampuan deteksi auditor

Ratmono (2011)

Kualitas audit

Hariani dan Baridwan (2010)

14

Elemen corporate governance

Prabowo dkk (2011)

Hasil penelitian Oktorina (2009) mengenai dampak manajemen laba pada kinerja pasar
perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan manajemen laba melalui manipulasi
aktivitas riil melalui arus kas memiliki kinerja yang lebih baik daripada yang tidak melakukan
manipulasi serupa. Temuan lain penelitian ini adalah bahwa perusahaan industri manufaktur
diduga cenderung melakukan manipulasi aktivitas arus kas kegiatan operasi dibandingkan dengan
industri nonmanufaktur.
Keberadaan effect entrenchment dan effect alignment yang muncul dalam kaitannya dengan
kepemilikan perusahaan juga menjadi menjadi fokus penelitian manajemen laba di Indonesia.
Untuk itu, Sanjaya (2010) secara khusus ingin meneliti hubungan antara hak kendali dan hak atas
kas pemegang saham pengendali terhadap manajemen laba. Ia meneliti perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Indonesian Stock Exchange (IDX) tahun 2000-2007. Penelitian ini mendukung
kesimpulan mengenai keberadaan entrenchment effect dari pemegang saham pengendali. Hal ini
ditunjukkan dari pengaruh positif dan signifikan hak kendali pada manajemen laba.
Konsekuensinya, kenaikan hak kendali akan mengakibatkan peningkatan manajemen laba.
Selanjutnya, kenaikan manajemen laba akan mengurangi kualitas informasi dari laporan keuangan
karena informasi tidak disajikan secara jujur.
Penelitian Sanjaya (2010) juga menyimpulkan bahwa hak aliran kas memotivasi pemegang saham
pengendali untuk mengurangi manajemen laba. Sebaliknya, penurunan hak atas arus kas
memotivasi pemegang saham pengendali untuk melakukan manajemen laba. Fenomena ini
ditunjukkan dengan pengaruh negatif dan signifikan hak atas arus kas pada manajemen laba. Hal
ini menandakan keberadaan alignment effect dari pemegang saham pengendali.
Variabel lain yang diduga memiliki hubungan dengan manajemen laba adalah audit dan auditor.
Hariani dan Baridwan (2010) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara kualitas

15

audit dengan manajemen laba. Penelitian ini memberi kesimpulan bahwa audit berkualitas tinggi
memiliki manfaat dalam mencegah manipulasi laba bila memang ada insentif untuk melakukan
manajemen laba. Selanjutnya, Ratmono (2011) meneliti kemampuan auditor dalam mendeteksi
manajemen laba. Ia menyimpulkan bahwa auditor dengan spesialisasi industri akan mampu
mendeteksi penyesuaian akrual yang dilakukan klien sehingga dapat membatasi jumlah akrual
diskresioner. Penelitian ini juga memperkuat dugaan Rowchodhury (2006) bahwa auditor lebih
sulit mendeteksi laba akrual.
Prabowo, dkk (2011) yang meneliti hubungan antara elemen corporate governance dan manajemen
laba tidak menemukan bukti yang mendukung prediksi mengenai dampak kepemilikan,
karakteristik dewan direksi, dan komite audit pada level akrual diskresioner. Analisisnya
menunjukkan bahwa kepemilikan sepuluh pemegang saham terbesar memiliki hubungan negatif
yang cukup signifikan terhadap akrual yang mengurangi laba diskresioner (income decreasing
discretionary accruals), tetapi variabel tersebut tidak secara signifikan mempengaruhi akrual yang
meningkatkan laba (income increasing accruals).
Dalam konteks Indonesia, penelitian Prabowo dkk (2011) tersebut berhasil mengungkap beberapa
fakta menarik. Pertama, perusahaan yang memiliki utang banyak (high leveraged firms) cenderung
mengelola akrual menurun, sedangkan perusahaan besar sebaliknya. Temuan ini mengandung arti
bahwa pengawasan oleh pelaku pasar lain menghasilkan arah akrual yang berbeda. Kedua, komite
audit memiliki pengaruh pada terhadap akrual. Ketiga, kepemilikan sepuluh pemegang saham
terbesar memiliki hubungan dengan penaikan atau penurunan akrual. Implikasinya adalah bahwa
kepemilikan perusahaan yang terkonsentrasi akan mendorong dilakukannya strategi taking a bath
untuk membersihkan angka akuntansi dengan harapan bahwa laporan keuangan akan lebih
ditunggu pada periode mendatang.

16

4.5 Ukuran Kinerja Akuntansi Alternatif
Sejak penelitian Ball dan Brown (1968), banyak penelitian menggunakan asosiasi dengan tingkat
imbal balik (returns) saham untuk membandingkan ukuran kinerja akuntansi alternatif seperti laba
kos historis, laba kos kini, laba residual, aliran kas operasi, dan lain sebagainya. Motivasi utama
untuk penelitian yang membandingkan ukuran kinerja alternatif adalah adanya kekurangan dalam
beberapa ukuran kinerja. Sebagai contoh Lev (1989) berpendapat bahwa model pelaporan
keuangan kos historis menghasilkan laba dengan kualitas rendah (low quality), atau yang tidak
dapat mencerminkan kinerja perusahaan.
Para peneliti secara eksplisit maupun implisit menggunakan istilah “kualitas laba” baik dalam
konteks menguji apakah informasi laba berguna bagi investor untuk penilaian atau dalam
mengevaluasi kinerja manajer. Penelitian pasar modal mengasumsikan bahwa ukuran kinerja
akuntansi memberikan baik peranan ukuran kinerja manajerial maupun peranan informasi
penilaian. Ukuran kinerja manajerial menunjukkan nilai tambah dari upaya atau tindakan manajer
dalam suatu periode tertentu, sedangkan suatu ukuran yang dirancang utuk memberikan informasi
yang berguna bagi penilaian memberi indikasi mengenai laba ekonomi perusahaan atau perubahan
kemakmuran pemegang saham. Ukuran pertama memiliki suatu motivasi kontrak dan yang
terakhir memiliki motivasi informasi atau penilaian.
Seperti penelitian perilaku diskresioner, penelitian pada area ini juga sangat kaya karena banyak
peneliti yang mencoba mencari hubungan banyak variabel dengan kinerja akuntansi, misalnya,
kualitas laba. Suaryana (2005) meneliti hubungan antara komite audit dan kualitas laba dan
menyimpulkan bahwa pasar menilai laba yang dilaporkan oleh perusahaan yang membentuk
komite audit memiliki kualitas yang lebih baik daripada laba yang dilaporkan oleh perusahaan
yang tidak membentuk komite audit. Koefisien respon laba yang lebih tinggi untuk perusahaan

17

yang membentuk komite audit menunjukan bahwa pasar menilai komite telah melaksanakan
perannya dengan baik, terutama dalam memonitor proses pelaporan keuangan.
Penelitian lain dilakukan oleh Boediono (2005) yang berusaha menguji hubungan antara corporate
governance dan manajemen laba terhadap kualitas laba. Hasilnya menunjukkan bahwa mekanisme
corporate governance dan manajemen laba secara bersama-sama memiliki pengaruh yang cukup
kuat terhadap kualitas laba. Namun demikian, secara individual, pengaruh elemen corporate
governance, yaitu tingkat kepemilikan institusional, tingkat kepemilikan manajerial, dan komposisi
dewan komisaris, terhadap kualitas laba lemah. Demikian juga, secara individual, manajemen laba
tidak begitu mempengaruhi kualitas laba, karena hubugan keduanya sangat lemah. Hal ini
mengindikasikan bahwa keberadaan manajemen laba dalam memberikan respon kepada pasar atas
informasi laba yang dilaporkan perusahaan kurang kuat.
Peranan mekanisme corporate governance pada kualitas laba juga diteliti oleh Siallagan dan
Machfoedz (2006), namun dengan hasil yang berbeda dengan Boediono (2005). Penelitian ini
menunjukkan bahwa kepemilikan kepemilikan manajerial dan komite audit memiliki hubugan
yang positif dengan manajemen laba. Sedangkan dewan komisaris memiliki hubungan yang
negatif dengan kualitas laba. Selanjutnya, Siallagan dan Machfoedz (2006) menyimpulkan bahwa
baik corporate governance dan kualitas laba memiliki pengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Kualitas laba juga dapat dilihat dari pembagian dividen. Sirait dan Siregar (2012) telah meneliti
hubungan atara pembagian dividen dan kualitas laba yang dilaporkan perusahaan. Hipotesis yang
mereka ajukan adalah perusahaan yang membagikan dividen akan memiliki laba yang lebih
berkualitas dan hasil penelitiannya mengonfirmasi hal ini. Terlepas dari ukurannya, status
pembagian dividen, kenaikan ukuran dividen yang dibagikan dan persistensi dalam pola
pembagiannya terbukti secara empiris merupakan indikator laba yang berkualitas.

18

4.6 Relevansi Nilai
Penelitian relevansi nilai (value relevance) menguji asosiasi antara sebuah variabel terikat
berdasarkan harga saham dan suatu kelompok variabel akuntansi. Sebuah angka akuntansi
dikatakan “value relevant” atau nilainya relevan, bila angka tersebut secara signifikan berhubungan
atau terkait dengan variabel terikat yaitu nilai pasar ekuitas. Menurut Beaver (2002), penelitian
relevansi nilai sudah dilakukan sejak 1966 oleh Miller dan Modigliani, namun istilah tersebut
menjadi popular sejak awal 1990. Paper karya Ohlson (1991, 1995) juga menggunakan istilah
value relevance, yang konsisten dengan penelitian-penelitian empiris.
Landasan teori dari studi relevansi nilai adalah gabungan dari teori penilaian (valuation theory)
degan argument akuntansi kontekstual yang mengijikan peneliti untuk memprediksi bagaimana
variabel akuntansi berhubungan dengan nilai pasar ekuitas. Model penilaian, menurut Beaver
(2002) ada tiga, yaitu pendekatan laba (earnings-only approach) yang diperkenalkan oleh Miller
dan Modigliani (1966), pendekatan neraca (balance-sheet approach) dan model Feltham Ohlson.
Model Fetlham Ohlson menyajikan nilai perusahaan sebagai fungsi linier dari nilai buku dari
ekuitas dan nilai kini dari laba abnormal harapan masa depan. Studi relevansi nilai bersandar pada
kombinasi dari nilai buku dan pendekatan laba.
Beaver (2002: 460) menyatakan bahwa penelitian relevansi nilai memiliki dua karakteristik utama.
Pertama, penelitian ini memerlukan pemahaman mendalam mengenai institusi akuntansi, standar
akuntansi, dan sifat-sifat khusus dari angka-angka laporan keuangan. Pengetahuan ini meliputi
tujuan pelaporan keuangan, kriteria yang digunakan pembuat standar, dasar dari standar tertentu,
dan rincian cara menyusun angka akuntansi dengan standar yang ada.
Kedua, ketepatan laporan keuangan bukan merupakan isu utama. Meskipun penelitian relevansi
nilai menggunakan studi peristiwa, ia juga mencakup studi mengenai hubungan antara level harga
saham dan data akuntansi. Waktu menjadi penting dalam studi peristiwa. Studi ini menguji apakah

19

reaksi harga saham dalam jangka pendek (short windows) sekitar tanggal pengumuman. Peneliti
dengan studi peristiwa akan mengidentifikasi tanggal pengumuman dan menguji perubahan harga
(biasanya dalam persentase) yang terjadi sekitar tanggal kejadian itu.
Sebaliknya, studi level mengidentifikasi penentu (drivers) dari nilai yang mungkin tercermin dalam
harga dalam jangka waktu yang lebih panjang dari pada yang diasumsikan oleh studi peristiwa.
Sebagai contoh, harga mungkin akan mencermikan informasi sebelum tanggal pengumuman.
Penelitian relevansi nilai melihat nilai pasar pada suatu waktu sebagai fungsi dari sekelompok
variabel akuntansi, seperti aktiva, utang, pendapatan, biaya, dan laba bersih. Penelitian ini
dirancang tidak untuk mempersoalkan ketepatan waktu.
Penelitian mengenai relevansi nilai di Indonesia tampaknya tidak begitu banyak dilakukan. Penulis
menduga bahwa kurangnya penelitian dan publikasi terkait area ini disebabkan karena kerumitankerumitan dan tingginya prasyarat pemahaman pengetahuan megenai relevansi nilai, seperti
dinyatakan oleh Beaver (2002).
Salah satu penelitian di bidang ini dilakukan oleh Arifin (2003) yang ingin mengungkap
signifikansi pengumuman laba yang dilakukan oleh perusahaan dengan corporate governance yang
baik dan yang buruk dengan relevansi nilai dari pengumuman laba tersebut serta kaitannya dengan
volume perdagangan saham. Hasil penelitianya menunjukkan bahwa kualitas corporate governance
tidak secara signifikan meningkatkan value relevance dari pengumuman earnings namun secara
signifikan menurunkan divergensi ekspektasi investor, terbukti dengan volume perdagangan yang
signifikan lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang kurang bagus corporate governancenya.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Lestari dan Baridwan (2008) yang menguji kegunaan informasi
laba dan amortisasi goodwill. Dalam penelitian ini, mereka menyimpulkan bahwa informasi
amortisasi goodwill tidak mengandung relevansi nilai inkremental. Artinya keberadaan amortisasi

20

goodwill dalam hubungan antara laba akuntansi dan nilai saham tidak memberikan kontribusi unik
pada penggunaan informasi laba.

5. Kesimpulan dan Saran
Paper ini telah menyajikan gambaran mengenai penelitian akuntansi pasar modal di Indonesia.
Dengan mengambil sampel artikel yang berasal dari dua jurnal, JRAI dan JEBI, serta berbagai
makalah penelitian yang disajikan dalam SNA VI sampai SNA XV dari tahun 2003 sampai 2012
penulis menyimpulkan bahwa penelitian akuntansi pasar modal di Indonesia boleh dikatakan
produktif dan kreatif. Produktivitas itu tampak dari banyaknya artikel dan makalah penelitian
yang berhasil diterbitkan atau dipublikasikan melalui jurnal dan forum ilmiah seperti SNA.
Penulis berhasil mengumpulkan artikel sebanyak 217, yang terdiri dari 174 makalah SNA dan 43
artikel dari dua jurnal yang dipublikasikan dalam kurun waktu sepuluh tahun. Jumlah artikel jurnal
tentu akan lebih banyak lagi apabila melibatkan jurnal-jurnal lainnya.
Kreativitas penelitian akuntansi pasar modal di Indonesia juga sangat baik. Hal ini ditunjukkan
dengan keberanian peneliti dalam menghubung-hubungkan berbagai variabel atau konstruk
penelitian

sehingga

bila

divisualisasikan

akan

Nampak

sebuah

jaringan

besar

yang

menggambarkan penelitian akuntansi pasar modal di Indonesia. Sebagai contoh adalah Boediono
(2005) yang menguji hubungan antara mekanisme corporate governance, manajemen laba dan
kualitas laba. Begitu juga dengan Siallagan, H. dan Mas’oed Machfoedz. (2006) yang meneliti
hubungan mekanisme corporate governance, kualitas laba, dan nilai perusahaan.
Bentuk kreativitas lain yang perlu diapresiasi adalah penggunaan metode penelitian kualitatif oleh
Riduwan (2008, 2012) di tengah dominasi metode kuantitatif yang menjadi arus utama penelitian
akuntansi pasar modal. Dalam dua makalah yang dipresentasikan dalam SNA XI dan SNA VX,
Riduwan melakukan analisis mengenai sifat angka laba dan perbedaan persepsi akuntan dan

21

nonakuntan terhadap angka laba. Meski bersifat kualitatif, Riduwan juga mampu menarik
implikasi hasil analisisnya bagi pembuatan standar akuntansi keuangan.
Selanjutnya, dari reviu ini penulis melihat masih banyak celah penelitian yang dapat
dikembangkan pada masa yang akan datang, terutama menyangkut dampak perubahan lingkungan
akuntasi yang mengarah pada konvergensi pelaporan keuangan melalui penerapan International
Financial Reporting Standard (IFRS) pada area-area yang telah diidentifikasi di atas. Pertanyaan
penelitian yang bisa diajukan dalam konteks ini misalnya:
a. Apakah kualitas laba perusahaan yang menerapkan IFRS lebih baik daripada perusahaan yang
tidak menerapkan IFRS?
b. Apakah pasar modal di Indonesia menjadi lebih efisien dengan penerapan IFRS?
c. Apakah pengaruh IFRS pada praktik manajemen laba?
Terakhir, sebagai penutup, penulis perlu menggarisbawahi kelemahan yang terkandung dalam
paper ini. Bagaimanapun, dengan sampel artikel yang terbatas akan mempengaruhi cakupan
gambaran penelitian akuntansi pasar modal di Indonesia. Di samping itu, keterbatasan waktu
penelitian, yang hanya dua minggu menjadi kendala utama dalam melakukan analisis yang
mendalam terhadap proses reviu sampel artikel. Untuk itu, penulis sangat menganjurkan agar
penelitian serupa dapat dilakukan lebih lama dan melibatkan lebih banyak artikel. Dengan
demikian, gambaran utuh mengenai perkembangan penelitian akuntansi pasar modal di Indonesia
bisa dapat disajikan lebih baik dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada masa
mendatang.

22

Daftar Pustaka

Anggraini, F.R.A, Lilis Setiawati dan Dinysius Desembriarto. (2007). Peran Laporan Keuangan
dan Analisis Fundamental pada Masa Krisis Ekonomi Indonesia, makalah dipresentasikan
dalam Simposium Nasional Akuntansi VII.
Arifin, Zaenal. 2003, Pengaruh Corporate Governance terhadap Reaksi Harga dan Volume
Perdagangan pada Saat Pengumuman Earnings, makalah dipresentasikan dalam Simposium
Nasional Akuntansi VI, Surabaya.
Ball, R., dan Brown, P. (1968). An empirical evaluation of accounting income numbers. Journal of
Accounting Research 6, 159–177.
Beaver, W. (1968). The information content of annual earnings announcements. Journal of
Accounting Research Supplement 6, 67–92.
Beaver, W., dan Engel, E. (1996). Discretionary behavior with respect to allowance for loan losses
and the behavior of security prices. Journal of Accounting and Economics 22, 177–206.
Beaver, W.H. (2002). Perspective on Recent Capital Market Research, The Accounting Review
77(2), 453 – 474.
Bernard, V. (1989). Capital markets research in accounting during the 1980’s: a critical review. In:
Frecka, T.J. (Ed.), The State of Accounting Research as we enter the 1990s. University of
Illinois at Urbana-Champaign, Urbana, IL.
Boediono, G.S.B. (2005). Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan
Dampak Manajemen Laba Dengan Menggunakan Analisis Jalur, makalah dipresentasikan
pada Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo.

23

Collins D.W. dan Kothari, S.P (1989). An Analysis of Intertemporal and Cross-Sectional
Determinants of Earnings Response Coefficient. Journal of Accounting and Economics 11,
39-67.
Hariani, A.R. dan Zaki Baridwan. (2010). The Presence of Earnings Manipulation Incentives as a
Prerequisite for the Benefits of Higher-Quality Audit to be Realized: The Case of Indonesia,
The Indonesian Journal of Accounting Research 13(3), 265 – 274.
Hartono, J. (1998), Teori Portofolio dan Manajemen Investasi, Yogyakarta, BPFE.
Hartono, J. (2005). Pasar Efisien dari Aspek Keputusan dan Pemilihan Akuntansi. Makalah
disampaikan dalam pidato Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Ekonomi
Universitas Gadjah Mada. http:// mgb.ugm.ac.id/.../pidato-pengukuhan.html?...25, diakses
20 April 2013.
Kothari, S.P. (2001). Capital Market Research in Accounting, Journal of Accounting and
Economics 31, 105-231.
Lev, B. and S. Ramu Thiagarajan. (1993). Fundamental Information Analysis. Journal of
Accounting Research 31(2), 190-215.
Lev, B. dan J.A. Ohlson. (1982). Market-based Empirical Research in Accounting: A Review,
Interpretation, and Extension, Journa of Accounting Research Vol. 20, 249 – 322.
Lev, B., (1989). On the usefulness of earnings and earnings research: lessons and directions from
twodecades of empirical research. Journal of Accounting Research 27, 153–201.
Murwaningsari, E. (2008). Pengujian Simultan: Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Earnings
Response Coefficient, dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi XI.

24

Naimah, Z. dan Utama, S. (2007). Pengaruh Persistensi Laba dan Laba Negatif terhadap Koefisien
Respon Laba dan Koefisien Respon Nilai Buku Ekuitas pada Perusahaan Manufaktur di
Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 10(3), 268-286.
Ohlson, J. (1991). The theory of value and earnings and an introduction to the Ball–Brown analysis.
Contemporary Accounting Research 7, 1–19.
Ohlson, J. (1995). Earnings, book values, and dividends in equity valuation. Contemporary
Accounting Research 11, 661–687.
Oktorina, M. (2009) Analisis Arus Kas Kegiatan Operasi dalam Mendeteksi Manipulasi Aktivitas
Riil dan Dampaknya terhadap Kinerja Pasar. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 12(1), 1-14.
Prabowo, M.A., Trinugroho, I., Arifin, T., dan Sutaryo. (2011). Governance Mechanism and
Earnings Management: Evidence from Indonesia. The Indonesian Journal of Accounting
Research 14(2), 105-122).
Ratmono, D. (2011). Real and Accruals-Based Earnings Management: Can Auditor Detect It?,
Indonesian Journal of Economics and Business 14(1), 23-39.
Ratmono, Dwi dan Cahyonowati, Nur, 2005. Anomali Pasar Berbasis Earnings dan Persistensi
Abnormal Akrual, makalah dipresentasikan pada SNA VIII, Solo.
Ratmono, Dwi, 2004. Persistensi Relatif Earnings dan Anomali Pasar Berbasis Earnings, makalah
dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi VII.
Ratnaningsih, D. dan Jogiyanto Hartono. (2007). Usulan Topik-topik Riset Akuntansi dan Pasar
Modal di Indonesia, Jurnal Bisnis dan Akuntansi 1(1), 1-17.
Riduwan, A. (2008). Realitas Referensial Laba Akuntansi Sebagai Refleksi Kandungan Informasi
(Studi Interpretif-Kritis Dari Komunitas Akuntan Dan Non-Akuntan), Makalah
Dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi XI.

25

Riduwan, A. (2011). Realitas Dalam Cermin Retak: Laba Akuntansi Dalam Bingkai Penafsiran
Praktisi Bisnis Non-Akuntan (Studi Hermeneutika-Kritis), Makalah Dipresentasikan dalam
Simposium Nasional Akuntansi XV.
Rowchodhury, S. (2006). Earnings Management Through Real Acitvities Manipulation, Journal of
Accounting and Economics 42, 335–370
Sanjaya, I.P.S. (2010). Entrechment and Alignment Effect on Earnings Management, The
Indonesian Journal of Accounting Research 13(3), 247-264.
Sayekti, Y. dan Wondabio, L.S. (2007). Pengaruh CSR Disclosure Terhadap Earnings Response
Coeffient: Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta, makalah
dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi X, Makasar.
Siallagan, H. dan Mas’oed Machfoedz. (2006). Mekanisme Corporate, Kualitas Laba, dan Nilai
Perusahaan, makalah dipresentasikan pada Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang.
Sirait, F. dan S.V. Siregar (2012). Hubungan Pembagian Dividen Dengan Kualitas Laba:
Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005 –
2009, makalah dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi XV.
Suaryana, A. (2005). Pengaruh Komite Audit terhadap Kualitas Laba, makalah dipersentasikan
pada Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo.
Watts, R., dan Zimmerman, J. (1986). Positive Accounting Theory. Prentice-Hall, Englewood
Cliffs, NJ.

26