Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Kesantuna

Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Kesantunan dalam Wawancara Reporter Metro TV
dengan Keluarga Penumpang Pesawat Air Asia QZ8501
oleh Davin Rusady1
Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,
Universitas Indonesia, Depok
Pendahuluan
Interaksi sosial merupakan situasi yang memungkinkan terjadinya bentuk-bentuk komunikasi.
Dalam berkomunikasi dengan orang lain, terdapat suatu percakapan atau ujaran yang
disampaikan selama interaksi berlangsung. Percakapan atau ujaran adalah bentuk paling
mendasar yang digunakan oleh manusia untuk menjalin hubungan antar sesama. Dengan
bercakap-cakap, seseorang dapat mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
Percakapan atau ujaran yang diungkapkan seseorang dapat ditelaah lebih lanjut dalam
ilmu linguistik. Kajian ilmu linguistik yang mempelajari mengenai hal tersebut adalah
pragmatik. Leech mengemukakan bahwa pragmatik adalah studi mengenai makna ujaran di
dalam situasi-situasi tertentu atau dalam konteks tertentu. Pragmatik adalah cabang ilmu
linguistik yang menelaah hubungan timbal balik antara fungsi dan bentuk ujaran. Dalam kajian
pragmatik, bentuk-bentuk percakapan dapat ditelaah mekanismenya. Menurut Rustono (1999:
51), prinsip yang mengatur mekanisme percakapan antar pesertanya agar dapat bercakap-cakap
secara kooperatif dan santun disebut prinsip percakapan. Melalui bahasan tersebut, disebutkan
pula bahwa prinsip percakapan mencakup dua prinsip, yaitu prinsip kerja sama dan prinsip
kesantunan.

Kedua prinsip tersebut sama-sama memegang peranan penting dalam mengatur
percakapan agar berjalan dengan baik. Grice (1975: 45-47) mengemukakan bahwa wacana
yang wajar dapat terjadi apabila peserta tutur patuh terhadap prinsip kerja sama. Prinsip kerja
sama adalah prinsip yang mengatur agar percakapan yang dilakukan oleh peserta tutur
memiliki koherensi. Menurut Rustono (1999: 53), penutur yang tidak memberikan kontribusi
terhadap koherensi percakapan sama dengan tidak mematuhi prinsip kerja sama. Menurut
Grice, prinsip kerja sama meliputi empat maksim, yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas,
maksim relevansi, dan maksim cara atau pelaksanaan.
Dalam makalah ini, penulis juga akan membahas mengenai prinsip kesantunan.
Menurut Grice (1991: 308 dalam Rustono, 1999: 61), prinsip kesantunan itu berkenaan dengan
1 Nomor Pokok Mahasiswa 1306411240

aturan tentang hal-hal yang bersifat sosial, estetis, dan moral dalam bertindak tutur. Rustono
(1999: 61) menyatakan alasan diterapkannya prinsip kesantunan adalah bahwa di dalam tuturan
penutur tidak cukup hanya dengan mematuhi prinsip kerja sama. Prinsip kesantunan diperlukan
untuk melengkapi prinsip kerja sama dan mengatasi kesulitan yang timbul akibat penerapan
prinsip kerja sama.
Dalam kajian pragmatik, prinsip kesantunan diuraikan oleh beberapa ahli bahasa,
seperti Leech, Lakoff, Bowl, dan Levinson. Dari beberapa konsep kesantunan yang
dikemukakan para ahli, menurut Rahardi (2008:59), prinsip kesantunan yang paling lengkap,

paling mapan, dan relatif paling komprehensif adalah prinsip kesantunan yang dirumuskan oleh
Leech. Leech (1983) mengemukakan bahwa prinsip kesantunan memiliki enam maksim yang
menjadi

kaidahnya,

yaitu

maksim

kebijaksanaan,

maksim

kedermawanan,

maksim

penghargaan, maksim kesederhanaan, maksim permufakatan, dan maksim kesimpatian.
Dalam makalah ini, penulis akan melakukan analisis prinsip kerja sama dan prinsip

kesantunan pada wawancara reporter Metro TV, Rifai Pamone, terhadap keluarga penumpang
pesawat Air Asia QZ8501 yang disiarkan secara langsung di Metro TV pada tanggal 28
Desember 2014. Penulis tertarik untuk membahas masalah tersebut karena banyak tanggapan
dari masyarakat di media sosial yang muncul sesaat setelah wawancara tersebut disiarkan.
Adapun tanggapan negatif dari masyarakat sempat menjadi tren di media sosial Twitter kala itu
dan banyak kalangan yang menilai bahwa wawancara yang dilakukan oleh Rifai sangat tidak
etis.
Pembahasan
Pragmatik
Menurut Yule (1996: 3), Pragmatik merupakan studi tentang makna tuturan penutur, makna
kontekstual, makna yang dikomunikasikan melebihi tuturan yang diucapkan, dan
pengekspresian hubungan jarak sosial yang membatasi partisipan dalam percakapan tertentu.
Leech (1993: 8) mendefinisikan pragmatik dan membandingkannya dengan semantik.
Semantik mempelajari makna (makna kata dan kalimat), sedangkan pragmatik mempelajari
maksud tuturan (untuk apa tuturan dilakukan). Semantik mempertanyakan, “Apa makna tuturan
X?”, sedangkan pragmatik mempertanyakan, “Apa yang Anda maksud dalam tuturan X?”.
Semantik berkaitan dengan makna tanpa mengacu kepada siapa yang mengujarkan kalimat dan
fungsi komunikatifnya, sedangkan pragmatik mengaitkan makna dengan peserta tutur, tempat
percakapan terjadi, kapan waktu percakapan terjadi, bagaimana percakapan terjadi, dan apa
fungsi percakapan tersebut.


Dari kedua definisi di atas, terdapat beberapa persamaan. Persamaan tersebut terdapat
pada pandangan tentang makna dalam tuturan. Dalam pragmatik, makna dalam tuturan tidak
hanya dilihat secara harfiah. Dalam sebuah interaksi yang memiliki konteks, makna dapat
dipahami dengan mengetahui maksud, tujuan, strategi, dan situasi percakapan.
Prinsip Kerja Sama
Dalam berinteraksi, informasi yang disampaikan oleh penutur harus dapat dipahami dengan
baik oleh mitra tutur. Seorang penutur harus menyampaikan tuturan secara informatif, relevan,
dan tidak taksa. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mematuhi empat maksim percakapan
dalam prinsip kerja sama Grice (1975), yaitu:
a. Maksim Kuantitas
Maksim kuantitas mengharuskan penutur untuk memberikan respons atau
jawaban secukupnya. Penutur juga sangat tidak disarankan untuk memberikan respons
atau jawaban melebihi dari apa yang dibutuhkan.
b. Maksim Kualitas
Maksim kualitas mengharuskan penutur untuk memberikan respons atau
jawaban yang sebenarnya. Respons atau jawaban yang diberikan harus didasarkan pada
bukti yang memadai. Selain itu, penutur tidak disarankan untuk memberikan informasi
yang tidak diyakini kebenarannya.
c. Maksim Relevansi

Maksim relevansi mengharuskan penutur untuk memberikan respons atau
jawaban yang relevan dengan pokok pembicaraan. Maksim relevansi menekankan pada
keterkaitan isi tuturan peserta tutur agar tujuan percakapan dapat tercapai secara efektif.
d. Maksim Cara
Maksim cara mengharuskan penutur untuk berbicara secara jelas, singkat,
disampaikan dengan runtut, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih-lebihan.
Dengan mematuhi maksim-maksim tersebut, penutur dapat menghasilkan tuturan
dengan informasi yang cukup, benar, relevan, dan jelas. Namun, kadangkala penutur dapat
melanggar maksim-maksim tersebut. Pelanggaran terhadap suatu maksim dalam ujaran belum
tentu berarti bahwa penutur tidak mau bekerja sama. Penutur bisa saja melanggar suatu maksim
agar tidak melanggar maksim yang lain. Pelanggaran maksim oleh penutur dapat memancing
mitra tutur untuk mencoba menafsirkan maksud penutur. Berikut adalah contoh pelanggaran
terhadap maksim-maksim kerja sama.

a. Pelanggaran Maksim Kuantitas
A: Apa menu makan siangmu hari ini?
B: Menu makan siang saya hari ini adalah kacang panjang. Kacang panjang itu saya masak dan saya
potong-potong sendiri. Kira-kira panjang potongannya sekitar 10 senti.

Jawaban yang diberikan B atas pertanyaan A melanggar maksim kuantitas karena

jawaban tersebut melebihi dari apa yang ditanyakan oleh A.
b. Pelanggaran Maksim Kualitas
A mengatakan kepada B bahwa C adalah teman terbaiknya. Sementara itu, B mengetahui dari C bahwa
A sangat sakit hati atas perbuatan C.

Jawaban yang diberikan A kepada B melanggar maksim kualitas karena jawaban
tersebut bukan jawaban yang jujur.
c. Pelanggaran Maksim Relevansi
A: Apakah kamu melihat Mary hari ini?
B: Saya melihat Mary tadi malam.

Jawaban yang diberikan B atas pertanyaan A melanggar maksim relevansi karena
jawaban tersebut tidak berhubungan dengan pertanyaan A. Di samping itu, jawaban B
bisa jadi mengandung maksud bahwa ia belum melihat Mary hari ini dan terakhir kali ia
melihat Mary tadi malam.
d. Pelanggaran Maksim Cara
A: Mas, aslinya mana?
B: Saya Portugal, mbak. Bapak Purwokerto, ibu Tegal.
A: Aduh, bukan itu. Maksud saya, KTP asli milik bapak mana?


Pertanyaan yang diberikan A terhadap B melanggar maksim penggunaan atau cara
karena tidak jelas dan memicu jawaban yang ambigu dari mitra tutur.
Menurut Yule (1996: 37), pemenuhan prinsip kerja sama dapat dibatasi, yang disebut
dengan pembatasan (hedges). Pembatasan maksim kuantitas dapat menggunakan frase untuk
mempersingkat cerita, pokoknya, atau seperti yang kamu ketahui. Contohnya dalam kalimat
Jadi, untuk mempersingkat cerita, kami saling suka dan pacaran. Pembatasan maksim kualitas
dapat menggunakan frase rasanya, kemungkinan, atau kalau tidak salah. Contohnya dalam
kalimat Kalau tidak salah, aku melihatnya bergandengan tangan dan tertawa lepas bersama
pria lain di jalan. Pembatasan maksim relevansi dapat menggunakan frase omong-omong,
bukannya mau mengubah topik, dan sebagainya. Contohnya dalam kalimat Omong-omong, aku
masih sering bertemu dia. Pembatasan maksim cara dapat menggunakan frase sedikit
membingungkan, aku tidak tahu apakah ini masuk akal, dan sebagainya. Contohnya dalam
kalimat Ini mungkin terdengar sedikit membingungkan, tetapi aku ingat sedang berada di
kamarku malam itu.

Prinsip Kesantunan
Prinsip kesantunan diperlukan untuk melengkapi prinsip kerja sama, mengatasi kesulitan yang
timbul akibat penerapan prinsip kerja sama, serta memelihara hubungan antar peserta tutur.
Menurut Grice (1991: 308 dalam Rustono, 1999: 61), prinsip kesantunan itu berkenaan dengan
aturan tentang hal-hal yang bersifat sosial, estetis, dan moral dalam bertindak tutur. Rustono

(1999: 61) menyatakan alasan diterapkannya prinsip kesantunan adalah bahwa di dalam tuturan
penutur tidak cukup hanya dengan mematuhi prinsip kerja sama.
Leech (1993: 206-207) berpendapat bahwa prinsip kesantunan menyangkut hubungan
antar partisipan, yaitu diri dan pihak lain. Diri mengacu kepada penutur dan pihak lain
mengacu kepada mitra tutur. Leech (1983) mengemukakan bahwa prinsip kesantunan memiliki
enam maksim yang menjadi kaidahnya, yaitu:
a. Maksim Kebijaksanaan (dalam ilokusi direktif dan komisif)
Maksim kebijaksanaan mengharuskan penutur untuk meminimalisir keuntungan
diri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain.
b. Maksim Kedermawanan (dalam ilokusi direktif dan komisif)
Maksim

kedermawanan

mengharuskan

penutur

untuk


meminimalisir

keuntungan diri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain.
c. Maksim Penghargaan (dalam ilokusi ekspresif dan asertif)
Maksim penghargaan mengharuskan penutur untuk meminimalisir kecaman
pihak lain dan memaksimalkan pujian pihak lain.
d. Maksim Kesederhanaan (dalam ilokusi ekspresif dan asertif)
Maksim kesederhanaan mengharuskan penutur untuk meminimalisir pujian diri
dan memaksimalkan kecaman diri.
e. Maksim Permufakatan (dalam ilokusi asertif)
Maksim

permufakatan

mengharuskan

penutur

untuk


meminimalisir

ketidaksetujuan antara diri dengan pihak lain dan memaksimalkan kesetujuan antara diri
dengan pihak lain.
f. Maksim Kesimpatian (dalam ilokusi asertif)
Maksim kesimpatian mengharuskan penutur untuk meminimalisir antipati antara
diri dengan pihak lain dan memaksimalkan simpati antara diri dengan pihak lain.

Dalam model kesantunan Leech (1983: 123-126), setiap maksim interpersonal dapat
dimanfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan. Peringkat kesantunan
tersebut dapat diukur menggunakan lima macam skala, yaitu:
a. Skala Kerugian dan Keuntungan (cost-benefit scale)
Skala kerugian dan keuntungan menunjuk kepada besar kecilnnya kerugian dan
keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Semakin
tuturan merugikan diri penutur, tuturan tersebut akan dianggap semakin santun.
b. Skala Pilihan (optionality scale)
Skala pilihan menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang
disampaikan penutur kepada mitra tutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur
atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, tuturan tersebut akan
dianggap semakin santun.

c. Skala Ketidaklangsungan (indirectness scale)
Skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak
langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung, tuturan
tersebut akan dianggap semakin tidak santun.
d. Skala Keotoritasan (authority scale)
Skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan
mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial antara
penutur dengan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin
santun.
e. Skala Jarak Sosial (social distance scale)
Skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur
dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderungan bahwa
semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya, tuturan tersebut akan menjadi
semakin kurang santun.
Data yang digunakan dalam analisis berupa rekaman tayangan wawancara antara
reporter Metro TV, Rifai Pamone, dengan kedua narasumber dalam wawancara, yaitu pihak
keluarga korban dan Trikora Harjo selaku manajer utama Angkasa Pura satu. Selanjutnya, data
ditranskripsikan dalam bentuk tulisan yang terdapat dalam bagian lampiran makalah ini.
Penulisan kata-kata dalam transkrip dilakukan seperti yang terdengar dalam rekaman.
Transkripsi dilakukan sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Untuk mempermudah

penulisan transkrip, reporter diwakili oleh inisial R, narasumber diwakili oleh inisial N, dan
Trikora Harjo sebagai narasumber kedua diwakili oleh inisial T. Analisis dilakukan dengan
menganalisis prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan berdasarkan pemenuhan dan
pelanggarannya.
Pemenuhan Prinsip Kerja Sama
Maksim Kuantitas
Pemenuhan terhadap maksim kuantitas dapat dilihat dalam ujaran dari data berikut.
(7) R: Semua ada berapa keluarga, ibu?
(8) N: Tujuh.

Dalam ujaran tersebut, R mengajukan pertanyaan untuk mengetahui jumlah anggota
keluarga yang diketahui berada dalam pesawat. Kemudian, N menjawab pertanyaan tersebut
dengan jawaban “tujuh”. Jawaban N memenuhi maksim kuantitas karena informasi yang
diberikan tidak kurang maupun berlebihan. Pemenuhan maksim kuantitas juga terdapat pada
ujaran 10-12, ujaran 16-18, ujaran 25-27, ujaran 30-34, ujaran 41-43, dan ujaran 51-53.
Maksim Kualitas
Pemenuhan maksim kualitas juga dapat dilihat pada pemenuhan maksim kuantitas
sebelumnya. Ujaran 8 oleh N memenuhi maksim kualitas karena ujaran tersebut benar, bahwa
jumlah anggota keluarga yang diketahui berada dalam pesawat adalah tujuh orang. Kebenaran
tersebut dapat divalidasi lebih lanjut dengan bukti berupa daftar nama penumpang dalam
tayangan wawancara. Maksim kualitas juga dipenuhi dalam data dari ujaran yang lainnya. R,
N, dan T tidak berbohong dalam memberikan keterangan.
Maksim Relevansi
Pemenuhan maksim relevansi dapat dilihat pada ujaran berikut.
(10) R: Ehm, keluarga ibu ke Singapura dalam tujuan apa, ibu?
(11) N: Jalan-jalan.
(12) R: Berlibur, ibu.
(13)
Oke, ibu, ehm, mungkin ibu bisa sebutkan satu keluarga ibu di sini yang mana, ibu?
(14)
Keluarga ibu yang mana, ibu?
(15) N: Charli semua, satu keluarga, sama mama saya. (***)
(16) R: Berapa orang ibu totalnya?
(17) N: Tujuh.
(18) R: Tujuh orang.

Dalam ujaran 11, N menjawab pertanyaan R dengan memenuhi maksim relevansi.
Dalam ujaran 15, N menjawab pertanyaan R tentang nama keluarga dalam daftar penumpang

pesawat. Kemudian, N menjawab sambil menunjukkan nama-nama anggota keluarganya yang
diketahui berada di dalam pesawat dengan suara yang terisak-isak, sehingga membuat ujaran
berikutnya tidak terdengar jelas. Namun, ujaran tersebut masih memenuhi maksim relevansi
karena sesuai dengan pertanyaan R. Begitu juga dengan ujaran 13, 14, dan 16. Ujaran-ujaran
tersebut merupakan pertanyaan yang diajukan oleh R kepada N untuk mendapatkan informasi
lebih lanjut tentang keluarga penumpang. Pemenuhan maksim relevansi juga terdapat dalam
ujaran 25-27, ujaran 30-34, ujaran 42-43, ujaran 47-49, dan ujaran 51-62.
Maksim Cara
Pemenuhan maksim cara dapat dilihat pada contoh sebelumnya. Jawaban yang
diberikan oleh N dan T disampaikan secara langsung dan dapat dimengerti dengan baik.
Pemenuhan maksim penggunaan atau cara juga dapat dilihat pada data lain yang telah
disebutkan pada contoh pemenuhan maksim kuantitas. Ujaran-ujaran tersebut jelas, tidak
samar, dan singkat.
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
Maksim Kuantitas
Pelanggaran terhadap maksim kuantitas dapat dilihat pada contoh berikut.
(13) R: Oke, ibu, ehm, mungkin ibu bisa sebutkan satu keluarga ibu di sini yang mana, ibu?
(14)
Keluarga ibu yang mana, ibu?
(15) N: Charli semua, satu keluarga, sama mama saya. (***)
(16) R: Berapa orang ibu totalnya?
(17) N: Tujuh.
(18) R: Tujuh orang.
(19)
Jadi ib... mama, lalu ada anak.
(20) N: Kakak saya satu keluarga.
(21) R: Eh ehm.
(22)
Jadi mereka semua dari Surabaya, ibu?
(23) N: (mengangguk)
(24) R: Dari Surabaya.
(25)
Ini atas nama keluarga siapa, ibu?
(26) N: Charli.
(27) R: Keluarga Charli.
(28)
Dari Surabaya, ibu memang bertempat tinggal di Surabaya.

Dalam ujaran 15, 19, dan 20, informasi yang diberikan oleh R dan N mengandung
kelebihan informasi dari yang dibutuhkan. Dalam ujaran 18, 24, 26, 27, dan 28, R mengulang
kembali pernyataan N. Dalam bagian ini, R dan N melanggar maksim kuantitas karena
pernyataan yang disampaikan mengandung kelebihan informasi dari yang dibutuhkan.

Pelanggaran terhadap maksim kuantitas juga dapat ditemukan pada ujaran 2-3 dan 5-9
ketika R menyapa N dan bertanya mengenai keluarga yang diketahui berada dalam pesawat.
Pelanggaran muncul pada ujaran 30-41 ketika R dan T selaku pihak Angkasa Pura
berkompromi untuk menghentikan wawancara. Pelanggaran juga muncul pada ujaran 44-51
dan 54-62. Pada ujaran tersebut, R dan N saling memberikan informasi yang berlebihan.
Selama wawancara berlangsung, reporter lebih banyak berujar daripada kedua
narasumber karena reporter berusaha memberikan informasi sebanyak-banyaknya untuk
menjelaskan kondisi yang terjadi di lapangan kepada pemirsa. Dalam menjelaskan kondisi
tersebut, reporter banyak melakukan pelanggaran maksim kuantitas karena informasi yang
diberikan berlebihan dan diulang-ulang.
Maksim Kualitas
Dalam wawancara ini, tidak terdapat pelanggaran terhadap maksim kualitas, melainkan
pembatasan terhadap maksim kualitas. Pembatasan terhadap maksim kualitas dapat dilihat pada
pelanggaran maksim kuantitas. Pembatasan maksim kualitas terdapat pada ujaran 55 saat T
menjawab pertanyaan R tentang penumpang warga asing. Pada ujaran tersebut, T menggunakan
frasa sementara ini belum yang membuat jawabannya masih dapat berubah sewaktu-waktu.
Maksim Relevansi
Pelanggaran terhadap maksim relevansi dapat ditemukan dalam contoh berikut.
(29) R: Ibu, ehm, kalau, ehm, ibu, pada saat ini apa yang paling ibu harapkan dari informasi yang ibu
(***)
(30) T: Mas, mas, tolong, ini kondisinya lagi gitu, jangan ditanya terus.
(31) R: Baik.
(32) T: Anda harus mengerti.
(33) R: Baik.
(34) T: Perasaan orang.
(35) R: Pak Trikora kalau... Apa yang, apa yang di...
(36) T: Nanti dulu.
(37) R: Apa yang, apa yang diamankan...
(38) T: (***)
(39)
Nanti dulu.
(40) R: Kalau dari pak Trikora yang ditenangkan..
(41) T: Nanti dulu, nanti dulu!
(42)
Oke?
(43) R: Ya, baik.

Pertukaran ujaran di atas diawali dengan pertanyaan R untuk N. Ujaran R kemudian
diinterupsi oleh T dalam ujaran 30. T meminta R untuk menghentikan wawancara mengingat

musibah yang sedang dialami oleh keluarga N secara implisit. Setelah T berusaha berkompromi
dengan R untuk menghentikan wawancara, R berusaha untuk memberikan pertanyaan
berikutnya kepada T dalam ujaran 35, 37, dan 40. Pada ujaran 36, 39, dan 41, T meminta R
untuk menunda wawancara. Ujaran ini melanggar maksim relevansi karena topik pembicaraan
tidak berhubungan dengan topik ujaran sebelumnya.
Pelanggaran terhadap maksim relevansi dapat ditemukan kembali pada ujaran 3-5
terkait sapaan, ungkapan bela sungkawa, dan pertanyaan R. Pelanggaran terhadap maksim
relevansi terdapat pada ujaran 19-20 terkait keterangan R dan N tentang anggota keluarga
dalam pesawat yang tidak berhubungan. Pada ujaran 43-47 terdapat reportase R yang tidak
saling berkaitan. Pada ujaran 47-51, pernyataan T mengenai apa yang dilakukan di Crisis
Center tidak relevan atas pertanyaan R mengenai apa yang coba T sampaikan kepada keluarga
penumpang, permohonan T kepada wartawan untuk tidak mewawancara keluarga penumpang
yang sedang berduka tidak relevan dengan pertanyaan R sebelumnya, dan pertanyaan R
mengenai informasi terbaru tidak mampu menanggapi permohonan T sebelumnya kepada
wartawan. Pada ujaran 62-63, R mendeskripsikan dering telepon di ruangan, kemudian
menutup reportase, dan mempersilakan pembaca berita di studio kembali mengambil alih
bicara. Ujaran 62-63 tidak berhubungan dengan topik ujaran sebelumnya.
Maksim Cara
Pelanggaran terhadap maksim cara dapat dilihat pada contoh berikut.
(35) R: Pak Trikora kalau... Apa yang, apa yang di...
(36) T: Nanti dulu.
(37) R: Apa yang, apa yang diamankan...
(38) T: (***)
(39)
Nanti dulu.
(40) R: Kalau dari pak Trikora yang ditenangkan..
(41) T: Nanti dulu, nanti dulu!
(42)
Oke?
(43) R: Ya, baik.

Pelanggaran terhadap maksim cara dapat dilihat pada ujaran 35-40. Ketika berusaha
menyampaikan pertanyaan tersebut, R diperingatkan oleh T untuk menunda wawancara.
Selanjutnya, R mencoba menyampaikan pertanyaan pada ujaran 37 dan 40 dan kembali
diinterupsi oleh T pada ujaran 39 dan 41. Ujaran-ujaran tersebut melanggar maksim cara karena
R mengungkapkan pertanyaan dengan berbelit-belit dan tidak jelas karena sudah diinterupsi.
Pada ujaran 43, R menyetujui untuk menunda wawancara.

Pelanggaran terhadap maksim kuantitas dan relevansi juga dapat melanggar maksim
cara. Pada ujaran-ujaran yang melanggar maksim kuantitas dan relevansi, maksim cara juga
dilanggar karena informasi dalam ujaran menjadi tidak jelas dan tidak singkat.
Pemenuhan Prinsip Kesantunan
Maksim Kebijaksanaan
Pemenuhan maksim kebijaksanaan dapat ditemukan dalam ujaran berikut.
(63) R: Zackia, kembali kepada Anda.

Dalam ujaran tersebut, R memberikan kesempatan kepada Zackia sebagai pembaca
berita di studio untuk mengambil giliran bicara secara tidak langsung. Pemenuhan maksim
kebijaksanaan juga dapat dilihat pada ujaran 47 dan 59 ketika R menggunakan frasa mungkin
sedikit saja bapak dan sekali lagi. Secara tidak langsung, R memberikan keuntungan dengan
menyampaikan pilihan kepada T untuk bisa memberikan sedikit atau banyak keterangan
mengingat keadaan di Crisis Center yang sedang sibuk.
Maksim Kedermawanan
Pemenuhan maksim kedermawanan dapat ditemukan dalam ujaran berikut.
(61) T: Dengan telepon pun, kami layani sebaik-baiknya.

Dalam ujaran tersebut, T menghormati dan memberi keuntungan kepada para keluarga
penumpang dengan menyatakan bahwa ia bersedia melayani penyediaan informasi melalui
telepon.
Maksim Penghargaan
Pemenuhan maksim penghargaan dapat ditemukan dalam ujaran berikut.
(62) R: Pak Trikora Harjo, terima kasih banyak atas informasinya saat ini dan kami akan bergabung lagi
tentunya bersama dengan Angkasa Pura satu yang saat ini masih terus menggali setiap informasi se-detail
mungkin yang bisa di-deliver-kan kepada pihak keluarga dan juga kerabat yang terus saja berdatangan
saat ini dan dering telepon juga masih terus terjadi hingga saat ini untuk menanyakan segala detail terkait
dengan peristiwa yang menimpa Air Asia.

Dalam ujaran tersebut, R memberi penghargaan kepada T dengan menggunakan kata
ganti pak. Kata ganti tersebut menyiratkan hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang
jauh. R juga menyatakan terima kasih dalam ujarannya sebagai bentuk penghargaan terhadap T.

Maksim Kesederhanaan
Pemenuhan maksim kesederhanaan dapat ditemukan dalam ujaran berikut.
(60) T: Nggih, kalau memang ada kesempatan datang ke sini, kami persilakan.

Dalam ujaran tersebut, T menggunakan dialek daerah yang terdapat pada kata nggih.
Kata nggih dalam Bahasa Indonesia berarti ‘ya’. Dengan menggunakan kata tersebut, T
menganggap R sebagai bagian dari kelompok yang sama, yaitu sebagai orang Jawa. Dengan
demikian, jarak sosial antara peserta tutur diperkecil. Pemenuhan maksim kesederhanaan juga
dapat dilihat pada ujaran 48 pada kata nggih.
Maksim Permufakatan
Pemenuhan maksim permufakatan dapat ditemukan dalam ujaran berikut.
(7) R: Semua ada berapa keluarga, ibu?
(8) N: Tujuh.
(9) R: Tujuh.

Dalam ujaran tersebut, R melakukan pengulangan pada ujaran 9. Pengulangan tersebut
menunjukkan bahwa R menyetujui atau menerima jawaban N. Pemenuhan maksim
permufakatan dapat dilihat pada ujaran 31, 33, dan 43, pada kata baik. Pada ujaran 48 dan 60,
pemenuhan maksim permufakatan terdapat pada kata nggih yang berarti ‘ya’ dalam Bahasa
Indonesia. Pada ujaran 55-57 juga terdapat pengulangan frasa atau Singapur sebagai bentuk
persetujuan atas jawaban sebelumnya.
Maksim Kesimpatian
Pemenuhan maksim kesimpatian dapat ditemukan dalam ujaran berikut.
(4) R: Kami turut bersimpati, ibu.

Dalam ujaran tersebut, R menyatakan bentuk simpatinya atas kejadian yang sedang
dialami oleh N.
Pelanggaran Prinsip Kesantunan
Maksim Kebijaksanaan
Pelanggaran terhadap maksim kebijaksanaan dapat ditemukan pada contoh berikut.
(35) R: Pak Trikora kalau... Apa yang, apa yang di...
(36) T: Nanti dulu.
(37) R: Apa yang, apa yang diamankan...
(38) T: (***)

(39)
Nanti dulu.
(40) R: Kalau dari pak Trikora yang ditenangkan..
(41) T: Nanti dulu, nanti dulu!

Pada ujaran 37 dan 39, R berusaha untuk memberikan pertanyaan kepada T.
Sebelumnya, pada ujaran 36, T sudah meminta R untuk menunda wawancara atas
tanggapannya terhadap ujaran 35. Ujaran-ujaran ini melanggar maksim kebijaksanaan karena R
berusaha untuk memaksimalkan keuntungan diri dan mengurangi keuntungan pihak lain.
Ujaran 35, 37, dan 39 dapat dikatakan sebagai ujaran yang tidak santun karena ujaran tersebut
bersifat langsung.
Maksim Kedermawanan
Pelanggaran terhadap maksim kedermawanan terdapat pada ujaran 36 dan 39. Pada
ujaran 36 dan 39, T meminta R untuk menunda wawancara. Selain itu, pembatasan terdapat
pada ujaran 50 ketika T berusaha meminta para wartawan untuk tidak melakukan wawancara
mengingat kondisi keluarga penumpang yang masih berduka. Ujaran tersebut melanggar
maksim kedermawanan karena T mengurangi keuntungan pihak lain dan memaksimalkan
keuntungan diri.
Maksim Penghargaan
Pelanggaran terhadap maksim penghargaan tidak ditemukan dalam data.
Maksim Kesederhanaan
Pelanggaran terhadap maksim kesederhanaan tidak ditemukan dalam data.
Maksim Permufakatan
Pelanggaran terhadap maksim permufakatan terdapat dapat ditemukan pada ujaran yang
melanggar maksim kebijaksanaan di atas. Pada ujaran 35, R berusaha untuk mengajukan
pertanyaan kepada T. Namun, pada ujaran 36, T meminta R untuk menunda wawancara. Pada
ujaran 37 dan 40, R berusaha untuk mengajukan pertanyaan kembali, meskipun T sudah
meminta R untuk menunda wawancara pada ujaran 36. Ujaran 37 dan 40 tersebut melanggar
maksim permufakatan karena tidak terdapat kesepakatan.
Maksim Kesimpatian

Pelanggaran terhadap maksim kesimpatian dapat ditemukan pada ujaran 41. Pada ujaran
tersebut, T meminta dengan tegas untuk ketiga kalinya agar wawancara ditunda. Ujaran
tersebut muncul karena pada ujaran 35, 36, dan 40, R terus-menerus meminta T untuk
memberikan tanggapan, meskipun T sudah meminta R untuk menunda wawancara. Ujaran
tersebut melanggar maksim kesimpatian karena ada unsur penentangan yang kuat.
Penutup
Dari data yang telah dianalisis terdapat pemenuhan dan pelanggaran prinsip kerja sama.
Pemenuhan maksim kuantitas terjadi bila informasi yang diberikan oleh penutur tidak
berlebihan. Pemenuhan maksim kualitas terjadi ketika penutur mengatakan sesuatu yang benar.
Maksim relevansi dipenuhi dengan mengujarkan ujaran yang berhubungan dengan ujaran
sebelumnya. Maksim cara dipenuhi dengan menyampaikan ujaran secara singkat dan jelas.
Pemenuhan prinsip kerja sama tidak terlalu menonjol dalam wawancara. Pelanggaran
prinsip kerja sama justru lebih banyak terjadi. Pelanggaran paling banyak terdapat pada
maksim kuantitas dan cara. Pelanggaran terhadap maksim kuantitas dilakukan dengan
menambahkan informasi. Pelanggaran terhadap maksim kuantitas secara otomatis dapat
melanggar maksim cara karena ujaran menjadi berbelit-belit dan tidak singkat. Maksim kualitas
tidak dilanggar, namun dibatasi kebenaran yang sifatnya temporer atau sementara. Pelanggaran
terhadap maksim relevansi muncul karena ujaran yang diujarkan tidak berhubungan dengan
ujaran sebelumnya.
Pelanggaran atas prinsip kerja sama dapat membuat interaksi antara reporter dan
narasumber menjadi lebih komunikatif. Narasumber melanggar maksim kuantitas dengan
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada masyarakat melalui media televisi. Hal
yang sama pula dilakukan oleh reporter. Pelanggaran terhadap prinsip kerja sama mampu
membuat interaksi menjadi lebih efektif.
Dari data yang dianalisis terdapat pemenuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan.
Prinsip kesantunan yang digunakan adalah maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan,
maksim

penghargaan,

maksim kesederhanaan,

maksim permufakatan,

dan maksim

kesimpatian. Pemenuhan prinsip kesantunan tidak terlalu menonjol dalam wawancara.
Pelanggaran atas prinsip kesantunan justru lebih banyak terjadi. Pelanggaran terhadap prinsip
kesantunan paling banyak terjadi terhadap maksim kebijaksanaan. Pelanggaran terhadap
maksim kebijaksanaan terjadi apabila penutur memaksimalkan keuntungan diri dan
mengurangi keuntungan pihak lain. Selain itu terdapat pelanggaran terhadap maksim lainnya,
antara lain maksim kedermawanan, maksim permufakatan, dan maksim kesimpatian.

Pemenuhan atau pelanggaran terhadap prinsip-prinsip kesantunan dapat dipengaruhi
oleh prinsip kerja sama. Dalam mengungkapkan sesuatu, penutur perlu memperhatikan maksim
kuantitas, cara, dan relevansi untuk menghasilkan ujaran yang santun. Pelanggaran terhadap
suatu maksim bisa jadi dilakukan supaya tidak melanggar maksim-maksim yang lainnya.
Dalam keseharian, prinsip-prinsip tersebut tidak harus selalu dipenuhi setiap saat. Namun,
prinsip-prinsip tersebut menjadi dapat digunakan sebagai pedoman untuk bertutur dengan baik
agar pesan yang ingin disampaikan mampu diterima oleh orang lain secara jelas, terlebih ketika
sedang bertutur di hadapan umum.
Daftar Pustaka
Tidak untuk ditampilkan

Lampiran

1

R: Sekali lagi, keluarga dari manifes yang ada di dalam catatan awak Air Asia terus berdatangan
saat ini di Crisis Center dan mereka begitu khawatir terkait dengan kondisi yang belum pasti
yang belum bisa dikonfirmasi oleh pemerintah terkait dengan pesawat yang ditumpangi oleh
keluarga mereka.

2

Selamat siang, ibu.

3

Selamat siang, ibu.

4

Kami turut bersimpati, ibu.

5

Ibu mencari keluarga atas nama siapa, ibu?

6

N: Semua.

7

R: Semua ada berapa keluarga, ibu?

8

N: Tujuh.

9

R: Tujuh.

10

Ehm, keluarga ibu ke Singapura dalam tujuan apa, ibu?

11 N: Jalan-jalan.
12 R: Berlibur, ibu.
13

Oke, ibu, ehm, mungkin ibu bisa sebutkan satu keluarga ibu di sini yang mana, ibu?

14

Keluarga ibu yang mana, ibu?

15 N: Charli semua, satu keluarga sama mama saya (***)
16 R: Berapa orang ibu totalnya?
17 N: Tujuh.
18 R: Tujuh orang.
19

Jadi ib... mama, lalu ada anak.

20 N: Kakak saya satu keluarga.
21 R: Eh ehm.
22

Jadi mereka semua dari Surabaya, ibu?

23 N: (mengangguk)
24 R: Dari Surabaya.
25

Ini atas nama keluarga siapa, ibu?

26 N: Charli
27 R: Keluarga Charli.
28

Dari Surabaya, ibu memang bertempat tinggal di Surabaya.

29

Ibu, ehm, kalau, ehm, ibu, pada saat ini apa yang paling ibu harapkan dari informasi yang
ibu (***)

30 T: Mas, mas, tolong, ini kondisinya lagi gitu, jangan ditanya terus.
31 R: Baik.
32 T: Anda harus mengerti.
33 R: Baik.

34 T: Perasaan orang.
35 R: Pak Trikora kalau... Apa yang, apa yang di...
36 T: Nanti dulu.
37 R: Apa yang, apa yang diamankan...
38 T: (***)
39

Nanti dulu.

40 R: Kalau dari pak Trikora yang ditenangkan..
41 T: Nanti dulu, nanti dulu!
42

Oke?

43 R: Ya, baik.
44

Kita akan mencoba mengkonfirmasi terus, Zackia, terkait dengan apa yang saat

ini

dilakukan oleh pihak Angkasa Pura dan Air Asia.
45

Mereka mencoba menenangkan pihak keluarga dan kerabat yang datang di Crisis Center saat
ini dan, eh, Bapak Trikora Harjo selaku manajer utama dari Angkasa Pura satu juga langsung
turun tangan saat ini mencoba menenangkan sambil mengumpulkan seluruh informasi, baik
dari pihak Air Asia dan juga di sini ada pihak pusat penerbang angkatan laut yang memang
juga menjadi satu bagian dari area Bandara Internasional Juanda juga turut serta ada di sini
dan mereka terus berkoordinasi dengan pihak di Jakarta yang menjadi pusat area dari Air
Asia.

46

Kami akan mencoba lagi.

47

Pak Trikora Harjo, mungkin sedikit saja bapak, apa yang coba bapak sampaikan kepada
pihak keluarga agar mereka lebih tenang, bapak?

48 T: Nggih, jadi gini bapak, eh, para pendengar sekalian atau khususnya pihak korban, kami di
Bandar Udara Juanda menyiapkan Crisis Center.
49

Silakan datang ke Juanda untuk mendapatkan informasi-informasi yang tentunya akan kami
berikan secepat mungkin atau se-update mungkin.

50

Mohon pada kawan-kawan wartawan ataupun ini, mohon dimengerti kawan-kawan atau
pihak keluarga ini lagi kondisi lagi kayak gitu, jangan mohon maaf, jangan diterus, apa,
ditanya dengan, eh, mohon diberi kesempatan mereka untuk berpikir.

51 R: Bapak, lebih teknis mungkin, mungkin sudah ada update informasi dari pusat, bapak, atau
dari pemerintah terkait dengan, eh, peristiwa yang menimpa Air Asia ini?
52 T: Eh, sementara ini kami hanya diinstruksikan untuk membuka Crisis Center untuk melayani
pihak keluarga korban.
53

Demikian.

54 R: Terkait dengan warga negara asing, bapak, ada klarifikasi terkait penumpang dari warga
negara asing?

55 T: Eh, sementara ini belum dari pihak keluarga, dari kedutaan, eh, apa itu, Jerman, Korea,
ataupun Malaysia yang ada yang termasuk...
56 R: Atau Singapur.
57 T: Atau Singapur.
58

Belum ada konfirmasi ke kami.

59 R: Sekali lagi, bapak, mungkin bapak bisa mengulang harapan bapak kepada mungkin keluarga
saat ini yang mungkin bisa lebih tepat datang ke sini atau mungkin hanya sekadar menelepon?
60 T: Nggih, kalau memang ada kesempatan datang ke sini, kami persilakan.
61

Dengan telepon pun kami layani sebaik-baiknya.

62 R: Pak Trikora Harjo, terima kasih banyak atas informasinya saat ini dan kami akan bergabung
lagi tentunya bersama dengan Angkasa Pura satu yang saat ini masih terus menggali setiap
informasi se-detail mungkin yang bisa di-deliver-kan kepada pihak keluarga dan juga kerabat
yang terus saja berdatangan saat ini dan dering telepon juga masih terus terjadi hingga saat ini
untuk menanyakan segala detail terkait dengan peristiwa yang menimpa Air Asia.
63

Zackia, kembali kepada Anda.
STOP

Keterangan
*** menunjukkan ujaran terdengar samar-samar dalam tayangan wawancara