fenomena restaurant cepat saji docx

Fenomena Restaurant Cepat Saji (Fast Food Restaurant) di Palembang
Studi Tentang Perubahan Pola Konsumsi Masyarakat Dalam
Pemilihan Makanan Kentucky Fried Chicken (KFC)

Latar Belakang Masalah :
Indonesia telah diakui dunia sebagai sebuah negara yang memiliki
keanekaragaman suku, budaya dan bahasa. Indonesia juga memiliki ribuan kuliner
unik yang berbeda antara satu wilayah dan lainnya. Siapa pun mengakui bahwa
kuliner di Indonesia sangat banyak ragamnya, mulai dari aneka racikan nasi, yang
menjadi makanan wajib orang Indonesia, ragam kue, sayur dan lauk pauk, hingga
aneka minuman.
Dengan banyaknya jenis kuliner tersebut, industri kuliner menjadi salah
satu industri yang berkembang saat ini, seiring dengan berkembangnya pariwisata
dalam negeri. Potensi industri kuliner yang sangat besar tersebut juga dibidik oleh
para pelaku restoran-restoran yang menyajikan kuliner-kuliner dari luar negeri.
Restoran-restoran asing selalu dipenuhi pengunjung masyarakat perkotaan.
Restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisir secara
komersil, yang menyelenggarakan pelayanan dengan baik kepada semua
konsumennya baik berupa makanan maupun minuman. Rumah makan siap saji
(fast food restaurant) adalah rumah makan yang menghidangkan makanan dan
minuman dengan cepat, biasanya berupa hamburger atau ayam goreng.

Kebanyakan rumah makan cepat yang beroperasi di Indonesia adalah berupa
waralaba atau cabang dari perusahaan asing.
Rumusan Masalah :
Berdasarkan penjabaran latar belakang masalah dan inti perumusan
masalah diatas, maka masalah penelitian yang akan dikaji dapat dirumuskan
kedalam pertanyaan penelitian berikut:
1. Mengapa masyarakat Palembang lebih menyukai makanan siap saji seperti
Kentucky Fried Chicken (KFC)?
2. Bagaimana strategi pemasaran dari Kentucky Fried Chicken (KFC)?

Tinjauan Pustaka
Teori konsumerisme berkaitan erat dengan kehidupan serta gaya hidup
yang konsumtif atau berlebihan terhadap suatu barang atau cenderung bersifat
konsumtif. Teori ini memiliki penataan kesetaraan antara produsen dan konsumen
serta mempertanyakan mengenai dampak pasar perekonomian pada konsumen
demi kepentingan pembeli atau konsumen itu sendiri. Sehingga teori
konsumerisme mengasumsikan terhadap suatu tindakan konsumen yang
melahirkan gaya hidup berlebihan terhadap suatu barang produksi. Tokoh yang
mencetuskan mengenai teori konsumerisme adalah Peirre Bodieu
Dalam pemikiran Baudrillard yaitu bahwa konsumsi membutuhkan

manipulasi simbol-simbol secara aktif. Bahkan menurut Baudrillard, yang
dikonsumsi membutuhkan bukan lagi use dan exchange value, melainkan
symbolic value, maksudnya orang tidak lagi mengkonsumsi objek berdasarkan
karena kegunaan atau nilai tukarnya, melainkan karena nilai simbolis yang
sifatnya abstrak dan konstruksi.
Konsumsi era ini dianggap sebagai suatu respon terhadap dorongan
homogenisasi dari mekanisasi dan teknologi. Orang-orang mulai menjadikan
konsumsi sebagai upaya ekspresi diri yang penting, bahasa umum yang kita
gunakan untuk mengkomunikasikan dan interpretasi tanda-tanda budaya.
Konsumerisme juga terjadi seiring dengan ,meningkatnya ketertarikan
masyarakat terhadap perubahan dan inovasi, sebagai respon terhadap hal yang
baru, pengalaman baru dan citra baru.

Pembahasan
Menurut Baudrillard, masyarakat konsumen tidak lagi digerakan oleh
kebutuhan dan tuntutan konsumen, melainkan oleh kapasitas produksi yang sangat
besar. Sehingga masalah-masalah yang timbul dalam sistem masyarakat
konsumen tersebut tidak lagi berkaitan dengan produksi melainkan dengan
kontradiksi antara level produktivitas yang lebih tinggi denngan kebutuhan untuk
mengatur, mendistribusikan produk. Oleh karena itu, kunci vital dalam sistem

sekarang adalah mengontrol mekanisme produksi sekaligus permintaan konsumen
sebagai bagian dari sisoalisasi yang terencana melalui kode-kode.
Konsumerisme sebagai suatu tren
Perilaku manusia dipengaruhi oleh perilaku manusia itu sendiri yang dilakukan
berulang-ulang. Makan dapat disimpulkan, kebudayaan adalah suatu jentera yang
berputar terus-menerus yang menggabungkan tiga pokok yaitu kenyataan lahiriah,
ide dan perilaku manusia. Apabila kebiasaan-kebiasaan itu kita lakukan semisal
cara makan, berpakaian dan lain-lain adalah kenyataan lahiriah maka dapat
dikatakan contoh tersebut adalah bagian dari kebudayaaan.
Apabila kita kembalikan pada perssoalan gaya hidup yang konsumtif adalah suatu
trend yang dibudayakan atau disebarluaskan. Bukannya suatu sistem gagasan,
perilaku dan kenyataan masyarakat yang sangat heterogen namun suatu infasi
kebudayaan asing yangdipaksakan menjadi sutu budaya homogen. Dengan
demikian manusia konsumerisme hidup dalam kebebasan yang dimana kebebasan
subjek dalam memilih sudah terpropaganda oleh gaya hidup konsumtif. Manusia
menggunakan kebebasan memilihnya bukan lagi karena kemauan lahiriahnya
akan kebutuhan barang tersebut, melainkan untuk kebutuhan yang sebenarnya
tidak dibutuhkan akibat konsumerisme.

Daftar Pustaka

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung;
ALFABETA, 2012
Baudrillard, Jean P. Consumer Society. (edisi terjemahan Indonesia). 2004.
Yogyakarta: Kreasi Wacana.hal 4

Lampiran
Kategori Informan :
1. Konsumen yang sering ke KFC (pelanggan)
2. Konsumen yang tidak pernah ke KFC (masyarakat)
Pedoman wawancara :
1. Konsumen yang sering ke KFC (pelanggan)
a. Mengapa anda lebih memilih makanan asing dibandingkan makanan
indonesia ?
b. Apakah anda rasa makanan di KFC enak?
c. Apakah anda puas dengan pelayanan yang ada di KFC?
d. Apakah anda rasa makanan di KFC sangat sehat?
e. Apakah anda merasakan nyaman makan langsung diKFC?
f. Apakah anda rasa makanan di KFC sangat murah?
g. Seberapa sering anda makan di KFC?
2. Konsumen yang tidak pernah ke KFC (masyarakat)

a. Mengapa anda tidak pernah mencoba makan di KFC ?
b. Andakah keinginan anda untuk mencoba makanan asing tersebut?
c. Apakah anda rasa makanan di KFC sangat sehat?
d. Apakah anda rasa makanan di KFC sangat mahal?
e. Apakah anda sependapat dengan adanya isu-isu negatif mengenai
makanan asing tersebut ?