KAJIAN BULANAN EDISI JANUARI 2008 (PDF)
Faktor Etnis dalam Pilkada
D Tulis an singk at ini dimaksudkan untuk memper banyak k ajian
I INDONESIA, masih terjadi perdebatan di kalangan akademisi dan pengamat apak ah lat ar belakang et nis k andidat mempengaruhi pilihan seseorang pada partai atau kandidat.
mengenai kaitan antara etnis dan perilaku pemilih. Objek yang dikaji adalah pemilihan kepala daerah (Pilkada). Arena Pilkada memberi kesempatan kepada kita untuk melihat lebih dalam kaitan antara etnis dengan per ilak u pemilih. Dar i bany ak Pilk ada y ang telah
Faktor Etnis dalam Pilkada
dilangsungkan, tulisan ini memfokuskan pada Pilkada di tiga wilayah: Pilkada memberi kesempatan Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi kepada kita untuk melihat lebih
Sulawesi Selatan. Tiga wilayah tersebut diambil dengan pertimbangan dalam kaitan ant ara et nis
wilayah tersebut mempunyai perimbangan etnis—ada dua atau tiga dengan perilaku pemilih.
suku (etnis) yang dominan. Di wilayah tersebut, muncul calon yang
Hlm. 1
berasal dari etnis berlainan. Dengan kondisi seperti itu akan dilihat apakah pemilih cenderung untuk memilih kandidat yang mempunyai
Politik Etnisitas dan
etnis sama dengan dirinya. Apakah kandidat yang kebetulan berasal
Politik Identitas
dar i etnis may or it as mendapat k eunt ungan dan ber us aha
LINGKARAN SUR VEI INDONESIA
APAKAH etnis kandidat mempengaruhi pilihan pemilih? atau kandidat berdasarkan pada etnis mereka seperti Apakah pemilih lebih cenderung memilih kandidat atau
pada temuan Ananta ( et.al ). Pemilih yang berasal dari partai yang sama dengan etnis mereka? Pertanyaan ini
etnis Jawa atau non Jawa tidak terlihat punya perbedaan menjadi salah satu bahan kajian dalam studi perilaku
pilihan partai atau kandidat presiden. pemilih. Teori-teori dalam lapangan sosiologis menyebut- kan faktor etnis adalah salah satu variabel penting yang
Mengapa ada perbedaan temuan? Penulis berpendapat bisa menjelaskan pilihan seseorang pada kandidat atau
perbedaan metode dan data yang dipakai oleh kedua partai tertentu. Kesamaan ras dan etnik antara pemilih
studi turut menentukan perbedaan temuan. Studi Ananta dan partai atau calon pejabat publik cenderung mempe-
(et.al) menggunakan data agregat—dalam hal ini data ngaruhi perilaku memilih seseorang 1 etnis di masing-masing kabupaten / kota dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan data perolehan suara di masing-
Di Indonesia, masih terjadi perdebatan apakah latar masing kabupaten / kota dari Komisi Pemilihan Umum belakang etnis kandidat me mpeng aruhi pilihan se-
(KPU). 4 Metode dan data yang dipakai Ananta ( et.al ) ini seorang. Yang menarik, ada dua studi yang dilakukan
berbeda dengan yang dilakukan oleh Liddle dan Mujani. dengan skala nasional, dan menghasilkan temuan yang
Liddle dan Mujani menggunakan survei dengan sampel berbeda perihal sejauh mana etnis berpengaruh terhadap
responden yang diambil secara representatif dan meng- perilaku pemilih. Studi pertama dilakukan oleh Ananta
gambarkan suara pemilih di Indonesia. Responden ( et.al ). 2 Studi ini menunjukkan etnis adalah salah satu
ditanya etnis (suku) mereka dan ditanya preferensi partai penjelas dalam perilaku pemilih di Indonesia. Ada partai
dan kandidat. Dari sini, Liddle dan Mujani sampai pada yang diidentikkan sebagai Jawa dan partai luar Jawa.
kesimpulan tidak ada perbedaan yang tajam antara Besar kecilnya kontribusi variabel etnis dalam menje-
preferensi pemilih berdasarkan etnis. Kedua metode ini laskan pilihan pemilih tergantung pada partai masing-
punya kelebihan dan kelemahan masing-masing, dan masing. Temuan Ananta (et.al) menunjukkan hubungan
sedikit banyak menentukan perbedaan temuan. 5 Temuan positif yang kuat pada etnis Jawa terdapat pada PKB dan
Ananta ( et.al ) ataupun Liddle dan Mujani itu perlu diper- PDIP. Ini mengukuhkan pandangan bahwa kedua partai
kaya dengan lebih banyak penelitian lain yang mengkaji ini memang partai Jawa. Wilayah yang banyak suku Jawa-
kaitan antara etnisitas dan perilaku pemilih. nya punya kecenderungan untuk memilih kedua partai. Sebaliknya, PPP dan Golkar punya hubungan negatif
Tulisan singkat ini dimaksudkan untuk memperbanyak dengan suku non Jawa. Ini juga mengukuhkan kedua
kajian mengenai kaitan antara etnis dan perilaku pemilih. partai ini sebagai partai yang selama ini dikenal sebagai
Objek yang d ikaji ad alah pem ilihan kepala daerah partai non Jawa. Ananta ( et.al) menyimpulkan Indonesia
(Pilkada). Arena Pilkada memberi kesempatan kepada secara relatif terdapat kesetiaan etnis ( ethnic loyalty ) yang
kita untuk melihat lebih dalam kaitan antara etnis dengan relatif tinggi, dan partai politik di Indonesia dipengaruhi
perilaku pemilih. Berbeda dengan pemilihan legislatif atau oleh etnisitas.
presiden (nasional), kandidat yang maju dalam Pilkada kemungkinan lebih banyak menggunakan isu dan senti-
Tabel 1: Komposisi Etnis Penduduk Provinsi Kalimantan Barat
KAJ IAN BULANAN
seperti Pemilu Legislatif dan presiden. Pertama, perta- rungan kandidat dalam Pilkada umumnya bersifat lokal. Banyak kandidat yang maju mewakili kelompok tertentu. Ini menyebabkan kandidat yang kebetulan berasal atau didukung oleh kelompok mayoritas menggunakan isu dan se ntime n etnis untuk m endap atkan d ukung an dari pemilih. Ini berbeda dengan Pemilu di tingkat nasional di mana kandidat yang maju justru ingin dikesankan diterima oleh semua kelompok atau golongan. Kedua, isu yang diangkat dalam Pilkada umumnya bersifat lokal, semen- tara isu dalam Pemilu nasional umumnya adalah isu umum—seperti soal pendidikan, hubungan luar negeri, dan sebagainya. Kandidat yang maju dalam Pemilu nasional (seperti pemilihan presiden) tidak berbicara mengenai kondisi spesifik di suatu wilayah, tetapi lebih kepada program dan upaya yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah nasional.
Dari banyak Pilkada yang telah dilangsungkan, penulis mengambil studi kasus Pilkada di tiga wilayah: Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Sulawesi Selatan. Tiga wilayah tersebut diambil dengan dua pertimbangan. Pertama, wilayah tersebut mempunyai perimbangan etnis. Ada dua atau tiga suku (etnis) yang dominan. Di Kalimantan Barat misalnya, paling tidak ada tiga etnis yang dominan yakni Melayu, Dayak dan Tiong- hoa. Di Provinsi Bangka Belitung, ada dua etnis penting, yakni Melayu dan Tiongho a. Sementara di Pro vinsi Sulawesi Selatan, terdapat etnis Makasar dan Bugis. Kedua, di wilayah tersebut, muncul calon yang berasal dari etnis berlainan. Dengan kondisi seperti itu akan dilihat apakah pemilih cenderung untuk memilih kandidat yang mempunyai etnis sama dengan dirinya. Apakah kandidat yang kebetulan berasal dari etnis mayoritas mendapat keuntungan dan berusaha “mengeksploitasi” kelebihan itu dalam menarik sebanyak-banyaknya pemilih.
9.14 Kendayan, Kenayan
7.83 Melayu
7.50 Darat
7.39 Madura
Pilkada Kalimantan Barat
Tabel 2: Komposisi Etnis Kandidat Pasangan Gubernur dan Wakil Gubenur Provinsi Kalimantan Barat
LINGKARAN SUR VEI INDONESIA
Provinsi Kalimantan Barat adalah salah satu provinsi multi etnis di Indonesia. P aling tidak ada tiga etnis dominan di Kalimantan Barat, yakni Melayu, Dayak dan Tio ngho a (L ihat Tab el 1 ). S elain ke ragaman etnis, penduduk Kalimantan Barat juga relatif beragam dalam hal agama yang dianut. Menurut Sensus Penduduk tahun 2000, penduduk di Kalimantan Barat yang beragama Islam sejumlah 57.62% dan Kristen sebanyak 34.01%,
Hindu 0.21%, Budha 6.41% dan lainnya 1.74%. 6 Meski
Islam merupakan agama mayoritas, jumlah penduduk beragama Kristen juga cukup besar di Kalimantan Barat. Di sejumlah kabupaten (seperti Bengkayang, Landak, Sanggau dan Sintang) agama Islam justru minoritas. 7
Pilkada Kalimantan Barat sendiri dilangsungan pada 15 November 2007. Pilkada diikuti oleh 4 pasangan calon, dan dimenangkan oleh pasangan Cornelis-Christiandy Sanjaya dengan perolehan suara 43.67%. Pilkada di Kalimantan Barat menarik karena calon yang maju men- cerminkan keragaman latar belakang etnis (Lihat Tabel 2). Calon-calon yang maju dalam Pilkada tampakya mem- perhitungkan keragaman etnis dari pemilih di Kalimantan Barat. Karena itu paket gubernur dan wakil gubernur yang diusung umumnya terdiri dari kandidat dengan latar belakang suku yang berbeda. Pasangan Akil Mukhtar (anggta DPR RI) dan AR Mercer (Ketua Perkumpulan Pancur Kasih) adalah gabungan antara calon dari Melayu dan Dayak. Hal yang sama juga dilakukan oleh pasangan Usman Djafar (incumbent gubernur) dengan LH Kadir (PNS dengan pangkat terakhir Asisten I Setda Provinsi Kalimantan Barat). Pasangan ini juga perpaduan antara
calon dari Melayu dan Dayak. Perpaduan yang mirip juga terdapat pada pasangan Oesman Sapta (pengusaha) dan Ignasius Lyong (mantan Asisten I Setda Provinsi Kaliman- tan Barat). Ketiga pasangan di atas, merupakan perpa- duan antara Melayu dengan Dayak. Persamaan lain dari ketiga pasangan di atas adalah perpaduan antara calon dengan latar belakang Islam dan Kristen—dimana calon gubernur beragama Islam dan calon wakil gubernur Kristen. Perpaduan ini tampaknya juga ingin mengako- modasi keragaman agama di Kalimantan Barat.
Yang menarik adalah pasangan Cornelis (sebelumnya Bupati Landak) dan Christiandy Sanjaya (Kepala SMK Immanuel Pontianak). Pasangan ini jika dilihat meru- pakan perpaduan yang “tidak lazim”. Keduanya beragama Kristen, dan keduanya bukan berasal dari suku Melayu. Tetapi justru pasangan ini yang akhirnya memenangkan Pilkada Provinsi Kalimantan Barat. Banyak analisis yang menyebutkan, perpaduan Cornelis-Christiandy Sanjaya yang berasal d ari Dayak-Tionghoa dan sama-sama Kristen justru menguntungkan. Tiga pasangan lain ber- tarung di wilayah-wilayah yang menjadi basis dari pemilih Is lam dan Melayu. Se mentara pasangan Cornelis- Christiandy Sanjaya melenggang sendirian di wilayah
yang menjadi basis pemilih Kristen. 8 Analisis ini dida- sarkan pada fakta kemenangan mutlak Cornelis- Christi- andy Sanjaya di kabupaten dengan mayoritas penduduk Kris ten—sepe rti Landak, Sangau dan Bengkayang. Se me ntara d i wilayah-wilayah d eng an pe nd ud uk mayoritas Islam, suara untuk tiga pasangan (Akil Mochtar- AR Mercer; Usman Djafar- LH Kadir; dan Oesman Sapta- Ignasius Lyong) terpecah.
Tabel 3: Perbandingan Sampel Survei dan Komposisi Etnis Penduduk Provinsi Kalimantan Barat
Et nis Sampel (N= 440) Populasi / BPS (% )
Sur vei Bulan April 2007 (% )
Sur vei Bulan Mei 2007 (% )
KAJ IAN BULANAN
Untuk menguji argumentasi tersebut, penulis menggu- naan data survei preferensi pemilih di Kalimantan Barat yang pernah dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia. Survei ini dilakukan dengan teknik penarikan sampel yang mencerminkan po pulasi dan haterog enitas etnis di Kalimantan Barat (Lihat Tabel 3).
Yang menarik, survei yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia ini menunjukkan, masih kuatnya sentimen etnis dalam pemilihan pejabat publik di Kalimantan Barat. Sentimen etnis ini diukur dengan menanyakan kepada responden apakah menurut mereka agama dan etnis kandidat merupakan faktor yang diperhatikan ketika
dalam jumlah cukup besar (separoh) tidak bisa menerima jika kepala daerah beragama Kristen.
Data pada Grafik 2-4 menunjukkan masih cukup kuatnya sentimen etnis di kalangan pemilih di Kalimantan Barat. Pe milih I slam ce nde rung akan me milih kand id at beragama Islam dan menolak kandidat yang beragama Kristen. Pemilih Melayu juga cenderung untuk memilih kandidat dari etnis Melayu, dan dalam jumlah cukup besar menolak kandidat dari etnis Dayak dan Tionghoa. Dari titik ini, sebenarnya posisi pasangan Cornelis-Christiandy Sanjaya agak terjepit. Tetapi mengapa pasangan ini akhirnya bisa menang? Hal ini karena, meski tidak men-
Tionghoa 5.9 3.9 9.46 Jawa
Keterangan : Data diolah dari tracking survey yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) di Pilkada Kalimantan Barat. Semua survei dilakukan dengan menggunakan metode penarikan sampel yang sama, yakni Multistage Random Sampling. Populasi survei adalah semua pemilih di Bangka Belitung Kalimantan Barat. Jumlah sampel untuk semua survei (April dan Mei 2007) sebanyak 440 responden (dengan sampling error plus minus 4.8% pada tingkat kepercayaan 95%). Wawancara dilakukan secara langsung (
). Di luar kesalahan dalam penarikan sampel, dimungkinkan adanya kesalahan non sampling.
Catatan: Publikasi resmi BPS tidak secara jelas menunjukkan jumlah etnis Melayu dan Dayak (lihat Tabel 1).
face to face interview
LINGKARAN SUR VEI INDONESIA
Apakah agama kandidat menjadi dasar Apakah etnis kandidat menjadi dasar pertimbangan ketika memilih?
pertimbangan ketika memilih?
Ya
Tidak
Tidak tahu/Tidak jawab
Grafik 1: Penilaian apakah Agama dan Etnis Kandidat Menjadi Pertimbangan Pemilih (Kalimantan Barat)
Sumber: survei Lingkaran Survei Indonesia (April 2007). N= 440. Q1: Apakah latar belakang agama calon kepala daerah, Ibu/Bapak pakai sebagai dasar pertimbangan dalam memilih calon kepala daerah? Q2: Apakah latar belakang suku (etnis) calon kepala daerah, Ibu/Bapak pakai sebagai dasar pertimbangan dalam memilih calon kepala daerah?
Kondisi ini tampaknya disadari oleh Cornelis. Sejak awal kan gereja, memberikan perhatian maksimal kepada Cornelis memang berharap pada suara dari pemilih etnis
masyarakat di pedalaman, menghapus dominasi kelom-
KAJ IAN BULANAN
Bersedia dipimpin oleh
dipimpin oleh gubernur dari
dipimpin oleh
dipimpin oleh
dipimpin oleh
gubernur dari agama Islam
gubernur dari
gubernur dari
gubernur dari
agama Kristen
suku Melayu
suku Dayak
suku Tionghoa
Bersedia
Tidak bersedia
Grafik 2: Apakah Bersedia Atau Tidak Dimpimpin Oleh Kepala Dae rah Dari Etnis /Agama Tertentu (Kalimantan Barat)
Sumber: survei Lingkaran Survei Indonesia (April 2007). N= 440. Q1: Apakah Ibu/Bapak bersedia atau tidak bersedia dipimpin oleh gubernur yang beragama Islam ? Q2: Apakah Ibu/Bapak bersedia atau tidak bersedia dipimpin oleh GUBERNUR yang beragama Kristen ? Q3: Apakah Ibu/Bapak bersedia atau tidak bersedia dipimpin oleh gubernur yang berasal dari suku Melayu ? Q4: Apakah Ibu/Bapak bersedia atau tidak bersedia dipimpin oleh gubernur yang berasal dari suku Dayak ? Q5: Apakah Ibu/Bapak bersedia atau tidak bersedia dipimpin gubernur yang berasal dari suku Tionghoa?
LINGKARAN SUR VEI INDONESIA
Prosentase (%) yang tidak bersedia dipimpin
Prosentase (%)
Prosentase (%)
yang tidak bersedia dipimpin gubernur dari etnis Dayak
yang tidak bersedia dipimpin
gubernur dari etnis Melayu
gubernur dari etnis Tionghoa
Grafik 3: Prosentase Menolak / Tidak Bersedia Dipimpin Oleh Kepala Daerah Dari Suku tertentu Menurut Etnis Responden ( Kalimantan Barat)
Sumber: survei Lingkaran Survei Indonesia (April 2007). N= 440. Q1: Apakah Ibu/Bapak bersedia atau tidak bersedia dipimpin oleh gubernur yang berasal dari suku Melayu ? Q2: Apakah Ibu/Bapak bersedia atau tidak bersedia dipimpin oleh gubernur yang berasal dari suku Dayak ? Q3: Apakah Ibu/Bapak bersedia atau tidak bersedia dipimpin oleh gubernur yang berasal dari suku Tionghoa?
KAJ IAN BULANAN
yang tidak bersedia dipimpin yang tidak bersedia dipimpin gubernur yang beragama Islam
gubernur yang beragama Kristen
Islam
Kristen
Lainnya (Hindu, Budha, Tionghoa, selainnya)
Grafik 4: Prosentase Me nolak / Tidak Bersedia Dipimpin Ole h Kepala Daerah Dari Agama tertentu Menurut Agama Responden ( Kalimantan Barat)
Sumber: survei Lingkaran Survei Indonesia (April 2007). N= 440. Q1: Apakah Ibu/Bapak bersedia atau tidak bersedia dipimpin oleh gubernur yang beragama Islam ? Q2: Apakah Ibu/Bapak bersedia atau tidak bersedia dipimpin oleh Gubernur yang beragama Kristen ?
LINGKARAN SUR VEI INDONESIA
Akil Mukhtar Cornelis Oesman Sapta Odang Usman Djafar Tidak tahu/Rahasia/Belum memutuskan
Grafik 5: Preferensi Pem ilih Menurut Etnis (Suku) Dalam Pilkada Kalimantan Barat
Sumber: survei Lingkaran Survei Indonesia (Mei 2007). Q: Seandainya Pemilihan Kepala Daerah Kalimantan Barat dilakukan hari ini. Ada 4 orang calon yang akan maju sebagai calon Gubernur. Dari 4 nama berikut, mana yang ibu/bapak pilih?
KAJ IAN BULANAN
Kristen (Protestan/Katolik)
Lainnya (Hindu, Budha, Konghucu)
Tidak tahu/Rahasia/Belum memutuskan Usman Djafar Oesman Sapta Odang Cornelis Akil Mukhtar
Grafik 6: Preferensi Pemilih Menurut Agama Dalam Pilkada Kalimantan Barat
Sumber: survei Lingkaran Survei Indonesia (Mei 2007). Q: Seandainya Pemilihan Kepala Daerah Kalimantan Barat dilakukan hari ini.
LINGKARAN SUR VEI INDONESIA
Pilkada Sulawesi Selatan
Rakyat Daerah (DPRD) provinsi, yakni Ahmad Lamo Provinsi Sulawesi Selatan juga merupakan provinsi multi
(1966- 1978), Andi Oddang (1978-1983), A Amiruddin etnis. Dari beragam etnis yang ada di Sulawesi Selatan,
(1983-1993), ZB Palaguna (1993-2003), dan Amin Syam terdapat dua etnis besar, yakni etnis Bugis (41.9%) dan
(2003-2008).
etnis Makasar (25.43%). Etnis lain yang cukup menonjol adalah Toraja ( Lihat Tabel 4). Dalam peta geografis, basis
Melihat asal-usulnya, para Gubernur Sulsel selama ini tradisional dari etnis Makasar adalah Kabupaten / Kota
semuanya berasal dari suku Bugis, yaitu dari Enrekang, Makasar, Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, serta
Barru, Wajo, Soppeng, dan Bone. Belum satu pun yang Selayar, dan Maros yang campuran. Adapun wilayah orang
berasal dari suku / etnis Makassar. Meski isu etnis tidak Bugis di bagian utara meliputi Kabupaten Bone, Pangkep,
sekuat seperti dalam Pilkada Kalimantan Barat, calon Barru, Sinjai, W ajo, Soppeng, Pinrang, Parepare, Bulu-
yang maju dalam Pilkada Sulawesi Selatan juga tampak kumba, serta Enrekang. 11 mengakomodasi keragaman etnis di Sulawesi Selatan. Amien Syam berasal dari etnis Bugis. Ia menggandeng
Pilkada Sulawesi Selatan dilakukan pada 5 November Mansyur Ramly sebagai calon wakil gubernur yang ber- 2005 dan diikuti tiga pasang kandidat, yakni Amin Syam-
asal dari etnis Makasar. Calon gubernur Syahrul Yasin Mansyur Ramly, Aziz Qahhar Mudzakkar-Mubyl Handaling,
Limbo (etnis Makasar) menggandeng calon wakil guber-
nur Arifin Nu’mang yang berasal dari Sidrap, Ajatappareng, gubernur sebelumnya dipilih melalui Dewan Perwakilan
dan Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu’mang. 12 Lima
salah satu basis komunitas Bugis.
Tabel 4: Komposisi Etnis Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan
Et nis
J um la h
Persen ( % )
Bugis
Makasar
Toraja
Lainnya
Mandar
Luwu
Jawa
Duri
Selayar
KAJ IAN BULANAN
Tabel 5: Perbandingan Sampel Survei dan Komposisi Etnis Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan
Et nis
Sampel (N= 440)
Populasi / BPS (% )
Survei Juli 2007 (% )
Sur vei Oktober 2007 (% )
Keterangan : Data diolah dari tracking survey yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) di Pilkada Sulawesi Selatan. Semua survei dilakukan dengan menggunakan metode penarikan sampel yang sama, yakni Multistage Random Sampling. Populasi survei adalah semua pemilih di Sulawesi Selatan. Jumlah sampel untuk semua survei (Juli dan Oktober 2007) sebanyak 440 responden (dengan sampling error plus minus 4.8% pada tingkat kepercayaan 95%). Wawancara dilakukan secara langsung ( face to face interview ). Di luar kesalahan dalam penarikan sampel, dimungkinkan adanya kesalahan non sampling.
Untuk menguji ada tidaknya sentimen etnis dalam Pilkada daerah berasal dari etnis yang berbeda dengan mereka. Sulawesi Selatan dan sejauh mana etnisitas menentukan
Pemilih yang tidak menerima kepala daerah dari etnis pilihan pemilih, penulis menggunakan data survei yang
yang berbeda jumlahnya di bawah 10%. Bandingkan dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI). LSI
dengan di Provinsi Kalimantan Barat, dimana separoh mengadakan tracking survey sebanyak 6 kali menjelang
(50%) pemilih tidak bisa menerima kepala daerah yang Pilkada. Data yang dimanfaatkan dalam tulisan ini adalah
berasal dari etnis yang berbeda. survei yang dilakukan bulan Juli dan Oktober 2007. Tabel
5 memperlihatkan, sampel survei (baik bulan Juli atau Meski menyatakan bisa menerima kepala daerah yang Oktober 2 007) repre sentatif dan meng gambarkan
berasal dari etnis berbeda, pemilih di Sulawesi Selatan keragaman suku yang ada di Sulawesi Selatan.
dalam taraf terte ntu mas ih m ene mpatkan etnisitas sebagai aspek penting. Ini terlihat dari peta dukungan
Sentimen etnis di Provinsi Sulawesi Selatan, tidaklah dari kandidat Amien Syam (Bugis) dan Syahrul Yasin Limpo sebesar di Kalimantan Barat. Sama dengan di Kalimantan
( Makasar). Di kalangan pemilih etnis Makasar, suara Barat, sentimen etnis ini diukur dengan menanyakan
untuk Syahrul Yasin Limpo sangat dominan. Sebaliknya,
LINGKARAN SUR VEI INDONESIA
Apakah etnis kandidat menjadi Apakah agama kandidat menjadi dasar pertimbangan ketika memilih?
dasar pertimbangan ketika memilih?
Ya
Tidak
Tidak tahu/tidak jawab
Grafik 7: Penilaian apakah Agama dan Etnis Kandidat Menjadi Pe rtimbangan Pemilih (Sulawesi Selatan)
Sumber: survei Lingkaran Survei Indonesia (Juli 2007). N= 440. Q1: Apakah latar belakang agama calon kepala daerah, Ibu/Bapak pakai sebagai dasar pertimbangan dalam memilih calon kepala daerah? Q2: Apakah latar belakang suku (etnis) calon kepala daerah, Ibu/Bapak pakai sebagai dasar pertimbangan dalam memilih calon kepala daerah?
KAJ IAN BULANAN
Bersedia dipimpin
Bersedia dipimpin
gubernur dari etnis Bugis gubernur dari etnis Makasar
Bersedia
Tidak bersedia
Tidak tahu/tidak jawab
Grafik 8: Apakah Bersedia Atau Tidak Dimpimpin Oleh Kepala Daerah Dari Etnis Terte ntu (Sulawesi Seletan)
Sumber: survei Lingkaran Survei Indonesia (Juli 2007). N= 440. Q1: Apakah Ibu/Bapak bersedia atau tidak bersedia dipimpin oleh gubernur yang berasal dari suku Bugis ? Q2: Apakah Ibu/Bapak bersedia atau tidak bersedia dipimpin oleh gubernur yang berasal dari suku Makasar?
LINGKARAN SUR VEI INDONESIA
yang tidak bersedia dipimpin yang tidak bersedia dipimpin gubernur dari etnis Bugis
gubernur dari etnis Makasar
Grafik 9: Prosentase Menolak / Tidak Bersedia Dipimpin Oleh Kepala Daerah Dari Suku tertentu Menurut Etnis Responden ( Sulawesi Selatan)
Sumber: survei Lingkaran Survei Indonesia (Juli 2007). N= 440. Q1: Apakah Ibu/Bapak bersedia atau tidak bersedia dipimpin oleh gubernur yang berasal dari suku Bugis? Q2: Apakah Ibu/Bapak bersedia atau tidak bersedia dipimpin oleh gubernur yang berasal dari suku Makasar?
KAJ IAN BULANAN
Rahasia/Belum memutuskan/Tidak tahu/Tidak jawab Syahrul Yasin Limpo & Agus Nu’mang Aziz Qahar Muzakar & Mubyl Handaling Amin Syam & Mansyur Ramli
Grafik 10: Prefe rensi Pemilih Menurut Etnis (Suku) Dalam Pilkada Sulawesi Se latan Sumber: survei Lingkaran Survei Indonesia (Oktober 2007). N= 440.
Q1: Pemilihan Kepala Daerah Sulawesi Selatan akan dilangsungkan 5 November Tahun 2007 ini. Dari 3 pasangan CALON GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR berikut, siapa yang akan ibu/bapak PILIH? Q2: Kalau “tidak tahu/ tidak jawab”, “belum memutuskan” atau “rahasia”, di antara 3 pasangan tersebut mana yang PALING PANTAS DIDUKUNG menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan? Q3: Kalau “tidak tahu/ tidak jawab”, “belum memutuskan” atau “rahasia”, di antara 3 pasangan tersebut mana yang PALING DISUKAI menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan?
LINGKARAN SUR VEI INDONESIA
Pilkada Bangka Belitung
Semua calon yang bertarung dalam Pilkada berlatar Provinsi Bangka Belitung juga termasuk ke dalam provinsi
be lakang etnis Me layu— etnis terb es ar di Bang ka yang mempunyai keragaman etnis. Ada dua etnis besar
Belitung—kecuali Basuki T. Purnama, calon gubernur di Bangka Belitung, yakni Melayu (71.89%) dan Tionghoa
yang berlatar belakang Tiongha. Basuki T. Purnama sebe- (11.654%). Suku lain yang juga cukup besar adalah Jawa
lumnya adalah Bupati Belitung Timur. Ia menjadi bupati (Lihat Tabel 6).
dari etnis Tionghoa pertama di Indonesia yang dipilih secarta langsung. Basuki T. Purnama juga beragama
Pilkada Bangka Belitung ( dilangsungkan pada 2 Februari Kristen—agama minoritas di Provinsi Bangka Belitung. 2007) diikuti oleh 5 pasangan calon gubernur / wakil
Di provinsi ini, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) gubernur, yakni pasangan Eko Maulana Ali (mantan bupati
tahun 2000, sebanyak 86.98% penduduknya beragama Bangka)- Syam sudin B asari (Ketua DP RD Bang ka
Islam. 14 Karena latarbelakang ini, Basuki T. Purnama Belitung); pasangan Basuki T. Purnama (mantan bupati
kerap menjadi sasaran kampanye hitam, baik ketika Belitung Timur) - Eko Cahyono (mantan Ketua Bappeda
mencalonkan diri se bagai bupati di Belitung Timur Provinsi); pasangan Hudarni Rani (gubernur incum bent )
ataupun ketika maju sebagai calon gubernur di Bangka - Ishak Zainuddin (mantan Bupati Belitung); pasangan
Belitung.
Sofyan Rebuin (mantan Walikota Pangkalpinang) - Anton Gozelie (anggota DPRD Provinsi Bangka Belitung) dan
Untuk melihat ada tidaknya sentimen etnis dalam Pilkada pasangan Fajar Fairi Rusni (anggota DPR RI) - Hamzah
Bangka Belitung, penulis menggunakan data survei Suhaimi (Wakil Ketua DPRD Kota Pangkalpinang). Pilkada
Lingkaran Survei Indonesia. Sampel survei yang dipakai dimenangkan oleh pasangan Eko Maulana Ali-Syamsudin
oleh LSI ini representatif dan bisa menggambarkan Basari.
keragaman etnis di Bangka Belitung (Lihat Tabel 7).
Tabel 6: Komposisi Etnis Penduduk Provinsi Bangka Belitung
Et nis
J um la h
Persen ( % )
Melayu
Tionghoa
Jawa
Lainnya
Bugis
19
Tabel 7: Perbandingan Sampel Survei dan Komposisi Etnis Penduduk Provinsi Bangka Belitung
Et nis Sampel (N= 440) Populasi / BPS (% )
Sur vei Bulan Januari 2007 (% )
Sur vei Bulan Febr uari 2007 (% )
Kesimpulan
KAJ IAN BULANAN
Jika diamati, pola perilaku pemilih Pilkada di Bangka Belitung agak berbeda dengan yang terjadi di Kalimantan Barat atau Sulawesi Selatan. Di Bangka Belitung, senti- men etnis kecil. Kemungkinan pemilih memilih kandidat dari etnis yang berbeda cukup tinggi. Lihat misalnya dalam Grafik 11. Kandidat Basuki T. Purnama (etnis Tionghoa) mend apat dukungan kuat d ari pem ilih d engan latar belakang etnis Tionghoa. Yang menarik, kandidat ini juga mendapat dukungan cukup besar dari etnis Melayu. Di kalangan pemilih Melayu, Basuki T. Purnama hanya kalah dari Eko Maulana Ali. Tidak mengherankan jikalau hasil akhir Pilkada menempatkan Basuki T. Purnama di urutan dua. Perolehan suara Basuki T. Purnama bahkan
Melayu 70.2 77.0 71.89 Tionghoa
19.1 5.5 6.95 Keterangan : Data diolah dari tracking survey yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) di Pilkada Bangka Belitung. Semua
survei dilakukan dengan menggunakan metode penarikan sampel yang sama, yakni Multistage Random Sampling. Populasi survei adalah semua pemilih di Bangka Belitung. Jumlah sampel untuk semua survei (Januari dan Februari 2007) sebanyak 440 responden (dengan sampling error plus minus 4.8% pada tingkat kepercayaan 95%). Wawancara dilakukan secara langsung (
). Di luar kesalahan dalam penarikan sampel, dimungkinkan adanya kesalahan non sampling.
Aspek etnis tampaknya tidak boleh dilupakan perannya dalam Pilkada. Latar belakang etnis kandidat sedikit banyak mempengaruhi pilihan pemilih. Ini terutama terjadi di wilayah-wilayah yang mempunyai perimbangan etnis— ada dua atau lebih suku dominan di wilayah tersebut. Tulisan ini menggambarkan posisi etnis agak berbeda antara yang terjadi di Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan dan Bangka Belitung. Dalam Pilkada Kalimantan Barat, faktor etnis tampak memainkan peranan penting. Pemilih cenderung memilih kandidat yang berasal dari etnis yang sama. Peran ini berkurang dalam pelaksanaan Pilkada di Sulawesi Selatan dan Bangka Belitung. Di dua provinsi
face to face interview
LINGKARAN SUR VEI INDONESIA
Fajar Fairi Husni & Hamzah Suhaemi Sofyan Rebuin & Anton Gozalie Basuki T Purnama & Eko Cahyono Eko Maulana Ali & Syamsudin Basari Hudarni Rani & Ishak Zainuddin Rahasia/tidak tahu/belum memutuskan
Grafik 11: Preferensi Pe milih Menurut Etnis (Suku) Dalam Pilkada Bangka Belitung
Sumber: survei Lingkaran Survei Indonesia (Februari 2007).
KAJ IAN BULANAN
Fajar Fairi Husni & Hamzah Suhaemi Sofyan Rebuin & Anton Gozalie Basuki T Purnama & Eko Cahyono Eko Maulana Ali & Syamsudin Basari Hudarni Rani & Ishak Zainuddin
Grafik 12: Trend Dukungan Pada Kandidat Pasangan Gubernur / Wakil Gubernur di Kalangan Pemilih Etnis Tionghoa.
Sumber: survei Lingkaran Survei Indonesia ( Januari dan Februari 2007).
LINGKARAN SUR VEI INDONESIA
Fajar Fairi Husni & Hamzah Suhaemi Sofyan Rebuin & Anton Gozalie Basuki T Purnama & Eko Cahyono Eko Maulana Ali & Syamsudin Basari Hudarni Rani & Ishak Zainuddin
Grafik 13: Trend Dukungan Pada Kandidat Pasangan Gubernur / Wakil Gubernur di Kalangan Pemilih Etnis Melayu.
Sumber: survei Lingkaran Survei Indonesia (Januari dan Februari 2007).
KAJ IAN BULANAN
Politik Etnisitas dan Politik Identitas dalam Politik
sosiologi politik berkembang seiring dengan perubahan pola politik identitas. Dalam S
ENTIMEN etnis seringkali dinilai sebagai salah satu kekuatan sekaligus problematika dalam arena demokrasi. Tak terkecuali pada kontestasi Pemilu dan Pilkada di Indonesia. Etnisitas sebagai salah satu kategori dalam
tatanan rezim politik yang bersifat tertutup, etnisitas secara sengaja dicoba untuk dieliminasi dari panggung arena politik. Kendati demikian, etnisitas dalam kadar tertentu terus bermain dalam politik identitas dalam panggung kekuasaan secara laten. Sementara itu, dalam tatanan rezim politik yang bersifat terbuka, etnisitas justru nampak terus mengalami penguatan, mendapatkan ruang ekspresi yang semakin luas—kendatipun saling bertarung di arena yang bersifat terbuka dan tertutup—dan kadangkala menjadi dasar legitimasi mayoritas dalam arena pemilihan. Bahkan etnisitas seringkali menjadi dasar legitimasi sejarah sosial politik/ struktur politik pada level lokal/daerah. Seberapa pentingkah etnisitas dan politik identitas yang bersumber dari kategori kelompok etnis mewarnai kontestasi demokrasi? Dan bagaimanakan pola-pola ekspresi dan kontestasi politik etnis dan politik identitas etnis dalam arena kontestasi demokrasi langsung di Indonesia pada arena demokrasi lokal, tingkat propinsi dan kabupaten? Sejauh mana, riset dan kajian tentang etnisitas dan politik identitas selama ini dilakukan dalam memahami perkembangan demokrasi di Indonesia pasca reformasi? Tulisan di bawah secara umum, hendak mereview beberapa pertanyaan di atas. Beberapa deskripsi dan analisis akan dihadirkan dalam menjelaskan dinamika politik etnisitas dan politik identitas dalam erana pemilihan langsung di Indonesia.
Review Terhadap Perkembangan Kajian tentang Etnisitas, Identitas dan Perilaku Politik
LINGKARAN SUR VEI INDONESIA
menentukan dalam berbagai arena pengambil kebijakan hingga implementasi kebijakan.
Keempat, di kalangan budayawan, politik etnisitas dan politik identitas bahkan nampak lekat dan bahkan menjadi domain utama dalam arena kebudayaan. Pada konteks ini, etnisitas dianggap cenderung sulit terpisahkan dari identitas kebudayaan. Namun dalam konteks ini yang lebih ditonjolkan adalah aspek identitas kebudayaan dibandingkan aspek etnisitas/suku.
Kelima, di kalangan publik, politik etnisitas dan politik identitas nampak terus hadir di lingkungan sosial, ling- kungan politik d an juga lingkungan e konomi-politik. Kesadaran publik pasca kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah nampak sempat muncul isu kedaerahan, termasuk di dalamnya isu putra daerah dan etnis asli/ pribumi dan pendatang, etnis terbesar dan etnis minoritas.
Arena politik etnisitas dan politik identitas nampak terus berkembang pasca reformasi. Berbagai kekhawatiran nampak terus disuarakan oleh beberapa kalangan aka- demisi/peneliti, kalangan politisi, elit politik dan para tokoh politik akan berbagai resiko kegagalan pengelolaan seiring dengan menguatnya politik etnisitas dan politik identitas.
Fenomena etnis cukup kompleks dan terus menjadi daya tarik bagi berbagai kalangan untuk meresponsnya dengan cara beragam. Dari sinilah kemudian membahas tentang kajian etnisitas menjadi daya tarik dari berbagai disiplin ilmu sosial. Di sini penulis akan mencoba menyajikan beberapa kajian tentang etnisitas terkait dengan perilaku
Fenomena yang terjadi di Malaysia tersebut, pada level lokal bahkan beberapa kali pernah terjadi di Indonesia. Hanya saja, yang membedakan, protes kalangan etnis di Malaysia di atas ditujukan kepada Negara (konflik vertikal) ketika etnis dominan dianggap kian dominatif. Berbeda dengan di Malaysia, beberapa fenomena di Indonesia, yang berlangsung bukan sem ata-mata aks i protes, namun berupa konflik yang bersifat horisontal. Beberapa kasus yang dap at disimak m is alnya, K onflik yang melibatkan suku Dayak, Melayu dan Madura di Sampit dan Palangkaraya, Kota Kabupaten Kapuas, Kalimantan
Tengah dan di Sambas, Kalimantan Barat 2 . Kejadian konflik horisontal lainnya terjadi di beberapa daerah konflik lainnya dipengaruhi oleh faktor agama, suku dan etnisitas serta faktor-faktor ekonomi dan politik.
Persoanal etnisitas dan politik identitas hingga saat ini nampak te rus menimbulkan b erbagai persoalan di beberapa negara, termasuk mereka yang telah menganut sistem demokrasi. Etnisitas dan politik identitas nampak mendapatkan perhatian penting dari berbagai kalangan. Pertama, dari kalangan akademisi dan peneliti, persoalan identitas dan politik identitas masih cenderung dianggap se bagai s alah satu perso alan me ndasar d alam perkembangan demokrasi di Indonesia. Bahkan politik etnisitas dan politik identitas sempat memicu menguat- nya berbagai konflik sosial di Indonesia. Dalam banyak hal, bahkan konflik sosial tersebut semakin sulit diuraikan dari berbagai arus kepentingan ekonomi-politik dan seringkali terus hadir menyertai peristiwa politik lokal dan nasional.
Kedua, di kalangan partai politik dan elit politik, ke- beradaan politik etnisitas dan politik identitas nampak masih dipandang penting sebagai salah satu medium
KAJ IAN BULANAN
Scheve (2004) menyimpulkan bahwa kemampuan para ethno-linguistic dan ethno-racial dan sikap identifikasi kandidat dan politisi dalam memahami identitas sosial
mereka terhadap partai pemerintah(pemenang) di 12 dan kebijakan publik yang dibutuhkan oleh konstituen
negara Afrika. Keduanya menggunakan data survey yang dapat menjadi dasar yang menentukan dalam kampanye
dilakukan oleh Afro-Barometer yang diselenggarakan politik. Melalui pemahaman yang baik terhadap identitas
sejak tahun 1999-2001 di 12 Negara Afrika dari Boswana sosial tersebut, masing-masing politisi dapat menentu-
hingga Zimbabwe 5 .
kan strategi, positioning, dan keberpihakan terhadap isu- isu publik (political advocacy) melalui sejumlah model
Penelitian tentang etnisitas dan proses pemilu di Kenya penyampaian pesan politik dari para politisi (political
antara lain dilakukan oleh Walter O. Oyugi (1997). Walter speach) tertentu.
O. Oyugi (1997) menjelaskan bahwa dalam pemilu multi partai di Kenya tahun 1992 etnisitas menjadi kekuatan
Studi yang melihat bagaimana politik etnis, interaksinya dominan yang berpengaruh terhadap perilaku politisi dan dalam institusi-institusi politik dan juga kedekatannya
para pemilih dalam proses pemilihan. Kalangan elit politik dengan masing-masing partai politik dalam arena pemilu
di Kenya dalam Pemilu 1992 tersebut menurut Walter O. di Afrika antara lain dilakukan oleh Daniel N. Posner
Oyugi (1997) nampak menggunakan isu-isu etnisitas (2005). Daniel N.Posner (2005) berpendapat bahwa
untuk menarik dukungan dan mengakomodasi kepen- dimensi etnis merupakan faktor penting untuk memahami
tingan politik (political interest) para pemilih. Penelitian proses demokrasi di Afrika. Selain itu, Daniel N.Posner
ini secara umum memaparkan bagaiman interaksi antara (2005) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa
katakter masyarakat Kenya yang berbasis kesukuan masing-masing individu memiliki beberapa identitas/
(tribalism ) dan partisipasi politik mereka dalam sistem dimensi etnis, seperti hubungan keturunan/keluarga
pemilihan umum 6 .
dalam kelompok, bahasa, budaya, kebudayaan, agama dan juga asal daerah. Identitas-identitas ini bahkan
Kajian tentang etnisitas di Negara bagian di Amerika seringkali menjadi faktor yang dianggap penting—baik
antara lain pernah dilakukan oleh Lisa Handley (2001). oleh publik maupun elit— ke tika peris tiwa politik
Lisa Handley (2001) yang bekerja di sebuah lembaga berlangsung. Daniel N.Posner (2005) misalnya menje-
konsultan politik di Amerika, Frontier International Electoral laskan perkembangan di Afrika bagaimana faktor identitas
Consulting, melakukan riset tentang bagaimana pola kesukuan (tribal) berpengaruh terhadap perilaku elit dan
pemilihan dari beragam ras/etnis dalam pemilu kongres massa dan menjadi wacana politik/tema kampanye politik
dan legislatif di Negara bagian Arizona dalam pemilu 1996, yang efektif. Daniel N.Posner (2005) dalam studinya juga
1998 dan 2000. Dalam penelitian tersebut, Lisa Handley mengembangkan matrik identitas etnis (ethnic identity
(2001) menemukan bahwa mayoritas minoritas yang ada matrix) dimana di dalamnya antara lain menjelaskan dua
di Negara bagian Arizona—yaitu Hispanic, Native America dimensi etnisitas yang menjadi daya tarik bagi pemilih
dan Black —mayoritas memilih Partai Demokrat diban-
dan kunci kemenangan partai dan kandidat di Afrika 4 .
dingkan Partai Republik. Handley (2001) juga menemukan bahwa kendatipun tidak selalu, namun secara umum
LINGKARAN SUR VEI INDONESIA
menyimpulkan bahwa peng uasaan bahasa kalangan Dalam penelitian Sherif, ternyata terlihat bahwa kedua minoritas yang ada di Florida Selatan bagi kalangan
kelo mpok itu sudah m emiliki rasa tak suka ke pada politisi dan kandidat presiden merupakan variabel penting
kelompok lain pada saat mereka baru saja bertemu, bagi daya tarik mereka dalam pemilihan. Dalam peristiwa
sebelum kompetisi mulai diadakan. Tajfel melanjutkan pemilihan presiden, misalnya kemampuan para kandidat
experimen Sherif di tahun 1971 untuk melihat apakah di d alam mengg unakan bahas a Spanyo l dijad ikan
seb etulnya me nyebabkan indikator pe nilaian dari kalang an Hispanic d alam
id entitas
ke lo mpo k
antagonisme itu. Ia membagi para partisipan ke dalam
membentuk sikapnya terhadap kandidat presiden 8 .
dua kelompok, di mana ia berusaha keras bahwa tak ada perbedaan yang menyolok antara kedua kelompok. Hasil
Identitas ras/etnis nampak masih berpengaruh dalam pe ne litiannya sangat mence ngang kan. Tanpa ada kontestasi pemilihan di Amerika. Salah satu penelitian
provokasi p un, ke dua kelompok itu sud ah memiliki yang membahas hal ini antara lain dilakukan oleh Dianne
pandangan yang tidak bagus kepada kelompok lain. Lebih M. Pinderhuges (1988). Dianne M. Pinderhuges (1988)
mencengangkan lagi, diskriminasi kepada kelompok lain dalam hal ini mengkaji keterbatasan model status sosio-
dilakukan hanya dengan basis bahwa orang-orang lain ekonomis dalam partisipasi pemilihan. Dianne M. Pinder-
bukan kelompoknya, padahal tak ada persamaan apapun huges (1988) mengembangkan model partisipasi politik
dalam anggota kelompoknya. 11
(the political participation model) sebagai alternatif dalam menjelaskan faktor-faktor yang kemungkinan berpe-
Seseorang menjadikan dirinya berbeda dari kelompok- ngaruh terhadap ekspresi kelompok-kelompok ras dan
ke lo mpo k lainnya (o ut group ) . Se cara o to matis, etnis dalam arena politik. Di sini Dianne M. Pinderhuges
keputusan-keputusan yang diambilnya pun akan sangat (1988) mengkaji beberapa etnis yang ada di Amerika, yaitu
dipengaruhi rasa identitasnya kepada kelompoknya. kalangan kulit hitam (b lac ks),
Keputusannya akan sangat menguntungkan kelompok American s 9 .
A sia, d an Me xi ca n
pribadinya dan ia menjadi sangat curiga kepada kelompok lain. Dengan ini, seseorang akan merasa tekanan kepada
Identitas sebagai unit analisis dalam studi sosiologi, kelompoknya adalah tekanan kepada dirinya sendiri, dan politik dan psikologi seringkali mewujud dalam kategori
keuntungan kelompoknya adalah keuntungannya sendiri. in-group dan out-group . Identifikasi diri masing-masing individu memunculkan pertentangan antara in-group dan
Di eksperimen lain yang dilakukan Sherif, di mana satu out-g rup , pada umum nya semakin menguat karena
anggota kelompok perlu memberikan uang kepada orang
ad anya “arena kom pe tis i” yang m emp erebutkan lain, hanya de ngan me ngetahui bahwa orang yang “sesuatu”. Salah satu penelitian ini dilakukan oleh Sherif
dibe rikan me rup akan ke lom po knya, orang itu di tahun 1950-an. Sherif membuat dua kelompok besar
memberikan jauh lebih besar daripada kepada orang di satu “summer camp.” Dalam minggu pertama, tak ada
yang dari kelompok lain; padahal mereka belum pernah pertemuan antara dua kelompok itu. Pada minggu kedua,
bertemu sebelum eksperimen ini. Alasan dari sikap kedua kelompok ini dipertemukan dalam situasi kompetisi
te rs ebut adalah o rang itu yakin bahwa o rang di
KAJ IAN BULANAN
Etnisitas juga merupakan faktor yang dianggap penting dalam melihat respon publik terhadap kepemimpinan politik di Rusia. Chistopher Marsh dan James W. Warhola (2001) pernah melakukan riset untuk melihat bagaimana etnisitas, etno-teritorial dan geografi politik publik Rusia dan tingkat dukungannya terhadap Presiden Putin dalam Pemilu Presiden Rusia tahun 2000. Chistopher Marsh dan Jam es W. Warhola (200 1) me lakukan analisis terhadap dua dimensi etnisitas pada daerah pemilihan Presiden di wilayah Federasi Rusia yang terdiri dari 89 unit konstituen. Dua dimensi yang dilihat yaitu dimensi ethnoregional, dan geografi politik dari tingkat dukungan- nya terhadap Putin di masing-masing unit konstituen. Chistopher Marsh dan James W. Warhola (2001) menyim- pulkan bahwa sikap Putin yang menunjukkan rasa persa- habatan dan mengakomodasi semua etnis minoritas di wilayah Federasi Rusia menjadi faktor daya tarik dalam pemilihan. Selain itu, kebijakan Putin untuk membangun hubungan pusat dan daerah secara berimbang di wilayah Federasi Rusia juga mendapatkan simpati dari banyak
kalangan menjelang pemilihan 13 . Etnisitas, identitas dan perilaku pemilihan hingga saat
ini masih menjadi topik penelitian yang me narik di berb agai Neg ara deng an latar belakang etnis yang beragam. Di atas hanya beberapa contoh riset yang pernah dilakukan dalam melihat faktor etnisitas dalam kaitannya dengan perilaku pemilih dalam pemilu legislatif maupun presiden. Etnisitas dan politik identitas dalam peristiwa tersebut seringkali menjadi persoalan penting dalam proses kelangsungan demokrasi di beberapa Negara. Dalam beberapa kasus, persoalan etnisitas dan id entitas dap at terkelola d eng an baik o le h s istem demokrasi dan budaya politik masyarakatnya, namun dalam beberapa kasus lainnya, etnisitas dan identitas
karena sebagai
, sistem demokrasi dimaksudkan untuk mengakomodasi relasi kekuasaan yang mampu mengakomodasi dan memberikan jaminan tercapainya tujuan bersama, termasuk di dalamnya dalam pengelolaan problem etnisitas dalam sistem politik dan demokrasi. Paradoks etnisitas dan politik identitas di sini juga dipengaruhi oleh jenis rezim politik yang dianut oleh masing-masing negara. Dalam prakteknya, aktor dan struktur politik yang berperan dalam sistem demokrasi tersebut tidak dapat terlepas faktor etnisitas dan identitas.
Etnisitas sering kali d idefinisikan sebagai perasaan terhadap identitas etnis yang dimiliki oleh masing-masing individu dalam kelompok secara subjektif dan simbolik untuk menghasilkan kohesi internal dan
dif erensias i de ngan kelompo k-ke lomp ok lainnya 14 . Perdebatan kontemporer tentang etnisitas pada umumnya mengarah pada dua faktor.
proses terbentuknya etnisitas. Etnisitas dalam hal ini terbentuk karna adanya konstruksi sosial
dari kondisi sejarah
masing-masing.
kegunaan atau keuntungan dari etnisitas dalam berbagai latarbelakang. Proses terben- tuknya etnisitas dalam hal ini terkait dengan imajinasi kebersamaa
kesamaan daerah, dan kesamaan keyakinan dan nilai-nilai yang membe- dakan suatu kelompok tertentu dengan lainnya 15 .
Pe rs oalan etnisitas dan p olitik ide ntitas menjadi persoalan penting ketika demokrasi berlangsung dalam struktur s ocial masyarakat yang terbe lah
Arend Lijphart (2002) berpendapat bahwa adanya keragaman etnis dan struktur sosial masyarakat yang terbelah
merupakan tantangan besar bagi demokrasi, dibandingkan dengan demokrasi yang berlangsung pada masyarakat homogen
rule of the game
(senses)
Pertama, (social construction)
Kedua,
(imaginary association),
(d iv id ed
societies).
(divided societies) (hom o-
LINGKARAN SUR VEI INDONESIA
politik. Pendapat yang membahas adanya keterkaitan bahkan tidak dapat terdistribusikan untuk kesejahteraan antara identitas sosial dengan perilaku politik dan pemi-
publik (the problem of indivisibility). Menurut Jeremy lihan setidaknya ada dua hal. Pertama, identitas sosial
Horowitz dan James D.Long (2006) fenomena ini terutama yang sama dapat ditemukan pada keanggotaan sebuah
yang dihadapi negara-negara miskin dengan struktur kelompok sosial dimana dalam arena pemilihan hal ini
politik dijalankan oleh jaringan elit yang berbasis pa- direpresentasikan melalui keberpihakannya terhadap
tronase etnis. Dalam praktiknya, struktur politik yang
dikendalikan oleh patronase etnis ini lebih cenderung yang menyatakan bahwa identitas sosial merupakan
kebijakan-kebijakan publik tertentu 17 . Kedua , pendapat
mendistribusikan kemampuan penguasaan sumber daya fakto r yang m elekat p ada m asing-masing ind ividu
publik (public property) kepada kelompoknya masing- sehingga berpengaruh pada motivasi individu dalam
masing dan tid ak p ernah me mikirkan kelom po k- sebuah arena pemilihan. Masing-masing individu di sini
kelompok etnis lainnya. Dalam arena kontestasi pemi- bahkan mengembangkan kelekatan psikologis ( psy-
lihan, struktur p olitik clie nte lism ini juga s eringkali chological attachm ent ) kepada kelompok sosial masing-
dijadikan perangkat politik (political tool) untuk melakukan masing 18 .
mobilisasi dan dukungan terhadap kandidat dan partai. Jeremy Horowitz dan James D.Long (2006) berpendapat
Ketiga, problem etnisitas akan semakin menguat ketika bahwa demokrasi dalam masyarakat multi etnik memiliki
sistem demokrasi dijalankan oleh struktur partai politik
dan elit politik—yang berbasis patronase etnis—yang pemilu langsung memungkinkan salah satu atau bebe-
beberapa tantangan utama 19 . Pertama, dalam sistem
menjadi pemenang tidak mampu be rsikap mo derat rapa dari etnis akan selalu menjadi pihak yang selalu
dalam kebijakan publik yang dijalankannya kepada pihak terus menerus menang (permanent winners) dan pihak
yang kalah dalam kontestasi pemilihan. Fenomena ini yang selalu terus menerus kalah (permanen lossers) .
terutama dapat dijumpai pada negara-negara demokrasi Persoalan akan kian memburuk ketika dalam lingkungan
dimana partai-partai politik terbentuk dari jaringan etnis— masyarakat tersebut hanya memiliki dua etnis saja yang
kadangkala aliran keagamamaan dan dinasti politik. bersaing. Namun persoalan pada umumnya akan lebih
Persoalan kian rumit ketika partai dan kandidat yang berkurang jika dalam lingkungan masyarakat tersebut
menang tersebut terus menimbulkan sejumlah provokasi terdiri dari beragang suku yang kecil dan mampu melaku-