PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMILU LEGISLATIF DALAM PASAL 309 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2012 (Studi Perkara Nomor: 70/Pid./2014/PT.Tjk.)

  

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK

PIDANA PEMILU LEGISLATIF DALAM PASAL 309

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2012

  

(Studi Perkara Nomor: 70/Pid./2014/PT.Tjk.)

OLEH

Beri Prasetyo, Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum

Universitas Lampung. Email: beriprasetya@gmail.com Diah Gustiniati

Maulani, S.H., M.H, Firganefi, S.H., M.H., Bagian Hukum Pidana Fakultas

Hukum Universitas Lampung Jalan Soemantri Brojonegoro Nomor 1

Bandar Lampung 35145.

  

ABSTRAK

  Pemilu legislatif seharusnya dilaksanakan dengan jujur dan adil sebagaimana di amanatkan oleh undang-undang, tetapi pada kenyataannya para penyelenggara pemilu melakukan tindak pidana berupa penambahan suara pada peserta pemilu tertentu. Setiap pelaku tindak pidana pemilu harus mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengan kesalahan yang dilakukannya.Ketua dan Anggota PPK yang melakukan tindak pidana pemilu akan tetap dijatuhi pidana sesuai hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penjatuhan pidana terhadap ketua dan anggota PPK yang melakukan tindak pidana pemilu dengan menambahkan suara terhadap anggota legislatif tertentu merupakan rangkaian proses hukum terhadap pelaku yang telah cukup bukti melakukan tindak pidana. Dakwaan yang diberikan terhadap pelaku disesuaikan dengan jenis tindak pidana yang dilakukannya, dalam hal ini adalah ancaman Pasal 309 KUHP yang menyatakan diancam karena penambahan suara dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak RP.48.000.000,-. Persidangan terhadap ketua dan anggota PPK yang melakukan tindak pidana pemilu dilakukan oleh Hakim Pengadilan, untuk menegakan pengadilan berdasarkan bukti-bukti yang sah dan meyakinkan. Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam rangka Penjatuhan pidana terhadap ketua dan anggota PPK yang melakukan tindak pidana pemilu dengan melakukan tindak pidana pemilu adalah: (a) Dalam hal memberatkan yaitu terdakwa adalah ketua dan anggota PPK merugikan hak orang (suara caleg peserta pemilu). (b) Dalam hal meringankan yaitu terdakwa mengakui perbuatannya,bersikap sopan di pengadilan dan terdakwa belum pernah dihukum.

  Kata kunci: Pertanggungjawaban pidana, pemilu Legislatif

  

CRIMINAL LIABILITY OF BUSINESS CRIME IN ARTICLE 309

LEGISLATIVE ELECTIONS ACT NUMBER 8 YEAR 2012

(Study Case Number: 70 / Pid. / 2014 / PT.Tjk.)

ABSTRACT

  Legislative elections should be conducted honestly and fairly as in mandated by law, but in fact the organizers of the election of a criminal act such as the addition of sound in a particular election participants. Any criminal act elections should be held accountable in accordance with the error does. Chairman and Members of the PKK who commits an offense elections will remain punished according to the laws and regulations applicable. Criminal punishment against the chairman and members of the PPK who commit the crime of election by adding sound to a particular legislator is a series of legal proceedings against the perpetrators who have sufficient evidence of a criminal act. The charges against the perpetrators given tailored to the type of crime that he did, in this case Article 309 of the Criminal Code is a threat that states threatened due to the addition of sound with maximum imprisonment of four years and a fine of RP.48.000.000, -. The trial against the chairman and members who committed the crime PPK election conducted by Supreme Court Justice, to enforce the court based on the evidence that is valid and convincing. The factors that are considered by the judge in order Imposition of Civil Servants pidanaterhadap who committed the crime of fraud with brokering practice mode are: (a) In the event that incriminate the accused is the chairman and members of the PKK prejudice to the right people (sound candidates participating in the election). (b) In the event that the defendant confessed ease, be polite in court and the defendant has not been convicted.

  Keywords: criminal liability, Legislative elections

I.PENDAHULUAN

  Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif pada dasarnya merupakan sarana pelaksanaaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu legislatif diselengarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang berasal dari partai politik. Pemilihan para rakyat yang akan duduk di lembaga legislatif ini merupakan perwujudan dari demokrasi Indonesia yang menganut sistem kepartaian melalui partai politik.

  Pemilihan para calon anggota legislatif dari partai politik secara langsung, mengindikasikan bahwa suara rakyat adalah penentu dalam penyelenggaraan pemerintah dan kehidupan politik, karena partai politik sebagai penyalur anspirasi rakyat. Upaya yang lebih penting adalah untuk memberdayakan partai politik, agar partai lebih kuat dan mandiri, sehingga melahirkan kebijakan partai yang berorientasi pada kepentingan rakyat. Rakyat dalam wwacana Negara demokrasi menjadi titik sentral pada hakikatnya demokrasi adalah pemerinntah yang di laksanakan dari, oleh dan untuk rakyat.

  Arti kepentingan pemilu dalam Negara demokrasi berkaitan dengan tiga fungsi utamanya yaitu (1) Legislatif politik, Melalui pemilu, legitimasi pemerintah atau penguasa dikukuhkan karena emerintah terpilih hakikatnya adalah pilihan rakyat terbanyak yang memiliki kedaulatan. (2) Sirkulasi elit poitik. Dengan pemilu, terjadinya sirkulasi atau pergantian elit kekuasaan dilakukan secara lebih adil, karena warga negaralah yang langsung menentukan siapa yang masih diangap sayarat sebagai elit politik dan siapa yang tidak. (3)Pendidikan politik. Hal ini menunjukan bahwa Pemilu legislatif sebagai alat untuk melakukan pendidikan politik bagi warga negara agar Dengan keterlibatan dalam prosoes pelaksanaan pemilu, diharapkan warga negara akan mendapat pelajaran lansung tentang bagaimana selayaknya warga negara berkiprah dalam sistem demokrasi .

  Konteks system pemilu dan system kepartaian tidak terlepas dari system pemerintahan suata negara. Sistem pemerintahan mempengaruhi cara atau metode seseorang dalam memperoeh kekeuasaan tertinggi maupun jabatan strategis lainya.

  Sebut saja sistem pemerintahan monarki yang secara otomatis mengangkat seseorang berdasarkan garis keturunan, kekuasaan terletak pada raja. System pemerintahan sosialis atau lebih dikenal dengan system komunis berdasarkan satu partai tunggal yang paling berkuasa dinegara tersebut dengan menjalankan system perekrutan/ indoktrinisasi kader- kadernya sejak usai dini hingga pemaksaan terhadap rakyatnya, kekuasaan terletak pada pemerintah. Kemudian pada system pemerintahan demokrasi dimana kekuasaan diperoleh melalui pemilihan umum dengan beberapa partai yang mengikutinya, kekuasaan berada ditangan rakyat.

  Sistem pemerintahan Indonesia merupakan sistem demokrasi dalam menjalankan pemerintahannya. Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik di selenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan bertanggungjawab kepada mereka yang memlalui proses pemilihan yang bebas. Maknanya adalah demokrasi merupakan suatu sistem yang meletakan kekuasaan atas rakyat melalui perwakilan yang ada diparlemen yang dipilih secara langsung dalam suatu pemilihan umum.

  Dalam konteks yang demikian maka hukum memiliki peranan penting dalam mengantisipasi setiap perubahan atau gejolak yang berkembang dimasyarakat, terkasit dengan situasi politik. Setiap sistem menunjukan empat unsur dasar, yaitu: pranata pengaturan, proses penyelenggara hukum, prosedur pemberian putusan oleh pengadilan dan lembaga penegak hukum.

  Salah satu tindak pidana pemilu yang terjadi dalam konteks pelaksanaan pemilu legislatif dari provinsi lampung adalah perkara nomor: 70/Pid /2014/PT/Tjk, dengan terdakwa para ketua dan anggota PPK kecamatan tulang bawang udik kabupaten tulang bawang barat yang melakukan tindak pidana pemilu yaitu dengan sengaja melakukan penambahan suara pada peserta pemilu tertentu, sebagaimana dimaksud dalam

  pasal 309 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang pemilihan umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat , Dewan Perwakilan daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Majelis Hakim menjatuhkan pidana kepada para terdakwa dipidana yaitu penjara selama 3 (tiga) bulan dan denda sebesar Rp.500.000.- (lima ratus ribu rupiah) apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan denagn kurungan penjara selama 1 (satu) bulan.

  Penjatuhan pidana terhadap terdakwa tersebut pada dasarnya merupakan bentuk pertanggungjawaban para terdakwa atas kesalahan yang dilakukandan adanya unsur kesalahnpara terdakwa, selain adanya kemampuan bertanggungjawab, tidak adanya unsur pemaaf dan pembenaran atas kesalahan yang dilakukan terdakwa .

  1 Adapun

  permasalahan dalam penelitian ini adalah: A.

  Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemilu legislatif dalam pasal 309 Undang-Undang Nomer 8 Tahun 2012 (Studi Perkara Nomor: 70/Pid./2014/PT.Tjk.) .

  B.

  Apakah faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pemilu legislatif dalam pasal 309 Undang- Undang Nomer 8 Tahun 2012 (Studi Perkara Nomor: 70/Pid./2014/PT.Tjk.) .

  Metodepenelitian yang dipergunakan adalah dengan menggunakan pendekatan masalah secara yuridis normatif dan empiris dengan data yang bersumber dari data primerdandatasekunder. Mengumpulkan data dengan kajian terhadap literatur dan melakukan wawancara kepada narasumber.

  II. PEMBAHASAN A. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemilu Legeslatif dalam Pasal 309 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2012 (Perkara Nomor: 70/Pid./2014/ PT.Tjk.)

  Pertanggungjawaban pidana pada dasarnya merupakan implementasi tanggungjawab seseorang untuk menerima setiap resiko atau konsekuensi yuridis yang muncul 1 Muhammad A.S Hikmam politik

  kewarganegaraan, landasan Redemokratis di Indonesi .penerbit Bentara. sebagai akibat tindak pidana yang telah dilakukannya.

  Pertanggungjawaban pidana ini menuntut adanya kemampuan bertanggungjawab pelaku. Pada prinsipnya pertanggungjawaban pidana ini sama halnya berbicara mengenai kesalahan (culpabilitas) yang merupakan asas fundamental dalam hukum pidana , yang mendalilkan bahwa tiada pidana tanpa kesalahan.

  Berdasarkan hasil wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana pemilu legislatif bahwa ada beberapa golongan orang yang oleh hukum positif telah dinyatakan tidak cakap atau kurang cakap untuk bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum, tetapi mereka harus diwakili dan dibantu orang lain, mereka yang oleh hukum dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan hukum ialah orang dibawah umur atau belum dewasa dan orang yang tidak sehat pikirannya (gila) dengan demikian maka selain dua kelompok tersebut maka setiap orang dapat/cakap melakukan perbuatan hukum serta dapatdiminta pertanggungjawabannya.

  2

  .Berdasarkan hasil wawancara dengan dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, Tujuan pertanggungjawaban pidana mengandung unsur perlindungan masyarakat dan resosialisasi terpidana. Pertanggungjawaban pidana tidak dimaksud untuk menderitakan dan merendahkan martabat. Pandangan ini mengerucut pada dua kepentingan, 2 Wawancara dengan Nelson , Hakim PN

  Tanjung Karang tanggal senin 16 februari

  yakni perlindungan masyarakat dan pembinaan bagi para pelaku.

  Pertanggungjawaban pidana mengakui asas-asas atau keadaan yang meringankan pertanggungjawaban pidana, mendasarkan pada keadaan obyektif dan mempertimbangkan kebutuhan adanya pembinaan individual dari pelaku tindak pidana, dengan kata lain tujuan pertanggungjawaban pidana adalah untuk mencapai manfaat untuk melindungi masyarakat dan menuju kesejahtraan masyarakat.

  Berdasarkan hasil wawancara dengan jaksa pada kejaksaan negeri bandar lampung kemampuan orang untuk membedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk didasarkan atas kemampuan faktor akal, yaitu orang itu dapat membedakan perbuatan yang diperoehkan dan perbutan yang dilarang. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik buruknya perbuatan tersebut adalah merupakan faktor perasaan yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsyafan atas nama yang diperbolehkan dan mana yang tidak.

  Ada enam golongan teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam menjatuhkan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut a.

  Teori Keseimbangan yang dimaksud dengan keseimbangan disini keseimbangan antara syarat- syarat yang ditentukan undang- undang dan kepentingan tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat dan kepentingan terdakwa .

  b.

  Teori pendekatan seni dan institusi penjatuhan putusan hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan hakim yang menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam mejatuhkan putusan, lebih ditentukan oleh instik atau instiusi dari pada pengetahuan hakim c. Teori pendekatan keilmuan titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematis dan kehati-hatian khususnya berkaitan dengan putusan- putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim.

  d.

  Teori pendekatan pengalaman, pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-har, dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat menjatuhkan bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat.

  e.

  Teori ratio decindendi teori ini didasarikan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketalkan, kemudian mencari peraturan perundang- undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus disarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak berpekara f.

  Teori kebijakan diaman sebenarnya teori ini berkenaan dengan putusan hakim dalam perkara anak, aspek ini menekan kan kepada pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua ikut ertanggungjawab unt7uk membimbing, membina, mendidik dan melindungi anak, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, madyarakat dan bangsanya.

  Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana oleh ketua dan anggota PPK yang melakukan tindak pidana pemilu legislatif dengan melakukan dengan sengaja melakukan penambahan dan pengurangan suara terhadap salah satu calon anggota legislatif merupakan rangkaian proses hukum terhadap pelaku yang telah cukup bukti melakukan tindak pidana. Dakwaan yang diberikan terhadap pelaku disesuaikan dengan jenis tindak pidana yang dilakukanya, dalam hal ini adalah ancaman Pasal 309 UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2012 (Studi Perkara Nomor: 70/Pid./2014/PT.Tjk.) yang menyatakan diancam karena dengan sengaja melakukan penambahan suara terhadap salah satu calon anggota legislatif dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan denda pailing banyak Rp.48.000.00,- (empat puluh delapan juta rupiah) Dalam penjatuhan pidana terhadap terdakwa, seorang Hakim harus memperhatikan pengaruh pidana yang dijatuhkan (pengaruh terhadap terdakwa, masyarakat dan terhadap korban serta keluarganya).

  B. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Pemilu Legeslatif dalam Pasal 309 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2012 (Perkara Nomor: 70/Pid./2014/ PT.Tjk.)

  Secara yuridis hakim dalam hal ini menjatuhkan pidana kepada terdakwa tindak pidana tidak boleh menjatuhkan pidana kecuali dengan sekurang- kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukanya (Pasal 183 KUHAP). Alat bukti yang dimaksud adalah (a) Keterangan saksi; (b) Keterangan Ahli; (c) Surat; (d) Petunjuk; (e) Keterangan terdakwa, atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga tidak perlu dibuktikan (Pasal 184 KUHAP). Pasal 185 ayat (2) KUHAP menyebutkan bahwa keterangan saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya sedangkan dalam ayat(3) dikatakan ketentuan tersebut tidak berlaku apabila disertai dengan alat bukti yang sah lainya (unus testis nullus testis). Saksi korban juga berkualitas sebagai saksi, sehingga apabila terdapat alat buktii yang lain sebagaimana dimaksud ayat

  (3), maka itu cukup untuk menutut pelaku.

  Dasar putusan hakim dalam perkara Nomor:70/Pid/2014/PT/Tjk., yang menjatuhkan hukuman kepada terdakwa ketua dan anggota PPK Kecamatan Tulang Bawang Udik Kbupaten Tulang Bawang Barat di atas sesuai dengan salah satu putusan hakim, yaitu teori keseimbangan, dimana terdapat keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan udang- undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat dan kepentingan terdakwa.

  Hakim hal ini menekankan adanya teori keseimbangan antara perbuatan terdakwa yang melakukan tindak pidana pemilju legislatif falam pasal 309 Undang-UndangNomor 8 Tahun 2012. Oleh karena itu, hakim menjatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan dan denda sebesar Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satubulan).

  Dengan teori bahwa secara kontekstual ada tiga esensi yang terkandung dalam kebebasan hakimdalam melaksanakan kekuasaan kehakiman yaitu: a.

  Hakim hanya tunduk dpada hukum dan keadilan b.

  Tidak seorangpun termaksuk pemerintah dapat mempengaruhi atau mengarahkan putusan yang dijatuhkan oleh hakim c. Tidak ada konsekuensi terhdap pribadi hakim dalam menjalankan tugas dan fungsi yudisialnya.

  3

3 Ahmad Rifai.penemuan hokum oleh

  hakim dalam presepektif.jakarta :sinar grafika,hlm.2010.hlm103

  legislatif, sehingga pelaku harus mempertanggungjawbkan tindak pidan pemilu karena memenuhi unsur kesengajaan.

  Sedangkan dalam hal meringankan adalah terdakwa mengakui perbuatanya, bersikap sopan di pengadilan dan terdkwa belum pernah dihukum.

  Mengenai ketua dan anggota PPK yang melakukan tindak pidana pemilu, terdapat hal-hal yang memberatkan dan meringankan penjatuhan pidana, yaitu dalam hal memberatkan adalah terdakwa adalah perbuatan terdakwa bertentangan dengan semangat pemilu legislatif yang jujur dan adil, karena terdakawa menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya dan perbuatan terdakwaa merugikan hak orang lain(suara caleg peserta pemilu).

  Dalam hal memberatkan yaitu perbuatan terdakwa bertentangan dengan semangat pemilu legislatif yang jujur dan adil, karena terdakawa menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya dan perbuatan terdakwaa merugikan hak orang lain(suara caleg peserta pemilu) b. Dalam hal meringankan yaitu terdakwa terdakwa mengakui perbuatanya, bersikap sopan di pengadilan dan terdkwa belum pernah dihukum.

  2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan elaku tindak pidana pemilu sesuai dedngan teori keseimbangan antara perbuatan terdakwa melakukan tindak pidan pemilu legislatif dalam pasal 309 Udang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 a.

3 III. SIMPULAN

  Hakim PN Tanjung Karang tanggal 16

  Karena perbuatan telah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana yaitu pelaku telah cakap atau dewasa untuk melakukan perbuatan hukum, karena tidak dad alasan pembenaran dan alsan pemaaaf bagi terdakwa dalam melakukanpenambahan atau penggurangan suara calon anggota 3 Wawancara dengan Nelson Panjaitan,

  1. Petanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidan pemilu legislatif dalam pasal 309 Udang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 dilakukan pemidanaan dan telah memenuhi kesalahan sebagaimana tertuang dalam putusan pengadilan Nomor;70/Pid/2014/PT/Tjk.

  Moeljatno, Adami. Peerbutan pidana

  dan pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana . Rajawali Pers.

  Jakarta. 1993. Lamintang,P.A.F.Penyidikan dan

  Penegakan Hukum Pidana . Sinar

  Aditya Bkti.Bandung. 1996 Mulyadi,Lilik. Kekuasaaan hakim . Bina Ilmu. Surabaya . 2007

  Rifai, ahmad.penemuan hokum oleh

  hakim dalam presepektif hokum progresif.

  Sinar Grafika. Jakarta.2010

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

  DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku

Dokumen yang terkait

KEWENANGAN PENDAMPING DESA DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA (Studi Di Desa Pugung Raharjo Kabupaten Lampung Timur)

0 0 15

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK YANG MEMBANTU PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor: 124Pid.2011PT.TK.) Oleh M. Fikram Mulloh Khan ABSTRAK - ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK YANG MEMBANTU PENCURI

0 0 11

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (STUDI KASUS NO. 281/Pid.B/2013/PN.TK)

1 6 12

KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA PPATK DAN KPK DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

0 0 13

PERLINDUNGAN HUKUM LINGKUNGAN TERHADAP KAWASAN REKLAMASI PANTAI TELUK LAMPUNG DI KECAMATAN BUMI WARAS KOTA BANDAR LAMPUNG

0 0 14

PERANAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PELAPORAN PALSU KEHILANGAN SEPEDA MOTOR DI POLRES LAMPUNG SELATAN OLEH Burnawan M. Rusdi, Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Email: burnawan_mrusdiyahoo.com, Nikmah Rosida

0 0 11

PERLINDUNGAN TERHADAP KEBEBASAN BURUH UNTUK IKUT SERTA DALAM ORGANISASI SERIKAT BURUH DI KOTA BANDAR LAMPUNG

2 22 14

UPAYA PENANGGULANGANKEJAHATAN PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi di Wilayah Provinsi Lampung)

0 0 13

KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH YANG BERSIFAT ADMINISTRATIF

0 0 17

ANALISIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN TENTANG PRAKTIK PERCALOAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL OLEH Cahaya Rama Putra, Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Email: cahaya.ramagmail.com, Eddy Rifa’I, Ahmad Irzal

0 0 6