Analisis dan Perancangan Metode Subnetting : Hybrid Fixed Length Subnet Masking (HFLSM)

  

Analisis dan Perancangan Metode Subnetting:

Hybrid Fixed Length Subnet Masking (HFLSM)

  Permasalahan yang terjadi dalam sebuah jaringan dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor pemicunya adalah jika dalam suatu jaringan yang saling terhubung, terdapat begitu banyak host atau komputer yang saling terhubung dan bekerja secara bersamaan, maka kemungkinan untuk terjadi gangguan lalu lintas data sangatlah besar, hal ini bisa memicu terjadinya peningkatan kongesti/ jumlah transaksi data yang melebihi kapasitas kemampuan perangkat atau kemampuan jalur akses. Permasalahan seperti ini dapat diatasi dengan salah satunya adalah melakukan pembagian jaringan dengan cara membagi suatu jaringan yang memiliki jumlah host yang besar menjadi beberapa blok jaringan dengan jumlah host yang lebih sedikit.

  Jenis kasus yang dimaksud yakni dalam suatu jaringan kampus yang terdiri dari beberapa jurusan atau department membutuhkan jumlah alamat host yang berbeda, dengan rincian sebagai berikut : a.

  2.1 Gambaran Detail Uji Kasus

  Dikatakan efektif dengan maksud menggunakan acuan serangkaian alamat IP yang dihasilkan dari proses subnetting, dapat digunakan atau diimplementasikan pada tiap interface Router dalam topology jaringan yang dirancang sehingga menjamin terjadinya proses routing antar Router tersebut.

  Dalam penelitian ini akan digunakan jenis kasus yang memiliki jumlah blok subnet lebih dari empat dan dengan kebutuhan host tiap blok subnet yang bervariasi. Pemilihan jenis kasus seperti ini dengan tujuan agar diketahui seberapa efektif AFLSM dalam jenis kasus seperti ini, dan sekaligus memberikan gambaran bahwa HFLSM lebih efektif dalam menangani jenis kasus dengan variasi blok subnet dan variasi kebutuhan alamat host pada tiap blok subnet.

  2. IMPLEMENTASI KASUS

  Masking (HFLSM) dimana merupakan suatu metode yang mampu mengatasi kekurangan dari AFLSM maupun VLSM.

  Selain itu, dalam penelitian ini juga akan ditawarkan suatu metode subnetting baru yakni Hybrid Fixed Length Subnet

  Dalam penelitian Sabir dkk[1], dikatakan bahwa AFLSM memiliki system managemen ruang IP Address yang lebih baik dari VLSM. Dalam penelitian ini disajikan dengan kasus yang berbeda skenario agar dapat diketahui bahwa AFLSM merupakan metode yang bersifat spesifik karena hanya efektif diterapkan pada beberapa contoh kasus tertentu saja.

  Untuk memperbaiki sy stem pengalamatan IP yang buruk tersebut maka dalam penelitian ini akan digunakan beberapa metode subnetting antara lain VLSM dan Aggregated Fixed Length Subnet Masking (AFLSM).

  (CIDR)

  dengan menggunakan metode Classless Inter Domain Routing

  Masking (FLSM) dan Variable Length Subnet Mask (VLSM)

  Hal ini dilakukan agar dapat mempermudah dalam pengelompokan host dan kegiatan manajemen jaringan yang lebih teratur. Pembagian alamat jaringan seperti ini dinamakan subnetting dimana metode subnetting secara umum terbagi menjadi dua yakni Fixed Length Subnet

   PENDAHULUAN

  Daniel S. Bataona

  Kata Kunci Subnetting , VLSM , AFLSM , HFLSM 1.

  nilai CIDR. HFLSM lebih bersifat generik jika dibandingkan dengan AFLSM karena penerapan HFLSM dapat dilakukan pada beberapa contoh kasus yang berbeda. HFLSM juga memiliki kemampuan pengurangan alamat IP yang terbuang atau tidak digunakan, lebih baik daripada VLSM.

  overlap antar yang satu dengan yang lain dan sesuai standard

  management pengalamatan IP seperti AFLSM namun dengan sedikit penambahan beberapa rule. Sedangkan dalam penggunaan subnet mask, teknik ini menggunakan pola penggunaan subnet mask yang dimiliki VLSM sehingga penggunaan subnet mask pada alamat IP tidak akan terjadi

  AFLSM . Teknik HFLSM menggunakan pola kalkulasi

  penelitian ini, hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan metode VLSM dengan presentasi segi efektif dan efisien sebesar 43% dibandingkan dengan metode subnetting FLSM. Dengan contoh kasus yang sama akan coba diterapkan suatu teknik baru yakni AFLSM. Teknik ini mampu mengurangi jumlah host yang terbuang lebih baik dibanding VLSM, namun teknik ini tidak bersifat generik dan hanya dapat diterapkan pada beberapa kasus tertentu. Teknik ini juga menggunakan pola subnet mask yang membingungkan dan tidak sesuai dengan standard nilai CIDR. Untuk mengatasi kekurangan yang dialami oleh AFLSM, pada penelitian ini diusulkan suatu teknik baru yaitu HFLSM. Teknik HFLSM ini merupakan suatu teknik hasil gabungan atau kombinasi dari VLSM dan

  FLSM dan VLSM. Pada penerapan contoh kasus pada

  Dengan melakukan subnetting, alamat network dapat dipecah menjadi beberapa blok subnet yang lebih kecil dengan menyesuaikan kebutuhan alamat host atau blok subnet. Terdapat beberapa metode subnetting yang dikenal yakni

  gloriamanulangga@gmail.com ABSTRAK

  Politeknik Negeri Kupang Kupang, Indonesia

  Jurusan Teknik Elektro Konsentrasi Teknik Komputer dan Jaringan

  danielbataona@gmail.com Gloria Ch. Manulangga

  Politeknik Negeri Kupang Kupang, Indonesia

  Jurusan Teknik Elektro Konsentrasi Teknik Komputer dan Jaringan

  Alamat Network Kelas C : 222.124.191.0 /24

2.2 Konfigurasi Sistem dan Tools

  Pembagian blok subnet dan alamat jaringan.

  interface dari masing-masing router dalam topology jaringan

  yang dirancang. Bisa digunakan atau diimplementasikan dimaksudkan bahwa tidak terjadi Bad Mask maupun

  Overlapping Address saat konfigurasi alamat IP dilakukan pada serial interface router.

  Karena jika terjadi hal demikian, maka alamat IP dan subnet

  mask tersebut tidak dapat digunakan p ada interface router sehingga interface tersebut tetap dalam kondisi down atau off.

  Hal ini mengakibatkan router tidak dapat berkomunikasi dengan router yang lain dalam topology jaringan yang dirancang. Strategi pengujian sistem yang dilakukan dalam penggunaan metode subnetting adalah sebagai berikut : a.

  Penentuan kelebihan host. kelebihan host pada tiap blok subnet. Dengan prinsip pembagian 4 (empat) untuk mengetahui sisa hasil bagi yang dijadikan ukuran penentuan kelebihan host pada tiap blok subnet.

  b.

  Pembagian alamat jaringan dan penentuan alamat blok tiap blok subnet dilakukan pada tahapan ini. Pada tahap ini juga ditentukan subnet mask dari tiap blok subnet yang telah disesuaikan dengan jumlah

  2.3 Parameter dan Strategi Pengujian

  host dalam tiap blok subnet. Jumlah host yang

  dimaksud adalah hasil dari proses tahapan sebelumnya yakni penentuan kelebihan host.

  c.

  Kalkulasi pengalamatan.

  Tahapan ini merupakan perincian tiap alamat

  network , alamat host, maupun alamat broadcast dari

  masing-masing blok subnet. Alamat host pada tiap blok subnet 1

  Sedangkan alamat host pada tiap blok subnet WAN 1

  Ukuran keberhasilan yang digunakan sebagai acuan berhasil atau tidaknya metode yang dimaksud adalah dengan melihat serangkaian alamat IP yang dihasilkan dari proses subnetting dapat digunakan atau diimplementasikan pada tiap serial

  ADVIPSERVICESK9-M ), Version 12.4(15)T1, RELEASE SOFTWARE (fc2)

  b.

  M enurut Resource Materials Packet Tracer Data Sheet[8], Packet Tracer adalah suatu bentuk pengajaran teknologi jaringan yang komprehensif dan merupakan suatu software pembelajaran serta menjadi bagian integral dari kurikulum

  6 (enam) Department yakni Teknik Elektro, Administrasi Bisnis, Teknik M esin, Teknik Sipil, Gedung Rektorat, Gedung Rektorat Lama.

  c.

  Kebutuhan host tiap department : 60, 30, 28, 25, 10,

  5 d. 6 (enam) koneksi Wide Area Network (WAN) antar department e.

  Kebutuhan host tiap WAN : 2 (dua) f. Simulator : Cisco Packet Tracer

  Pada tiap department diharapkan terdapat alamat IP yang digunakan sebagai koneksi Wifi yang disediakan bagi departmen tersebut.

  Dengan menggunakan data uji kasus yang ada, maka subnetting dilakukan menggunakan AFLSM dan HFLSM. Rangkaian atau sekumpulan alamat IP hasil dari subnetting yang dilakukan akan diimp lementasikan dan diujicoba pada Packet Tracer. Adapun beberapa alasan menggunakan Packet Tracer sebagai simulator pengujian selain karena merupakan simulator peralatan jaringan Cisco, dimana dalam penelitian ini juga menggunakan Cisco Router, juga terdapat alasan dibawah ini mengapa Packet Tracer dipilih sebagai simulator dalam sistem topology yang dirancang. Menurut Janitor dkk[2], dalam proses belajar maupun mengajar suatu mata pelajaran yang lebih abstrak seperti jaringan komputer, perlu adanya imajinasi dari siswa dalam memahami suatu topik pembelajaran yang memiliki jenjang pemahaman yang lebih tinggi untuk itu terdapat hal positif yang mendukungnya yaitu yang disebut dengan teknik pembelajaran visual. Siswa dapat lebih mudah memahami dan mengadaptasi informasi dari subjek ketika mereka secara visual dapat melihat bagaimana hal tersebut benar-benar bekerja. Pengajar dapat menyajikan subjek menggunakan animasi dan contoh-contoh praktis dan bukan hanya berbicara tentang teori fakta. Dalam makalah ini menyajikan alat yang memiliki fitur visual yang disebut Packet Tracer[7] yakni sebuah simulator jaringan komputer yang tersedia secara bebas dan gratis untuk siswa cisco

  networking academy .

  Networking Academy CCNA Discovery dan CCNA Exploration . Packet Tracer memberikan simulasi yang kuat,

  63488K bytes of ATA CompactFlash (Read/Write) h. Cisco IOS Software, 1841 Software (C1841-

  visualisasi, pengajaran, penilaian, serta kemampuan kolaborasi sehingga membuat pengajaran dan pembelajaran net-teknologi bekerja lebih mudah dengan visual simulasi dalam lingkungan jaringan virtual.

  Packet Tracer memungkinkan kolaborasi, penciptaan kegiatan, dan kustomisasi tugas pembelajaran yang penting, sehingga memungkinkan instruktur dan siswa untuk membuat virtual

  “dunia jaringan” mereka sendiri untuk mengajar dan belajar konsep jaringan dan teknologi. Kegiatan menggunakan Packet Tracer menawarkan lingkungan interaktif yang efektif untuk belajar konsep jaringan CCNA-level dan protokol jaringan. Dari perkuliahan dan laboratorium untuk pekerjaan rumah maupun untuk kepentingan kompetisi, Packet Tracer melampaui batas-batas pembelajaran tradisional dengan memperluas kelas ke dunia maya yang lebih eksploratif, disertai eksperimen dan penjelasan. Dalam topology jaringan yang dirancang pada Simulator Packet Tracer, Router yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai berikut : a.

  Cisco 1841 (revision 5.0) with 114688K/16384K bytes of memory.

  b.

  Processor board ID FTX0947Z18E c. M860 processor: part number 0, mask 49 d.

  2 FastEthernet/IEEE 802.3 interface(s) e.

  2 Low-speed serial(sync/async) network interface(s) f. 191K bytes of NVRAM.

  g.

  • – 6, mewakili alamat host dari tiap Local Area Network (LAN).
  • – 6, mewakili alamat

  serial interface dari tiap router yang ada dalam topology jaringan yang dirancang.

  Performansi jaringan yang perlu ditingkatkan dengan mengurangi sejumlah host yang tidak digunakan dalam department tertentu.

  Tabel 1. Kalkulasi Subnetting Menggunakan VLSM

  M enurut Cheon dkk.[3], VLSM menggunakan beberapa subnet mask pada satu jaringan. Teknik VLSM memungkinkan untuk dalam suatu jaringan terdapat subnet dengan ukuran yang berbeda sehingga tiap subnet dapat menyesuaikan dengan jumlah kebutuhan host. Dengan contoh implementasi kasus diatas maka dihasilkan kalkulasi subnetting seperti tampak pada tabel 1 dan gambar 3, dengan menghasilkan alamat host yang tidak digunakan sebesar 7% dan menghasilkan ruang alamat tersisa untuk kebutuhan blok subnet yang baru sebesar 18%.

  4. VARIABLE LENGTH SUBNET MASKING

  M eskipun demikian, VLSM, masih memiliki kelemahan yakni pada kasus tertentu dengan kebutuhan alamat host pada tiap blok subnet yang sangat variatif, VLSM masih cukup banyak menyisakan alamat IP yang tidak digunakan. Hal ini tentu juga turut mempengaruhi performansi dari segmen jaringan yang terbentuk dari hasil subnetting tersebut.

  VLSM , jumlah host pada tiap blok subnet dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

  memiliki jumlah host yang sama. Sedangkan pada metode

  FLSM dan VLSM. Pada metode FLSM, semua blok subnet

  Masalah sekuritas dalam tiap department yang memerlukan pengamanan khusus untuk tiap jaringannya masing-masing. Secara umum dikenal adanya dua metode subnetting yakni

  c.

  Perlunya mereduksi trafik dalam jaringan yang disebabkan oleh broadcast maupun collision atau tabrakan paket data.

  b.

  Kebutuhan jumlah host pada tiap blok subnet Selain itu subnetting dapat dilakukan jika terdapat beberapa alasan dibawah ini yang harus diperhatikan, misalnya : a.

  d.

  Kebutuhan akan jumlah jaringan atau banyaknya blok subnet b.

  M ekanisme pada gambar 1 akan dilalui ketika melakukan proses subnetting. M eskipun demikian, umumnya subnetting yang dilakukan didasarkan pada pertimbangan kebutuhan jaringan misalnya : a.

  Gambar 2. Mekanisme Subnetting

  ID dan bagian mana yang mewakili host ID atau alamat host. Dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini yang menggambarkan mengenai mekanisme tersebut.

  subnet

  masing-masing bit yang mana yang mewakili network ID atau

  address yang ada untuk kemudian ditentukan tiap bagian dari

  M ekanisme subnetting adalah dengan memanfaatkan 32 bit IP

  Konsep dasar dari subnetting adalah melakukan pembagian suatu jaringan besar menjadi beberapa jaringan yang lebih kecil. Jadi dapat dikatakan bahwa subnetting adalah kegiatan melakukan pemecahan atau pembagian suatu alamat network menjadi beberapa subnetwork atau blok subnet melalui mekanisme subnetting yang baik dan benar. Dengan melakukan pemecahan atau pembagian seperti ini maka akan dihasilkan sejumlah alamat network tambahan namun hal ini juga menimbulkan terjadinya pengurangan jumlah maksimum alamat host pada tiap subnetwork tersebut.

  Gambar 1. S trategi Pengujian S istem 3. KONSEP SUBNETTING

  Pada gambar 1 dibawah ini terdapat diagram yang menjelaskan tentang strategi pengujian sistem dari tahap awal hingga akhir.

  Konfigurasi Interface pada Topology Jaringan Tahapan ini merupakan tahap akhir dalam menilai metode tersebut apakah alamat IP hasil subnetting dapat digunakan pada tiap serial interface dari masing-masing router atau tidak. Disinilah letak ke- efektifitasan maupun keberhasilan dari subnetting yang dilakukan. Karena akan menjadi hal yang sia- sia jika suatu metode subnetting menghasilkan serangkaian alamat IP namun tidak dapat digunakan pada serial interface pada masing-masing router di topology jaringan yang dirancang.

  Grafik pada gambar 3 dibawah ini merupakan tampilan diagram sebagai hasil dari kalkulasi subnetting menggunakan metode VLSM.

  Gambar 3. Grafik Hasil Subnetting Menggunakan VLSM 5. AGGREGATED FIXED LENGTH SUBNET MASKING

  menggunakan mekanisme VLSM yang sesuai dengan prinsip standard penentuan nilai CIDR. Selain mekanisme tersebut, HFLSM juga memiliki beberapa

  merupakan jumlah alamat maksimum dalam tiap blok subnet pada /30. i. 60  62/4 : 16 (Pembulatan 15.5) ii. 30  32/4 : 8 iii. 28  30/4 : 8 (Pembulatan 7.5) iv. 25  27/4 : 7 (Pembulatan 6.75) v. 10  12/4 : 3 vi. 5  7/4 : 2 (Pembulatan 1.75) vii. 2  4/4 : 1 viii. 2  4/4 : 1 ix. 2  4/4 : 1 x. 2  4/4 : 1 xi. 2  4/4 : 1 xii. 2  4/4 : 1

  broadcast , kemudian dibagi dengan 4 (empat) yang

  Menentukan kelebihan Host Dalam penentuan kelebihan host, tiap blok akan ditambahkan masing-masing 2 (dua) alamat host yang merupakan alamat jaringan dan alamat

  a.

  Subnet mask yang digunakan harus disesuaikan dengan jumlah maksimum hasil kalkulasi metode HFLSM.

  alamat IP hasil kalkulasi subnetting dapat digunakan pada topology jaringan yang dirancang. Rules atau aturan-aturan yang harus diperhatikan ketika melakukan subnetting menggunakan HFLSM adalah sebagai berikut : Untuk kasus yang memiliki pola kebutuhan host beragam atau memiliki sisa hasil bagi pada kalkulasi penentuan kelebihan host yang bervariasi maka wajib mencadangkan 2 (dua) alamat IP pada salah satu blok subnet.

  HFLSM harus memperhatika rules atau aturan-aturan agar

  mengatasi terjadinya overlap antar alamat yang terjadi ketika menggunakan AFLSM. Terdapat sedikit perbedaan dengan AFLSM, pada metode

  rules atau aturan-aturan yang perlu diterapkan sehingga dapat

  AFLSM namun dalam menentukan subnet mask, HFLSM

  M enurut Sabir dkk[1], AFLSM merupakan suatu mekanisme

  mengkombinasikan VLSM dan AFLSM. Teknik HFLSM menggunakan mekanisme penentuan kelebihan host seperti

  Gambar 4. Grafik Hasil Subnetting Menggunakan AFLSM 6. HYBRID FIXED LENGTH SUBNET MASKING HFLSM merupakan teknik subnetting yang

  Grafik pada gambar 4 dibawah ini merupakan tampilan diagram sebagai hasil dari kalkulasi subnetting menggunakan metode AFLSM.

  Dengan hasil presentasi yang lebih baik dalam menghasilkan kelebihan host yang lebih sedikit serta memberikan ruang alamat tersisa yang lebih besar, maka AFLSM dianggap lebih baik daripada VLSM dalam melakukan managemen ruang alamat IP. Dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini, terdapat perbedaan pada kelebihan host tiap blok subnet dan jumlah maksimum host hasil kalkulasi subnetting menggunakan metode AFLSM.

  VLSM yakni 18%.

  jaringan, serangkaian alamat hasil AFLSM ternyata tidak dapat diterapkan karena terjadi bad mask pada alamat IP. Hasil kalkulasi membuktikan bahwa AFLSM mampu menghasilkan kelebihan host yang tidak digunakan lebih sedikit yakni sebesar 4% jika dibandingkan dengan VLSM yakni sebesar 7%. Selain itu dengan menggunakan AFLSM, mampu menghasilkan ruang alamat tersisa bagi kebutuhan blok subnet yang baru sebesar 21%, dan lebih besar daripada

  VLSM , namun dalam implementasi penggunaan pada topology

  Untuk menyelesaikan contoh kasus seperti implementasi diatas, maka dihasilkan kelebihan host yang lebih sedikit dari

  subnetting baru untuk manajemen ruang alamat bagi kelas C dengan subnet 255.255.255.252 atau /30.

  Dengan hasil kalkulasi diatas maka dapat ditentukan, blok subnet mana yang memiliki kelebihan host. Hal itu dapat diketahui dari jumlah pembagian yang menghasilkan sisa dan dilakukan pembulatan keatas. Kelebihan host yang dimaksud

  Jumlah Host yang dibutuhkan: 10 Host

  • – 222.124.191.168 Rentang Alamat Host yang tersedia: 222.124.191.159
  • – 222.124.191.167

i. Blok Subnet 1

  • – 222.124.191.178

  Broadcast Address :

  v. Blok Subnet 5

  Network Address :

  222.124.191.157

  Subnet Mask :

  255.255..255.240 atau /28 Rentang Alamat IP yang digunakan : 222.124.191.158

  Broadcast Address :

  222.124.191.168

  vi. Blok Subnet 6

  Jumlah Host yang dibutuhkan : 5 Host

  Network Address : 222.124.191.169 Subnet Mask :

  255.255..255.240 atau /28 Rentang Alamat IP yang digunakan : 222.124.191.169 – 222.124.191.179 Rentang Alamat Host yang tersedia: 222.124.191.170

  Subnet Mask :

  222.124.191.179

  255.255..255.192 atau /26 Rentang Alamat IP yang digunakan : 222.124.191.0 – 222.124.191.63 Rentang Alamat Host yang tersedia: 222.124.191.1

  Broadcast Address :

  222.124.191.0

  Network Address :

  Jumlah Host yang dibutuhkan : 60 Host

  Pembagian Blok Subnet dan Alamat Jaringan Blok subnet 1 : 222.124.191.0 /26 Blok subnet 2 : 222.124.191.64 /27 Blok subnet 3 : 222.124.191.96 /27 Blok subnet 4 : 222.124.191.128 /27 Blok subnet 5 : 222.124.191.157 /28 Blok subnet 6 : 222.124.191.169 /28 Blok subnet WAN 1 : 222.124.191.180 /30 Blok subnet WAN 2 : 222.124.191.184 /30 Blok subnet WAN 3 : 222.124.191.188 /30 Blok subnet WAN 4 : 222.124.191.192 /30 Blok subnet WAN 5 : 222.124.191.196 /30 Blok subnet WAN 6 : 222.124.191.200 /30 c. Kalkulasi Pengalamatan

  b.

  berjumlah 2 (dua) yang merupakan jumlah maksimum alamat host pada /30.

  Backup Address :

  222.124.191.177

  • – 222.124.191.178

  vii. WAN 1

  222.124.191.156

  • – 222.124.191.62

  iv. Blok Subnet 4

  Subnet Mask :

  222.124.191.180

  Subnet Mask :

  255.255.255.252 atau /30 Rentang Alamat IP yang digunakan : 222.124.191.180

  Broadcast Address :

  222.124.191.183

  viii. WAN 2

  Jumlah Host yang dibutuhkan : 2 Host

  Network Address :

  222.124.191.184

  255.255.255.252 atau /30 Rentang Alamat IP yang digunakan : 222.124.191.184

  Jumlah Host yang dibutuhkan : 25 Host

  Broadcast Address :

  222.124.191.187

  ix. WAN 3

  Jumlah Host yang dibutuhkan : 2 Host

  Network Address :

  222.124.191.188

  Subnet Mask :

  255.255.255.252 atau /30 Rentang Alamat IP yang digunakan : 222.124.191.188

  Broadcast Address

  : 222.124.191.191

  Network Address :

  Jumlah Host yang dibutuhkan : 2 Host

ii. Blok Subnet 2

  Jumlah Host yang dibutuhkan : 30 Host

  Network Address :

  Broadcast Address :

  222.124.191.63

  • – 222.124.191.183 Rentang Alamat Host yang tersedia: 222.124.191.181
  • – 222.124.191.182

  • – 222.124.191.95 Rentang Alamat Host yang tersedia: 222.124.191.65 – 222.124.191.94

  255.255..255.224 atau /27 Rentang Alamat IP yang digunakan : 222.124.191.96

  Network Address :

  222.124.191.128

  Subnet Mask :

  255.255..255.224 atau /27 Rentang Alamat IP yang digunakan : 222.124.191.128

  222.124.191.127

  Broadcast Address :

  Network Address :

  222.124.191.64

  • – 222.124.191.187 Rentang Alamat Host yang tersedia: 222.124.191.185
  • – 222.124.191.186

  Subnet Mask :

  222.124.191.96

  222.124.191.95 Jumlah Host yang dibutuhkan : 28 Host

  Broadcast Address :

  255.255..255.224 atau /27 Rentang Alamat IP yang digunakan : 222.124.191.64

  Subnet Mask :

  • – 222.124.191.127 Rentang Alamat Host yang tersedia: 222.124.191.97
  • – 222.124.191.126

  • – 222.124.191.191 Rentang Alamat Host yang tersedia: 222.124.191.189
  • – 222.124.191.190
  • – 222.124.191.156 Rentang Alamat Host yang tersedia: 222.124.191.129
  • – 222.124.191.155
  • – 222.124.191.195 Rentang Alamat Host yang tersedia: 222.124.191.193
  • – 222.124.191.194

  • – 222.124.191.199 Rentang Alamat Host yang tersedia: 222.124.191.197
  • – 222.124.191.198

  interface

  Broadcast Address

  : 222.124.191.203 7.

   ANALISIS IMPLEMENTASI AFLSM DAN HFLSM

  Pada penjabaran berikut akan dibahas mengenai analisis implementasi AFLSM terhadap HFLSM sebagai hasil dari penerapan kedua metode tersebut pada contoh studi kasus melakukan perbandingan antar kedua metode tersebut, namun lebih daripada itu untuk melakukan pembuktian bahwa AFLSM sebenarnya merupakan suatu metode subnetting yang hanya dapat diterapkan pada beberapa contoh kasus tertentu dan tidak bersifat generic. Pada sisi yang lain, analisis ini juga bertujuan untuk memberikan gambaran hasil bahwa HFLSM lebih bersifat generik dan dapat diterapkan pada kasus yang lebih bervariasi.

  Kalkulasi subnetting menggunakan metode AFLSM menghasilkan serangkaian ip address yang digunakan untuk alamat interface dari masing-masing Router. Interface yang dimaksud adalah interface Fast Ethernet 0/0 (fa0/0), interface

  Serial 0/0/0 (s0/0/0), dan interface Serial 0/0/1 (s0/0/1).

  Pada gambar 5 dan gambar 6 dibawah ini akan diberikan hasil konfigurasi penerapan ip address pada masing-masing

  pada Router Jurusan Elektro dan Router Gedung Rektorat Lama yang merupakan router awal dan akhir yang menggunakan alamat WAN pada topology jaringan yang dirancang. Sehingga dapat dilihat apakah rangkaian ip address yang dihasilkan dengan menggunakan metode AFLSM dapat digunakan seluruhnya.

  Subnet Mask :

  Gambar 5. Kegagalan Konfigurasi IP Address menggunakan metode AFLSM pada Router Jurusan Elektro Gambar 6. Kegagalan Konfigurasi IP Address menggunakan metode AFLSM pada Router Gedung Rektorat Lama

  Dari hasil konfigurasi pada Router Jurusan Elektro dan Router Gedung Rektorat Lama, terlihat bahwa terdapat ip address yang tidak dapat digunakan pada interface serial 0/0/0 yaitu ip

  address 222.124.191.179 /30 dan serial 0/0/1 yaitu ip address

  222.124.191.199 /30. Hal ini mengakibatkan kedua interface

  serial tersebut tidak dapat digunakan untuk komunikasi WAN

  antar router. Dan ini terjadi pada semua interface serial yang menghubungkan router satu dengan yang lain dalam topology jaringan yang dirancang. Hal seperti ini akan terjadi jika penggunaan metode AFLSM diterapkan pada jenis kasus : a.

  Jumlah kebutuhan blok subnet lebih dari 4 (empat) b.

  Jumlah kebutuhan host tiap blok subnet yang memiliki kelipatan yang bervariasi (60, 30, 28, 25) Setelah melakukan ujicoba dengan beberapa contoh kasus yang berbeda, didapatlah kesimpulan bahwa teknik AFLSM hanya dapat diterapkan pada beberapa kasus tertentu misalnya pada kasus dengan kebutuhan 4 blok subnet dan jumlah host merupakan kelipatan yang tetap dan konstan (60,50,40,30) atau (55,45,35,25). M elihat hasil analisis yang ada maka dapat dikatakan bahwa teknik AFLSM tidak bersifat generik dan hanya bersifat spesifik karena teknik AFLSM hanya dapat diterapkan pada

  255.255.255.252 atau /30 Rentang Alamat IP yang digunakan : 222.124.191.200

  222.124.191.200

  Jumlah Host yang dibutuhkan : 2 Host

  Network Address :

  Network Address :

  222.124.191.192

  Subnet Mask :

  255.255.255.252 atau /30 Rentang Alamat IP yang digunakan : 222.124.191.192

  Broadcast Address :

  222.124.191.195

  xi. WAN 5

  Network Address :

  x. WAN 4

  222.124.191.196

  Subnet Mask :

  255.255.255.252 atau /30 Rentang Alamat IP yang digunakan : 222.124.191.196

  Broadcast Address :

  222.124.191.199

  xii. WAN 6

  Jumlah Host yang dibutuhkan : 2 Host

  Jumlah Host yang dibutuhkan : 2 Host

  • – 222.124.191.203 Rentang Alamat Host yang tersedia: 222.124.191.201
  • – 222.124.191.202

7.1 Analisis Implementasi AFLSM

  beberapa kasus tertentu saja dan tidak dapat diterapkan pada Gambar 7. Konfigurasi IP Address menggunakan metode seluruh kasus yang dihadapi. HFLSM pada Router Jurusan Elektro

7.2 Analisis Implementasi HFLSM

  Sebagai pembanding, pada konfigurasi HFLSM dibawah ini, juga dilakukan pada Router Jurusan Teknik Elektro dan

  Router Gedung Rektorat Lama. Dengan serangkaian alamat

  IP yang dihasilkan melalui penggunaan metode HFLSM,

  terlihat bahwa semua alamat IP dapat digunakan pada tiap interface serial yang dimiliki kedua router tersebut. Namun tentu saja hal ini dengan menerapkan aturan-aturan yang telah ditetapkan jika menemukan jenis kasus yang membutuhkan jumlah blok subnet yang lebih dari 4 (empat) dan kebutuhan jumlah host masing-masing blok subnet yang bervariasi. Terlihat pada proses konfigurasi dibawah ini, interface serial

  router jurusan teknik elektro dan router gedung rektorat lama,

  dapat menggunakan ip address hasil subnetting menggunakan metode HFLSM. M isalnya pada router jurusan teknik elektro,

  ip address 222.124.191.181 /30, dapat digunakan pada interface serial 0/0/0 dan pada router gedung rektorat lama,

ip address 222.124.191.201 /30, dapat digunakan pada Gambar 8. Konfigurasi IP Address menggunakan metode

interface serial 0/0/1.

  HFLSM pada Router Gedung Rektorat Lama

  Jika diperhatikan, adanya sedikit perbedaan yang terlihat p ada

  ip address interface serial di masing-masing router, yakni 8.

   SIMULASI HASIL AFLSM DAN

  kedua ip address tersebut bergeser sebanyak 2 (dua) dari

  HFLSM PADA TOPOLOGY JARINGAN

  222.124.191.179 ke 222.124.191.181 dan 222.124.191.199 ke Pada gambar 9 dan gambar 10 dibawah ini, terlihat hasil

  222.124.191.201. Pergeseran ini merupakan hasil penerapan gambaran simulasi hasil dari implementasi menggunakan aturan/ rule yang pertama dari metode HFLSM. serangkaian ip address dengan menggunakan metode AFLSM

  Penjabaran akan hal ini dapat dilihat pada hasil kalkulasi dan HFLSM. Kegagalan dalam melakukan proses konfigurasi pengalamatan yang dilakukan diatas pada bagian (VI.c), yang ip address pada tiap interface mengakibatkan interface yang melakukan backup address sebanyak dua alamat IP pada blok menghubungkan antar router yang satu dengan yang lain subnet 6 sebelum kalkulasi pada blok subnet WAN 1. menjadi atau tidak dapat digunakan untuk

  down

  berkomunikasi antar satu router terhadap yang lain. Hal ini Pada gambar 7 dan gambar 8 dibawah ini terlihat jelas bahwa menyebabkan tidak adanya koneksi WAN yang terjadi pada

  interface serial pada Router Jur.Elektro dan Router

  topology jaringan yang dibangun. Sehingga hal ini dapat Ged.Rekt.Lama, dapat diimplementasikan alamat IP hasil dikatakan sebagai suatu kegagalan dalam komunikasi antar kalkulasi subnetting yang dilakukan menggunakan metode

  LAN dalam suatu topology jaringan yang melibatkan beberapa HFLSM .

  router sebagai media penghubung antar LAN.

  Gambar 9. S imulasi AFLSM Pada Topology Jaringan Gambar 10. S imulasi HFLSM Pada Topology Jaringan 9. KESIMPULAN

  Pada penelitian Sabir dkk[1], tidak dijelaskan mengenai penggunaan AFLSM bahwa sebenarnya metode ini hanya dapat digunakan pada kasus tertentu saja. Selain itu paparan mengenai metode AFLSM tersebut tidak disertai ujicoba maupun pembahasan mengenai penggunaan serangkaian alamat IP hasil subnetting menggunakan metode tersebut. Sehingga dalam penelitian ini turut dijabarkan pula ujicoba mengenai metode AFLSM tersebut agar dapat diketahui bahwa memang benar metode tersebut tidak dapat digunakan pada beberapa kasus tertentu.

  Dengan melakukan ujicoba dan analisis dengan berbagai contoh kasus yang berbeda, maka dapat disimp ulkan bahwa teknik AFLSM merupakan suatu teknik yang bersifat spesifik dan tidak berlaku generik karena terdapat beberapa contoh kasus yang menggunakan teknik AFLSM, mengalami masalah dalam penggunaan kelompok alamat IP tersebut pada topology jaringan.

  HFLSM

  merupakan suatu teknik yang menjadi jawaban atas kekurangan yang dimiliki AFLSM. Dengan menggunakan

  HFLSM , maka jenis kasus yang kebutuhan host yang berbeda

  dan bervariasi dapat diselesaikan dengan penerapan pada topology jaringan yang dirancang.

  

HFLSM menggunakan teknik perhitungan yang sama Misalnya pengembangan algoritma routing dari RIPv2,

  dengan AFLSM sehingga dalam kasus ini, HFLSM juga OSPF , atau EIGRP untuk mengatasi perubahan subnet menghasilkan kelebihan host yang tidak digunakan mask yang terjadi ketika melakukan subnetting lebih sedikit yakni sebesar 4% berbanding 7% dengan menggunakan HFLSM. Hal ini dapat dilakukan dalam menggunakan VLSM dan menghasilkan ruang alamat pengembangannya agar HFLSM dapat didukung oleh tersisa bagi kebutuhan blok subnet yang baru sebesar dynamic routing protocol. 21% berbanding 18% jika menggunakan mekanisme

  subnetting VLSM.

  Pada tabel 3 berikut ini disajikan kesimpulan dalam

  11. REFERENSI

  [1] M.R. Sabir, M.S. Mian, K. Sattar and M.A. Fahiem, IP Address

  bentuk tabel perbandingan metode VLSM yang

  Space Management using Aggregated Fixed Length Subnet

  merupakan suatu mekanisme subnetting yang Masking

  

  terstandard serta 2 (dua) mekanisme subnetting yang

  11 – 12 April 2007, Lahore.

  [2] Jozef Janitor, František Jakab, Karol Kniewald “Visual

  baru yakni AFLSM dan HFLSM.

  Learning Tools for Teaching/Learning Computer Networks”, Sixth International Conference on Networking and Services, Tabel 3. Kesimpulan Perbandingan Metode Subnetting 2010.

  [3] SeongKwon Cheon, DongXue Jin, and ChongGun Kim, A

  VLSM Address Managem ent Method For Variable IP Subnetting , IC C SA'06: Proce e dings of the 2006 international conference on Computational Science and Its Applications - Volume Part III.

  [4] J. Mogul, J. Postel, "Internet Standard Subnetting Procedure", RFC 950, Stanford, ISI, August 1985

  Dipilihnya VLSM sebagai pembanding dari dua metode yang

  [5] T. Pummill, B. Manning, "Variable Length Subnet Table For

  baru yakni AFLSM dan HFLSM karena VLSM merupakan

  IPv4", RFC 1878, Alantec, ISI, December 1995

  suatu metode subnetting terstandard yang dikembangkan oleh

  [6] R. Braden, J. Postel, "Requirements for Internet Gateways", International Engineering Task Force (IETF) serta didukung

  RFC 1009, ISI, June 1987

  oleh berbagai dinamik routing protocol misalnya Routing [7] Packet T racer, available at :

  Software

  Information Protocol Version 2 (RIPv2), Open Shortest Path [8] d

  First (OSPF), dan Enhanced Interior Gateway Routing Resource Materials, available at Protocol (EIGRP).

  HFSLM dalam penelitian ini menggunakan routing statik,

  sehingga dalam proses konfigurasi routing, harus dilakukan pada masing-masing router dengan cara manual yakni melakukan input jalur routing pada tiap router. Cara manual seperti ini sebenarnya bukanlah suatu masalah jika dalam topology jaringan yang dirancang menggunakan sedikit router, namun akan sangat menguras waktu dan tenaga jika terdapat banyak router dalam topology jaringan yang dirancang.

  Selain itu apabila terjadi permasalahan pada jaringan sehingga mengakibatkan beberapa router down atau mengalami masalah, maka seorang administrator jaringan harus melakukan konfigurasi manual untuk menentukan alamat IP tentu lebih mudah jika menggunakan routing dinamik, dimana tiap protocol routing memiliki algoritma routing tersendiri yang secara otomatis menemukan jalur routing lain yang tersedia untuk dilakukan proses routing untuk meneruskan

  packet data .

10. PENGEMBANGAN PENELITIAN

  VLSM merupakan suatu mekanisme subnetting yang

  terstandard sesuai dengan standarisasi nilai CIDR. Hal ini memungkinkan suatu teknik routing dapat berjalan pada mekanisme subnetting tersebut. AFLSM dan HFSLM merupakan suatu teknik subnetting baru yang dikembangkan, sehingga belum adanya algoritma pada router untuk melakukan routing menggunakan mekanisme subnetting

  HFLSM . M elihat hal ini, perlu dilakukan pengembangan

  penelitian mengenai algoritma routing pada suatu dynamic

  routing protocol tertentu untuk mengakomodasi teknik

  yang baru seperti HFLSM sehingga router dapat

  routing

  melakukan proses routing menggunakan teknik subnetting .

  HFLSM

Dokumen yang terkait

2013-present : Tim Manajemen Jurnal Imanensi (Ilmu Manajemen, Ekonomi dan

0 0 11

Chapter 7 , Taking The Easy Way Out : Creating Quick Table

0 0 15

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN THINK-TALK-WRITE DALAM MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIS MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA Siska Candra Ningsih FKIP Universitas PGRI Yogyakarta E-mail : siskazamrigmail.com Abstract - Efektivitas Model Pembelajaran Think-Talk

0 0 6

Efektivitas Penerapan Metode Diskusi dengan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) Ditinjau dari Tipe Kepribadian Siswa Kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Lampung Timur

0 0 10

EKPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY DAN GROUP INVESTIGATION TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KREATIVITAS SISWA Ira Vahlia FKIP Universitas Muhammadiyah Metro E-mail : iravahlia768yahoo.co.id Abstract - Ekperimentasi Model Pembelaj

0 0 13

Eksperimentasi Pembelajaran RME dengan Problem Solving dan RME dengan Problem Posing Ditinjau dari Kreativitas Siswa

0 0 12

PENYELESAIAN MASALAH MATEMATIKA PADA TIPE KEPRIBADIAN PHLEGMATIS Rina Agustina FKIP Universitas Muhammadiyah Metro E-mail : aasyiqun1212gmail.com Abstract - Penyelesaian Masalah Matematika Pada Tipe Kepribadian Phlegmatis

0 0 7

Pengembangan Protokol Single Sign-On SAML dengan Kombinasi Speech dan Speaker Recognition

0 0 8

Komparasi Metode Hybrid Image Watermarking DWT-SVD dengan RDWT-SVD Untuk Proteksi dan Perlindungan Hak Cipta Pada Citra Digital

0 0 7

Pengembangan Purwarupa Aplikasi Mobile untuk Pemeriksaan Bacaan dan Hafalan Ayat Al- Qur’an pada Sistem Operasi Android

0 0 7