FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GOUT PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SITURAJA TAHUN 2014

  FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GOUT PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SITURAJA TAHUN 2014

  Aries Abiyoga Email : ariesabiyoga@rocketmail.com

  ABSTRAK

  Gout atau Asam urat adalah penyakit yang disebabkan penumpukan asam urat dalam tubuh secara berlebihan, baik akibat produksi yang meningkat, pembuangannya melalui ginjal yang menurun, atau akibat peningkatan asupan makanan kaya purin Juandi (2007 dalam Rina, 2011). Data penderita Gout di Dinas Kesehatan Sumedang dari tahun 2011-2012 mengalami peningkatan sebanyak 0,12%. Hasil studi pendahuluan di Puskesmas Darmaraja dan PuskesmasSituraja didapatkan jumlah pasien gout di Puskesmas Situraja dari tahun 2011-2013 mengalami peningkatan sebanyak 0,1% dan Puskesmas Darmaraja sebanyak 0,1% (Pu skesmas Situraja & Darmaraja, 2011).

  Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gout pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Situraja tahun 2014. Jenis penelitian menggunakan analisa korelatif dengan pendekatan case control. Populasi berjumlah 168 orang dan sampel 74 diantaranya sampel kasus berjumlah 37 responden dan sampel kontrol berjumlah 37 responden dengan teknik purposive sampling. Tekhnik pengumpulan data diperoleh dengan melakukan pemeriksaan berat badan, tinggi badan, test asam urat dan kuesioner. Analisa yang digunakan adalah univariat dan bivariat dengan uji chi square.

  Hasil penelitian menunjukan ada hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian gout (p-value = 0.00), tidak ada hubungan antara obesitas dengan kejadian gout (p-value = 0.571), tidak ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian gout (p-value = 0.632 ), ada hubungan pengetahuan dengan kejadian gout (p-value = 0.002). Diharapkan puskesmas membuat program penyuluhan kesehatan untuk menghindari hal – hal yang dapat meningkatkan angka kejadian hiperurisemia serta berbagai komplikasinya yang akan terjadi pada pasien gout. Kata Kunci : Gout, Obesitas, Riwayat Keluarga Daftar Pustaka : 20 buku (2003-2013) 3 website (2009-2010)

  8 jurnal (2007-2013) A. berbagai penyakit dan perubahan lingkungan,

   Pendahuluan

  Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara hilangnya mobilitas dan ketangkasan, serta fisik, mental, spiritual maupun sosial yang perubahan fisiologis yang terkait dengan usia memungkinkan seseorang untuk hidup produktif (Maryam, 2013). Jumlah lanjut usia terus secara sosial dan ekonomis (UU Kesehatan meningkat dan menurut proyeksi WHO pada Republik Indonesia Nomor 36 pasal 1 tahun tahun 2050 dibandingkan dengan tahun 1990 2009). Kesehatan manusia bergerak maju atau bahwa pertumbuhan penduduk lanjut usia mundur dalam kontinuitas tertentu, dimana jarak Indonesia mengalami pertumbuhan terbesar di ini menentukan apakah seseorang dikatakan sehat Asia, yaitu sebesar 414%. Jumlah lanjut usia atau sakit. Kesehatan tidak pernah konstant. Indonesia, menurut sumber BPS bahwa pada Kesehatan merupakan hal penting bagi manusia tahun 2008 sebesar 19 juta (8,55% dari total agar dapat menjalankan kegiatan sehari-harinya penduduk sebesar 300 juta. sedangkan pada tahun dengan baik (Alfinda, 2008) 2020 diperkirakan jumlah lanjut usia sekitar 28

  Lansia didefinisikan sebagai penurunan, juta jiwa. jumlah lansia di Jawa Barat kelemahan, meningkatnya kerentanan terhadap diperkirakan sekitar (7,09 %) , Jumlah Lansia di kabupaten sumedang berjumlah 38.929 . Dan jumlah lansia di kecamatan Situraja berjumlah 3.981 dengan jumlah laki-laki 2.115 dan perempuan berjumlah 1.866 .

  Orang dewasa memiliki risiko terkena penyakit degeneratif lebih besar dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Hal ini disebabkan karena sudah ausnya jaringan tubuh atau karena penumpukan zat-zat yang merugikan tubuh. Salah satu penyakit yang sering diderita orang dewasa adalah gout (Alfinda, 2008). Salah satu penyebabnya adalah meningkatnya konsentrasi asam urat (gout) dalam tubuh adalah tingginya konsumsi bahan pangan sumber protein, terutama purin. Konsumsi bahan pangan tersebut tanpa pengontrolan yang tepat dapat memicu penyakit asam urat (Vitahealth, 2006).

  Asam urat (gout) adalah asam yang berbentuk kristal-kristal yang merupakan hasil akhir dari metabolisme purin (bentuk turunan nucleoprotein), yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat pada inti sel- sel tubuh. Secara alamiah , purin terdapat dalam tubuh dan dijumpai pada semua makanan sel hidup, yakni makanan dari tanaman (sayur, buah, kacang- kacangan) ataupun hewan (daging, jeroan, ikan sarden). Jadi asam urat merupakan hasil metabolisme didalam tubuh, yang kadarnya tidak boleh berlebihan (Ade, 2009)

  Prevalensi gout pada populasi di USA diperkirakan 13,6/100.000 orang. prevalensi ini meningkat seiring dengan meningkatnya umur menyatakan prevalensi asam urat (gout) di Amerika serikat meningkat dua kali lipat dalam populasi lebih dari 75 tahun antara 1990 dan 1999, dari 21 per 1000 menjadi 41 per 1000. Dalam studi kedua, prevalensi asam urat pada populasi orang dewasa Inggris diperkirakan 1,4%, dengan puncak lebih dari 7% pada pria berusia 75 tahun (Tjokroprawiro, 2007 dalam Pipit, 2010).

  Di Indonesia asam urat menduduki urutan kedua setelah osteoartritis (Dalimartha, 2008). Penderita gout di Indonesia sendiri diperkirakan 1,6-13,6/100.000 orang. Dari hasil penelitian tahun 1988 oleh dr. Jhon darmawan di Bandung, Jawa Barat menunjukan bahwa diperoleh 0,8% sample menderita asam urat tinggi (1,7% pria dan 0,05% wanita diantaranya sudah mencapai tahap gout athritis).

  Di Kabupaten Sumedang dari 10 besar penyakit jumlah kasus gout atau asam urat mencapai 9% di Kabupaten Sumedang .Berdasarkan tahun , yaitu pada tahun 2011 penderita gout mencapai 3.437 atau 1,15 % dan tahun 2012 berjumlah 3.984 atau 1.27% .

  Berdasarkan data diatas dapat diketahui sebagian besar masyarakat pada lansia yang mempunyai penyakit gout terjadi peningkatan disetiap tahunnya sehingga kualitas hidup lansia itu sendiri terganggu seperti terganggunya aktifitas fisik karena keluhan nyeri yang dirasakan ketika terserang asam urat (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang , 2011).

  Setelah dilakukan studi pendahuluan di dua Puskesmas yaitu Puskesmas Darmaraja dan Puskesmas Situraja didapatkan jumlah pasien gout dari tahun 2011 hingga 2013. Data pasien

  gout di Puskesmas Situraja pada tahun 2011 yaitu

  berjumlah 121 orang atau 0,2%, pada tahun 2012 berjumlah 141 orang atau 0,3% dan pada tahun 2013 yaitu berjumah 168 orang atau 0,3%. Sedangkan di Puskesmas Darmaraja data pasien

  gout pada tahun 2011 yaitu berjumlah 97 orang

  atau 0,1%, pada tahun 2012 yaitu berjumlah 132 orang atau 0,2% dan pada tahun 2013 yaitu berjumlah 122 orang atau 0,2%.

  Diihat dari dua data kunjungan Puskesmas Situraja dan Puskesmas Darmaraja disebutkan bahwa jumlah penderita Gout di Puskesmas Situraja pada tahun 2013 sebanyak 168 orang atau 0,3% dan jumlah penderita Gout di Puskesmas Darmaraja sebanyak 122 orang atau 0,2%. Masing-masing dari data ke dua Puskesmas tersebut menunjukan kenaikan sebesar 0,1%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa angka kejadian gout masih menunjukan angka yang cukup tinggi yaitu di Puskesmas Situraja. Meskipun sudah dilakukan pengobatan tapi kenyataannya prevalensi Gout di Wilayah Kerja Puskesmas Situraja setiap tahunnya mengalami peningkatan. Untuk itu penulis tertarik melakukan penelitian di Puskesmas Situraja (Profil Puskesmas Situraja, 2011).

  Berdasarkan penelitian dengan hasil wawancara terhadap 10 orang lansia di wilayah kerja Puskesmas Situraja didapatkan 6 orang terkena asam urat mengatakan bahwa asam urat kambuh karena mempunyai kebiasaan makan makanan yang mengandung purin seperti mengkonsumsi sayuran hijau dan melinjo dan 2 dari 6 orang diatas selain akibat kebiasaan makan makanan yang mengandung purin mengatakan didalam keluarganya ada penyakit yang sama dan diambil adalah 74 orang. Sampel kelompok kasus hasil observasi terhadap postur tubuh 1 dari 6 yaitu pasien yang menderita gout yang orang pasien gout terlihat gemuk. Hasil didiagnosa oleh dokter dengan jumlah 37 orang. wawancara dari beberapa pasien mengatakan Dengan penentuan sampel sebagai berikut : gejala awal yang dirasakan yaitu terasa

   Sampel Kasus

  kesemutan dan linu,nyeri mendadak pada jari-jari dan pergelangan kaki. Apabila asam uratnya

  Kriteria inklusi :

  kambuh mereka lebih memilih mengkonsumsi kriteria dari sampel kasus yang diambil pada obat warung karena dianggapnya penyakit asam penelitian ini adalah : uratnya akan sembuh daripada memeriksakan ke 1.

  Pasien di wilayah kerja Puskesmas Puskesmas, bahkan ada yang membiarkannya

  Situraja begitu saja dengan anggapan akan sembuh

  2. Pasien dapat membaca dan menulis sendirinya. Sehingga didapatkan dari data diatas

  3. Bersedia menjadi responden yaitu terdapat sebanyak 6 orang yang menderita

  4. Sehat jasmani dan rohani penyakit gout dan 4 orang mengatakan tidak 5. menyetujui menjadi

  Pasien menderita penyakit tersebut. responden penelitian

  Berdasarkan fenomena diatas penulis tertarik 6.

  Dapat diajak berkomunikasi untuk meneliti “Bagaimanakah Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gout Pada

  Kriteria Eksklusi :

  Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Situraja 1.

  Responden mempunyai penyakit Tahun 2014” lain

  Tujuan dari penelitian ini untuk 2. tidak dapat

  Responden mengetahui faktor – faktor yang berhubungan berkomunikasi dengan baik dengan kejadian gout pada lansia di wilayah kerja

  3. Responden dalam keadaan bedrest Puskesmas Situraja Tahun 2014 total

  4. Psikis tidak memungkinkan

METODE PENELITIAN

  Jenis Penelitian yang digunakan dalam

  Sampel Kontrol

  penelitian ini adalah analisa korelatif dengan pendekatan “case control”.

  Sampel kontrol dalam penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ini adalah pasien yang tidak mengalami gout klien gout yang pernah berkunjung ke Puskesmas pada pasien lansia di Puskesmas Situraja. Situraja yaitu sebanyak 168 orang pada tahun

  Perbandingan antara jumlah sampel kelompok 2013. kasus dan kontrol adalah 1:1, dengan

  Teknik pengambilan sampel dalam penelitian pengambilan sampel secara an-maching. Sampel ini menggunakan teknik purposive sampling yang kelompok kontrol yaitu pasien yang tidak didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yag menderita gout dengan jumlah 37 orang. dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau

  Dengan penentuan sampel sebagai berikut : sifat-sifat populasi yang sudah diketahui

  Kriteria inklusi :

  sebelumnya (Notoatmodjo,2010) kriteria dari sampel kasus yang diambil pada Sampel kasus yang akan diteliti adalah penelitian ini adalah : sebagian pasien usia > 60 tahun yang menderita 1.

  Pasien di wilayah kerja Puskesmas gout di Puskesmas Situraja dengan jumlah.

  Situraja Menurut Mahardika (2009), menghitung besaran 2.

  Pasien dapat membaca dan menulis sampel terhadap odds ratio dengan menggunakan

  3. Bersedia menjadi responden rumus dibawah ini didapatkan 37 responden

  4. Klien dapat diajak berkomunikasi

  Kriteria Ekslusi 1.

  Klien tidak bisa berkomunikasi ∝ 2 + 1 1 + 2 2 1 = 2 = ² dengan baik

  ( 1 − 2)

  2. Klien tidak mau menjadi responden 3. responden tidak

  Psikis Maka dengan menggunakan memungkinkan rumus tersebut diatas, jumlah sampel yang Uji validitas dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Darmaraja dengan responden sebanyak 15 orang masyarakat yang terkena gout. Adapun hasil uji validitas instrument pengetahuan terdapat 24 pertanyaaan yang valid dan 1 item pertanyaan yang tidak valid. Untuk item pertanyaan yang tidak valid, item tersebut tidak digunakan dalam penelitian karena sudah terwakili oleh pertanyaan yang lain.

  Uji reliabilitas dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Darmaraja dengan nilai koefisien reliabilitas Alpha Cronbach variabel pengetahuan koefisiensi rehabilitasnya berkisar 0,985. Berdasarkan hasil uji Reliabilitas tersebut dapat disimpulkan bahwa instrument tersebut dinyatakan reliable dan bisa digunakan sebagai instrument penelitian. Sedangkan berdasarkan variabel yang diteliti seperti riwayat keluarga, obesitas dan jenis kelamin

  37.8 62.2 0.632

  18

  11

  8

  Baik Cukup Kurang

  Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Gout Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Situraja 2014 Pengetahuan Gout Tidak Gout Total p- value f % F % F %

  Total 37 50.0 37 50.0 74 100

  46

  14.9

  28

  32.4

  17.6

  24

  13

  29.7

  10.8

  24.3

  22

  50

  Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Situraja yang tertera pada tabel data 4.1 diatas menunjukan bahwa lansia yang mempunyai riwayat keluarga gout dan menderita gout hampir seluruh responden sebanyak 30 responden (81.1%) sedangkan lansia yang tidak gout sebagian kecil responden sebanyak 4 responden (10.8%). Data diatas menunjukan bahwa responden lansia yang mempunyai riwayat keluarga gout dan menderita gout lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak gout. Saat wawancara beberapa responden mengatakan bahwa didalam keluarganya terdapat riwayat keluarga.

  Hubungan Riwayat Keluarga Dengan Kejadian Gout

  Total 37 50.0 37 50.0 74 100

  67.6 0.002

  17.6

  14.9

  13

  3

  11

  43.2

  2.7

  4.1

  32

  2

  20.3

  15

  HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan Riwayat Keluarga Dengan Kejadian Gout Pada Lansia Di Puskesmas Situraja Tahun 2014 Riwa yat Kelu arga Gout Tidak Gout Total p- va lu e f % F % F %

  5.4

  00 Total 37 50.0 37 50.0 74 100

  54.1 0.

  45.9

  40

  34

  44.6

  33

  IMT Gout Tidak Gout Total p- value f % F % F %

  4

  9.5

  40.5

  7

  30

  Ya Tida k

  Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Gout Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Situraja 2014

  Ya Tidak

  Laki-laki Perempuan

  69

  Total p- value f % F % F %

  Gout Tidak Gout

  Jenis Kelamin

  Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Gout Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Situraja 2014

  Total 37 50.0 37 50.0 74 100

  6.8 93.2 0.643

  5

  3

  47.3

  2.7

  35

  2

  45.9

  4.1

  34

  Pangan memiliki peranan yang penting bagi manusia. Selain dapat mempertahankan kelangsungan hidup, pangan juga berperan dalam melindungi dan menjaga kesehatan serta memberi energi agar seseorang dapat bekerja secara produktif. Kesehatan merupakan hal penting bagi manusia agar dapat menjalankan kegiatan sehari-harinya dengan baik. Status gizi berpengaruh pada kualitas hidup dan kualitas sumberdaya manusia. Oleh karena itu, peningkatan status gizi diarahkan pada peningkatan intelektualitas, produktivitas kerja, prestasi belajar dan prestasi olahraga, serta penurunan angka gizi salah, baik gizi kurang maupun gizi lebih (Ervi, 2013)

  Arus globalisasi memiliki dampak yang terlihat nyata pada perubahan gaya hidup dalam konsumsi pangan. Perubahan ini dipicu oleh peningkatan pendapatan, kesibukan kerja yang tinggi, dan promosi produk pangan ala barat yang tidak diimbangi oleh peningkatan pengetahuan dan kesadaran gizi. Gout adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi asam urat dalam cairan tubuh (hiperurisemia) dan adanya gangguan metabolisme protein. Salah satu penyebab meningkatnya konsentrasi asam urat dalam tubuh adalah tingginya konsumsi bahan pangan sumber protein, terutama purin. Konsumsi bahan pangan tersebut tanpa pengontrolan yang tepat dapat memicu penyakit asam urat (Vitahealth, 2006). Meningkatnya prevalensi gout berhubungan dengan faktor risiko jenis kelamin, asupan tinggi purin, alkohol, obesitas dan hipertensi. Selain itu kejadian gout berhubungan dengan gangguan fungsi ginjal dan faktor genetik (Ervi, 2013) Faktor genetik dapat berkontribusi terhadap prevalensi hiperurisemia yang tinggi pada beberapa kelompok etnik tertentu. Gout dapat diderita karena faktor genetis. Hal itu karena faktor gen yang diturunkan dari orang tua yang juga menderita penyakit gout secara genetis yang diwarisi dari pendahulunya. Faktor genetis pada penderita gout biasanya berawal dari gangguan metabolisme purin sehingga menyebabkan gout dalam darah berlebihan. Menurut Lyu et al (2003) adanya riwayat gout dalam silsilah keluarga seseorang dapat menjadi salah satu faktor risiko gout. Gout yang disebabkan oleh genetik disebut dengan gout primer. Gout ini terjadi akibat ketiadaan enzim hiposantin-guanin fosforibosil transferase yang menyebabkan bertambahnya sintesa purin (Vitahealth 2006). Spector (1993) menambahkan bahwa ada suatu jenis gout langka yang disebabkan karena ketiadaan enzim hiposantin- guanin fosforibosil transferase. Hal ini menyebabkan bertambahnya sintesa purin karena basa purin bebas tidak lagi diubah menjadi nukleotida. Gout jenis ini diwariskan oleh gen resesif terkait X dan disebut dengan sindrom

  Lesch-Nyhan . Selain ketiadaan enzim hiposantin-

  guanin fosforibosil transferase yang menyebabkan bertambahnya sintesa purin, ada juga pengaruh faktor genetik yang dapat menyebabkan gangguan pada penyimpanan glikogen atau defisiensi enzim pencernaan. Hal ini menyebabkan tubuh lebih banyak menghasilkan senyawa laktat atau trigliserida yang berkompetisi dengan asam urat untuk dibuang oleh ginjal (Vitahealth 2006). Ternyata 18% penderita gout mempunyai sejarah keluarga dengan hiperurisemia, dan terjadinya gout cenderung meningkat bila kadar asam urat meningkat (Depkes,2006). Berdasarkan hasil analisis bivariat nilai p-value (0.000) < (0.05) artinya H ditolak, jadi terdapat hubungan riwayat keluarga dengan kejadian gout pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Situraja.

  Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Gout

  Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Situraja yang tertera pada tabel 4.2 diatas menunjukan bahwa lansia yang gout sebagian kecil responden sebanyak 3 responden (8.1%) berpostur tubuh obesitas sedangkan lansia yang tidak gout hampir seluruh responden sebanyak 35 responden (94.6%) berpostur tubuh tidak obesitas. Kebanyakan responden yang gout ataupun tidak gout mempunyai berat badan dan tinggi badan yang seimbang jika dilihat secara subyektif, dan setelah diukur sebagian besar mempunyai postur tubuh normal. Indeks Massa tubuh (IMT) diukur dengan berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Penilaian ini cukup baik dalam menghubungkan dengan resiko efek-efek yang merugikan kesehatan dan kelanjutan usia. sejumlah faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit gout termasuk diet, berat badan, dan gaya hidup (Carter, 2006 dalam Yuniko, 2013). Berat badan yang berlebih atau kegemukan sering dihubungkan dengan kadar asam urat serum dan merupakan salah satu faktor resiko terjadinya gout.

  Kegemukan atau Obesitas adalah kondisi tubuh yang memiliki jumlah cadangan lemak yang lebih banyak dibandingkan kebutuhannya. Obesitas merupakan timbunan lemak berlebih di dalam tubuh sehingga menimbulkan berat badan melebihi ukuran normal (Sandjaja & Sudikno, 2005). Secara garis besar, obesitas merupakan dampak ketidakseimbangan energi: asupan jauh melampaui keluaran energi dalam jangka waktu tertentu. Obesitas, kenyataannya merupakan penyakit rumit yang terjadi akibat jalinan faktor genetik dan lingkungan. Pengertian tentang mengapa dan bagaimana obesitas terjalin belum dipahami sepenuhnya. Namun, keterlibatan faktor sosial, budaya, perilaku, metabolik dan genetik dalam jalinan ini tidak terbantahkan lagi (Arisman, 2010 dalam yuniko 2013).

  Trigliserida dan kolestrol adalah beberapa jenis lemak didalam tubuh. Trigliserida banyak terdapat pada tubuh orang gemuk dan tidak dimiliki oleh orang kurus. Adapun kolesterol terdapat baik pada orang kurus maupun gemuk. Kodisi tubuh dengan kadar lemak tinggi disebut hipertrigliseridemia. Sel lemak merupakan pusat berbagai kelainan pada obesitas, namun mekanisme patofisiologis obesitas belum seluruhnya dimengerti. Meskipun begitu, sudah ada bukti yang mengaitkan patogenesis obesitas dengan mekanisme sinyal pada usus, jaringan lemak, otak, dan mungkin pula jaringan tempat lain tempat masuk, menyebar, dan menyimpan zat-zat gizi. Mekanisme ini diatur di otak, yang melatarbelakangi perubahan dalam bersantap, kegiatan fisik, dan metabolisme tubuh guna mempertahankan simpanan energi (Arisman, 2010 dalam Yuniko, 2013). Menurut Niman (2013, dalam Yuniko, 2013) obesitas terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara asupan dan pengeluaran energi, disebabkan oleh kelebihan kalori dalam makanan yang diubah menjadi trigliserida disimpan dalam jaringan adiposa sehingga meningkatkan ukuran jaringan adiposa. Kelebihan kalori akibat asupan energi yang melebihi pengeluaran akan disimpan dalam jaringan lemak. Dan jika keadaan ini diperlama, maka akan timbul kegemukan . Apapun penyebab dasarnya, faktor etiologi primer dari obesitas adalah konsumsi kalori yang berlebihan dari energi yang dibutuhkan. Banyak faktor yang mungkin telah berkontribusi, termasuk perubahan lingkungan, yang dapat memengaruhi obesitas (Cleave, 2010 dalam Yuniko 2013).

  Orang dengan kondisi berat badan lebih berkaitan dengan kenaikan kadar asam urat dan menurunnya eskresi asam urat melalui ginjal. Hal tersebut disebabkan karena adanya gangguan proses reabsorpsi asam urat pada ginjal (Rini, 2009). Obesitas tubuh bagian atas (obesitas abdominal) berhubungan lebih besar dengan intoleransi glukosa atau penyakit diabetes mellitus, hiperinsulinemia, hipertrigliseridemia, hipertensi, dan gout dibanding obesitas bawah. Tingginya kadar leptin pada orang yang mengalami obesitas dapat menyebabkan resistensi leptin. Leptin adalah asam amino yang disekresi oleh jaringan adiposa, yang berfungsi mengatur nafsu makan dan berperan pada perangsangan saraf simpatis, meningkatkan sensitifitas insulin, natriuresis, diuresis dan angiogenesis. Jika resistensi leptin terjadi di ginjal, maka akan terjadi gangguan diuresis berupa retensi urin. Retensi urin inilah yang dapat menyebabkan gangguan pengeluaran asam urat melalui urin, sehingga kadar asam urat dalam darah orang yang obesitas tinggi (Boivin, 2007 dalam Yuniko, 2013).

  Berdasarkan hasil analisis bivariat nilai p-value (0.643) > (0.05) atau H a ditolak, jadi tidak ada hubungan obesitas dengan kejadian gout pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Situraja 2014. Bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hansen (2007) bahwa pada penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna antara obesitas dengan hiperurisemia dengan p-value < 0,001. Pada orang obesitas terjadi peningkatan asam urat terutama karena adanya peningkatan lemak tubuh, disamping itu juga berhubungan dengan luas permukaan tubuh sehingga pada orang gemuk akan lebih banyak memproduksi urat dari pada orang kurus. Hiperurisemia pada obesitas terjadi melalui resistensi insulin.

  Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Gout

  Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Situraja yang tertera pada tabel 4.3 diatas menunjukan bahwa lansia yang gout sebagian responden sebanyak 22 responden (59.5%) berjenis kelamin perempuan sedangkan yang tidak gout sebagian besar responden sebanyak 24 responden (64.9%) berjenis kelamin perempuan. Data diatas menunjukan bahwa responden lansia yang gout dan tidak gout sebagian besar berjenis kelamin perempuan.

  Menurut Soeroso (2011) faktor yang dapat menyebabkan gout salah satu adalah jenis kelamin. Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi.

  Penyakit asam urat atau biasa dikenal dengan gout merupakan penyakit yang menyerang para lanjut usia (lansia) terutama kaum pria. Penyakit ini sering menyebabkan gangguan pada satu sendi misalnya paling sering pada salah satu pangkal ibu jari kaki, walaupun dapat menyerang lebih dari satu sendi. Penyakit ini sering menyerang para lansia dan jarang didapati pada orang yang berusia dibawah 60 tahun dengan usia rata-rata paling banyak didapati pada usia 65-75 tahun, dan semakin sering didapati dengan bertambahnya usia (Nyoman Kertia, 2009).

  Dalam populasi managed care di Amerika Serikat, rasio jenis kelamin pasien laki- laki dan perempuan dengan gout adalah 4:1 pada mereka yang lebih muda dari 65 tahun, dan 3:1 pada mereka lima puluh persen lebih dari 65 tahun. pada pasien perempuan yang lebih tua dari 60 tahun dengan keluhan sendi datang ke dokter didiagnosa sebagai gout, dan proporsi dapat melebihi 50% pada mereka yang lebih tua dari 80 tahun Luk (2005, dalam Ervi, 2013)

  Teori menurut Fiskha (2010) yang menyebutkan bahwa Hiperurisemia lebih banyak dialami oleh pria dibandingkan dengan wanita. Hal ini disebabkan karena pria memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi daripada wanita. Hal ini berkaitan dengan hormon estrogen. Peran hormon estrogen ini membantu mengeluarkan asam urat melalui urin. Pria tidak memiliki hormon estrogen yang tinggi, sehingga asam urat sulit dieksresikan melalui urin, dan dapat menyebabkan resiko peningkatan kadar asam urat pada pria lebih tinggi. Presentase kejadian gout pada wanita lebih rendah daripada pria. Walaupun demikian kadar asam urat pada wanita meningkat pada saat menopause (Diantari,2011). Berdasarkan hasil analisis bivariat nilai p-value (0.632) > (0.05) atau H a ditolak, jadi tidak ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian gout pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Situraja. Bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rini (2009) bahwpada penelitian ini didapatkan hasil analisa yaitu p-value < 0,003 yang artinya ada hubungan signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian asam urat. Pada usia diatas 40 tahun biasanya mulai terdapat kenaikan kadar asam urat yang terjadi karena penurunan fungsi ginjal dalam proses ekskresi sisa metabolism dalam tubuh yang ditandai dengan kadar ureum dan kreatinin yang tinggi tetapi pada penelitian ini tidak ditemukan adanya gangguan ginjal. Selain gangguan ginjal ada faktor lain yang menyebabkan kenaikan kadar asam urat pada usia diatas 40 tahun yaitu obesitas, tekanan darah tinggi, kadar kolesterol darah yang tidak normal.

  Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Gout

  Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Situraja yang tertera pada tabel 4.4 diatas menunjukan bahwa lansia yang gout sebagian responden sebanyak 18 responden (48.6%) mempunyai pengetahuan dengan kategori kurang sedangkan lansia yang tidak gout hampir sebagian besar responden sebanyak 32 responden (86.5%) mempunyai pengetahuan kategori kurang. Dari data diatas menunjukan pengetahuan responden yang menderita gout ataupun yang tidak gout mempunyai pengetahuan dengan kategori kurang.

  Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia. Yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007)

  Meningkatnya pengetahuan juga dapat menimbulkan perubahan persepsi dan kebiasaan seseorang, pengetahuan juga dapat membentuk kepercayaan seseorang. Selain itu, pengetahuan juga dapat memperteguh atau mengubah sikap terhadap sesuatu hal (Azwar,2003)

  Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Penelitian Roger (1974) dalam Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu awareness (kesadaran), interest, evaluasi, trial dan adopsi. Dimana subjek perilaku akan sesuai dengan pengetahuan dan sikapnya terhadap stimulus. Selanjutnya setelah seseorang memiliki pengetahuan yang baru akan menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap terhadap objek yang diketahuinya.

  Berdasarkan hasil analisis bivariat nilai p-value (0.002) < (0.05) atau H ditolak, jadi terdapat hubungan pengetahuan dengan kejadian gout pada lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Situraja. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Notoatmodjo (2007) bahwa terbentuknya perilaku, dimulai dari domain kognitif dalam arti subyek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau obyek sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subyek yang selanjutnya menimbulkan respon batin.

  Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak dadasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,2007).Pengetahuan diperoleh dari pengalaman diri sendiri atau pengalaman orang lain. Pengetahuan merupakan dasar untuk melakukan suatu tindakan, sehingga setiap orang melakukan suatu tindakan biasanya didahului dengan tahu selanjutnya mempunyai inisiatif untuk melakukan suatu tindakan berdasarkan pengetahuan (Notoatmodjo,2005) Sebagian besar kasus gout dan hiperurisemia termasuk hiperurisemia asimptomatik, mempunyai latar belakang penyebab primer, sehingga memerlukan pengendalian kadar asam urat jangka panjang. Perlu komunikasi yang baik dengan pasien untuk mencapai tujuan terapi. Hal itu dapat diperoleh dengan edukasi dan diet rendah purin yang menjadi tatalaksana. Pencegahan lainnya berupa penurunan konsumsi alkohol dan penurunan berat badan (Hidayat,2009).Pengetahuan atau tahu adalah reaksi dari manusia dengan rangsangan alam sekitarnya melalui pengetahuan dari obyek sehingga memungkinkan adanya pengetahuan yang baik. Berbanding terbalik semakin kurang informasi yang diterima responden tentang gout maka semakin kurang tingkat pengetahuan seseorang tentang gout. Menurut Soekanto (2003) pengetahuan adalah kesan di dalam fikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indranya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefs), takhyul (superstitions) dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformations). Sangat penting untuk diketahui bahwa pengetahuan berbeda degan fikir atau ide, karena tidak semua buah fikir ini merupakan pengetahuan, Sedangkan buah fikir yang merupakan pengetahuan adalah hasil dari pemikiran yang sudah ada kepastian dan pembuktian akan suatu hal. Buah fikir yang mengandung pengetahuan juga disebut dengan ilmu. Hal ini berhubungan dengan pengetahuan yang diujikan pada responden merupakan suatu ilmu pengetahuan, yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran dan dapat diperiksa dan dikontrol dengan kritis oleh setiap orang lain yang ingin mengetahui. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang dan akan berpengaruh pula terhadap perilaku responden tentang gout. Tingkat pengetahuan yang didapat akan mempengaruhi pengetahuan seseorang, semakin rendah tingkat pengetahuan seseorang maka semakin kurang pula pengetahuan yang dimiliki orang tersebut. Hal ini bisa dilihat dari jumlah responden untuk yang mempunyai pengetahuan dengan kategori kurang lebih besar dibandingkan yang mempunyai pengetahuan dengan kategori cukup dan pengetahuan dengan kategori baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa responden kurang memahami mengenai jenis makanan yang mengandung purin berikut penatalaksanaan dan komplikasi yang bisa ditimbulkan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan dengan kejadian gout pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Situraja 2014.

  Simpulan Kejadian gout pada lansia.

  1. Tidak Ada hubungan antara riwayat keluargadengan kejadian gout pada lansia.

  2. Tidak ada hubungan antara obesitas dengan ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian gout pada lansia.

3. Ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian gout pada lansia.

  Diperoleh tanggal 7 mei 2014). Manampiring. (2010). Prevalensi Hiperurisemia

  Dengan Hiperurisemia Pada Suku Bali Di Daerah Pariwisata Pedesaan. Diperoleh tanggal 7 mei 2014). Hidayat. (2009). Gout. Diperoleh tanggal 4 mei 2014). Info Kesehatan. (2009). Asam Urat. Diperoleh tanggal 7 mei 2014)

  Irawan. (2010). Cara Mudah Menaklukan Asam

  Urat . Yogyakarta : Octopus

  Kirana. (2011). Awas diaskol (diabetes, asam

  urat, kolestrol) . Jawa Tengah :Syura

  Media Utama Mahardika. (2009). Hubungan Antara Perilaku

  Kesehatan Dengan Kejadian DBD Di Wilayah Kerja Puskesmas Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal.

  Pada Remaja Obesitas Di Kota Tomoho,http://repo.unsrat.ac.id/251/1/Pr evalensi_Hiperurisemia_pada_Remaja_O bese_Di_Kota_Tomohon.pdf. Diperoleh tanggal 5 mei 2014).

  Kelamin Terhadap Peningkatan Kadar Asam Urat Pada Pasien Usia 20-70 Tahun Di Rumah Sakit Umum Bhakti Yudha Depok periode Januari 2010-Juni 2010. .

  Maryam. (2013). Asuhan keperawatan pada

  lansia . Jakarta :Trans Info Media

  Mutaqin, arif. (2008). Asuhan keperawatan klien gangguan sistem muskuloskeletal .

  Jakarta : EGC Newman Dorland , (2011). Kamus saku

  kedokteran Dorland edisi 28 . Jakarta

  Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian

  Kesehatan .Jakarta: Rineka Cipta

  Diperoleh tanggal 6 mei 2014) Hensen. (2007). Hubungan Konsumsi Purin

  Daftar Pustaka

  Adib. (2011). Pengetahuan Praktis Ragam

  Kesehatan Sebagai Determinan Hiperurisemia.http://repository.ipb.ac.id/

  Penyakit Mematikan Yang Paling Sering Menyerang Kita . Yogyakarta : Buku Biru

  Arikunto.(2006). Prosedur Penelitian Suatu

  Pendekatan Praktik . Jakarta : Rineka

  Cipta _________. 2007.Manajemen Penelitian. Jakarta

  : Rineka Cipta _________.2010. Prosedur Penelitian Suatu

  Pendekatan Praktik . Yogyakarta: Rineka

  Cipta Alfinda. (2008). Status Gizi Dan Riwayat

  bitstream/handle/123456789/1298/A08a bu.pdf;jsessionid=48E75DF97DB10824

  Penyusunan Skrpsi . Jakarta: Rineka

  6AD8DCD3EC815F56?sequence=5.

  Diperoleh tanggal 2 mei 2014). Dinkes Sumedang, (2011). Profil Dinas

  Kesehatan Kabupaten. Sumedang : Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang.

  _________________, 2012. Profil Dinas

  Kesehatan Kabupaten . Sumedang : Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang.

  Eka. (2010). Genetika. Diperoleh tanggal 10 mei 2014). Ervi. (2013). Pengaruh Asupan Purin Dan Cairan

  Terhadap Kadar Asam Urat Wanita Usia 50-60 Tahun Di Kecamatan Gajah Mungkur Semarang. ump.ac.id/download.php%3Fid%3D2641 &sa=U&ei=z2EKVLWbL9OiugSnyIKI CQ&ved=0CB4QFjAC&sig2=7I2SAdS BXvOMzdsLM3J0- Q&usg=AFQjCNFSJJTK0CIGrnY0v9- wyYqkYsG3Ug. Diperoleh tanggal 9 mei 2014). Fathoni. (2006). Metodologi Penelitian & Teknik

  Cipta Fiskha. (2010). Hubungan Antara Usia dan Jenis

  __________. 2003. Metodologi Penelitian Diperoleh tanggal 5 mei Kesehatan .Jakarta: Rineka Cipta 2014). __________. 2005. Metodologi Penelitian . Jakarta : Rineka Cipta Zairin. (2012).

  Kesehatan Buku Ajar Gangguan

  Putra. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Musculoskeletal . Jakarta : Salemba Medika Jakarta: Pusat Penerbitan Departmen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

  Price & Wilson. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses - proses penyakit (6 ed. Vol.

  2). Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Rina. (2011). Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kepatuhan diet pada penderita asam urat di Puskesmas Mandiraja 1 Kabupaten Banjarnegara ProvinsiJawaTengah,.http://www.library. upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/2053120 39/bab2.pdf . Diperoleh tanggal 7 mei 2014).

  Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif

  Kualitatif dan R & D . Bandung :

  Alfabeta Sudigdo. (2011). Dasar

  • – dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke empat . Jakarta:

  Sagung Sugeng. (2013). Buku saku asuhan gizi

  dimasyarakat

  Suratun. (2008). Asuhan keperawatan klien

  gangguan sistem musculoskeletal . Jakarta : EGC

  Soeroso. (2011). Asam Urat. Jakarta: Penebar Plus Puskesmas Situraja. (2014). Profil Puskesmas

  Situraja 2011

  _____.2014. Profil Puskesmas Situraja 2012 _____.2014. Profil Puskesmas Situraja 2013

  • Tim Redaksi Nuansa Aulia. (2009). Undang

  Undang Kesehatan Republik Indonesia. Bandung

  :Nuansa Aulia Vitahealth. (2006). Asam Urat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Yuniko. (2013). Hubungan Antara Usia dan Indeks Masa Tubuh Dengan Kadar Asam Urat Pada Remaja Pra-Obese dan Obese Di Purwokerto.

Dokumen yang terkait

ORGANOLEPTIK DAN KARAKTERISTIK FISIK KEFIR ROSELLA MERAH (Hibiscus sabdariffa L.) DARI TEH ROSELLA MERAH DI PASARAN Organoleptic and Physical Characteristic of Red Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) Kefir from Red Rosella Tea in The Market

0 0 8

FAKTOR PENGARUH EKSTRAKSI CINCAU HITAM (Mesona palustris BL) SKALA PILOT PLANT: KAJIAN PUSTAKA Influence Factor of Black Cincau (Mesona palustris BL) Extraction in Pilot Plant Scale: A Review

1 1 8

PEMANFAATAN WHEY DALAM PEMBUATAN CASPIAN SEA YOGURT DENGAN MENGGUNAKAN ISOLAT Lactobacillus cremoris DAN Acetobacter orientalis Whey Utilization for Making of Caspian Sea Yogurt Using Isolate Lactobacillus cremoris and Acetobacter orientalis

0 1 10

UJI SIFAT FISIKO KIMIA DAN ORGANOLEPTIK MINUMAN SARI BIJI KECIPIR DENGAN PENAMBAHAN ENZIM PAPAIN

0 0 10

PENGARUH ANGKAK DENGAN PENAMBAHAN BEKATUL TERHADAP PENURUNAN PROFIL LIPID TIKUS WISTAR JANTAN HIPERKOLESTEROLEMIA Effect Red Mold Rice Adding Rice Bran on Decrease Lipid Profile Male Wistar Rats Hypercholesterolemic

0 0 10

MIKRO DAN NANOEMULSIFIKASI FRAKSI TIDAK TERSABUNKAN (FTT) DARI DISTILAT ASAM LEMAK MINYAK SAWIT (DALMS) YANG MENGANDUNG SENYAWA BIOAKTIF MULTI KOMPONEN: KAJIAN PUSTAKA Micro and Nanoemulsification Unsaponifiable Fraction of Palm Fatty Acid Distillate (PFA

0 0 6

PENGARUH PROPORSI MOCAF DENGAN UBI JALAR ORANYE DAN PENAMBAHAN BAKING POWDER TERHADAP SIFAT KERUPUK CEKEREMES Effect Mocaf and Orange Sweet Potato Proportion and Addition Baking Powder on Characteristics Cekeremes Crackers

0 0 10

OPTIMASI PENURUNAN KADAR AIR MADU METODE ADSORPTION DRYING DENGAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM) Optimation of Honey Water Content Decrease Adsorption Drying Method with Response Surface Methodology (RSM)

0 1 10

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG AKSEPTOR KB DENGAN PEMILIHANALAT KONTRASEPSI IUD DI PUSKESMAS PERAWATAN LASUNG KECAMATAN KUSAN HULU KABUPATEN TANAH BUMBU

0 0 9

HUBUNGAN ANTARA INISIASI MENYUSUI DINI DENGAN INVOLUSI UTERUS PADA IBU 2 JAM POST PARTUM DI PUSKESMAS PERAWATAN SIMPANG EMPAT KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN TANAH BUMBU

0 0 7