UJI SIFAT FISIKO KIMIA DAN ORGANOLEPTIK MINUMAN SARI BIJI KECIPIR DENGAN PENAMBAHAN ENZIM PAPAIN

  

UJI SIFAT FISIKO KIMIA DAN ORGANOLEPTIK MINUMAN SARI BIJI KECIPIR

DENGAN PENAMBAHAN ENZIM PAPAIN

The Characteristic of Winged Bean Juice by Papain Enzyme on Physicochemical

And Organoleptic Test

  1

  1 Agatha Silvia Belinda *, Yunianta

  1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145

  • Penulis Korespondensi, Email: Jesusblessphie@yahoo.com

  

ABSTRAK

  Kecipir merupakan sumber protein nabati yang berkualitas tinggi. Pengolahan biji kecipir menjadi minuman sari kecipir diharapkan dapat menjadi alternatif bagi masyarakat untuk menggantikan kedelai. Peningkatan daya cerna protein dalam minuman sari kecipir dilakukan dengan cara menambahkan enzim papain untuk memecah protein yang terkandung di dalamnya sehingga lebih mudah dicerna oleh tubuh. Tujuan dari penelitian ini yaitu mendapatkan konsentrasi pemberian enzim dan suhu inkubasi yang optimum untuk menghasilkan sari kecipir dengan karakteristik kimia, fisik dan organoleptik terbaik. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor dan 3 level, yaitu konsentrasi enzim (100, 300, 500 ppm) dan suhu inkubasi (50°, 60° dan 70° C). Sari kecipir perlakuan terbaik parameter fisik dan kimia adalah perlakuan konsentrasi enzim 100 ppm

  o

  dengan suhu inkubasi 60 C (A1B2), dengan hasil analisis yaitu: kadar protein terlarut 1.48%; kadar N-amino 0.03%; nilai pH 6.83; derajat kecerahan (L*) 61.28; kemerahan (a*) 6.69 dan kekuningan (b*) 10.63, sedangkan perlakuan terbaik parameter organoleptik diperoleh pada

  o

  perlakuan konsentrasi enzim 500 ppm dengan suhu inkubasi 70 C. Kata Kunci: Enzim Papain, Hidrolisis, Konsentrasi, Minuman Sari Kecipir, Suhu

  

ABSTRACT

Winged Bean is the highest quality source of vegetable proteins. The process from winged

bean becoming juice can be the alternative way for the society to replace soybean.The

increasing of proteins digestibility in winged bean juice can be pushed by adding papain enzyme

to break the proteins down so that easily for body to digest. The aim of this study is to obtain the

optimum concentration and incubation temperature of papain enzyme to attain the best

chemical, physical and organoleptical characteristic of winged bean juice. This study uses

Randomized Block Design (RBD) that is contained two factors and three levels, e.g. enzyme

o o o concentration (100, 300, 500 ppm) and incubation temperature (50 , 60 , and 70

  C). The best

treatment based on physical and chemical parameter for winged bean juice was obtained by

100 ppm enzyme concentration with 60 C (A1B2) incubation temperature. The results of this

analysis are: 1.48% of soluble protein level; 0.03% of Amino level; 6.83 pH; 61.28 of lightness

degree (L*), 6.69 of redness (a*) and 10.63 of yellowness (b*), while the best treatment based

o

on organoleptical parameters was obtained by 500 ppm of enzyme concentration with 70 C of

incubation temperature.

  

Keywords: Concentration, Hydrolysis, Papain Enzyme, Protein, Temperature, Winged Bean Juice

  

PENDAHULUAN

  Di Indonesia, terdapat berbagai jenis tanaman kacang-kacangan yang dapat tumbuh dengan baik namun pemanfaatannya belum maksimal, salah satunya adalah kecipir. Kecipir merupakan tanaman yang mempunyai harapan baik sebagai sumber protein nabati karena kandungan proteinnya yang tinggi. Bijinya yang sudah tua merupakan sumber protein yang tinggi dan hampir sama dengan kandungan protein biji kedelai [1]. Protein hewani dapat dihidrolisis hampir sempurna menjadi asam-asam amino oleh tubuh, tetapi protein nabati umumnya tidak dapat dicerna secara sempurna oleh tubuh karena proteinnya dilindungi oleh pelindung selulosa dan polisakarida. Hal tersebut menyebabkan protein harus dikonsumsi jauh lebih besar untuk memenuhi kebutuhan harian minimum seluruh asam amino. Biji kecipir juga memiliki senyawa antigizi yang membuat protein di dalamnya sulit dicerna oleh tubuh.

  Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya cerna protein dalam minuman sari kecipir adalah dengan cara menambahkan enzim proteolitik yang dapat membantu untuk memecah protein yang terkandung di dalamnya sehingga mudah dicerna oleh tubuh.

  Enzim papain merupakan enzim yang terdapat pada tanaman pepaya. Enzim ini mampu memecah protein pada makanan menjadi molekul yang lebih sederhana, seperti oligopeptida pendek atau asam amino dengan reaksi hidrolisis pada ikatan peptida [2] sehingga lebih mudah dicerna oleh tubuh.

  Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian ‘Uji Sifat Kimia dan Organoleptik Minuman Sari Biji Kecipir Dengan Penambahan Enzim Papain (Kajian: Konsentrasi Enzim dan

  Suhu Inkubasi)

  ’ untuk mengetahui pengaruh penambahan enzim papain terhadap sifat fisiko, kimia dan organoleptik minumn sari kecipir dengan mengkaji konsentrasi enzim dan suhu inkubasi enzim untuk menghasilkan minuman sari kecipir dengan sifat terbaik.

  

BAHAN DAN METODE

Bahan

  Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan sari kecipir adalah biji kecipir tua yang diperoleh dari Kota Yogyakarta, enzim papain merek ‘Fluka’, gula pasir, garam dapur, NaHCO3, lesithin cair, daun pandan dan akuades. Sedangkan bahan kimia yang digunakan untuk analisis antara lain adalah akuades, BSA, reagen biuret, serum albumin, TCA 10%, dietil eter, kalium oksalat, indikator PP 1%, formaldehid 37%, NaOH 0,1 N dan 0,2 N yang diperoleh dari Toko Makmur Sejati.

  Alat

  Alat yang digunakan dalam pembuatan sari kecipir meliputi neraca analitik, baskom, pipet ukur, bola hisap, pengaduk, blender, kain saring, panci, kompor, waterbath shaker, erlenmeyer 250 ml, dan gelas ukur 100 ml. Alat yang digunakan untuk analisis meliputi kertas saring halus, pipet tetes, pipet ukur 10 ml, 5ml dan 1 ml, bola hisap, labu ukur 50 ml, labu ukur 100 ml, b eaker glass 250 ml, spatula, oven listrik “Memmert”, tabung reaksi, pH meter “Hanna”, spektrofotometer “Spectro 20 D plus”, sentrifuse, pipet ukur 10 ml dan 1 ml, neraca analitik, buret.

  Desain Penelitian

  Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor dan 3 level, yaitu konsentrasi enzim (100, 300, 500 ppm) dan suhu inkubasi (50°, 60° dan 70° C) sehingga diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan Analisis Varian (ANOVA), jika terjadi perbedaan nyata pada masing-masing faktor maka dilakukan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan taraf 5% dan jika terdapat perbedaan nyata pada kedua faktor maka dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple

  Range Test). Pemilihan perlakuan terbaik dilakukan menggunakan metode multiple attribute.

  Tahapan Penelitian

  Biji kecipir disortasi dengan memisahkan dari kerikil atau kotoran lain. Biji kecipir dituangkan pada panci yang berisi air dan ditunggu beberapa saat, biji yang mengapung kemudian dibuang. Biji kecipir hasil sortiran ditimbang sebanyak 100 g kemudian direndam dalam larutan soda kue 0,5% selama 12 jam dengan perbandingan antara kecipir dan larutan perendam adalah 1: 3 (b/v) pada suhu kamar. Biji kecipir kemudian dididihkan setelah itu dibilas dan dicuci hingga bersih dengan air mengalir sambil diremas-remas, ditiriskan dan dihilangkan kulit arinya. Kecipir digiling / blender dengan ditambahkan air panas (perbandingan 1 : 4), dan hasilnya disaring dengan kain saring. Sari kecipir diambil sebanyak 50 ml dan ditambahkan enzim papain dengan konsentrasi 100, 300, dan 500 ppm lalu diinkubasi pada waterbath dengan suhu 50ºC, 60ºC dan 70ºC dan dianalisis setelah 4 jam. Ditambahkan bahan-bahan untuk meningkatkan cita rasa dan kekentalan susu kecipir, yaitu daun pandan 2 helai, gula sebanyak 7% (b/v), garam sebanyak 0,1% (b/v) dan lesitin sebanyak 0,4% (b/v) lalu diaduk sampai tercampur rata

  Prosedur Analisis

  1. Analisis Kadar Protein Terlarut [3,4] Analisis protein terlarut dilakukan dengan metode Biuret, diawali dengan pembuatan kurva standar dengan menggunakan larutan protein standar BSA (Bovine Serum Albumin) dengan konsentrasi 5 mg/ml.

  Sampel cair dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse sebanyak 0.4 ml lalu ditambahkan akuades sebanyak 0.6 ml dan TCA 10% sebanyak 1 ml. Kemudian sampel disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit dan dibuang supernatannya. Pada endapan ditambahkan dietil eter sebanyak 2 ml dan disentrifuse kembali dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Setelah itu supernatan dibuang dan endapan dibiarkan kering. Pada endapan dicampurkan 10 ml akuades. Setelah tercampur, larutan diambil sebanyak 4 ml dan ditambahkan 6 ml pereaksi biuret, kemudian didiamkan selama 30 menit dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm.

  2. Analisis Kadar N-amino [4] Kadar nitrogen amino dianalisis menggunakan metode titrasi formol. Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 10 ml dan ditambahkan 0.4 ml Kalium oksalat jenuh, 1 ml indikator PP 1% lalu didiamkan selama 2 menit. Larutan sampel dititrasi dengan NaOH 0.1 N hingga timbul warna merah jambu. Lalu ditambahkan 2 ml formaldehid 37% dan dititrasi kembali dengan NaOH 0.1 N hingga warna kembali seperti semula. Titrasi formol merupakan hasil titrasi yang kedua dikurangi titrasi blanko yang terdiri dari 20 ml akuades ditambah 0.4 ml kalium oksalat jenuh, 1 ml indikator PP 1% dan 2 ml formaldehid 37%. pH sampel diukur menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan buffer pH 4 dan pH 7. Ke dalam sampel sebanyak 100 ml dicelupkan elektroda pH meter dan ditunggu hingga angka hasil pembacaan menjadi stabil. pH diukur sebanyak dua kali dan dihitung rata-ratanya.

  4. Analisis Total Warna [6]

  Pengukuran warna meliputi derajat kecerahan (L), kemerahan (a ) dan kekuningan (b ) dilakukan menggunakan color reader. Sampel sebanyak 10 ml ditempatkan dalam botol kecil transparan, lalu ditempelkan pada tempat target pada ujung lensa color reader. Ditekan tombol

  • pada alat dan dicatat hasil pengukuran nilai L, a , dan b .

  5. Uji Organoleptik [7] Uji organoleptik sampel meliputi tingkat kesukaan warna, aroma dan rasa dilakukan dengan metode uji hedonik pada 20 orang panelis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Kimia Sari Biji Kecipir

1.1. Kadar Protein Terlarut

  Grafik Pengaruh perlakuan konsentrasi dan suhu inkubasi oleh enzim papain terhadap rerata kadar protein terlarut sari biji kecipir dapat dilihat pada Gambar 1.

  2,00 ) (% 1,50 t u lar

  1,00 100 ppm

   Ter n 300 ppm ei

  0,50 rot

  500 ppm P

  0,00 50°C 60°C 70°C Suhu Inkubasi

  Gambar 1. Pengaruh Perlakuan Konsentrasi dan Suhu Inkubasi oleh Enzim Papain terhadap Rerata Kadar Protein Terlarut Sari Biji Kecipir

  Gambar 1. menunjukkan bahwa kadar protein terlarut sari biji kecipir cenderung semakin turun seiring dengan naiknya kosentrasi dan suhu inkubasi enzim. Perlakuan konsentrasi enzim 500 ppm dengan suhu inkubasi 50°C menghasilkan kadar protein terlarut tertinggi, sedangkan perlakuan konsentrasi enzim 500 ppm dengan suhu inkubasi 70°C menghasilkan kadar protein terendah. Hal ini dimungkinkan akibat terjadinya interaksi yang lebih besar antara protein- protein substrat, protein-protein enzim, maupun protein-protein terlarut daripada interaksi protein untuk reaksi sebagaimana mestinya atau protein dengan pelarutnya, yang pada akhirnya menimbulkan deakselerasi kecepatan hidrolisis. Interaksi protein-protein terlarut yang lebih besar, menyebabkan penurunan aktivitas pelarut sehingga kelarutan protein dalam pelarut akan berkurang pada akhirnya [8]. Semakin tinggi suhu hidrolisis enzim papain menghasilkan kadar protein terlarut (dengan metode uji Biuret) sari edamame yang semakin menurun [9]. pada pada perlakuan suhu 50°C. Hal ini dikarenakan pada suhu ini, enzim papain menghidrolisis ikatan peptida dengan optimal. Dapat dilihat juga bahwa semakin tinggi suhu, jumlah penurunan kadar protein terlarut semakin sedikit. Pada reaksi enzimatik, kenaikan suhu meningkatkan energi kinetik molekul-molekul yang bereaksi sehingga mempercepat tumbukan antar molekul. Tumbukan yang terjadi akan mempermudah pembentukan kompleks enzim- substrat, sehingga produk yang terbentuk akan semakin banyak. Pada suhu optimum, tumbukan antara enzim dan substrat sangat efektif, sehingga pembentukan kompleks enzim- substrat semakin mudah dan produk yang terbentuk semakin banyak. Namun pada suhu yang terlalu tinggi, akan mempercepat kerusakan pada konformasi gugus aktif enzim (denaturasi enzim) sehingga enzim mengalami hambatan dalam berinteraksi dengan substrat dan aktivitas katalitik enzim akan menurun [10]. Pemanasan dapat menyebabkan terputusnya ikatan hidrogen dan interaksi non polar protein. Hal ini terjadi karena panas meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul bergetar sangat cepat dan mengakibatkan rusaknya ikatan tersebut. Protein yang terdenaturasi lebih mudah dihidrolisis oleh enzim protease [11].

1.2 Kadar N-amino

  Pengaruh perlakuan konsentrasi dan suhu inkubasi oleh enzim papain terhadap rerata kadar N-amino sari biji kecipir dapat dilihat pada Gambar 2.

  0,050 0,040 ) % (

  0,030 o

  100 ppm in

  0,020

  • -am

  300 ppm N

  0,010 500 ppm 0,000 50°C 60°C 70°C

  Suhu Inkubasi

  Gambar 2. Pengaruh Perlakuan Konsentrasi dan Suhu Inkubasi oleh Enzim Papain terhadap Rerata Kadar N-amino Sari Biji Kecipir. Gambar 2. menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi enzim dan semakin tinggi suhu inkubasi yang dilakukan menyebabkan meningkatnya kadar N-amino pada sari biji kecipir. Rerata N-amino tertinggi dimiliki oleh sari biji kecipir dengan perlakuan konsentrasi enzim 500

  o

  ppm dengan suhu inkubasi 70

  C, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan

  o

  konsentrasi enzim 100 ppm dengan suhu inkubasi 50

  C. Hal ini disebabkan semakin tingginya konsentrasi enzim dan semakin tingginya suhu inkubasi meningkatkan kerja enzim dalam memecah protein. Hidrolisis pada protein akan menguraikan protein menjadi asam amino penyusunnya [12]. Nitrogen amino akan meningkat karena semakin tingginya protein yang terlarut dan tidak terhambatnya aktivitas proteolitik. Selanjutnya protein terlarut akan semakin menurun karena terhidrolisa menjadi asam amino bebas dan akan semakin meningkatkan kadar N-amino. Tingkat hidrolisis protein dapat ditunjukkan ddengan senyawa yang mengikat N- amino pada sampel maka gugus aktiif akan diikat oleh naOH pada titrasi. Apabila %N hasil titrasi formol semakin tinggi maka jumlah gugus karboksil bebas juga semakin banyak. Hal ini berarti akan meningkatkan tingkat hidrolisis protein [13]. Gambar 2. menunjukkan kecenderungan peningkatan kadar N-amino seiring dengan pengaruh konsentrasi enzim dan suhu disebabkan karena terjadinya reaksi enzimatis yang memecah protein menjadi asam-asam amino. Proses pemasakan juga dapat menyebabkan denaturasi protein yang mempermudah protein untuk dihidrolisis oleh enzim. Selama proses hidrolisis protein akan dihasilkan senyawa yang sebagian besar terdiri dari komponen nitrogen terlarut yang didalamnya termasuk asam amino, peptida dan hasil dekomposisi lainnya [14].

  1.3 pH

  Rerata pH sari biji kecipir akibat perlakuan kosentrasi dan suhu inkubasi oleh enzim papain dapat dilihat pada Gambar 3.

  7,000 6,950 6,900

  100 ppm 6,850 6,800 pH

  6,750 300 ppm 6,700

  6,650 500 ppm 6,600

  6,550 50°C 60°C 70°C Suhu Inkubasi

  Gambar 3. Pengaruh Perlakuan Konsentrasi dan Suhu Inkubasi oleh Enzim Papain terhadap Rerata pH Sari Biji Kecipir. Gambar 3. menunjukkan bahwa konsentrasi enzim dan suhu inkubasi memberikan pengaruh nyata terhadap pH sari biji kecipir. Semakin besar kosentrasi enzim yang digunakan dan semakin besar suhu inkubasi, maka pH sari biji kecipir yang dihasilkan menjadi semakin rendah. Hal ini diduga disebabkan karena semakin besar konsentrasi enzim atau semakin tinggi suhu inkubasi akan menyebabkan daya kerja enzim semakin tinggi dalam melakukan proses hidrolisis sehingga gugus karboksilat yang dilepaskan melalui proses hidrolisis semakin banyak.

  Panas dapat mengacaukan ikatan hidrogen dari protein namun tidak akan mengganggu ikatan kovalennya. Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya suhu akan membuat energi kinetik molekul bertambah. Denaturasi adalah suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier,dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan- ikatan peptida. Denaturasi protein dapat juga diartikan sebagai kerusakan struktur sekunder dan tersier protein akibat terpecahnya ikatan hidrogen , interaksi hidrofobik atau ikatan disulfida. Reaksi denaturasi tidak mampu memutuskan ikatan peptida sehingga struktur primer molekul protein tidak mengalami kerusakan [15]. Protein yang mudah dicerna berarti protein tersebut cepat melepaskan ion-ion hidrogen yang diindikasikan melalui penurunan pH yang lebih cepat dalam kurun waktu tertentu [16]. Larutan protein yang terhidrolisis akan mengalami penurunan pH, karena pada saat enzim protease memecah ikatan peptida, gugus karboksilat dilepaskan dan akan dibebaskan sejumlah ion hidrogen [17]. Asam amino penyusun protein merupakan turunan dari asam karboksilat yang satu atom hidrogennya diganti dengan gugus amino (-NH2). Gugus asam karboksilat menyebabkan sifat asam dan gugus amino menyebabkan sifat basa. Sehingga asam amino bersifat amfoter [18].

2. Karakteristik Fisik Sari Kecipir

  Semakin tinggi konsentrasi enzim dan suhu inkubasi mengakibatkan rerata kecerahan (L*) dan kekuningan (b+) sari biji kecipir semakin menurun dan rerata kemerahan (a+) semakin meningkat. Hal ini berarti warna sari biji kecipir cenderung menjadi semakin gelap. Hal ini dapat disebabkan oleh karena adanya reaksi yang menimbulkan warna coklat, diantaranya reaksi pencoklatan enzimatis, reaksi Maillard, dan reaksi karemelisasi. Makin tinggi suhu pengeringan atau pemanasan maka akan mempercepat terjadinya reaksi maillard. Hal ini terjadi karena pada saat proses hidrolisis terjadi pemutusan ikatan peptida oleh enzim protease menghasilkan gugus amina yang merupakan prekursor reaksi Maillard, di mana pada keadaan ini gugus amina protein bereaksi dengan gugus aldehid atau keton dari gula pereduksi yang menghasilkan warna coklat [19]. Penggunaan suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan peningkatan nilai a atau intensitas warna merah [20]. Reaksi maillard terjadi pada bahan pangan yang mengandung gula dan protein tinggi yang mengalami pemanasan sehingga menimbulkan warna coklat. Biji kecipir memiliki kandungan karbohidrat sebesar 25.2- 37.4g/100g dan protein sebesar 29.8-37.4g/100g [21]. Kandungan inilah yang memungkinkan terjadinya reaksi Maillard pada sari biji kecipir. Semakin besar perlakuan suhu sari biji kecipir, maka kesempatan kontak antara gula pereduksi dan gugus amino akan semakin besar sehingga semakin banyak senyawa melanoidin yang terbentuk akibat reaksi Maillard.

3. Uji Organoleptik

3.1 Warna

  Rerata skor tingkat kesukaan panelis terhadap warna sari biji kecipir akibat perlakuan konsentrasi dan suhu inkubasi dengan enzim papain dapat dilihat pada Gambar 4.

  4,50 4,00 3,50

  100 ppm 3,00 kaan su 2,50

  300 ppm e K

  2,00 a

  500 ppm 1,50 kal

  1,00 S

  Kontrol 0,50 0,00 50°C 60°C 70°C Kontrol

  Suhu Inkubasi

  Gambar 4. Grafik Rerata Skor Kesukaan Warna Sari Biji Kecipir Akibat Perlakuan Konsentrasi dan Suhu Inkubasi dengan Enzim Papain.

  Hasil uji organoletik menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi enzim dan suhu inkubasi tidak terlalu memberikan pengaruh yang nyata terhadap total skala kesukaan panelis. Perlakuan kontrol memiliki ranking paling tinggi dibandingkan dengan sari biji kecipir yang diberikan perlakuan, hal ini disebabkan warna dari kontrol lebih cerah dibandingkan dengan sari biji kecipir yang diberi perlakuan. Inkubasi pada suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan sari biji kecipir dengan warna yang lebih gelap. Warna sari biji kecipir yang semakin cerah akan mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap warna sari biji kecipir. Perubahan warna produk pangan selama pengolahan dan penyimpanan dapat mempengaruhi penerimaan konsumen [22]. Reaksi Maillard dimungkinkan terjadi pada saat berlangsungnya proses hidrolisis dengan panas, dimana rangkaian proses reaksi tersebut diakhiri dengan terbentuknya senyawa melanoidin yang berwana kecoklatan [23].

3.2 Aroma

  Rerata skor tingkat kesukaan panelis terhadap aroma sari biji kecipir akibat perlakuan konsentrasi dan suhu inkubasi dengan enzim papain dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 menunjukkan bahwa kesukaan panelis terhadap aroma sari biji kecipir cenderung meningkat seiring dengan semakin tingginya konsentrasi enzim yang diberikan dan suhu inkubasi yang dilakukan.

  4 3,5

  3 kaan

  2,5 100 ppm su e

2 K

  300 ppm a

  1,5 kal

  1 500 ppm

  S 0,5

  Kontol 50°C 60°C 70°C Kontrol Suhu Inkubasi

  Gambar 5. Grafik Rerata Skor Kesukaan Aroma Sari Biji Kecipir Akibat Perlakuan Konsentrasi dan Suhu Inkubasi dengan Enzim Papain Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma sari biji kecipir semakin meningkat diduga karena telah berkurangnya aroma langu. Aroma langu dapat dihilangkan dengan adanya perlakuan perendaman, pengupasan kulit dan pemanasan. Oleh karena itu, untuk menekan aroma yang tidak diinginkan ini dilakukan perlakuan perendaman dengan NaHCO , pengupasan kulit dan

  3

  pemanasan untuk mendegradasi aktivitas enzim lipoksigenase dalam biji kecipir. Meskipun sudah dilakukan pemberian daun pandan, perendaman dengan NaHCO , pengupasan kulit

  3

  dan pemanasan untuk mengurangi aroma langu dalam biji kecipir, namun aroma langu yang terdapat dalam sari biji kecipir tersebut masih ada sehingga tingkat kesukaan panelis terhadap aroma sari biji kecipir memiliki nilai yang rendah.

3.3 Rasa

  Rerata skor tingkat kesukaan panelis terhadap rasa sari biji kecipir akibat perlakuan konsentrasi dan suhu inkubasi dengan enzim papain dapat dilihat pada Gambar 6.

  4,00 3,50 3,00 kaan

  2,50 100 ppm su e

  2,00 K

  300 ppm a

  1,50 kal

  1,00 500 ppm

  S 0,50

  Kontrol 0,00 50°C 60°C 70°C Kontrol

  Suhu Inkubasi

  Gambar 6. Grafik Rerata Skor Kesukaan Rasa Sari Biji Kecipir Akibat Perlakuan Konsentrasi dan Suhu Inkubasi dengan Enzim Papain. Gambar 6. menunjukkan bahwa rerata skor kesukaan rasa tertinggi terdapat pada sari biji

  o

  kecipir dengan perlakuan konsentrasi enzim 100 ppm dengan suhu inkubasi 50

  C, sedangkan rerata skor kesukaan rasa terendah terdapat pada sari biji kecipir dengan perlakuan kosentrasi

  

o

  enzim 500 ppm dengan suhu inkubasi 70

  C. Hidrolisis protein secara enzimatis lebih menguntungkan dibanding secara kimiawi, karena dapat menghasilkan asam-asam amino bebas dan peptida dengan rantai pendek yang bervariasi yang berperan dalam pembentukan cita rasa gurih. Rasa gurih yang terbentuk dari peptida-peptida rantai pendek dan asam amino hasil hidrolisis serta rasa dari poduk Maillard yang dihasilkan memberikan komposisi rasa disukai [24].

  Panelis memberikan nilai yang sangat rendah pada parameter rasa. Panelis tidak memberikan penilaian yang berarti terhadap rasa sari biji kecipir dimana hal ini disebabkan masih adanya rasa getir dan langu yang masih ada dan cukup kuat pada sari biji kecipir, meskipun sudah ditambahkan bahan tambahan seperti gula dan garam. Proses pengolahan yang sudah dilakukan tidak terlalu memberikan pengaruh yang nyata dalam sari biji kecipir yang dihasilkan sehingga panelis sulit membedakan rasa antar satu sampel dengan sampel yang lain.

  

SIMPULAN

  Perlakuan konsentrasi enzim memberikan pengaruh nyata (α=0.05) terhadap kadar protein terlarut, kadar N-amino, pH, derajat kecerahan, dan derajat kemerahan sari kecipir. Sedangkan perlakuan suhu inkubasi memberikan pengaruh nyata

  (α=0.05) terhadap kadar protein terlarut, kadar N-amino, pH, derajat kecerahan, derajat kemerahan dan derajat kekuningan . Perlakuan konsentrasi enzim dan suhu inkubasi memberikan pengaruh nyata (

  α=0.05) terhadap hasil uji organoleptik aroma dan rasa, namun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter organoletik warna. Perlakuan terbaik parameter fisik dan kimia adalah perlakuan konsentrasi

  o

  enzim 100 ppm dengan suhu inkubasi 60 C (A1B2), dengan hasil analisis yaitu: kadar protein terlarut 1.48%; kadar N-amino 0.03%; nilai pH 6.83; derajat kecerahan (L*) 61.28; kemerahan (a*) 6.69 dan kekuningan (b*) 10.63, sedangkan perlakuan terbaik parameter organoleptik

  o

  diperoleh pada perlakuan konsentrasi enzim 500 ppm dengan suhu inkubasi 70 C.

DAFTAR PUSTAKA

  1) Kartika, Y. D. 2009. Karakterisasi Sifat Fngsional Konsentrat Protein Biji Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2) Poliana J, MacCabe AP. 2007. Industrial Enzymes; Structure, Function, and Applications.

  Dordrecht: Springer. Halaman: 174. ISBN 978-1-4020-5376-4 3) Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989. Analisis

  Pangan. IPB Press. Bogor 4) Sudarmadji, S., H. Bambang, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisis Untuk Bahan Maknan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta 5) AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist, 14th ed. Washington DC: AOAC Int.

  6) Yuwono S. S, dan Susanto T. 1998. Pengujian Sifat Fisik Pangan. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang

  7) Rahayu, W.P. 2001. Penuntun Praktikum penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan 8) Mathews, C. K., and van Holde, K. E. 1990. Biochemistry. Ed.1. Redwood City: TheBenjamin/Cummings Publishing Company. Inc.

  9) Anggraini, A. 2014. Pengaruh Penambahan Enzim Protease Papain Terhadap Sifat Kimia, Fisik dan Organoleptik Sari Edamame (Glycine max (L) Meriil) (Kajian Suhu dan Lama Inkubasi). Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.

  10) Nelson DL, and Cox MM. 2000. Lehninger Principles of Biochemistry. Third Edition. Worth Publishers. New York. 11) Ophart C. E. 2003. Virtual Chembook. Jakarta: Elmhurst College.

  • – Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

  20) Jamradloedluk J, A Nathakaranakule, S Soponronnarit dan S. Prachayawarakorn. 2007.

  Witono, Y., Aulanni’am, Achmad S., dan Simon B.W. 2007. Karakterisasi Hidrolisat Protein Kedelai Hasil Hidrolisis Menggunakan Protease Dari Tanaman Biduri (Calotropis gigantea).

  . Ed. Aspen Pub. Inc. Gaithersbury, Maryland. 24)

  rd

  22) Fachrudin, L. M. 2002. Membuat Aneka Sari Buah. Yogyakarta: Kanisius. 23) DeMan, J.M., 1999. Principles of Food Chemistry. 3

  21) Astawan. 2008. Kecipir Langsingkan Tubuh, Tingkatkan Gairah. . Diakses tanggal 26 Februari 2014.

  Influences of drying medium and temperature on drying kinetics and quality attributes of durian chip. Journal of Food Engineering 78(1):198-205.

  Fisikokimia dan Organoleptik Hidrolisat Tempe Hasil Hidrolisis Protease. Jurnal Teknol. dan Ind. Pangan XIII (3) : 204-210.

  12) Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi, 1989. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.

  19) Subagio, A., S. Hartanti, W. S. Windarti, Unus, M. fauzi, dan B. Herry. 2002. Kajian Sifat

  17) Nielsen, S. 2010. Food Analysis. Fourth Edition. USA: Springer. 18) Lehninger, A. L. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Terjemahan: Maggy Thenawijaya. Penerbit Erlangga, Jakarta.

  Journal Agricultural and Food Chemistry51:785-792. 15) Winarno, F. G. 2006. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 16) Muchtadi, D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

  Marcel Dekker. New York. 14) Kim, S. 2003. Characteristic of salt fermented sauces from shrimp processing by product.

  13) Fennema, O.R. 1996. Water and Ice. In Food Chemistry. (Fennema, R., ed.).p. 17-94.

  Liberty Yogyakarta

  Berk. Penel. Hayati: 13 (7 –13).

Dokumen yang terkait

PENGARUH JENIS PETIS DAN PROPORSI KACANG TANAH : PETIS TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK PEMBUATAN BUMBU TAHU TEK INSTAN The Effect of Petis Types and Proportion Peanut: Petis on Physical, Chemical and Organoleptic Characteristics of Tahu Tek I

0 0 9

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG AMPAS TAHU DAN JENIS KOAGULAN PADA PEMBUATAN TAHU BERSERAT The Effect of Addition Solid Waste of Tofu and Coagulant Type in The Manufacture of Fibrous Tofu

0 0 8

ORGANOLEPTIK DAN KARAKTERISTIK FISIK KEFIR ROSELLA MERAH (Hibiscus sabdariffa L.) DARI TEH ROSELLA MERAH DI PASARAN Organoleptic and Physical Characteristic of Red Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) Kefir from Red Rosella Tea in The Market

0 0 8

STUDI PEMBUATAN KEFIR NIRA SIWALAN (Borassus flabellifer L.) (PENGARUH PENGENCERAN NIRA SIWALAN DAN METODE INKUBASI) Study of Making Palm (Borassus flabellifer L.) Sap Kefir (Palm Dilution and Incubation Methods Effect)

0 0 11

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SUPLEMEN HERBAL DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) DAN KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.): KAJIAN PUSTAKA Antioxidant Activity Herbal Supplements of Soursop Leaf (Annona muricata L.) and Pericarp of Mangosteen (Garcinia mangostana

0 0 8

EKSTRAKSI ANTIOKSIDAN DAUN SIRSAK METODE ULTRASONIC BATH (KAJIAN RASIO BAHAN : PELARUT DAN LAMA EKSTRAKSI) Antioxidant Extraction of Soursop Leaf with Ultrasonic Bath (Study of Material: Solvent Ratio and Extraction Time)

0 1 11

PEMANFAATAN WHEY DALAM PEMBUATAN CASPIAN SEA YOGURT DENGAN MENGGUNAKAN ISOLAT Lactobacillus cremoris DAN Acetobacter orientalis Whey Utilization for Making of Caspian Sea Yogurt Using Isolate Lactobacillus cremoris and Acetobacter orientalis

0 1 10

PROSES PENYIAPAN MAHASISWA SEBAGAI PANELIS TERLATIH DALAM PENGEMBANGAN LEXICON (BAHASA SENSORI) SUSU SKIM UHT DAN SUSU KAYA LEMAK UHT Process of Students Preparatoin for beingTrain Panelist in Lexicon Development (Sensory Language) of UHT Skimmed Milk and

0 0 11

PENGARUH KONSENTRASI ASAM SITRAT DAN LAMA PEMANASAN TERHADAP KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SIRUP ALANG-ALANG (Imperata cylindrica) Influence of The Concentration of Citric Acid and Time Heating to The Chemical and Organoleptical Characteristic of T

0 0 10

PENGARUH PROPORSI KUNYIT (Curcuma longa L.) DAN ASAM JAWA (Tamarindus indica) TERHADAP KARAKTERISTIK LEATHER KUNYIT ASAM Effect Proportion of Turmeric (Curcuma longa L.) and Tamarind (Tamarindus indica) on Leather Tamarind-Turmeric Characteristic

0 0 12