PERBAIKAN PERALATAN KAMAR MANDI MENINGKATKAN KENYAMANAN LANSIA DI PUSAT KEGIATAN LANSIA AISYIYAH, SURAKARTA | Ir. Solichul Hadi Achmad Bakri, M.Erg 7A Tesis JOMPO A

PE R BA IK A N PE R A L A T A N K A MA R MA NDI
ME NINGK A T K A N K E NY A MA NA N L A NSIA
DI PUSA T K E GIA T A N L A NSIA A ISY IY A H, SUR A K A R T A

USUL A N PE NE L IT IA N
Dalam Rangka Penyusunan T esis Program Studi Ergonomi
Fisiologi K erja Program Pasca Sarjana
Universitas Udayana

Oleh :

SOL IC HUL HA DI A C HMA D BA K R I
NIM: 0013.046.103

PR OGR A M PA SC A SA R J A NA
PR OGR A M ST UDI E R GONOMI - F ISIOL OGI K E R J A
UNIV E R SIT A S UDA Y A NA
DE NPA SA R
2001

1


BA B I
PE NDA HUL UA N

1.1 L atar Belakang Masalah
Suksesnya program keluarga berencana (K B), meningkatnya kualitas pelayanan
kesehatan dan kualitas kehidupan masyarakat umum di Indonesia, berdampak
meningkatnya prosentase lanjut usia (lansia) dari tahun ke tahun. Peristiwa penuaan
merupakan peristiwa alami, tetapi hampir setiap orang mengimpikan akan beruntung
memiliki umur yang panjang, hal ini tercermin dari berbagai ucapan ‘selamat ulang
tahun dan semoga panjang umur’ jikalau seseorang merayakan ulang tahun. Tetapi
sejak kapan seseorang akan mencapai usia lanjut, tidaklah sama antara satu orang
dengan yang lain. Sering ditemui orang yang sudah berumur tua tampak masih muda,
tetapi sebaliknya orang yang masih muda tampak lebih tua dari umurnya.
Umur harapan hidup penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung
meningkat, pada tahun 1971 harapan hidup penduduk lelaki 40 tahun dan 45 tahun untuk
wanita. Pada tahun 1988 meningkat mencapai rerata 56,5 tahun untuk lelaki dan 60
tahun untuk wanita. Diperkirakan dekade tahun 2000-an harapan hidup akan lebih dari
65 tahun (Astawan M., Wahyuni M, 1988).


Meningkatnya umur harapan hidup

penduduk Indonesia akan berakibat meningkatnya jumlah lansia / aging people .
Seperti diketahui di Indonesia belum ditetapkan secara jelas batas usia lansia.
Beberapa negara yang telah maju seperti J epang dengan K ementrian Tenaga K erja
menetapkan pekerja yang berusia 45 tahun ke atas dikelompokkan pada pekerja yang
menjelang tua. Di Indonesia yang dimaksud dengan lansia dalam penetapan Program
K esehatan untuk Usia L anjut, berdasar UU. No.4 tahun 1965 adalah penduduk Indonesia
yang telah berumur lebih dari 55 tahun (Sudana, 1990). Badan dunia PBB menetapkan
manula adalah penduduk yang berusia di atas 60 tahun (Kumashiro, M; 2000). Istilah
lansia pada telaah ini ditujukan bagi orang yang berusia di atas 55 tahun.
Hasil sensus penduduk Indonesia pada tahun 1961, jumlah lansia sebesar 6,1 juta
jiwa atau 6,39% dari jumlah penduduk. Pada tahun 1971 jumlahnya meningkat menjadi
7,3 juta namun secara prosentasenya turun menjadi 6,17% dari jumlah penduduk. Di

2

tahun 1980 jumlahnya meningkat cukup tajam mencapai 11,6 juta jiwa atau 7,91% dari
jumlah penduduk. Pada tahun 2000-an diperkirakan penduduk lansia akan mencapai
22,3 juta atau 9,99% dari jumlah penduduk (Astawan M., Wahyuni M, 1988).

Dikaruniai usia panjang ternyata bukan tanpa masalah, secara alamiah kemampuan
fisiologis organ manula telah mengalami penurunan fungsi. Perubahan gerak otot yang
semakin kaku, stabilitas gerakan tangan yang gemetaran, kontrol keseimbangan semakin
labil dan berbagai penurunan fungsi organ lainnya (Hari T., dkk, 2001). Perubahan dan
penurunan fungsi fisiologis yang dialami oleh manula disebabkan antara lain.
a. berkurangnya cairan di dalam jaringan-jaringan tubuh,
b. meningkatnya kadar lemak dalam tubuh,
c. meningkatnya kadar zat kapur di dalam jaringan otak dan pembuluh darah,
tetapi terjadi penurunan zat kapur di tulang,
d. terjadi perubahan-perubahan pada jaringan ikat,
e. menurunnya laju metabolisme basal per satuan berat badan,
f. menurunnya aktivitas hormon,
g. menurunnya aktivitas enzim, terutama enzim pencernakan;
h. terbentuknya pigmen ketuaan pada otot jantung, sel-sel saraf, kulit dan yang
lainnya, dan
i. berkurangnya

frekuensi

denyut


jantung,

sehingga

mengakibatkan

berkurangnya peredaran darah dan peredaran zat gizi.
Y ang kesemua ini mengakibatkan,
a. berkurangnya kekuatan otot,
b. berkurangnya kontrol syaraf, dan
c. menurunnya kemampuan panca indera.
(Manuaba, 1998; Ilmarinen, 1994; Rabbitt & Carmichael, 1994)
Seiring dengan makin meningkatnya jumlah lansia di Indonesia, perhatian
perancangan fasilitas dan sarana khusus untuk kelompok ini akan semakin besar. Pada
perancangan fasilitas kamar mandi di suatu Pusat K egiatan L ansia,

K amar mandi

sebagai salah satu fungsi pelayanan pada tempat hunian, membutuhkan perhatian

perancangan yang sedikit lebih, terutama yang dipergunakan oleh lansia. Perancangan

3

kamar mandi yang lebih khusus ini, bertujuan meningkatkan rasa kenyamanan bagi
lansia.
Rasa nyaman yang dirasakan sewaktu mempergunakan kamar mandi dapat
berupa; a) pertama, peningkatan rasa aman beraktivitas di dalamnya, berkurangnya
keseimbangan gerak lansia dan kondisi lantai yang senantiasa basah, menuntut
perancangan alat bantu untuk meningkatkan stabilitas gerak di dalam ruangan tersebut;
b) kedua, upaya untuk meningkatkan kemudahan dan keleluasaan gerak, letak dan
ukuran ruangan yang tidak sesuai dengan peralatan sanitair yang ada, sering menjadi
hambatan kemudahan dan keleluasaan gerak; dan c) ketiga, kemandirian lansia
beraktivitas di dalam kamar mandi. Pilihan sistem, bahan dan jenis peralatan sanitair
yang tepat, akan memudahkan aktivitas dan meningkatkan kemadirian penghuninya.
K ondisi kamar mandi pada Pusat K egiatan L ansia A isyiyah di Surakarta, ternyata
tidak memberikan kenyamanan kepada penghuninya. Ukuran ruangan yang terlampau
sempit, penggunaan lantai keramik yang licin, letak kran dan dinding bak air yang
terlampau tinggi.


Pilihan jenis kloset duduk,

akan menyulitkan penggunaan dan

pembilasan kloset. Blind-step ke arah kloset akan mengurangi keleluasaan gerak dan
sangat berbahaya bagi pengguna. Untuk meningkatkan rasa nyaman lansia beraktivitas
di kamar mandi, perlu perancangan ulang ruangan dan penambahan railling pegangan
khusus di dalam serta luar ruangan.
Rancangan kamar mandi yang dapat memberikan keleluasaan gerak, keamanan
beraktivitas dan kenyamanan kepada lansia, sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
Untuk itulah perlu dilakukan penelitian, untuk ikut memecahkan permasalahan yang
menyangkut rancang bangun yang diperlukan bagi penggunaan lansia.

1.2 R umusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahannya
yaitu: “apakah perbaikan sarana kamar mandi akan meningkatkan kenyamanan
lansia penghuni Pusat K egiatan L ansia ‘A isyiyah Surakarta ?”

1.3


T ujuan Penelitian

4

2.7.1

Tujuan Umum
Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh perbaikan sarana kamar mandi
Pusat K egiatan L ansia, terhadap kenyamanan penghuninya.

2.7.1

Tujuan K husus
Tujuan khusus dari penelitian ini, diharapkan dapat diketahui hal-hal sebagai
berikut,
a. memberikan keleluasaan gerak lansia di kamar mandi, sesuai dengan
keterbatasanya,
b. memberikan keamanan penggunaan kamar mandi, dan
c. meningkatkan kemandirian lansia penghuni Pusat K egiatan ini.


1.4

Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut,
a.

sebagai dasar, upaya perbaikan sarana kamar mandi yang diperuntukkan bagi
umum,

b.

sebagai sumbangan pemikiran bagi perencana ruangan dan bangunan, untuk
dasar perancangan kamar mandi bagi manula, dan

c.

dapat menambah sumbangan untuk ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama
yang berkaitan dengan pengembangan perancangan peralatan dan ergonomi.

5


BA B II
T INJ A UA N PUST A K A

2.1

L anjut Usia
Menua atau menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-

lahan

kemampuan

jaringan

untuk

memperbaiki

mempertahankan struktur dari fungsi normalnya.


diri,

atau

mengganti

dan

Dengan begitu manusia secara

progresif akan kehilangan daya tahan terhadap inveksi dan banyak distorsi metabolik
maupun struktural, yang biasa disebut dengan penyakit degeneratif.
A da yang menganalogikan makin tuanya manusia seperti ausnya suku cadang
mesin yang bekerjanya sangat kompleks, yang antar bagiannya saling mempengaruhi
secara fisik/somatik. Tetapi sebenarnya proses penuaan merupakan kombinasi antar
berbagai faktor yang saling berkaitan (Darmojo, 1999).

2.1.1 K emampuan K erja F isik
K emampuan fisik optimal seseorang dicapai pada saat usianya antara 25-30

tahun, dan kapasitas fisiologis seseorang akan menurun 1% per tahunnya setelah kondisi
puncaknya terlampaui. Proses penuaan seseorang ditandai dengan tubuh yang mulai
melemah, gerakan tubuh makin lambat dan kurang bertenaga, keseimbangan tubuh
semakin berkurang, dan makin menurunnya waktu reaksi (Kemper, 1994). Manuaba
(1998) menyatakan bahwa pada usia 60 tahun, kapasitas fisik seseorang akan menurun
25% yang ditandai dengan penurunan kekuatan otot, sedang kemampuan sensoris
motorisnya turun sebesar 60%.

2.1.2 Penurunan Sistim Saraf /Nervous system
Cremer (1994) menyatakan bahwa perubahan sistim saraf pada lansia ditandai
dengan;
a. matinya sel di dalam otak secara kontinyu mulai seseorang berumur 50 tahun,
hal ini akan mengakibatkan berkurangnya pasokan darah ke otak, dan

6

b. berkurangnya kecepatan konduksi saraf, hal ini disebabkan penurunan
kemampuan saraf dalam menyampaikan impuls dari dan ke otak.
Rabbitt (1994) menambahkan bahwa penurunan kapasitas prosessing ini akan
berakibat kepada lambatnya reaksi tubuh dan ketidak tepatan reaksi pada kondisi kritis,
seperti near miss/accident. A kibat lain yang perlu mendapat perhatian adalah penurunan
kepekaan panca indera, seperti:
a. berkurangnya keseimbangan tubuh, diupayakan dengan mengurangi lintasan
yang membutuhkan keseimbangan tinggi seperti titian, blind-step, juga
tangga, (gambar 2.1)
b. penurunan sensitifitas alat perasa pada kulit, upayakan pengunan peralatan
kamar mandi yang relatif aman bagi lansia, seperti pemanas air dengan
termostat, dan

Gambar 2.1: Berkurangnya K eseimbangan Pada L ansia
c. terjadinya buta parsial, melemahnya kecepatan focuses pada mata lansia, dan
makin buramnya lensa yang ditandai dengan makin berwarna kuning lensa
mata, akan mempersulit lansia membedakan warna hijau, biru dan violet.
K eadaan ini berakibat pada pergerakan lansia di kamar mandi semakin
lamban dan terbatas, sehingga diperlukan alat bantu untuk memudahkannya
dalam bergerak seperti pegangan tangan/hand grips (Gandjean, 1988; Tilley,
1993).

7

Secara umum perlu dihindarkan penggunaan bahan yang membahayakan lansia,
seperti kemungkinan terpeleset karena bahan yang licin, dan sudut yang tajam yang
berkemungkinan menyebabkan cedera/fracture.

2.1.3 K erapuhan T ulang
K erapuhan tulang/osteoporosis termasuk penyakit gangguan metabolisme
dimana tubuh tidak mampu menyerap dan menggunakan bahan-bahan untuk proses
penulangan secara normal. Pada keadaan ini terjadi pengurangan masa tulang yang
berakibat pada tulang menjadi lebih ringan dan lebih rapuh (Yatim, 2000). Pencegahan
pada lansia dapat dilakukan dengan pemeriksaan secara berkala masa tulang, penambah
kalsium dan vitamin D. Upaya ini diharapkan dapat mengurangi kemungkinan celaka
patah tulang.

2.1.4 Penurunan K ekuatan T ubuh
Penurunan kekuatan tubuh pada lansia meliputi, penurunan kekuatan tangan
sebesar (16-40)% variasi ini tergantung kepada tingkat kesegaran jasmani seseorang.
Penurunan kekuatan genggam tangan menurun sebesar 50%, dan kekuatan lengan
menurun 50%.

K emper-1994, menambahkan bahwa berkurangnya kekuatan dan

keleluasaan bergerak pada tubuh lansia terjadi karena menurunnya kemampuan fungsi
organ-organ penggerak, stimulus sensory organ, motor neurones, tingkat kesegaran
jasmani (V O2max) dan kontraksi otot. Penurunan kemampuan otot pada lansia tidaklah
berbarengan, kekuatan otot paha bagian bawah lebih cepat melemah dibanding kekuatan
otot pada tangan. Sehingga otot lengan akan lebih intensif penggunaannya dibanding
otot kaki pada lansia (gambar 2.2).

8

Gambar 2.2: Railling Membantu Optimalisasi Penggunaan Otot Lengan L ansia
Untuk Bergerak SecaraMandiri.
2.1.5 A ntropometri L ansia
A ntropometri memiliki arti telaah tentang ukuran badan manusia,

dan

mengupayakan evaluasi dan pembakuan jarak jangkau yang memungkinkan rerata
manusia untuk melaksanakan kegiatannya dengan mudah dan gerakan-gerakan yang
sederhana (Sritomo, 1995).
Ukuran tubuh lansia baik pria maupun wanita, terjadi penyusutan ukuran tinggi
badan lebih kurang 5% dibanding sewaktu berumur 20 tahun. Hal ini disebabkan oleh
banyak faktor diantaranya,
a. Bongkok dan pembengkokan tulang belakang karena proses penuaan,
b. Perubahan tulang rawan dan persendian menjadi tulang dewasa, dan
c. Perubahan susunan tulang kerangka pembentuk tubuh karena proses penuaan,
dan akibat penyakit lain yang diderita (Tilley, 1993; Samekto, W & Pranarka, K,
1999) .
Perubahan lainnya adalah makin terbatasnya areal pergerakan flection-abduction,
dari tubuh lansia, keadaan ini akan mengurangi kebolehan dan ketarandalan gerak tubuh.
Tinjauan anthropometri pada lansia tidak hanya terbatas pada pengukuran statis, dan
pengamatan perubahan anatomi karena proses penuaan.

Tetapi pengukuran

anthropometri secara dinamis menjadi penting, karena berkurangnya kemampuan

9

pergerakan lansia akan sangat berpengaruh kepada rancangan/design sarana yang akan
digunakannya.

2.2

F ungsi K amar Mandi
Pada jaman dahulu, manusia dalam melakukan aktivitas personal hygiene seperti

cuci muka, mandi, buang hajat dan kegiatan lainnya, tidak bergantung kepada kamar
mandi. A ktivitas tersebut biasanya dilakukan di alam terbuka dan bersifat umum seperti
sungai, kolam, danau, sumber mata air, laut, dll.

Tetapi pada era modern seperti

sekarang ini, keberadaan kamar mandi dalam suatu tempat tinggal merupakan suatu
keharusan bagi semua orang
Rancangan sebuah kamar mandi yang mempertimbangkan berbagai aspek,
berkembang seiring dengan pertumbuhan hunian manusia modern. Namun demikian
pemilihan bahan dan parabot kamar mandi pada rumah tinggal, terkadang kurang
mempertimbangkan aspek kesesuaian penggunanya (Bathing, 1998). K roemer (1994),
menyatakan bahwa sebuah rumah tinggal yang dihuni oleh lanjut usia (lansia), perlu
penyesuaian dan rancangan ulang kamar mandinya.

Upaya ini dilakukan dengan

pertimbangan bahwa, kemampuan gerak motorik lansia telah banyak menurun, hal ini
disebabkan oleh karena penurunan kapasitas sensor motoriknya.

Mengingat kamar

mandi merupakan wilayah paling berbahaya di dalam suatu rumah tinggal, maka tempat
tersebut perlu mendapat perhatian khusus melalui sentuhan rangang bangun yang
ergonomis.
Data pasien lansia yang dirawat dan telah keluar dari Rumah Sakit Ortopedi
(RSO) Prof. DR. R. Soeharso Surakarta, terhitung mulai bulan September tahun 2000
sampai September 2001 berjumlah 548 pasien. Pada kurun waktu 12 (duabelas) bulan
tersebut ternyata: 7,40% pasien mengalami cedera di daerah kamar mandi (tergelincir,
terjatuh, dan terduduk); 83,52% cedera patah tulang karena kecelakaan di jalan raya dan
tempat sekitar rumah (tabrakan, tertabrak, terjatuh., dan lain sebagainya); selebihnya
diakibatkan oleh faktor lain seperti sakit serta proses penuaan (lampiran 1). Tingginya
jumlah lansia yang mengalami kecelakaan di daerah kamar mandi (7,40%),
menunjukkan bahwa kamar mandi yang digunakan lansia tersebut kurang sehat dan

10

aman, sehingga membutuhkan perhatian rancangan yang mendasarkan batasan
kemampuan lansia.

Gambar 2.3: K eadaan K amar Mandi di Pusat K egiatan L ansia ‘A isyiyah, Solo.
K ompleks bangunan Pusat K egiatan L ansia ini memiliki kamar mandi berjumlah
8 (delapan) buah, yang dipergunakan oleh 29 orang, termasuk di dalamnya 22 lansia
penghuni, 4 (empat) orang tenaga perawat, 2 (dua) orang petugas dapur dan kebersihan,
jumlahnya dirasakan cukup memadai.

Tetapi beberapa keluhan penghuni terhadap

kondisi kamar mandi di kompleks ini (gambar 2.1), dapat diamati

beberapa hal

diantaranya:
a.

penggunaan kloset jongkok, yang ternyata menyulitkan lansia melakukan
kegiatan,

b.

bak mandi yang terlampau tinggi dengan dasar yang dalam, sehingga
sewaktu pengurasan bak air dirasakan terlampau dalam, dan untuk
penggunaan yang memadai dibutuhkan air dalam jumlah yang banyak,

c.

blind step ke arah kloset jongkok, beberapa pengguna mengeluh sering
tersandung / near miss,

d.

kurangnya kemiringan lantai sehingga air buangan sering tergenang, hal ini
salah satu penyebab tambah licinnya lantai kamar mandi, dan

11

e.

tidak terdapatnya pegangan tangan / railling di dinding, menyulitkan
penghuni melakukan aktivitasnya di kamar mandi.

Sedang untuk penyinaran dan ventilasi di dalam kamar mandi, dirasakan telah
mencukupi.

Hal ini beralasan mengingat luas jendela > 1/5 luas lantai, dan telah

dipergunakannya penghawaan silang untuk sistem ventilasinya.
Untuk itulah diperlukan rancangan kamar mandi yang tidak saja mendasarkan
aspek estetika, fungsi, dan bentuk semata. Tetapi hendaknya mempertimbangkan pula
kebolehan dan batasan yang dimiliki oleh penggunanya. Diharapkan rancangan kamar
mandi yang sesuai dengan lansia, akan meningkatkan keamanan dan kenyamanan
penggunanya.

2.3

F alitas Pendukung K amar Mandi
Dalam perkembangan rancang bangun kamar mandi, peralatan sanitair dalam

ruangan juga semakin berkembang. Pergeseran prioritas dan peruntukan kamar mandi,
juga berakibat kepada tingkat kenyamanan yang disyaratkan.

2.3.1 K loset
Pengadaan dan pembelian peralatan toilet disesaikan dengan kebutuhan, untuk
tempat buang air besar, tentukan dengan tepat model duduk atau jongkok, sesuaikan
dengan kebiasaan pemakai (Manuaba, 1998).
Untuk lansia yang mengalami kesulitan berjongkok dan berdiri setelah jongkok
dalam waktu tertentu, perlu dipertimbangkan pengunaan kloset duduk.

Pengaturan

ketinggian kloset duduk, disesuaikan dengan rerata tinggi poplitea penghuni tempat ini.
Telah banyak dikembangkan peralatan untuk memudahkan pembilasan/flusher
setelah buang hajat di kloset, seperti alat bidet dan beberapa shower khusus yang
tergolong peralatan untuk meningkatkan keamanan pengguna kamar mandi (Bathing,
1998).

Tetapi dari survey pendahuluan diperoleh hasil perihal kebiasaan lansia,

penghuni merasa lebih nyaman pembilasan setelah buang hajat dengan mempergunakan
air dan gayung, hal ini karena kebiasaan dan budaya kehidupan para lansia sebelumnya.

12

2.3.2 Penampung A ir
Dari kebiasaan penghuni untuk membilas dengan air dan gayung, dibutuhkan
tempat penampung air yang mudah dijangkau.

K emudahan ini

mempertimbangkan letak, volume dan ukuran penampung air.

hendaknya

Manuaba (1998)

menambahkan apabila disediakan ember dan gayung, letakkan pada posisi dan tata letak
yang tepat pula.
Tinggi dinding bak penampung dan kedalamannya berdasar ukuran rerata
panjang lengan dan jarak jangkau lansia penghuni. Ukuran gayung juga disesuaikan
dengan kemampuan angkatan dengan satu tangan oleh para lansia. Gayung yang
terlampau besar, ukurannya lebih dari 1 lt. akan menyulitkan lansia mempergunakannya.

2.3.3 Pegangan T angan / Hand Rail
Di kamar mandi dengan kondisi lantai yang licin, lansia berpotensi untuk
tergelincir dan jatuh karena hilangnya keseimbangan tubuhnya.

Sangat penting

menambahkan pegangan tangan / grab bars di dinding (Kroemer, 1994).
Pegangan tangan juga diperlukan di samping tempat lansia akan duduk dalam
waktu tertentu, ingat perlunya sandaran atau pegangan tangan di sofa yang rendah.
L ansia akan merasa ‘tenggelam’ dan sulit untuk bangun dari duduk, tanpa adanya
sandaran atau pegangan tangan untuk mengangkat badan (Tilley, 1993).
Supaya diperoleh tingkat kenyamanan yang memadai, pegangan tangan dipasang
pada ketinggian (10-20) cm di bawah tinggi siku (Grandjean, 1988).
Dari hasil penelitian awal dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan railling di
luar dan dalam kamar mandi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian dan
keamanan beraktivitas (gambar 2.2), penentuan diameter railling disesuaikan dengan
ukuran diameter rerata genggaman lansia, dan dipilih dari bahan yang tidak licin.

2.3.4 L antai
Permukaan lantai kamar mandi, bathtub dan shower yang senantiasa basah sering
menyebabkan kecelakan, hal ini disebabkan karena permukaannya yang licin. Pemilihan

13

bahan dan permukan/teksture yang baik dan tepat akan mengurangi kemungkinan
seseorang tergelincir melewatinya (Kroemer, 1994; Bathing, 1998).
Di pasaran banyak dijual bahan keramik untuk lantai, terkadang pilihan
penggunaannya disamakan antara ruang tinggal dan kamar mandi.

A da beberapa

persyaratan cara penggunaan bahan lantai untuk kamar mandi, diantaranya:
a. pilih bahan yang memiliki tekstur permukaannya agak kasar,
b. permukaan bahan tidak menyerap air/kedap air, sehingga menghindari adanya
genangan dipermukaan,
c. apabila terkena air tidak menyebabkan permukaan menjadi licin/slypery, dan
d. lantai dipasang dengan tingkat kemiringan yang memadai, maksudnya air
tidak tidak terlampau lama menggenang dan pengguna kamar mandi tidak
terganggu dengan kemiringan lantai.

2.3.5 Handel Pintu K amar Mandi
Bagi para penyandang cacat atau lansia, yang mengalami kesulitan dalam
mengoperasikan handel perkakas rumah tangga, telah direkomendasikan bentuk
rancangan khusus yang diperuntukkan baginya. Seperti handel bagi penderita arthritis,
parkinson’s, dan muscular distrophy (Tilley, 1993).
Pada Pusat K egiatan ini, beberapa penghuni pernah ‘terkunci’ di dalam kamar
mandi dan membutuhkan pertolongan perawat jaga. Hal ini terjadi karena penghuni
yang telah lanjut usia kesulitan dalam mengoperasikan handel pintu berbentuk bulat,
dalam kondisi tangan yang basah. Survei pendahuluan di tempat ini tentang kesesuaian
penggunaan handel pintu, diperoleh kesimpulan bahwa handel pintu bergagang paling
sesuai untuk dipergunakan lansia (Hadi, 2001).

2.4

K emandirian Beraktivitas
Dalam kehidupan sehari-hari sering dikatakan lansia yang mandiri, dan sebagian

orang sering mengelompokkan lansia pada golongan disabilitiy/cacat karena ketidak
mampuannya dalam melakukan kegiatan sehari-hari yang dihadapinya. Sebenarnya
batasan tingkat kemandirian lansia dapat dikategorikan dalam 3 (tiga) tingkatan, yaitu:

14

d. Pertama, golongan lansia yang mampu melakukan aktivitas sehari-hari (A HS
dasar),

yaitu kegiatan yang hanya memerlukan kemampuan tubuh untuk

bergerak secara sederhana, misalnya: makan, bangun dari tempat tidur,
berpakaian, ke kamar mandi/WC, berias dan berkomunikasi.
e. K edua, adalah lansia yang mampu beraktivitas hidup sehari-hari dengan
intrumental (A HS instrumental), kelompok ini selain memiliki kemampuan
dasar, juga masih memiliki berbagai koordinasi kemampuan otot, juga
kemampuan

penggunaan

organ

kognitif,

seperti:

menulis,

membaca,

membersihkan rumah, menggunakan telepon dan berkebun.
f. K etiga, lansia yang berkemampuan mental dan kognitif, terutama yang
menyangkut fungsi intelek, yaitu kemampuan mengingat memori lama dan
memori yang baru saja terjadi. K elompok ini masih berkemampuan untuk naikturun tangga, mencuci dan setrika pakaian, menangani obat-obatan, menangani
keuangan dan mampu pergi jauh dengan kendaraan umum (Martono, 1999).
Bagi sebagian orang penggolongan lansia mirip dengan disability/cacat
sebenarnya bukan dari batasan usia yang baku, tetapi lebih pada katagori
kemampuannya dan tingkat kemandiriannya dalam kehidupan keseharian.

T ingkat

kemandirian lansia dalam beraktifitas, secara langsung akan menentukan tingkat
keleluasaan gerak, dan lebih jauh akan mempengaruhi tingkat kenyamanan hidupnya.

2.5

A ktivitas L ansia di K amar Mandi
Bagi lansia yang masih aktif dan mandiri, kegiatan membersihkan diri / personal

hygiene dilakukan mulai pagi hari sebelum waktu sholat Subuh tiba. Biasanya dimulai
dengan buang air dan disudahi dengan mengambil air wudhlu, tanpa melakukan kegiatan
mandi.
K egiatan membersihkan diri / mandi, buang air besar dan kegiatan lainnya,
dilakukan setelah sholat Subuh berjamaah dan kegiatan olah raga pagi. K amar mandi
tidak diperbolehkan untuk mencuci pakaian, sehingga tidak terdapat kegiatan mencuci
pakaian di dalam kamar mandi. Sebenarnya space kamar mandi yang ada (1,95x1,75)m2

15

dirasa cukup untuk melakukan kegiatan personal hygiene, hanya dibutuhkan penataan
ruangan yang lebih efisien dan pilihan peralatan yang sesuai dengan kemampuan lansia.
K esulitan yang biasa ditemui oleh lansia dalam melakukan aktivitasnya adalah:
a. saat masuk dan keluar dari kamar mandi, perlu pegangan tangan yang cukup
kuat, terkadang perlu dibantu tenaga perawat,
b. membuka dan menggantung pakaian di pintu bagian dalam, tidak terdapat
gantungan pakaian, hanya paku di pintu dengan tinggi 190 cm.,
c. jongkok, perlu pegangan tangan, biasanya tangan berpegangan dinding bak
mandi,
d. berdiri setelah jongkok agak lama, kepala berkunang-kunang, kaki kesemutan
dan berkurangnya keseimbangan tubuh, berpegangan pada dinding bak mandi,
e. lantai yang licin, perlu pegangan di dinding untuk tetap menjaga
keseimbangan tubuh dan meningkatkan rasa aman,
f. membasuh/flushing setelah buang air besar, perlu berdiri mengambil dan
mengisi gayung, membilas, begitu beberapa kali ulangan, dan
g. kalau sudah selesai, mengeringkan badan dengan handuk yang diambil dari
paku gantungan handuk.
Dari rentetan kesulitan yang ditemui lansia dalam beraktifitas di dalam kamar
mandi, perlu perancangan ulang dan penataan sarana kamar mandi yang lebih
ergonomis, dengan tujuan untuk dapat mengoptimalkan daya guna fasilitas ini.

2.6

K enyamanan
K enyamanan adalah unsur perasaan manusia yang muncul sebagai akibat dari

minimalnya atau tidak adanya gangguan pada sensasi tubuh (Manuaba, 1977). Sebagian
orang menyatakan bahwa kenyamanan adalah segala sesuatu yang sesuai dan selaras
dengan penggunanaan suatu ruang, baik dengan ruang itu sendiri maupun dengan
berbagai bentuk, tekstur, warna, simbol, suara atau apapun juga. A tau dengan kata lain
bahwa kenyamanan sangat ditentukan oleh adanya keseimbangan antara faktor dalam
diri manusia dengan faktor lingkungan luar yang mempengaruhinya. Dengan kondisi

16

lingkungan yang nyaman, membuat manusia merasa betah melakukan suatu aktifitas
dalam ruangan tersebut (Sujadnja, 1998).
Rasa tidak nyaman berpengaruh kepada seluruh tubuh melalui perubahanperubahan fungsional.

Lingkungan yang terlampau panas akan menyebabkan rasa

kantuk dan lelah, menurunnya penampilan serta kemungkinan tingkat kesalahan
semakin besar.

Sebaliknya bila lingkungan terlampau dingin, akan merangsang

munculnya rasa tidak tenang, terganggunya konsentrasi terutama untuk kegitan mental.
Dari hal tersebut jelas sudah bahwa manusia sangat membutuhkan suatu lingkungan
yang nyaman agar tetap sehat dan mampu berprestasi (Grandjean, 1988; Manuaba,
1993).
K enyamanan suatu ruangan banyak dipengaruhi oleh faktor mikro klimat seperti:
sirkulasi udara, suhu basah, suhu kering, kelembaban dan intensitas penerangannya.
Ruangan yang dihuni dan dipergunakan lansia perlu penyesuaian peralatan yang lebih
ergonomis, seperti: menghindari penggunaan bahan lantai yang licin, penambahan hand
rails dan grab bars untuk memudahkan lansia mengangkat tubuhnya dari kloset,
bathtub, dan keluar masuk kamar mandi (Tilley, 1993; Kroemer, 1994).
K enyamanan penggunaan kamar mandi oleh lansia bergantung kepada kondisi:
mikroklimat ruangan tersebut, keleluasaan gerak di dalam dan di luar kamar mandi, dan
keamanan pengunaan ruang tersebut.

2.7

F aktor-faktor L ain
Faktor lain yang berpengaruh terhadap kelangsungan kegiatan di Pusat K egiatan

L ansia ‘A isyiyah ini adalah:
2.7.1 Pusat K egiatan L ansia
Pusat kegiatan ini mulai dibangun pada tahun 1993, dan mulai dipergunakan
sebagai Sekolah Perawat L anjut Usia pada tahun 1995. ‘A isyiyah sebagai pengelola
kelembagaan ini, mengubah sebagian peruntukan bangunan lantai dasar menjadi Pusat
K egiatan L anjut Usia.

Perubahan peruntukan ini tentunya membawa konsekuensi

penyesuaian ruangan, yang semula dipergunakan sebagai kelas, diubah menjadi hunian
asrama. Sampai saat ini beberapa fasilitas masih terus disesuaikan dengan kebutuhan.

17

Hasil penelitian inipun diharapkan ikut memberikan kontribusi nyata, bagi
perbaikan yang sedang dilakukan bagi kemajuan Pusat K egiatan ini.

2.7.2 Pelayanan
Dengan 2 (dua) dua tenaga Dokter, tenaga perawat tetap sebanyak 4(empat)
orang, dan dua orang bagian dapur dan kebersihan, dirasa cukup dalam memberikan
pelayanan kepada 22 penghuni. J ika diamati perbandingan pelayanan yang ada, maka
terlihat perbandingan 1 (satu) orang perawat, memberikan pelayanan 5,2 lansia. Dari 22
lansia penghuni, terdapat 5 (lima) orang yang sudah tidak mampu melakukan kegiatan
secara mandiri. Sehingga ketergantungannya kepada tenaga perawat sangat tinggi.
K esibukan pelayanan di tempat ini dimulai menjelang sholat Subuh di pagi hari,
meningkat intensitas kesibukannya sampai dengan saat makan pagi. Setelah selesai
makan pagi kegiatan pelayanan relatif tetap, yaitu dengan mengisi kegiatan produktif
bagi lansia sampai dengan saat makan siang. Intensitasnya meningkat lagi pada saat
menjelang sholat Maghrib dan menurun sampai dengan malam hari.
Diharapkan perimbangan pelayanan perawat dan penghuni relatif tetap, hal ini
untuk dapat dicapai tingkat kenyamanan yang lebih baik dari waktu ke waktu.

18

BA B III
K ONSE P BE R PIK IR DA N HIPOT E SIS

3.1

K onsep Berfikir
Dari tinjauan pustaka tersebut di atas, dapat dilihat keterkaitan antara kondisi

subjek yang telah lanjut usia, kemampuan fisik dan motoriknya yang semakin terbatas.
Ditambah dengan kondisi kamar mandi yang kurang memberikan rasa aman dan
keleluasaan untuk beraktivitas, tentunya akan berpeluang mengakibatkan cedera dan
memberikan rasa tidak nyaman bagi lansia yang mempergunakannya.
Dengan time motion study diharapkan dapat diamati pola dan waktu gerakan
serta aktivitas lansia di dalam kamar mandi,

hal ini bertujuan untuk mengetahui

hambatan yang nyata ditemui lansia dalam beraktivitas. Hambatan ini dapat dibagi
menjadi dua, pertama, hambatan yang disebabkan karena menurunnya kapasitas dan
kemampuan gerak lansia; kedua, hambatan yang dikarenakan keadaan mula (existing
conditions) fasilitas kamar mandi ini.
Pada sub-bab organisasi, sebelum dan sesudah intervensi bentuk kelembagaan
dan tingkat pelayanan kepada penghuni diyakini tidak berubah.

Sedang kondisi

lingkungan seperti penerangan, kecepatan aliran udara dan mikroklimat, walaupun akan
mempengaruhi beban kerja dan kapasitas kerja fisik dikendalikan.
Daftar wawancara yang ditanyakan langsung, sebelum dan sesudah perbaikan
/intervensi, secara subjektif akan dapat dianalisa respon lansia sebagai pengguna kamar
mandi. Respon ini berguna untuk memberikan penilaian perubahan tingkat kenyamanan
yang dirasakan oleh penghuni.
Upaya memperbaiki kamar mandi yang diperuntukkan lansia, dimaksud untuk
dapat meningkatkan keleluasaan gerak, rasa aman dan lebih jauh adalah kenyamanan
penghuni Pusat K egiatan L anjut Usia. Dan dapat disimpulkan dalam bentuk kerangka
berfikir seperti di bawah ini:

19

SUBJ E K




A ntropometri
Umur
J enis kelamin
A ktivitas
lansia di
K amar
Mandi




Beban K erja
K apasitas
K erja Fisik





K eamanan
K emandirian
K enyamanan

T A SK


K amar mandi

OR GA NISA SI




K elembagaan
Pusat K egiatan
L ansia
Perawatan lansia

L INGK UNGA N





Basah
L icin
Blind step
J ongkok

Bagan 1: K erangka K onsep Penelitian

3.2

Hipotesis Penelitian
Dari pembahasan di atas dapat dirumuskan suatu hipotesis penelitian sebagai

berikut :
Perbaikan sarana kamar mandi meningkatkan kenyamanan lansia penggunanya.

20

BA B IV
ME T ODE PE NE L IT IA N

4.1

R ancangan Penelitian
J enis penelitian ini adalah Eksperimental dengan rancangan treatment by subject

(rancangan dengan subjek yang sama). Pada penenelitian ini direncanakan kelompok
kontrol sekaligus merupakan subjek yang akan mendapat perlakuan juga, hanya
perlakuannya dilaksanakan pada waktu yang berbeda.

Diantara perlakuan pertama

dengan perlakuan berikutnya diberikan jarak waktu (washing out), dengan maksud untuk
menghilangkan pengaruh perlakuan terdahulu agar tidak meninggalkan efek
sisa/residual efect (Bakta, 1997; Arikunto, 1997).
Secara grafis dapat disajikan sebagai berikut
P1

P3

S

O1

W

S

O2

P2
S’

P4
O1’

S’

O2’

Bagan 2: Rancangan Penelitian dengan Subjek Sama
K eterangan :
S

=

Subjek penelitian pada pengukuran tahap pertama.

S’

=

Subjek penelitian yang sama, pada pengukuran tahap kedua.

P1

=

Perlakuan satu, yaitu penggunaan kamar mandi, sebelum dilakukan
perbaikan (pertama).

P2

=

Perlakuan dua, yaitu penggunaan kamar mandi, sebelum dilakukan
perbaikan (kedua).

P3

=

Perlakuan tiga, yaitu penggunaan kamar mandi, setelah dilakukan
perbaikan (pertama).

P4

=

Perlakuan empat yaitu penggunaan kamar mandi, sebelum dilakukan
perbaikan (kedua)

21

O1

=

Hasil observasi, respon kenyamanan subjek pengguna kamar mandi
sebelum dilakukan perbaikan (pertama).

O1’ =

Hasil observasi, respon kenyamanan subjek pengguna kamar mandi
sebelum dilakukan perbaikan (kedua).

O2

=

Hasil observasi, respon kenyamanan subjek pengguna kamar mandi
setelah dilakukan perbaikan (pertama).

O2’ =

Hasil observasi, respon kenyamanan subjek pengguna kamar mandi
setelah dilakukan perbaikan (kedua).

W

=

Washing out, selama 3 (tiga) minggu.
J arak penelitian antara tahap pertama dan kedua 5 (lima) hari.

4.2

Populasi dan Sampel
4.2.1 V ariabilitas Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penghuni Pusat K egiatan
L ansia ‘A isyiyah, Solo. Y ang memiliki variasi sebagai berikut:
a. wanita,
b. berumur diatas 55 tahun,
c. telah menghuni Pusat K egiatan ini minimal sebulan, dan
d. memiliki kemandirian minimal setara aktivitas sehari-hari (A HS
dasar).

4.2.2 K riteria Subjek
L ansia yang dapat terpilih sebagai subjek penelitian, apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. sehat jasmani dan rohani sesuai dengan definisi UU RI No.23, tahun
1992 tentang K esehatan (Departemen K esehatan R I, 1992),
b. tidak cacat fisik,
c. bersedia menjadi subjek penelitian, selama penelitian masih
berlangsung, dan
d. bersedia mengisi informed consent (Martono, 1999).

22

4.2.3 Besar Sampel
Sampel ditentukan dari seluruh populasi penghuni Pusat K egiatan
‘A isyiyah Solo, yang memenuhi prasyarat variasi dan kriteria sampel tersebut di
atas.

Dari hasil penelitian awal, diperoleh data penghuni pada tanggal 20

September 2001 berjumlah 23 orang.
Dengan dipenuhinya prasyarat variasi dan kriteria penentuan sampel,
terdapat minimal 14 subjek yang memenuhi syarat. Untuk lebih meningkatkan
validitas data dari percoban yang dilakukan, setiap subjek diujicoba 2 (dua) kali
untuk setiap tahapan, sehingga diperoleh jumlah sample (n) = 28 lansia.

4.2.4 K riteria Tidak Dilanjutkannya Sebagai Sampel
Batasan yang dipergunakan sebagai dasar untuk tidak dilanjutkannya
seseorang ditetapkan sebagai sampel, adalah sebagai berikut:
a. jika selama kurun waktu penelitian, tiba-tiba terjadi cedera atau jatuh
sakit,
b. J ika dalam kurun waktu penelitian, orang tersebut menarik atau
membatalkan persetujuan penelitian/ informed consent, dan
c. jika dalam pengambilan data, orang tersebut memberikan data yang
ekstrim.

4.3

V ariabel
Y ang dimasud dengan variabel adalah sesuatu yang menjadi objek penelitian,

atau pusat pengamatan dalam suatu penelitian (point to be notice), yang menunjukkan
variasi, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Dari istilah ‘variabel’, terkandung
makna ‘variasi’, sesuatu yang dapat berubah-ubah (Arikunto, 1997).

4.3.1 Identifikasi
Pada penelitian ini dapat digambarkan diagram variabelnya sebagai berikut :
a.

variabel bebas: kamar mandi,

b.

variabel tergantung: kenyamanan pemakai kamar mandi

23

c.

variabel kontrol: subjek (umur, antropometri, dan jenis kelamin); lingkungan
(pencahayaan, mikroklimat, dan kecepatan aliran udara).

4.3.2 K lasifikasi V ariabel
Dari pengelompokan variabel di atas, dapat digambarkan klasifikasinya sebagai
berikut:

K ondis i S ubjek




J enis Kelamin
Umur
J enis Kelamin
 S ubjektif :
Peralatan K amar Mandi





Handle pintu
R ailling Kamar Mandi
Kloset

KE NY AMANAN
 Objektif Penelitian:
T IME MOT ION
S T UDY

K ondis i L ingkungan




Pencahayaan
Mikroklimat
Kecepatan Aliran Udara

: V ariabel yang dikendalikan
: V ariabel yang diintervensi

Bagan 3: Hubungan antar variabel

4.3.3 Definisi Operasional
1. K amar mandi sebelum perbaikan, handel pintu berbentuk bulat, kloset
jongkok, bak air dan letak kran terlampau tinggi, serta blind step dipintu
masuk seperti diperlihatkan pada gambar 4.1 di bawah ini.

24

Gambar 4.1: K amar Mandi Sebelum Dilakukan Perbaikan
2. K amar mandi setelah perbaikan, handel pintu diganti yang bergagang, bak air
diperkecil ukurannya dan dibuat lebih rendah, kloset duduk diganti dengan
kloset duduk dan diberikan hand graps serta railling.

Gambar 4.2 : Rancangan Perbaikan K amar Mandi

25

3. Washing out direncanakan akan dilaksanakan selama 3 (tiga) minggu, hal ini
dengan pertimbangan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan
dan perbaikan kamar mandi. Diharapkan dalam waktu 3 (tiga) minggu ini
pengaruh penggunaan kamar mandi sebelumnya dapat dihilangkan.
J arak penelitian antara tahap pertama dan kedua 5 (lima) hari.

4. K enyamanan penggunaan kamar mandi, adalah perasaan yang muncul akibat
dari tidak adanya gangguan pada perasaan tubuh karena rancangan kamar
mandi sudah disesuaikan dengan sikap tubuh alamiah, kondisi lingkungan
yang berada pada nilai ambang batas, peningkatan keleluasaan gerak
pengguna, dan peningkatan rasa aman dalam menjalankan aktivitas.

4.4

A lat Pengambil Data
Instrumen atau alat ukur yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut,
1.

K uesioner (lampiran 2).

2.

Formulir data observasi (lampiran 3).

3.

Meteran L ogam, merek Crossman, 5 m – Pro Power T ape, buatan J epang,
dengan ketelitian 1 mm. (gambar 4.4.1)

4.

A nthropometer Super 686, dengan ketelitian 1 mm, buatan J epang (gambar
4.4.2).

5.

K erucut kayu, pengukur diameter genggaman tangan (gambar 4.4.3).

6.

Timbangan badan merek Elephant, dengan ketelitian 0,2 K g, buatan J epang
(gambar 4.4.4).

7.

Quest temp, untuk pengukuran mikroklimat (gambar 4.4.5).

8.

Termometer K ata lengkap dengan tabel, untuk pengukuran kecepatan aliran
udara di dalam ruangan (gambar 4.4.6).

9.

Stopwatch, merek Diamond, buatan J epang. dengan keletitian 1/10 detik
(gambar 4.4.7).

10. K amera saku, merek Ricoh, buatan J epang.

26

11. A lat Gambar dan alat tulis menulis.
12. K omputer dengan berbagai program, di antaranya Microsoft Word, Excel
dan SPSS-10.

Gambar 4.4.1 : Meteran L ogam, buatan J epang.

Gambar 4.4.2 : A nthropometer Super 686, buatan J epang.

27

Gambar 4.4.3 : K erucut ukur, untuk pengukuran genggaman tangan.

Gambar 4.4.4 : Timbangan Badan, Buatan J epang.

Gambar 4.4.5 : Quest Temp, Pengukur Mikroklimat.

Gambar 4.4.6 : Termometer K ata, Pengukur K ecepatan
Pergerakan Udara.

28

Gambar 4.4.7 : Stop Wacht, Merk Diamond.

4.5

T empat dan W aktu Pelasanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pusat K egiatan L ansia ‘A isyiyah, jalan Pajajaran

Utara, Solo. Penelitian pendahuluan telah dilakukan pada bulan J uli sampai dengan
A gustus 2001, titik berat penelitian tersebut ditujukan pada,
a. K esesuian jenis handel pintu bagi penggunaan lansia,
b. K esesuaian jenis kancing baju bagi lansia,
c. K esesuaian gelas bagi lansia, dan
d. Perancangan kursi untuk Sholat bagi lansia yang telah menurun kemampuan
geraknya.
Penelitian lanjutan bagi keperluan penulisan Tesis ini, direncanakan akan
dilakukan pada bulan A pril 2002.

4.6

T ata L aksana Penelitian
Untuk memperlancar dan mengurangi terjadinya kesalahan dalam pengumpulan

data, dibuat prosedur penelitian sebagai berikut:
4.6.1 Pada kondisi mula, sebelum kamar mandi diperbaiki/dilakukan intervensi
dilakukan pengumpulan data berupa :
a.

Pengisian informed consent, kepada subjek yang memenuhi variasi dan
kriteria sampel, minimal 14 lansia.

b.

Pengisian data perorangan, sampai dengan riwayat penyakit yang pernah
dideritanya,

29

c.

Pengukuran antropometri,

d.

Time motion study, pencatatan jenis, waktu, aktivitas yang dilakukan lansia
mulai dari luar sampai dengan di dalam kamar mandi, dan

e.

K enyamanan penggunaan kamar mandi diukur dengan kuesioner (terlampir),
ditanyakan setelah subjek selesai mempergunakan fasilitas kamar mandi.
Penelitian pre/sebelum intervensi, dilakukan sebanyak 2 (dua) kali, dengan
jarak antar tahap penelitian 5 (lima) hari. Data yang diperoleh merupakan
nilai pre-test.

4.6.2 Tahap perbaikan/intervensi, upaya perubahan yang dilakukan berupa:
a.

Mengganti kloset jongkok dengan kloset duduk,

b.

Menghilangkan blind-step dekat kloset,

c.

Mengubah bentuk dan ukuran bak penampung air,

d.

Mengganti handel pintu,

e.

Memperbaiki lantai mozaik keramik, dan

f.

Menambahkan hand railling di luar dan dalam kamar mandi (gambar ).

Setelah dilakukan perbaikan sarana kamar mandi, dilakukan penelitian dan
pengumpulan data, dengan prosedur sama seperti prosedur sebelum perlakuan.
Nilai yang diperoleh merupakan nilai post-test.
4.6.3 Data pendukung yang dikumpulkan berupa:
a.

K ondisi lingkungan, mikroklimat, kecepatan aliran udara dan pencahayaan
diukur sebelum dan sesudah kmar mandi dipergunakan.

b.

4.7

4.8

Proses dan sikap kerja diobservasi dan didokumentasikan.

Protokol Penelitian

30

L A NDA SA N T E OR I
Rancangan penelitian perbaikan perkakas kamar mandi untuk meningkatkan
kenyamanan lansia, didasarkan kepada problem keseharian yang dihadapi lansia,
1.

Mengapa perlu rancangan ulang suatu ruangan bagi lansia? K emampuan
optimal seseorang dicapai pada saat usianya 25 tahun, dan kemampuan
physiological capasities seseorang akan menurun 1% per tahunnya.
Didasarkan pemikiran menurunnya kemampuan dan kebolehan lansia dalam
melakukan kegiatan sehari-hari. Disesuaikan dengan rancangan baru yang
dirasa paling ergonomis. (K emper, 1994. Ilmarinen, 1994).

2.

Mengapa yang dirancang kamar mandi? Daerah kerja dan bergerak yang
paling memberikan stress dan brkemungkinan menimbulkan bahaya adalah
daerah yang berair / licin (Ilmarinen, 1994). K amar mandi sebagai salah satu
daerah yang paling bahaya di rumah tinggal perlu mendapat perhatian
khusus bagi penggunaannya untuk lansia (K roemer, 1998). Data Rumah
Sakit Ortopedi Prof. Dr. Soeharso, Solo; terhitung mulai bulan September
2000 sampai dengan bulan September 2001, pasien dengan diagnose fraktur
tulang, terjadi di rumah tinggal (kamar mandi) diakibatkan karena tergelincir
dan terpeleset sejumlah 8,33 % (54 pasien).

3.

K enapa disain railling kamar mandi? Penurunan kemampuan otot pada
lansia tidaklah berbarengan, kekuatan pada otot paha bawah lebih cepat
melemah, dibanding kekuatan tangan bagian bawah. Otot lengan akan lebih
intensif penggunaannya apabila dibanding dengan penggunaan otot kaki
(K emper, 1994).

Untuk itulah rancangan railling kamar mandi yang

dipergunakan lansia, menjadi perlu apabila mengamati hal-hal tersebut di
atas.
C atatan :
1.
2.

A geing People : dr. Tjening
Benang merah versi dr. Karna :

31







Y ang diobservasi lansia yang masih aktif, berkeinginan hdup
mandiri.
Cari data angka kecelakaan lansia di RS-RS, Solo; Terjadi di
mana, akibat kecelakaan, dll.
K alau ternyata kecelakaan banyak/sering terjadi di rumah tinggal,
apalagi di K amar-Mandi/WC. 
sangat relevan mambuat
perbaikan desain K -Mandi/WC.
Dari posisi duduk di kloset sewaktu buang hajat, regangan otot
sekitar lutut perlu waktu yang agak lama untuk penyesuaian
gerakan ke arah berdiri,  perlu hand-rail posisi duduk ke berdiri.


II. MA T E R I DA N ME T ODE
2.1 Materi

2.2. Metode Penelitian

2.3. A lat Pengumpul Data
A lat pengumpul data yang dupergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
13. Meteran L ogam, merk Crossman, 5 m – Pro Power T ape, buatan J epang, dengan
ketelitian 1 mm.
14. A nthropometer merek Super, buatan J epang.
15. Stopwatch, telepon genggam merk Siemens seri M-35i, buatan J erman. dengan
keletitian 1/100 detik.
16. K amera saku, merek Ricoh, buatan J epang
17. K omputer dengan berbagai program, di antaranya Microsoft Word, Excel dan
SPSS-10.

K epustakaan
A ncok, Djamaluddin, 1993. Seminar Sehari, Manusia L anjut Usia: Realitas dan
Harapan, IPA DI, Persiapan Menyongsong Manula dari Segi Psikologi,
Y ogyakarta Rabu 16 J uni 1993, Y ogyakarta:5-9
A ngshuman Bagchee, edited by: Bhattacharya A ., Mc Glothlin J .D.,1996.
A nthropometri, Occupational Ergonomics Theory and Applications, Marcel
Dekker, Inc. New Y ork: 1-7, 77-87.

32

A rikunto, Suharsimi; 1997. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Rineka
Cipta, J akarta: 5-12.
A stawan, Made; Wahyuni, Mita, 1988. Gizi dan Kesehatan MANULA (Manusia
Usia Lanjut). PT . Mediyatama Sarana Perkasa, J akarta: 2-15.
Bakta, I M., 1997, Rancangan Penelitian. Seminar Sehari T entang Metodologi
Penelitian. Fakultas K edokteran Universitas Udayana, Denpasar.
Bathing, 1998. Safety in the Bathroom, http://cat.buffalo.edu/rerc-aging/rercabenches.html.
Code of Practice, 1991. Manual Handling in the Building Industry, Div. of
Workplace Health and Safety, 2-7.
Cremer,R; Zeef, E; & Snel, J , 1994. J udgement of the Position of an Invisibly
Moving Object in Young and Old Adult in Work and Aging a European
Perspective, Taylor & Francis, L ondon:127-161.
Darmanto,R.D.,1999. K esehatan Kerja di Perusahaan, PT .Gramedia Pustaka
Utama, J akarta: 66-69.
Darmojo, R.Boedhi, 1999. Teori Proses Menua, Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut), Balai Penerbit, Fakultas K edokteran Universitas Indonesia, J akarta:
2-9
Departemen Tenaga K erja, Republik Indonesia, 1995. Standar Pengujian Iklim
K erja dengan Parameter ISBB, Depnaker, J akarta : 6-7.
Diffrient, N; T illey, A R; Bardagjy, J C; designers : Henry Dreyfuss A ssociates.
1990. Humanscale 1/2/3. The MIT Press: 2-16.
Grandjean, E. 1988. F itting the Task to the Man, Taylor & Francis, L ondon: 120121.
Hadi, Solichul, dkk. 2001, Handle Pintu Bergagang Paling Sesuai untuk Manula
(Telaah di Pusat Kegiatan Lansia ‘Aisyiyah, Solo). Pertemuan Ilmuah
Nasional Perhimpunan A hli A natomi Indonesia dan Seminar Nasional X II
Ikatan A hli Ilmu Faal Indonesia, 27 dan 28 Oktober 2001, Batu-Malang.,
Malang:32.

33

Hari, T. dkk, Desain Mangkok untuk Membantu Memudahkan Manula untuk
Makan. Guide Book Ergonomics and Sport Physiology Seminar, Denpasar
9-12 J uli 2001, Udayana University, Denpasar: 51.
Ilmarinen, J . 1994, Aging, Work and Health in Work and Aging a European
Perspective, Taylor & Francis, L ondon:47-63.
K emper,H.C.G, 1994, Physical Work and the Physiological Consequenses for the
Aging Workers, in Work and Aging a European Perspective, Taylor &
Francis, L ondon:32-46.
K roemer,K HE, 1994, Ergonomics How to Design for Ease and Efficiency. Prentice
Hall International, Inc., New J ersey:630-635.
K umashiro, Masaharu, 2000, Ergonomics Strategies and Actions for Achieving
Productive Use of an Ageing Work Place, Ergonomics, 2000. V ol.43, No.7,
L ondon:1007-1018.
L emasters, G.K .; A terbury, M.R.; edited by Bhattacharya, A ., Mc.Glothlin, J .D.
1996. The Design and E valuation of A Musculoskeletal and Work History
Questionnaire. Occupational Ergonomics Theory and Applications, Marcel
Dekker, Inc. New Y ork: 431-438
Manuaba, A . 1977. Pengetrapan Ergonomi Dalam Rangka Peningkatan Kegiatan
Usaha Pendidikan dan Pembangunan Masyarakat Desa. Ceramah keliling
Pendidikan Masyarakat, tanggal 24-29 Maret di Bali.
Manuaba, A . 1993. Pengaturan Suhu Tubuh dan Water Intake. Bagian Ilmu Faal
Fakultas K edokteran Universitas Udayana, Denpasar.
Manuaba, A . 1998. Bunga Rampai Ergonomi Volume 1, K umpulan A rtikel,
Universitas Udayana, Denpasar:24-25.
Manuaba, A . 2000. Ergonomi, K esehatan dan K eselamatan K erja. Proceeding
Seminar Nasional Ergonomi, Surabaya 6-7 September 2000, P.T.Guna
Widya, Surabaya: 1-4.
Mardjikun, Prastowo. 1993. Seminar Sehari, Manusia L anjut Usia: Realitas dan
Harapan, IPA DI, Persiapan Menyongsong Manula dari Segi Kesehatan,
Y ogyakarta Rabu 16 J uni 1993, Y ogyakarta:9-10.

34

Martono, Hadi, H. 1999, Penderita Geriatrik dan Asesmen Geriatri, Geriatri (Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut), edt.Darmojo Boedhi, Balai Penerbit, Fakultas
K edokteran Universitas Indonesia, J akarta:82-93
Rabbitt, P.M.A . & Carmichael, A . 1994, Designing Communications and
Information Handling System for Eldery and Disable Users, Health in Work
and Aging a European Perspective, T aylor & Francis, L ondon:185-193.
Regulations, 1988. Occupational Health and Safety (Manual Handling), Minister of
L abour, V ictoria: 7-9.

Samekto, Widiastuti M.& Pranarka, K ris. 1999. Sindroma Serebral, Geriatri (Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut), edt.Darmojo Boedhi, Balai Penerbit, Fakultas
K edokteran Universitas Indonesia, J akarta:116-123.
Sritomo W. 1995, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, Teknik Analisis untuk
Peningkatan Produktivitas Kerja, PT .Candimas Metropole, J akarta:53-57
Suma’mur P.K ., 1982. Ergonomi untuk Produktivitas K erja. Y ayasan Swabhawa
K arya, J akarta: 7-14.
Sujadnja,

O.,

1998.

Kenyamanan

‘Bale

Meten’ Serta

F aktor

yang

Mempengaruhinya di Desa Gianyar, Tesis Program Pasca sarjana
Universitas Udayana, Denpasar:18-19.
Sudana, D.P, 1990, Program Kesehatan untuk Usia Lanjut, Dinas K esehatan Pemda
Propinsi Daerah T ingkat I Bali, Denpasar.
Tilley, A .R, 1993, The Measure af Man and Woman, Henry Dreyfuss A ssociates,
New Y ork:33-50

Wahyu, H.K . 2000. Peranan Ergonomi dalam Pelaksanaan K esehatan K erja di
Indonesia. Proceeding Seminar Nasional

Ergonomi, Surabaya 6-7

September 2000, P.T.Guna Widya, Surabaya: 6-8.
Widyanti, A ri; Sutalaksana, Iftikar Z. 2000. Psikofisik sebagai Salah Satu Tinjauan
Ergonomi : Studi K asus pada Formulasi Factor Pengali V ertikal (V M)

35

Persamaan RWL. J urnal Ergonews Ergonomika ITB, (0853-5140) -2 Maret
2000, IT B, Bandung: 17-25.

Y atim, F. 2000, Osteoporosis Penyakit Kerapuhan Tulang pada Manula, Pustaka
Populer Obor, J akarta:1-7

-o0o-