Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana Berazaskan Pancasila | Soekorini | Lex Journal : Kajian Hukum & Keadilan 238 565 1 PB

Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana Berazaskan
Pancasila
Noenik Soekorini, S.H.,M.H
nsoekorini@yahoo.co.id
ABSTRACT
The enforcement of criminal law starts from the legislative body that is the
legislative body that makes the law and determines the norms in the form of orders
and prohibitions. The legislation made by this legislative body can reflect the
existence of the values of justice desired by the principle of Pancasila that is civilized
or dignified justice. Criminal law enforcement is also done by the judiciary. That is
the application of criminal law in the form of law by law enforcement officers either
ranging from the police level to the courts. They are concrete justice enforcers. And
the last is related to facilities and infrastructure that support the policy for criminal
law enforcement. The process of criminal law enforcement can be effective if there
is a harmony relationship starting from the investigation / investigation process at the
police, prosecutor / prosecutor level until the court process and ending with the
judges verdict. The legislator in this case is the legislative must be able to make
regulations that can be implemented in the field. Law enforcers in carrying out their
duties must be able to work professionally so as to create a sense of justice for the
parties both for the perpetrator and for the victim of the crime.
Key note : enforcement of criminal law, Pancasila


ABSTRAK
Penegakan hukum pidana dimulai dari badan legislatif yaitu badan legislatif yang
membuat undang-undang dan menentukan norma dalam bentuk perintah dan
larangan. Perundang-undangan yang dibuat oleh badan legislatif ini dapat
mencerminkan adanya nilai-nilai keadilan yang diinginkan oleh asas Pancasila yang
beradab atau bermartabat. Penegakan hukum pidana juga dilakukan oleh peradilan.
Itulah penerapan hukum pidana dalam bentuk hukum oleh aparat penegak hukum
baik mulai dari tingkat kepolisian sampai ke pengadilan. Mereka adalah penegak
keadilan yang konkret. Dan yang terakhir terkait dengan sarana dan prasarana yang
mendukung kebijakan penegakan hukum pidana. Proses penegakan hukum pidana
bisa efektif bila ada hubungan harmonis mulai dari proses penyidikan / investigasi di
tingkat kepolisian, jaksa / jaksa sampai proses peradilan dan diakhiri dengan putusan
hakim. Legislator dalam hal ini adalah legislatif harus bisa membuat peraturan yang

bisa diimplementasikan di lapangan. Penegak hukum dalam menjalankan tugasnya
harus bisa bekerja secara profesional sehingga tercipta rasa keadilan bagi pihak baik
untuk pelaku maupun korban tindak pidana.
Kata Kunci : Penegakan Hukum Pidana, Pancasila
*Noenik Soekorini SH.,MH. Dosen Fakultas Hukum Universitas Dr. Soetomo


1. Latar Belakang
Sejarah

bangsa

hidup tumbuh dan berkembang di

mencapai

masyarakat disamping hukum kolonial

kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus

dan hukum Islam yang masih berlaku

tidak

tiba-tiba.


di Indonesia akibat dari amanah UUD

dilakukan

NRI 1945 Aturan Peralihan pasal 1

Indonesia

perjuangan
untuk

terjadi

Sebelumnya

dengan
telah

persiapan-persiapan


antara

lain

yang menyatakan bahwa “ segala

merumuskan dasar negara, lambang

peraturan

negara dan hukum apa yang akan

masih tetap berlaku selama belum

diberlakukan kelak setelah merdeka.

diadakan yang baru menurut Undang

Proklamasi


Undang Dasar ini”.

kemerdekaan

telah

dikumandangkan pada tanggal 17

perundangan

yang

Diberlakukannya

ada

undang-

Agustus 1945 akan tetapi sebagai


undang

negara

kemerdekaan yaitu hukum warisan

yang baru merdeka baru

yang

telah

ada

sebelum

keesokan harinya tepatnya tanggal 18

Belanda


Agustus 1945 Indonesia mempunyai

memiliki

dasar konstitusi yaitu UUD Negara

pluralisme.

Republik Indonesia Tahun 1945 yang

terjadinya kendala dalam menegakan

di dalam alenia ke4nya terdapat sila-

hukum yang ada. Hukum pidana yang

sila dari Pancasila.

berlaku di Indonesia seperti KUHP


Pancasila sebagai sumber dari
segala sumber hukum yang masih

yang

maka

negara

sistem
Hal

berazaskan

Indonesia

hukum
ini

yang


menyebabkan

legalitas

yang

menurut Moeljatno mengandung tiga

dalam hukum yang hidup dalam

pengertian yaitu :

masyarakat banyak tersebar dan tidak

1. ” Tidak ada perbuatan yang

(selalu) dirumuskan secara tertulis

dilarang dan diancam dengan


sebagaimana yang dikehendaki asas

pidana kalau hal itu terlebih

legalitas secara formil. Apabila ada

dahulu

dinyatakan

persoalan hukum yang belum diatur

dalam suatu aturan undang-

dalam undang-undang hukum pidana

undang.

maka tidak akan dapat diselesaikan.


2. Untuk

belum

menentukan

adanya

Hal ini berbeda dengan apa yang

perbuatan pidana tidak boleh

sudah dirumuskan dalam rancangan

digunakan analogi.(kiyas)

KUHP pasal 1 ayat 3 dan 4 yang

3. Aturan-aturan hukum pidana

1. (3)

tidak berlaku surut.”1

Asas legalitas yang terdapat di
dalam

KUHP

keberadaan

berbunyi :

hanya

mengakui

undang-undang

secara

Ketentuan

dimaksud dalam ayat (1) tidak
mengurangi berlakunya hukum
yang hidup dalam masyarakat

tertulis (secara formil). Asas legalitas

yang

merupakan

seseorang

perwujudan dari nilai

kepastian

yang

Indonesia

yang

keberadaan

hukum

masyarakatnya..

dipidana

tidak diatur dalam peraturan

tidak

tertulis.

yang

lama

dalam

Kepastian

hukum

perundang undangan.
2. (4) Berlakunya hukum yang
hidup

dalam

Moeljatno, Azas-Azas Hukum
Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm.
25

masyarakat

sebagaimana dimaksud pada
ayat

(3)

dengan
1

patut

mengakui

memiliki ‘ kepastian hukum’

hidup

bahwa

walaupun perbuatan tersebut

Sementara Indonesia sebenarnya juga

telah

menentukan

di

diterapkan
tidak

sebagaimana

sepanjang

nilai-nilai

sesuai

Pancasila

dan/atau prinsip-prinsip hukum

umum

yang

diakui

oleh

makmur.

Prinsip

Negara

yang

atas

hukum,

selain

masyarakat bangsa-bangsa

berdasarkan

Rancangan

sudah

membawa pengertian bahwa hukum

mengakui adanya hukum yang hidup

membatasi secara tegas dan jelas mana

dalam masyarakat banyak tersebar dan

kekuasaan yang terbilang kewenangan

tidak

secara

dan mana yang dibilang kesewenang-

tertulis banyak terkandung nilai-nilai

wenangan, juga bermakna hanya pada

Pancasila bahkan ditambah dengan

Negara yang berdasarkan pada hukum

sesuai prinsip-prinsip hukum umum

ada

yang diakui oleh masyarakat bangsaa-

kemanusiaan,

bangsa

Kelembagaan

(selalu)

KUHP

dirumuskan

Nilai-nilai

hak-hak
terwujudnya

Negara

yang

terkandung

demokratis, ada suatu sistem hukum

pada Pancasila yang dimaksud adalah

yang tertib dan ada suatu kekuasaan

lima sila yang pada hakikatnya berisi

kehakiman yang bebas.

lima nilai dasar yang fundamental.

Indonesia

Nilai-nilai

dasar

yang

perlindungan

negara

pancasila

hukum seperti yang ditegaskan dalam

tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang

pasal 1 (3) UUD NRI 1945 dengan

Maha Esa, Nilai Kemanusiaan Yang

berbagai keragaman peraturan yang

Adil dan Beradab, nilai Persatuan

ada harus berlandaskan pada nilai-

Indonesia,

nilai

nilai

dari

sebagai

Kerakyatan

yang

Pancasila.

Sebagai negara

dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

hukum yang berazaskan nilai-nilai

dalan

Pancasila

permusyawaratan/perwakilan,

menurut

Bernard

Arief

dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh

Sidharta yang ditulis dalam bukunya

rakyat indonesia.

Teguh Prasetyo mempunyai tiga ciri

Sebagai negara hukum maka

utama yaitu :

negara Indonesia juga mempunyai

pertama,

tujuan. Adapun tujuan negara adalah :

Pancasila didalamnya semua

mewujudkan masyarakat adil dan

penggunaan kekuasaan harus

negara

hukum

selalu ada landasan hukumnya

pengkajian kritis oleh badan

dan dalam kerangka batas-

perwakilan

batas yang ditetapkan oleh

masyarakat berkenaan dengan

hukum,

kebijakan

afortiory

untuk

rakyat

dan

dan

tindakan-

penggunaan kekuasaan publik.

tindakannya.

Jadi

Ketiga,

negara

hukum

dikehendaki adalah pemerintah

Pancasila

adalah

organisasi

berdasarkan dengan dan oleh

seluruh rakyat yang menata

hukum (rule by law and rule of

diri

law).

dalam kebersamaan berikhtiar,

pemerintahan

Kedua,

yang

negara

secara

rasional

untuk

hukum

dalam kerangka dan melalui

Pancasila itu adalah negara

tatanan kaidah hukum berlaku,

yang demokratis yang dalam

mewujudkan

keseluruhan

kegiatan

lahir batin bagi seluruh rakyat

menegaranya selalu terbuka

dengan selalu mengacu pada

bagi pengkajian rasional oleh

nilai-nilai martabat manusia

semua pihak dalam kerangka

dan keTuhanan Yang maha

tata nilai dan tatanan hukum

Esa2

kesejahteraan

yang berlaku, selain itu badan
kehakiman

menjalankan

Jadi negara hukum Pancasila

kewenangannya secara bebas

adalah

dan

birokrasi

hukum yang demokrasi, mengakui

lain

tunduk

pemerintahan

berdasarkan

kepada

putusan

kekuasaan kehakiman yang bebas dan

badan kehakiman serta warga

bersama rakyat berikhtiar melalui

masyarakat dapat mengajukan

kaidah

tindakan

pada

tetap

mewujudkan

birokrasi

pemerintahan ke pengadilan.
Pemerintah

hukum

terbuka

bagi

Teguh Prasetyo dan Ari
Purnomosidi, Membangun Hukum
berdasarkan Pancasila, Nusa Media,
Bandung, 2014, hlm, 59.
2

kesejahteraan yang bermartabat dan
Dari pendapat tersebut maka

berkeTuhanan Yang Maha Esa.
Hukum Pidana sebagai bagian

hukum pidana sebagai hukum pidana

dari hukum yang berlaku di negara

materiil mengatur mengenai perbuatan

Republik Indonesia adalah aturan

yang

yang mengatur mengenai ;

ancaman pidananya dan menentukan

1. menentukan

perbuatan-

dilarang

tentang

dengan

disertai

pertanggungjawaban

perbuatan mana yang tidak

pidananya. Sebagai hukum pidana

boleh

yang

formal maka hukum pidana mengatur

disertai

tentang bagaimana tatacara penegak

ancaman atau sanksi yang

hukum dalam melaksanakan tugasnya

berupa pidana tertentu bagi

dalam

barangsiapa

materiil.

dilakukan,

dilarang,

dengan

melanggar

larangan tersebut,

menegakan

hukum

pidana

Penegak hukum yang

mulai

2. menentukan kapan dan dalam

dari aparat kepolisian hingga sampai

hal - hal apa kepada mereka

ke pengadilan dalam melaksanakan

yang

melanggar

tugasnya untuk menegakan hukum

larangan-larangan itu dapat

pidana materiil dengan mendasarkan

dikenakan atau dijatuhi pidana

pada nilai-nilai luhur yang ada di

sebagaimana

dalam sila-sila Pancasila sehingga

telah

yang

telah

diancamkan,
3. menentukan

akan
dengan

cara

tercapai

keadilan

bermartabat.

bagaimana pengenaan pidana
itu dapat dilaksanakan apabila

2. Rumusan Masalah

ada orang yang disangka telah

Bagaimanakah penegakan hukum

melanggar larangan tersebut.3

dalam sistem peradilan pidana di
Indonesia yang berlandaskan

3

Moeljatno, Op.Cit, hlm. 1

Pancasila ?

yang

tahap

kebijakan

yudikatif.

3. Konsepsi Teori

ketiga tahap eksekusi yaitu

a. Penegakan Hukum Pidana

tahap

Apabila berbicara mengenai
penegakan

hukum

pidana

pelaksanaan

hukum

pidana secara konkrit oleh

maka

aparat-aparat pelaksana hukum

pandangan kita akan tertuju kepada

pidana. Tahap ini dapat disebut

badan

pembuat

tahap kebijakan eksekutif atau

maupun

aparat

undang-undang
penegak

administrative.4

hukum.

Seperti pendapat pendapat dari Teguh
Prasetyo yang menyatakan bahwa

Pendapat

Penegakan hukum adalah
apabila

dilihat

proses

sejalan

dengan

pendapat dari Bagir Manan
dari

kebijakan

penegakan

tersebut

hukum

hakekatnya

suatu
maka

yang menyatakan bahwa
1. Penegakan

pada

hukum

hampir

selalu hanya dikaitkan dengan

merupakan

proses

peradilan.

Bahkan

penegakan kebijakan melalui

kadang

kadang

dengan

beberapa

pengadilan. Penegakan hukum

tahap.

Pertama,

Tahap formulasi, yaitu tahap

tidak

penegakan hukum in abstracto

rangkaian

oleh badan pembuat undang-

Penegakan hukum dilakukan

undang. Tahap ini dapat pula

juga

disebut

administrasi

tahap

legislative.

hanya

terjadi

proses

oleh

dalam

peradilan.

badan-badan
negara

seperti

Kedua tahap aplikasi yaitu

keimigrasian dan bea cukai.

tahap penerapan hukum pidana

Dalam dunia ilmu pengetahuan

oleh

dikenal pula badan peradilan

aparat-aparat

penegak

hukum mulai dari kepolisian
sampai ke pengadilan. Tahap
kedua ini dapat pula disebut

Teguh Prasetyo Kriminalisasi
Dalam Hukum Pidana, Nusamedia,
Bandung, 2011, hlm. 111
4

semu (quasi administratieve

undang dan menentukan norma-norma

rechtspraak)

yang

seperti

badan

berupa

perintah

maupun

penyelesaian sengketa pajak

larangan.

(sekarang menjadi lingkungan

dibuat oleh badan legislative inilah

peradilan murni yaitu peradilan

yang

pajak.

tidaknya nilai-nilai keadilan yang

2. Penegakan hukum tidak hanya
mengenai

“manusianya”

Undang-undanng

dapat

yang

mencerminkan

ada

dikehendaki oleh azas Pancasila yaitu
keadilan

yang

beradab

atau

(polisi, Jaksa, Hakim). Sebagai

bermartabat. Penegakan hukum pidana

system

juga

penegakan

menyangkut

hukum
bderbagai

dilakukan

yudikatif.yaitu

oleh

badan

penerapan

hukum

a.

pidana yang berupa undang-undang

penegakan

oleh aparat penegak hukum baik mulai

Sumber

dari tingkat kepolisian sampai ke

daya/penegak hukum; c. Tata

pengadilan. Mereka adalah penegak

cara (mekanisme) penegakan

keadilan yang konkrit. Dan yang

hukum;

terakhir

subsistem,

yaitu

Kelembagaan
hukum;

:

b.

d.

Prasarana

dan

sarana penegakan hukum.5

adalah

berkaitan

dengan

sarana dan prasarana yang mendukung
kebijakan untuk penegakan hukum

Penegakan

hukum

hukum

pidana.

Tanpa

ada

sarana

dan

pidana sendiri kalau kita simpulkan

prasarana yang memadai terutama

dari pendapat di atas maka penegakan

sumber

hukum pidana dimulai dari badan

berkualitas mustahil hukum pidana

legislative yaitu badan pembentuk

dapat ditegakan.

daya

manusianya

yang

undang-undang yang membuat undang
b. Sistem Peradilan Pidana (Criminal
Bagir Manan, Sistem Peradilan
Berwibawa (Suatu Pencarian), FH UII
Press, Yogyakarta, 2005, hlm. 14
5

Justice System)

Penegakan hukum pidana tidak
terlepas dari system peradilan pidana.

struktur hukum dan subsistem budaya
hukum.”7

Birokrasi

Sistem peradilan pidana adalah “

system dalam suatu masyarakat untuk

bekerjanya

menanggulangi

sentuh

kejahatan,

dengan

dikaitkan

hukum

yang

dengan

memiliki

titik

bersesuaian,

artinya

harus

mampu

tujuan mencegah masyarakat menjadi

birokrasi

korban

menyelesaikan

mengakomodasi sistem hukum, itulah

kasus kejahatan yang terjadi sehingga

sebabnya Philippe Nonet dan Philip

masyarakat puas bahwa keadilan telah

Selznick

ditegakan dan yang bersalah dipidana

adanya 3 (tiga) tipe birokrasi sebagai

dan

yang

“suatu bentuk kesinambungan yang

pernah melakukan kejahatan tidak

bersifat evolutif, yaitu pra-birokratik

mengulangi lagi kejahatannya” 6

(prebureaucratic),

kejahatan,

mengusahakan

“Penegakan

mereka

hukum

pidana

mengintroduksi

(bureaucratic)

dan

tentang

birokratik
post-birokratik

oleh lembaga peradilan sama dengan

(postbureaucratic) sebagai perwujudan

penegakan hukum pada umumnya

perkembangan tipe hukum dari hukum

yakni merupakan suatu sistem. Sistem

represif, otonomos dan responsif.”8

tersebut

berkaitan

dengan

sistem

“Penegakan

hukum

pidana

hukum yang

tidak terlepas dari konteks organisasi

dikemukakan oleh Friedman meliputi

yang

subsistem substansi hukum, subsistem

mempermasalahkan

dalam

laku

orang-orang,
7

Mardjono Reksodipuro,
Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana
Kumpulan Karangan Buku Kedua, Pusat
Pelayanan Keadilan dan Pengabdian
Hukum , Lembaga Kriminologi Universitas
Indonesia, Jakarta, 1997, hlm. 12-13
6

hal

ini

orang,

tingkah

membicarakan

Lawrence M. Friedman, 1975. The
Legal System, A Social Science Perspective,
Russell Sage Faundation, New York ,hlm. 1415.
8
Philippe, Nonet & Philip, Selznick.
Hukum
Responsif.Penerjemah
Raisul
Muttaqien. Penerbit Nusamedia, Bandung,
2008. hlm.27.

fasilitas

serta juga

kultur

suatu

membicarakan

organisasi.

Sebagai

hukum bersifat progresif “11 yaitu

menegakkan hukum pidana dalam

organisasi birokratis lembaga penegak

rangka

hukum akan selalu berusaha mencari

kesejahteraan dan kepentingan rakyat.

jalan sebaik-baiknya agar pekerjaan

Supremacy

lembaga bisa dilaksanakan secara

diterjemahkan

seksama.”9

lembaga

undang-undang, melainkan supremacy

suatu

of justice. Cara kerja seperti itu sejalan

jalannya

dengan tuntutan cara kerja aparat

Untuk

itu

didorong

mengembangkan

kebijakan

mengamankan

mewujudkan

organisasi, yang oleh Chambliss dan

peradilan

Seidman

Undang

dirumuskan

sebagai

of

yang

keadilan,

law

sebagai

bukan
supremasi

diamanatkan

oleh

“maximizing rewards and minimizing

-Undang Nomor 48 Tahun 2009

strains on the organization”.10

tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal

Penegakan hukum pidana tidak

5 ayat (1) bahwa hakim wajib

dapat dilakukan secara total sebab

menggali, mengikuti, dan memahami

para penegak hukum dibatasi secara

nilai-nilai hukum dan rasa keadilan

ketat oleh aturan hukum acara pidana

yang hidup dalam masyarakat. Cara

dan

kerja

hukum

“Penegakan

pidana

substantif.

hukum

pidana

membutuhkan kinerja aparat penegak

seperti

itu

merupakan

perwujudan birokrasi peradilan pidana
berbasis

pelayanan

publik

yang

diwujudkan dalam bentuk pelayanan
prima dan pelayanan sepenuh hati.
Menurut pendapat Ramington
9

Satjipto Rahardjo, 2009. Penegakan

dan Ohlin dalam bukunya Romli

Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta
Publishing, Yogyakarta. hlm.15.
10

Satjipto

Rahardjo,

11

TT.

Masalah

Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis.
BPHN. Jakarta. hlm. 22

Yudi
Kristiana,
Rekonstruksi
Birokrasi Kejaksaan Dengan Pendekatan
Hukum Progresif (Studi Penyelidikan,
Penyidikan dan Penuntutan Tindak Pidana
Korupsi). Disertasi PDIH Undip Semarang.
2005. hlm. xiii

Atmasasmita
penegakan

menyatakan
hukum

atau

bahwa
criminal

juctice system adalah sebagai berikut

pidana

yang

KUHAP

Undang Undang No 8 Tahun 1981
merupakan

“sistem

terpadu”

Criminal justice sytem dapat

(integrated criminal justice system).

diartikan sebagai pemakaian

Sistem terpadu tersebut diletakan di

pendekatan

terhadap

atas landasan prinsip “diferensiasi

administrasi

fungsional” di antara aparat penegak

peradilan pidana, dan peradilan

hukum sesuai dengan “tahap proses

pidana sebagai suatu sistem

kewenangan” yang diberikan undang-

merupakan

undang

sistem

mekanisme

hasil

interaksi

masing-masing.”13

kepada

antara peraturan perundang-

Dengan adanya sistem yang terpadu

undangan, praktik administrasi

maka sukses tidaknya suatu perkara

dan sikap atau tingkah laku

pidana dan mengandung nilai keadilan

sosial. Pengertian sistem itu

bagi para pihak dimulai dari tingkat

sendiri mengandung implikasi

penyidikan

di

suatu proses interaksi yang

penuntutan

serta

dipersiapkan secara rasional

pengadilan. Semua itu merupakan

dan dengan cara efisien untuk

suatu

memberikan

terpisahkan

hasil

dengan

tertentu
segala

keterbatasannya.12

M. Yahya Harahap sendiri
berpendapat bahwa “sistem peradilan
Romli Atmasasmita, Sistem
Peradilan Pidana Kontemporer, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup, 2010, hlm.
2

kepolisian

rangkaian
sesuai

putusan

yang
tugas

dan
di

tidak
dan

kewenangannya masing-masing.
c. Sistem Pemidanaan .
Seperti

12

digariskan

yang

dikemukakan

oleh Hulsman yang dikutip oleh Barda
Nawawi Arief, bahwa :

M. Yahya Harahap, Pembahasan
Permasalahan Dan Penerapan KUHAP
Penyidikan Dan Penuntutan, Sinar
Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 90
13

“Sistem pemidanaan (the sentencing

pemidanaan

system) adalah aturan perundang-

pemikiran :

undangan yang berhubungan dengan

didasarkan

pada

-Sistem hukum merupakan satu

sanksi pidana dan pemidanaan (the

kesatuan

statutory

bertujuan (purposive system)

rules

relating

to

penal

sanctions and punishment)”14

alat/sarana untuk mencapai

atas dapat diartikan bahwa Sistem

tujuan;

Pemidanaan adalah semua peraturan

-“tujuan

mengatur

yang

dan pidana hanya merupakan

Sesuai dengan pernyataan di

yang

sistem

pidana

merupakan

tentang

masalah

bagian integral (sub-sistem)
dari

keseluruhan

sistem

kebijakan

sanksi

pidana

terhadap

perbuatan

yang

dianggap

sebagai

pemidanaan (sistem hukum

kejahatan atau pelanggaran. Selain itu,

pidana) disamping sub-sistem

sistem pemidanaan tidak bisa lepas

lainnya,

dari pemidanaan itu sendiri sebagai

“tindak pidana”, “pertang-

wujud dari sanksi pidana yang berupa

gungjawaban

pemberian atau penjatuhan pidana.

(kesalahan)”, dan “pidana”

Pemidanaan

mempunyai

yaitu

sub-sistem

pidana

-Perumusan

tujuan

dan

pedoman serta tujuan tersendiri dan

pedoman

Barda Nawawi Arief menyatakan

dimaksudkan sebagai fungsi

bahwa

pengendali/control/pengarah

pedoman

dan

tujuan

pemidanaan

dan sekaligus memberikan
14

Barda Nawawi A rief,
Perkembangan Sistem Pemidanaan di
Indonesia, cetakan ke-II, Semarang :
Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
2009, hlm. 1

dasar/landasan
rasionalitas,

filosofis,

motivasi,

dan

justifikasi pemidanaan;
-Dilihat

secara

fungsional/opersional,

sistem

pemidanaan merupakan suuatu

rangkaian proses melalui tahap

dalam rangka menegakkan hukum

“formulasi”

(kebijakan

pidana materiil, sedangkan formulasi

“aplikasi”

hukum pelaksanaan pidana diperlukan

legislatif),

tahap

(kebijakan judicial /judikatif),

untuk mencapai tujuan dari pidana.

dan

“eksekusi”

Reformulasi hukum pidana materiil,

administrative/

hukum pidana formil dan hukum

eksekutif); oleh karena itu agar

pelaksanaan pidana yang berasaskan

ada

Pancasila

tahap

(kebijakan

keterjalinan

dan

keterpaduan

antara

ketiga

tahap

sebagai

suatu

itu

kesatuan sistem pemidanaan,

diperlukan

guna

membangun sistem hukum nasional
Indonesia

yang

berlandaskan

Ketuhanan.

diperlukan perumusan tujuan
dan pedoman pemidanaan.15

4. Hasil Dan Analisis
Proses

penegakan

hukum

Berdasarkan pada pemikiran

pidana dapat berjalan efektif apabila

yang terakhir, sistem pemidanaan

ada hubungan keharmonisan yang

merupakan suatu keterpaduan antara

dimulai

formulasi,

penyidikan

aplikasi

dan

eksekusi.

dari

proses

di

penyelidikan/

tingkat

kepolisian,

Formulasi tidak hanya terbatas pada

kejaksaan /penuntut umum sampai

hukum pidana materiil, namun juga

proses

termasuk hukum pidana formil dan

dengan pemberian vonis oleh hakim.

hukum pelaksanaan pidana. Formulasi

pembuat undang-undang dalam hal ini

hukum

adalah

pidana

formil

dibutuhkan

pengadilan dan berakhir

legislative

membuat
15

Barda Nawawi Arief, Tujuan dan
Pedoman Pemidanaan, Semarang : Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, 2009,
hlm. 3

harus

peraturan

dilaksanakan

di

yang

lapangan.

mampu
dapat
Para

penegak hukum dalam menjalankan
tugasnya harus mampu bekerja secara
professional

sehingga

dapat

mewujudkan rasa keadilan bagi para

dimiliki oleh Polri dalam hal ini

pihak baik bagi pelaku maupun bagi

penyidik harus dilaksanakan dengan

korban tindak pidana.

penuh kehati-hatian. Penangkapan dan

Berikut ini penulis urai satu per satu

penahanan

aparat

penegak

melaksanakan
dalam

sistem

yang

dilakukan

oleh

hukum

dalam

penyidik mengandung resiko besar

penegakan

hukum

karena berkaitan langsung dengan

peradilan

pidana

perampasan hak asasi manusia yang

berazaskan Pancasila.

dapat

a.Tingkat Kepolisian

bukan orang yang diduga melakukan

dikatakan

apabila

ternyata

Kedudukan kepolisian dalam

tindak pidana maka akan terjadi

proses peradilan pidana adalah sebagai

pelanggaran hak asasi manusia dan ini

awal

diduga

juga akan bertentangan dengan sila

terjadinya suatu tindak pidana. Polisi

kemanusiaan yang adil dan beradab.

mempunyai kewenangan yang diatur

Walaupun

dalam KUHAP untuk menentukan

penangkapan

suatu peristiwa yang terjadi diduga

penahanan maka asas praduga tidak

suatu tindak pidana atau bukan.

bersalah (ppresumption of innocence)

Apabila

penyidik

tetap harus dipegang karena nilai

menentukan bahwa sesorang diduga

kemanusiaan yang adil dan beradab

melakukan tindak pidana maka polisi

berlaku bagi tersangka.

dilakukannya

polisi

proses

selaku

misalnya
dan

dilakukan
kemudian

mempunyai

kewenangan

untuk

Tidakan kepolisian pertama

melakukan

penyidikan

dan

kali yang dilakukan adalah melakukan

menggunakan alat paksa yang berupa

penyelidikan. Penye lidikan dapat

penangkapan,

penahanan,

dilakukan

pemasukan

terendah sampai tinggi. Penyelidikan

rumah, penyitaan dan pemeriksaan

menurut pasal 1 butir 5 KUHAP

surat sebagaimana terdapat pada bab

adalah

V

penyelidik

penggeledahan

KUHAP.

badan,

Kewenangan

yang

oleh

POLRI

“serangkaian

untuk

pangkat

tindakan

mencari

dan

menemukan suatu peristiwa

yang

No 2 Tahun 2002

pasal 16 ayat 2

diduga sebagai tindak pidana guna

penyelidik/penyidik

diberikan

menentukan

tidaknya

kewenangan yaitu dapat melakukan

diulakukan penyidikan menurut cara

tindakan lain jika memenuhi syarat

yang diatur dalam Undang-Undang.”

sebagai berikut:

dapat

atau

POLRI yang berpangkat serendah

a. tidak bertentangan dengan

rendahnya Brigadir polisi Satu dapat

suatu aturan hukum;

diangkat sebagai penyidik. Penyidikan

b. selaras dengan kewajiban

adalah “serangkaian tindakan penyidik

hukum

dalam hal dan menurut cara yang

tindakan tersebut dilakukan;

diatur dalam undang-undang ini untuk

c. harus patut,masuk akal, dan

mencari serta mengumpulkan bukti

termasuk

yang dengan bukti itu membuat terang

jabatannya;

tentang tindak pidana yang terjadi

d. pertimbangan yang layak

guna

berdasarkan

menemukan

tersangkanya.”

(pasal 1 butir 2 KUHAP).
Jadi

penyelidikan

penyidikan.

penyelidikan

belum

mengharuskan

dalam

lingkungan

keadaan

yang

memaksa; dan
adalah

e.

tindakan yang dilakukan sebelum
dilakukan

yang

menghormati

hak

asasi

manusia.

Di

tingkat

Tindakan lain ini adalah lazim disebut

tentu

terjadi

dengan

tindakan

diskresi.

Ada

peristiwa pidana. Berbeda dengan

beberapa

penyidikan dimana penyidikan dapat

pengertian dari diskresi. Kuntjoro

dilakukan tanpa ada penyelidikan asal

Purbopranoto mengatakan bahwa ;

berdasarkan bukti permulaan yang

“diskresi adalah cara bertindak alat

cukup sudah membuat terang adanya

pemerintahanyang harus berdasarkan

tindak pidana.

kebijaksanaan pada umumnya atau

Berdasarkan Undang Undang
Kepolisian yang tercantum dalam UU

pendapat

denganmengingat

asas

mengenai

freies

Ermessen.”16 Udin dan Rusmaniah

yang tinggi maka kewenangan untuk

menyebutkan bahwa diskresi adalah

misalnya memutuskan suatu perkara

“kebebasan atau keleluasaan bagi alat

tidak dilanjutkan atau tidak ke tingkat

pemerintah

selanjutnya akan menjadi tindakan

untuk

mempergunakan

kewenangannya
menghadapi
konkrit.

bertindak

suatu

Alat

mengambil

keadaan

yang

pemerintah

keputusan

harus

berdasarkan

sewenang-wenang.
POLRI
maupun

selaku

penyidik

penyelidik

dalam

rangka

melakukan penegakan hukum harus

inisiatifnya sendiri dalam hal konkrit,

mempunyai

apakah

tidak

yang manusiawi tanpa mengorbankan

yang

ketentuan hukum dalam rangka untuk

ia

bertindak,

bertindak
dan

atau

apakah

diharapkan dari tindakannya itu.” 17

Tindakan
merupakan
diberikan
penyelidik/
penilaiannya

melindungi

pedoman

harkat

pelaksanaan

dan

martabat

diskresi

yang

manusia sesuai dengan Pancasila.

kewenangan

yang

Seperti yang diuraikan oleh Roeslan

selaku

Saleh dalam bukunya M. Yahya

kepada

polisi

penyidik
sendiri

berdasarkan
dilakukan

semata-mata demi kepentingan umum.

Harahap

menyimpulkan

tentang

petunjuk pelaksanaan dalam rangka
penegakan hukum antara lain :

Tepat tidaknya penilaian tergantung

1. Perlakuan cara adil dan tepat

moralitas yang didasari nilai-nilai

(due process)

luhur Pancasila. Tanpa ada moralitas

Bagaimana

mereka

yang

melakukan perbuatan pidana
Kuntjoro Purbopranoto,
Beberapa Catatan Hukum Tata
Pemerintahan, Bina Aksara, Jakarta,
1978. hlm.. 44
16

Udin Dan Rusmaniah, Hak hak
asasi Manusia Dalam Pembangunan
Hukum, Fak hukum Universitas airlangga,
Surabaya,1987, hlm. 64
17

itu

diperlakukan

dalam

penerapan hukum pidana, dia
benar-benar

diperlakukan,

sehingga

tersangka/terdakwa

“merasa”

dia

diperlakukan

secara adil dan tepat. Apabila

telah

merasa

diperlakukan

tersangka.

Seolah-olah

dia

dengan cara adil dan tepat

dihukum sebelum diadili.

maka hukuman pidana yang

3. Hasil penyelidikan jangan

ditimpakan

dipublikasi

kepadanya

sekalipun

hukuman

itu

memang

tidak

disukainya

namun

tersangka/terdakwa

Terutama selama masih dalam
proses

pemeriksaan

penyidikan,

janganlah

hasil

akan merasakan hukuman itu

pemeriksaan dipublikasi dalam

sebagai reaksi wajar dan adil

mass media, surat kabar atau

atas kejahatan dan kesalahan

majalah.

Bukankah

selama

yang dilakukannya.

masih

dalam

tingkat

2. Penjelasan yang terang atas

pemeriksaan penyidikan belum

tindakan yang dikenakan.

jelas kejahatan dan kesalahan

Setiap

penangkapan

dan

apa yang akan dituduhkan

penahanan harus dengan jelas

kepadanya ? apalagi jika pihak

disebutkan kepada tersangka,

pers yang mempublikasikan

dan cara penangkapan atau

terlampau

penahanan

memerinciberita

jangan

sampai

jauh
acara

dilakukan dengan cara cara

pemeriksaan

tindakan yang “demonstrative

dengan

dan

dipertontonkan”

kesimpulan

sedemikian

rupa

sehingga

Pelanggaran atas asas praduga

seluruh kampong dan tetangga

tak bersalah yang benar-benar

berebut

Cara

sangat

yang

martabat

menyaksikan.

penangkapan

,

kemudian

berani

mengambil

merendahkan

sendiri.

harkat
seorang

didemonstrasikan benar-benar

tersangka/terdakwa

menghancurkan

4. Hindari cara perlakuan yang

harkat,

martabat dan harga diri si

kasar

Untuk

itu

aparat

hukum

sepenuhnya

sepenuhnya
perhatian
yang

penegak

mencurahkan
dengan

cara-cara

“bersahabat”

tersangka/terdakwa
perelakuan
lembut”

dengan

fdengan

yang
tanpa

“lemah

mengurangi

mengutarakan

dan

mengemukakan apa-apa yang
dianggapnya

benar

sesuai

dengan relevansi pemeriksaan
6.

Mengenal

lebih

dalam

perihidup tersangka/terdakwa
Cara perlakuan perlindungan
harkat

martabat

selanjutnya

ketegasan dalam pemeriksaan.

agar sedapat mungkin sebelum

Ciptakan persaudaraan yang

pemeriksaan

lemah lembut dalam suatu

petugas pemeriksa sebaiknya

keseimbangan

lebih dulu memahami

ketegasan

dengan

yang

seperlunya,

dimulai,

para

dan

berusaha mengenal lebih dalam

dalam suatu acuan hak dan

perihidup

dan

perilaku

martabatnya tetap dilindungi,

terdakwa

dalam

lingkungan

namun

masyarakat

hukum

harus

tetap

dan

dalam

ditegakkan sehingga tercipta

kehidupan sehari-hari. Dengan

suasana

cara ini para pemeriksa dapat

dalam

tingkat

pemeriksaaan,

si

tersamngka/terdakwa
merasakan
hukum

bahwa

diri

dengan

tetap

tindakan-tindakan yang tepat

penegak

dalam pemeriksaan dan dalam

dihadapinya

penilaian

adalah manusia seperti dia

dilanggar

juga.

tersangka/terdakwa. Pehaman

5.

yang

mempersiapkan

Beri

kesempatan

perbuatan

oleh

dan pengenalan perilaku dan

mengutarakan pendapat

perikehidupan

Berikan kesempatan yang luas

dijadikan

kepada

pemeriksaan

tersangka/terdakwa

yang

tersangka

sebagai
yang

landasan
lebih

manusiawi

tanpa

mengorbankan

realitas

penuntutan

dan

dan

melaksanakan

objektivitas.18

penetapan hakim.

b. Tingkat Penuntutan

Apabila kita melihat

“Penuntut umum adalah jaksa

pengertian jaksa /penuntut

umum

yang diberi wewenang oleh undang-

maka

adalah

undang

melakukan penuntutan, melaksanakan

ini

untuk

melakukan

kewenangannya

penuntutan dan melaksanakan putusan

putusan

hakim.” (pasal 13 KUHAP). menurut

memperoleh kekuatan hukum yang

pasal 1 butir 6 KUHAP menyatakan

tetap dan melaksanakan penetapan

bahwa :

hakim. Melaksanakan putusan yang

pengadilan

berkekuatan hukum yang tetap yaitu

yang diberi wewenang

putusan akhir terhadap suatu perkara

oleh undang-undang ini

pidana baik di tingkat pengadilan

untuk bertindak sebagai

negeri maupun sampai tingkat kasasi

penuntut umum serta

di Mahkamah Agung. Melaksanakan

melaksanakan putusan

penetapan hakim seperti misalnya

pengadilan yang telah

mengeluarkan

memperoleh

penahanan,

kekuatan

jaksa

yang

wewenang

penetapan

dari
penjualan

diberi

yang mudah rusak dan sebagainya.
1. Prapenuntutan

oleh

Penyidik setelah melakukan

ini

proses pemeriksaan dan menganggap

melakukan

sudah selesai maka selanjutnya adalah

undang-undang
untuk

terdakwa

pelelangan barang bukti benda sitaan

b. Penuntut umum adalah

penyerahan
75

telah

a. Jaksa adalah pejabat

hukum tetap.

18

yang

M. yahya Harahap, Op.Cit, h.73-

perkara

ke

tersangka

dan

berkas

jaksa/penuntut

umum.

Penyerahan

yang

dilakukan

oleh

2.

Pemberitahuan

penghentian

penyidik akan diteliti dahulu apakah

penyidikan (pasal 109 ayat 2 KUHAP)

ada berkas yang kurang lengkap dan

3. Perpanjangan penahanan (pasal 24

apabila kurang lengkap maka dalam

ayat 2 KUHAP)”

jangka waktu 7 hari penyidik harus
melengkapi

Tugas kepolisian dan penuntut

berkas yang kurang lengkap disertai

umum adalah saling berhubungan,

petunjuk dari penuntut umum. Berkas

maka

yang dikembalikan ke penuntut umum

kerjasama

akan ditunggu selama 14 hari dan

lembaga

apabila

diberitahukan

setelah

dikembalikan
maka

untuk

penyidikan

dianggap

tidak

Sebaliknya

apabila

diperlukan

yang

adanya

harmonis.

saling

Kedua

koordinasi

dan

hari

belum

kerjasama dengan dilandasi tanggung

penuntut

umum

jawab moral. Kekuasaan yang ada di

dan

tangan kepolisian harus menunjang

bukti.

tugas penuntut umum, artinya tidak

14

ke

mutlak

dihentikan
cukup
dalam

jangka

sekehendak

hati

menggunakan

waktu 14 hari berkas perkara yang

kekuasaan

sudah diserahkan ke penuntut umum

sekehendak

tidak dikembalikan ke penyidik maka

kekuasaan tersebut. Sebaliknya antara

dianggap penyidikan telah selesai

kedua lembaga itu seloalu diadakan

(Pasal 110 KUHAP).

konsultasi

Hal-hal yang pokok berkaitan dengan

masing mengambil inisiatif positif

hubungan

saling bertemu untuk memecahkan

antara

penyidik

dan

persoalan

penuntut umum adalah
“1.

Pemberitahuan

tindakan

dimulainya

penyidikan

oleh

tersebut
hati

artinya

tidak

menggunakan

timbal

balik.

yang

Masing-

rumit

dalam

menangani suatu perkara.
Prapenuntutan

penyidik kepada penuntut umum

menempatkan

(pasal 109 ayat 1 KUHAP)

Kepolisian,

tidak

Kejaksaan
dan

berarti
di

atas

sebaliknya

pula

wewenang Kepolisian tidak berarti di

atas

Kejaksaan.

Kejaksaan

Kepolisian

adalah

merupakan

dan

b. Asas oportunitas (opportuni-

sama-sama

mitra

teitsbeginsel)

sejajar.

asas oportunitas adalah asas

Prapenuntutan pada hakekatnya suatu

yang

tuntutan

jalur

wewenang kepada penuntut

dan

umum untuk tidak melakukan

Kejaksaan saling menghargai, saling

penuntutan terhadap seseorang

bertenggang rasa akan tugas dan

yang

tanggung

hukum pidana dengan jalan

moral,

komunikasi,

atau

agar

suatu

Kepolisian

jawab

masing-masing

yang

melanggar

dengan tetap menjunjung tinggi nilai

mengesampingkan

kemanusiaan . hal ini apabila kita

yang

kaitkan

pembuktiannya

dengan

Pancasila

adalah

memberikan

peraturan

perkara

sudah

terang
untuk

kepentingan umum.19

merupakan cerminan dari sila ke dua
Pancasila yaitu kemanusiaan yang adil
dan beradab.

asas legalitas yang ada dalam

Penuntut

umum

dalam

melakukan penuntutan dikenal 2 asas

hukum

acara

pengertiannya

pidana
dengan

berbeda
asas

asas

yaitu :
a.

Asas

legalitas

(legaliteits-

beginsel)
asas

yang

penuntut

umum

melakukan
terhadap

mewajibkan
untuk

penuntutan
sesorang

yang

melanggar peraturan hukum
pidana. Asas ini merupakan
penjelmaan dari asas equality
before the law.

Hari Sasangka, Lily Rosita, August
hadiwijono, penyidikan, Penahanan,
Penuntutan Dan Praperadilan, DEharma
Surya Berlian, Surabaya, 1996, hlm. 109
19

legalitas yang ada pada hukum pidana.

yang

Asas

KUHAP

Pelaksanaan KUHAP (halaman 88-89)

menunjukkan adanya suatu kewajiban

adalah didasarkan u7ntuk kepentingan

untuk jaksa penuntut umum untuk

negara dan masyarakat dan bukan

melakukan penuntutan. Asas legalitas

untuk kepentingan pribadi.

di atas bertolak belakang dengan asas

Selanjutnya

legalitas

dalam

diatur

dalam

Pedoman

tugas

dan

oportunitas. asas oportunitas justru

kewenangan penuntut umum untuk

dapat tidak melakukan penuntutan

melakukan

walaupun

terbukti

membuat

apabila

dakwaan adalah sebagai dasar untuk

melakukan

seseorang
tindak

kepentingan

pidana

umum

penuntutan
surat

dengan

dakwaan.

Surat

menghendaki.

hakim

dalam

asumsinya adalah penuntut umum

pidana

dan

adalah wakil dari masyarakat untuk

dakwaan mempunyai

melakukan penuntutan tetapi apabila

dalam usaha melakukan pembelaan.

masyarakat yang diwakilinya tidak

Hakim dalam melakukan pembuktian

menghendaki dilanjutkannya perkara

di persidangan dalam batas-batas yang

pidana tersebut maka penuntut umum

ada dalam surat dakwaan.

akan memenuhi kehendak masyarakat.
Asas

oportunitas

dalam

KUHAP diatur dalam penjuelasan
pasal 77 yang menyatakan bahwa
“yang dimaksud dengan penghentian

penuntutan
penyampingan

tidak

termasuk

perkara

kepentingan umum

untuk

yang menjadi

wewenang Jaksa Agung”

Kriteria

untuk

kepentingan

umum untuk asas oportunitas seperti

memeriksa
bagi

perkara

terdakwa
arti

surat

penting