– Web Direktorat Kemahasiswaan
KINERJA PEGAWAI
Kata performance dalam bahasa inggris diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
sering berbeda, sampai sekarang belum dibakukan. Ada yang menerjemahkan
sebagai : unjuk kerja, kinerja, hasil karya, karya, pelaksanaan kerja, hasil
pelaksanaan kerja.
Ilyas (1999:65) menerjemahkan performance menjadi unjuk kerja, sedangkan
Wahyudi (1996:34) menerjemahkan menjadi prestasi kerja. Menurut The ScribnerBantam English Dictionary, terbitan Amerika dan Canada tahun 1979, (dalam
Prawirosentono, 1991:1) kinerja berasal dari akar kata “to form” yang mempunyai
beberapa “entries” berikut :
1) To do carry out; execute (melakukan, menjalankan, melaksanakan).
2) To dischange or fulfil; as a vow (memenuhi atau menjalankan kewajiban suatu
nazar).
3) To portray, as a character in a play (menggambarkan suatu karakter dalam suatu
permainan).
4) To render by voice or a musical instrument (menggambarkan dengan suatu atau
alat musik).
5) To execute or complete an undertaking (melaksanakan atau menyempurnakan
tanggung jawab).
6) To act a part in a play (melakukan sesuatu kegiatan dalam suatu permainan).
7) To perform music (memainkan/pertunjukan musik)
8) To do what is expected of a person or machine (melakukan sesuatu yang
diharapkan oleh seseorang atau mesin).
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka arti performance atau kinerja adalah sebagi
berikut : Kinerja (Performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang
atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral
maupun etika.
Disamping itu, kinerja (performance) diartikan sebagai hasil kerja seseorang
pegawai, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan,
dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukan buktinya secara konkrit dan
dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan).
Mangkunegara (2001:67) mendifinisikan kinerja (prestasi kerja) sebagai berikut:
“Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya”. Sedangkan Bernardin dan Russel (1993:397), mengatakan
pengertian bahwa: “kinerja pegawai tergantung pada kemampuan, usaha kerja dan
kesempatan kerja yang dapat dinilai dari out put”. Timpe (1993:ix), mengemukakan
bahwa kinerja (prestasi kerja) adalah: “Tingkat kinerja individu, yaitu hasil yang
diinginkan dari perilaku individu.
Kinerja merupakan penampilan hasil karya seseorang dalam bentuk kualitas
ataupun kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan
individu maupun kelompok kerja pegawai. Tiga hal penting dalam kinerja adalah
tujuan, ukuran, dan penilaian.
Penentuan tujuan setiap unit organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan
kinerja. Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana
seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi dari setiap personel. Tetapi
ternyata tujuan saja tidak cukup, sebab itu diperlukan ukuran apakah seseorang
personel telah mencapai kinerja yang diharapkan. Untuk itu penilaian kuantitatif
dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan jabatan personel memegang
peranan yang penting. Akhir dari proses kinerja adalah penilaian kinerja itu sendiri
yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan.
Dimensi-dimensi yang dijadikan ukuran kinerja, menurut Nawawi (2000:97) adalah :
1. Tingkat kemampuan kerja (kompetensi) dalam melaksanakan pekerjaan baik
yang diperoleh dari hasil pendidikan dan pelatihan maupun yang bersumber dari
pengalaman kerja
2. Tingkat kemampuan eksekutif dalam memberikan motivasi kerja, agar pekerja
sebagai individu bekerja dengan usaha maksimum, yang memungkinkan
tercapainya hasil sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat.
2.1.4.2 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja merupakan suatu proses menilai hasil karya personel dengan
menggunakan instrumen penilaian kinerja dengan membandingkanya dengan
standar baku. Melalui penilaian itu kita dapat mengetahui apakah pekerjaan itu
sudah sesuai atau belum dengan uraian pekerjaan yang telah disusun sebelumnya.
1 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja mencakup faktor-faktor :
a. Pengamatan, yang merupakan proses menilai dan menilik perilaku yang
ditentukan oleh sistem pekerjaan.
b. Ukuran, yang dipakai untuk mengukur prestasi kerja seorang personel
dibandingkan dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan untuk personel
tersebut.
c. Pengembangan, yang bertujuan untuk memotivasi personel mengatasi
kekurangannya dan mendorong yang bersangkutan untuk mengembangkan
kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya.
2. Tujuan Penilaian Kinerja
Tujuan Penilaian kinerja secara umum:
a. Menilai kemampuan personel
Penilaian ini merupakan tujuan yang mendasar dalam menilai personel secara
individu, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk menilai efektivitas
manajemen sumber daya manusia.
b. Pengembangan personel
Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk pengembangan personel
seperti: promosi, mutasi, rotasi, terminasi dan penyesuaian kompensasi.
Ø Secara spesifik penilaian kinerja bertujuan untuk:
· Mengenali SDM yang perlu dilakukan pembinan
· Menentukan kriteria tingkat pemberian kompensasi
· Memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan
· Memperoleh umpan balik atas hasil prestasi karyawan
Ø Tujuan utama sistem penilaian kinerja adalah menghasilkan informasi yang akurat
dan valid sehubungan dengan perilaku dan kinerja karyawan. Semakin akurat dan
valid informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian kinerja, semakin besar potensi
nilainya bagi organisasi.
Ø Tujuan penilaian kinerja secara khusus:
Walaupun semua organisasi masing-masing mempunyai tujuan yang mendasar
mengenai sistem penilaian kinerja, informasi yang dihasilkan oleh sistem tersebut
dapat digunakan secara khusus bagi organisasi. Tujuan khusus tersebut dapat
digolongkan menjadi dua bagian besar yaitu: evaluasi dan pengembangan.
3. Aspek Evaluasi Penilaian Kinerja
Untuk melakukan evaluasi maka manajer akan menilai kinerja massa lalu seorang
karyawan. Evaluator menggunakan informasi untuk menilai kinerja dan kemudian
menggunakan data tersebut dalam keputusan-keputusan promosi, demosi,
terminasi dan kompentensi. Teknik evaluatif membandingkan semua pegawai satu
dengan yang lain atau terhadap beberapa standar sehingga keputusan-keputusan
dapat dibuat berdasarkan catatan-catatan kinerja mereka. Keputusan-keputusan
yang paling sering dilaksanakan berdasarkan tujuan evaluatif adalah keputusankeputusan kompensasi yang mencakup peningkatan balas jasa, bonus pegawai, dan
kenaikan-kenaikan lainya dalam gaji. Tujuan evalutif kedua dari penilaian kinerja
adalah membuat keputusan-keputusan penyusunan pegawai (staffing). Penilaian
kinerja masa lalu merupakan factor kunci dalam menentukan pegawai yang
diinginkan lainya. Penilaian kinerja dapat dipakai untuk mengevaluasi sistem
perekrutan, seleksi dan penempatan.
4. Aspek Pengembangan Penilaian Kinerja
Informasi yang dihasilkan dari sistem penilaian kinerja dapat juga dipakai untuk
lebih memudahkan pengembangan pribadi/karir pegawai. Dalam pendekatan
pengembangan, manajer mencoba meningkatkan kinerja seseorang pegawai di
massa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja mendorong
pertumbuhan pegawai dalam hal keahlian, pengalaman atau pengetahuan yang
dibutuhkan seseorang untuk melaksanakan pekerjaan saat ini secara lebih baik.
Keahlian-keahlian atau pengetahuan yang harus dicapai seseorang untuk
melaksanakan pekerjaan di massa mendatang, dan tipe-tipe tanggung jawab yang
harus diberikan seseorang guna mempersiapkannya terhadap penugasanpenugasan di massa mendatang.
Penilaian kinerja yang bertujuan pengembangan juga mencakup pemberian
pedoman kepada pegawai untuk kinerjanya di massa depan. Umpan balik ini
mengenali kekuatan dan kelemahan dalam kinerja massa lalu dan menentukan arah
yang harus diambil pegawai untuk memperbaikinya. Pegawai ingin mengetahui
secara khusus bagaimana mereka dapat meningkat di massa depan. Karena
penilaian kinerja dirancang untuk menanggulangi masalah-masalah kinerja yang
buruk, penilaian haruslah dirancang untuk mengembangkan pegawai dengan lebih
baik.
5. Konsep Dasar Penilaian Kinerja
a. Memenuhi manfaat penilaian dan pengembangan
b. Mengukur/menilai berdasarkan perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan
c. Merupakan dokumen legal
d. Merupakan proses formal dan nonformal
6. Cara-cara Melakukan Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara yaitu:
a. Penilaian teknik essai
b. Penilaian komparasi
c. Penilaian daftar periksa
d. Penilaian langsung ke lapangan
e. Penilaian berdasarkan perilaku
f. Penilaian berdasarkan insiden kritikal
g. Penilaian berdasarkan keefektifan
h. Penilaian berdasarkan peringkat
7. Karakteristik
Sifat khas dari suatu pengukuran kinerja adalah:
a. Pengukuran kinerja nonfinansial harus dimasukan dalam suatu sistem karena
banyak tujuan organisasi yang tidak mendasarkan pada biaya. Yang termasuk disini
adalah: waktu, ketersedian alat, ketepatan jadwal, dan presentase produk yang
tidak salah.
b. Pengukuran kinerja harus saling menunjang bukan menimbulkan masalah
c. Pengukuran kinerja harus dapat memotivasi pegawai untuk membantu organisasi
mencapai tujuan jangka panjangnya seperti juga jangka pendek.
Pengukuran kinerja harus dapat dipakai di semua bagian. Interval waktu antar
persiapan dan keluarnya produk merupakan suatu pengukuran yang meliputi
beberapa daerah.
Informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian dapat digunakan untuk
memudahkan pengembangan pribadi pegawai. Sistem penilaian yang sehat dapat
menghasilkan informasi yang valid tentang pegawai. Jika informasi ini diumpanbalikan kepada pegawai secara jelas dan dengan cara yang tidak mengancam,
maka informasi itu dapat memenuhi dua tujuan:
1) Bila informasi mengindikasikan bahwa pegawai sudah bekerja secara efektif,
proses-proses umpan balik itu sendiri dapat menguntungkan pegawai karena dapat
meningkatkan rasa percaya diri dan kompetensinya.
2) Bila informasi menemukan adanya kelemahan, maka umpan balik dapat
menstimulasi proses pengembangan untuk mengatasi proses kelemahan yang ada.
Untuk manajemen sumber daya manusia, proses penilaian kinerja dapat
menunjukan adanya kebutuhan akan adanya pengembangan tambahan sebagai
suatu alat untuk meningkatkan kinerja. Dengan adanya hasil penilaian kinerja yang
mengindikasikan bahwa seorang pegawai mempunyai potensi untuk bekerja
dengan baik di suatu posisi yang dipromosikan, maka pegawai tersebut mempunyai
kesempatan untuk menduduki suatu posisi yang lebih tinggi.
Penilaian kinerja yang bertujuan pengembangan juga mencakup pemberian
pedoman kinerja pegawai di kemudian hari. Umpan balik akan menyadarkan
pegawai tentang kelemahan dan kekuatan kinerja massa lalu dan menentukan arah
yang harus dipilih pegawai untuk memperbaikinya. Pegawai ingin mengetahui
secara khusus, bagaimana mereka dapat meningkatkan keterampilan mereka di
massa mendatang. Karena penilaian kinerja dirancang untuk menanggulangi
masalah-masalah kinerja yang buruk, penilaian harus dirancang untuk
mengembangkan pegawai dengan lebih baik.
Posted by Dr. N.L.Krisnaat 4:08 PM7 comments:
KOMPENSASI
Dalam hubungannya dengan peningkatan kesejahteraan hidup para pegawai, suatu
organisasi harus secara efektif memberikan kompensasi sesuai dengan beban kerja
yang diterima pegawai. Kompensasi merupakan salah satu faktor baik secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja pegawai/
dosen. Karena itu semestinya pemberian kompensasi kepada pegawai perlu
mendapat perhatian khusus dari fihak manajemen instansi agar motivasi para
pegawai/ dosen dapat dipertahankan dan kinerja pegawai/ dosen diharapkan akan
terus meningkat. Berkaitan dengan hal tersebut perlu diadakan penelitian mengenai
variabel yang berpengaruh terhadap kompensasi dan kinerja pegawai.
Salah satu fenomena yang muncul dewasa ini adalah adanya kebijakan pemberian
kompensasi yang cenderung masih belum sepenuhnya sesuai dengan harapan
pegawai/ dosen sedangkan kompensasi itu sendiri adalah merupakan salah satu
faktor untuk mendorong pegawai/ dosen agar memiliki kinerja yang tinggi.
Cascio (1993 ; 225) menyatakan bahwa kompensasi itu terbagi menjadi dua,
terdapat kompensasi langsung maupun kompensasi tidak langsung. Kompensasi
langsung terdiri dari gaji, uang transport, tunjangan hari raya, uang lembur, dan
tunjangan langsung lainnya. Sedangkan kompensasi tidak langsung terdiri dari
promosi jabatan, asuransi, tunjangan jabatan, dan mutasi.
Kompensasi merupakan salah satu faktor baik secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi tinggi rendahnya motivasi dan kinerja pegawai/ dosen. Karena itu
semestinya pemberian kompensasi kepada pegawai/ dosen perlu mendapat
perhatian khusus dari fihak manajemen instansi agar motivasi para pegawai/ dosen
dapat dipertahankan dan kinerja dosen diharapkan akan terus meningkat. Berkaitan
dengan hal tersebut perlu diadakan penelitian mengenai variabel yang berpengaruh
terhadap kinerja pegawai/ dosen.
Salah satu fenomena yang muncul dewasa ini adalah adanya kebijakan pemberian
kompensasi yang cenderung masih belum sepenuhnya sesuai dengan harapan
pegawai sedangkan kompensasi itu sendiri adalah merupakan salah satu faktor
untuk mendorong pegawai/ dosen agar memiliki kinerja yang tinggi.
Kompensasi merupakan salah satu fungsi yang penting dalam Manajemen Sumber
Daya Manusia (MSDM), hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (1992:147), yang
mengatakan:
“Incentives, at the end of the motivation cycle is the incentives defined as anything
that will alleviate a need and reduce a drive, thus attaining an incective will tend to
restore physiological and psychological balaance and will reduce or cut off the drive.
Eating food, drinking water, and obtainig friends willtend to resotore the balance
and reduce the corresponding drivers, food, water, and friens are the incentives in
these exemples”
yang berarti: “kompensasi, pada akhir daur motivasi didefinisikan sebagai segala
sesuatu yang akan meringankan kebutuhan dan mengurangi gerakan, dengan
demikian pencapaian kompensasi akan menuju kepada perbaikan keseimbangan
fisiologis dan psikologis dan akan mengurangi atau menghilangkan gerakan.
Memakan makanan, meminum air, dan memperoleh teman akan menuju kepada
perbaikan keseimbangan dan mengurangi penyesuaian gerakan, makan, air, dan
teman adalah kompensasi dari contoh-contoh diatas”
Kompensasi menurut Jones: bases pay on production ( i.e., printers delwered or
revenue targets achieved) healt insurance and social security :
- Pokok yang harus dibayarkan pada suatu produksi para pegawai atau untuk target
pendapatan.
- Pemasukan untuk Federal dan negara seperti asuransi kesehatan dan keamanan
sosial.
Tidak semua pegawai berkehendak untuk dipisahkan dalam waktu yang panjang
dari keluarga, teman-temannya dan sistem yang menunjang kesenangan di rumah.
Begitu pula, dorongan bergerak untuk kewajiban-kewajiban asing yang teratur
dikurangi hal-hal ini meliputi pula pembayaran pelayanan, terhadap perumahan,
mobil, supir dan perangsang lainnya.
Davis dan Newston (1994:135-134) mengemukakan bahwa kompensasi
mengingatkan antara prestasi individu, kelompok atau organisasi yaitu dapat
meliputi: upah potongan, komisi, bonus, bagi laba dan bagi produksi. Sedangkan
Siagian (1999:265) mengemukakan bahwa sistem kompensasi digolongkan
kedalam: (1) Sistem kompensasi pada tingkat individu (Peacework, bonus, komisi,
kurva kematangan, dan kompensasi bagi para eksekutif), (2) Sistem kompensasi
pada kelompok (kompensasi produksi, bagian keuntungan, dan pengurangan biaya).
Selanjutnya Robin (1996:246) mengemukakan kompensasi yang mengandung
pengertian yang sama dengan upah variabel yaitu suatu bagian dari upah
seseorang karyawan yang didasarkan pada suatu ukuran kinerja individual atau
organisasi. Upah variabel tersebut terdiri dari upah berdasarkan potongan, bonus,
berbagai laba dan berbagai hasil.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem kompensasi
adalah kompensasi yang diberikan kepada pegawai atas dasar prestasi kerjanya.
Sistem kompensasi tersebut meliputi: (1) Upah potongan (piecework), (2) Komisi,
(3) Bonus, (4) Bagian laba, (5) Bagi produksi.
1. Upah potongan (pacework), yaitu pemberian kompensasi berdasarkan jumlah
hasil pekerjaan pegawai yang dinyatakan dalam unit produksi. Dasar penghitungan
ialah bahwa makin banyak unit produksi yang dihasilkan, makin tinggi pula
kompensasi yang diterimanya. Sistem ini tidak dapat diterapkan pada pegawai
bagian administrasi, atau pada pekerjaan yang telah ditentukan.
2. Komisi yaitu imbalan yang diberikan kepada pegawai disamping memperoleh gaji
pokok, juga diberikan kompensasi karena keberhasilannya melaksanakan tugas,
atau pegawai yang memperoleh penghasilannya semata-mata berupa komisi.
3. Bonus, yaitu imbalan yang diberikan kepada pegawai yang mampu bekerja
sedemikian rupa sehingga tingkat produktivitas yang berlaku terlampui. Bonus
dibayar secara eksklusif kepada para eksekutif atau kepada semua pegawai. Ada
tiga cara pemberian bonus yaitu: Pertama, berdasarkan jumlah unit produksi yang
dihasilkan dalam kurun waktu tertentu, jika jumlah produksinya melebihi jumlah
yang telah ditetapkan, pegawai menerima bonus atas kelebihan jumlah yang
dihasilkan. Kedua, apabila terjadi penghematan waktu, yaitu jika pegawai dapat
menyelesaikan tugas dalam waktu yang lebih singkat dari waktu yang seharusnya,
dengan alasan bahwa dengan menghemat waktu, lebih banyak pekerjaan yang
harus diselesaikan dan ketiga, berdasarkan perhitungan progresif, yaitu jika
pegawai makin lama makin mampu memproduksikan barang dalam jumlah yang
semakin besar, makin besar pula bonus yang diterimanya untuk setiap kelebihan
produksi yang dihasilkannya.
4. Kurva kematangan (maturity curve), yaitu bagi organisasi yang mengerjakan
tenaga teknikal dan profesional ilmiah. Apabila ada tenaga kerja profesional yang
karena masa kerja dan golongan pangkat serta gaji tidak bisa mencapai pangkat
dan penghasilan yang lebih tinggi lagi, dibuat suatu kurva prestasi kerja. Jika kurva
tersebut menunjukan bahwa prestasi kerja mereka lebih besar dari prestasi kerja
normal diberikan kompensasi tertentu. Dengan demikian meskipun golongan
pangkat dan gaji yang sudah maksimal, penghasilan riilnya masih dapat
ditingkatkan.
5. Bagi laba atau keuntungan, yaitu kompensasi yang diberikan berdasarkan
sesuatu rumus yang telah ditetapkan yang dirancang berdasarkan profitabilitas
atau keuntungan suatu perusahaan atau organisaasi.
6. Bagi produksi, yaitu kompensasi yang diberikan kepada produktivitas kelompok,
jika produktivitas kelompok mampu melampaui target produksi normal maka
diberikan bonus.
Dalam menyusun sistem kompensasi, ada lima faktor yang harus dipertimbangkan
sebagaimana dikemukakan Siagian (1999: 265-267) yaitu sebagai berikut :
1. Tingkat upah dan gaji yang berlaku diberbagai organisasi yang ada dalam satu
wilayah tertentu. Walaupun demikian juga harus dipertimbangkan langka tidaknya
tenaga kerja yang memiliki pengetahuan dan keterampilan tertentu yang
dibutuhkan oleh organisasi.
2. Tuntutan serikat kerja, yaitu sangat memungkinkan serikat pekerja berperan
dalam mengajukan tuntutan tingkat gaji/ upah yang lebih tinggi dari tingkat yang
berlaku disebabkan oleh berbagai faktor kebutuhan pekerja untuk meningkatkan
tarap hidup dan kesejahteraan anggotanya. Peranan dan tuntutan serikat kerja
perlu diperhitungkan, karena apabila tidak, para pekerja memungkinkan akan
melancarkan berbagai kegiatan yang dapat merugikan organisasi dan pegawai itu
sendiri.
3. Produktivitas, yaitu apabila para pegawai merasa tidak memperoleh kompensasi
yang wajar, sangat mungkin pegawai tidak akan bekerja keras, sehingga
produktivitasnya rendah dan dapat menimbulkan kerugian bagi organisasi.
4. Kebijakan organisasi mengenai upah dan gaji, yaitu yang tercermin pada jumlah
uang yang dibawa pulang oleh pegawai tersebut. Berarti bukan hanya gaji pokok
yang penting, akan tetapi berbagai komponen lain dari kebijakan organisasi, seperti
tunjangan jabatan, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan transportasi, bantuan
pengobatan, bonus, tunjangan kemahalan dan sebagainya.
5. Peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu daerah atau negara,
misalnya tingkat upah minimum, upah lembur, mempekerjakan wanita,
mempekerjakan anak dibawah umur, keselamatan kerja, hak cuti, jumlah jam kerja
dalam seminggu, hak berserikat dan sebagainya.
Semua sistem kompensasi yang baik tidak bisa dilihat dari satu sudut kepentingan
organisasi sebagai pemakai tenaga kerja saja atau kepentingan pegawai saja, tetapi
kepentingan dari berbagai pihak yang turut terlibat baik langsung maupun tidak
langsung.
Sedangkan sistem kompensasi merupakan salah satu alat untuk memotivasi para
karyawan untuk mewujudkan tujuan organisasi yang telah ditetapkan itu.
Kompensasi umumnya diberikan sebagai imbalan atas perilaku kerja individual,
tetapi dapat pula diberikan kepada kelompok. Sistem kompensasi menghubungkan
antara kompensasi dan unjuk kerja bukan senioritas ataupun jumlah jam kerja.
Menurut Robbin (1997) menyatakan bahwa program kompensasi yang efektif harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Sederhana : aturan-aturan dalam sistem kompensasi harus ringkas, jelas dan
mudah difahami.
2. Spesifik : jangan hanya mengatakan “hasil lebih banyak” atau “hentikan
kecelakaan”. Para pegawai perlu mengetahui secara tepat tentang apa yang harus
mereka kerjakan.
3. Terjangkau : setiap pegawai harus mempunyai peluang yang wajar untuk
memperoleh kompensasi.
4. Terukur : sasaran-sasaran yang terukur adalah dasar untuk membangun rencanarencana atau program kompensasi. Program kompensasi akan menjadi tidak ada
manfaatnya bila hasil/prestasi kerja spesifik tidak dapat dikaitkan dengan rupiah
yang dikeluarkan.
Posted by Dr. N.L.Krisnaat 4:08 PM2 comments:
KOMPETENSI
2.1.2.1 Pengertian dan Karakteristik Kompetensi
Menurut Mitrani, Palziel and Fitt (1992:112), competency concept is not a new one.
Organisasi industri psikologi Amerika, pergerakan tentang kompetensi telah dimulai
pada tahun 1960 dan awal 1970. Menurut gerakan tersebut, banyak hasil studi
yang menunjukan bahwa hasil test sikap dan pengetahuan, prestasi belajar di
sekolah dan diploma tidak dapat memprediksikan kinerja atau keberhasilan dalam
kehidupan.unsur-unsur tersebut sering menimbulkan bias terhadap minoritas,
wanita, dan orang yang berasal dari strata sosioekonomi yang rendah. Temuan
tersebut telah mendorong dilakukan penelitian terhadap variabel kompetensi yang
diduga meprediksikan individu dan tidak bias karena faktor rasial, jender dan sosio
ekonomi. Oleh sebab itu beberapa prinsip yang perlu diperhatikan adalah :
1. Membandingkan individu yang secara jelas berhasil didalam pekerjaanya dengan
individu yang tidak berhasil
2. Mengidentifikasikan pola fikir dan perilaku individu yang berhasil.
Semua jenis kompetensi yang bersifat non-akademik seperti kemampuan
menghasilkan ide-ide yang inovatif, management skill, kecepatan mempelajari
jaringan kerja. Berhasil memprediksi kinerja individu dalam pekerjaannya. Menurut
Clark (1997a:297), Competensy is a knowladge or know how for doing a effective
job.
Sementara itu menurut Davis (1999:299) : Competency is a capability perspective
and people knowledge, especialy to impact on ability for need in a business via
minimize cost and optimalization services to customer more for less.
Menurut Mitrani, Palziel and fitt, (1992), Spencer & Spencer, (1993), competency
define as people based characteristic and implication on job effetiveness.
Kompetensi dapat dibagi atas dua (2) kategori yaitu “threshold” dan
“differentiating” menurut kinerja yang digunakan memprediksikan kinerja suatu
pekerjaan. (Spencer and Spencer, 1993) yaitu :
1. Threshold competencies adalah karakteristik utama (biasanya pengetahuan atau
keahlian dasar seperti kemampuan untuk membaca) yang harus dimiliki oleh
seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya.
2. Differentiting competencies adalah faktor-faktor yang membedakan individu yang
berkinerja tinggi dan rendah.
Terkait dengan peran strategis sumber daya manusia, kompetensi dilakukan dengan
pemahaman organisasi tentang peran sumber daya manusia yang semula people
issues menjadi people related business issues.
Menurut Schuller, Walker (1990) people issues didefinisikan sebagai isu bisnis yang
hanya dikaitkan dengan orang bisnis saja, (business competence is only business
people), sebagai impilikasi kompetensi karyawan atau eksekutif sumber daya
manusia cenderung kurang diakui, maka pemahaman tersebut berubah menjadi
people relatede business issues (business competence is for every business people
in the organization included human resources management people or executives).
People related business issues disefinisikan sebagai persoalan bisnis yang selalu
dikaitkan dengan peran serta aktif sumber daya manusia. Isu ini berkembanga oleh
karena adanya tendensi seperti : people, service and profit, 100% customer service,
challenge and opportunities, now lay off, guaranted for treatment, survey or feed
back or action, promote for work, profitsharing and open door policy.
Tendensi-tendensi ini memiliki implikasi yang menuntut konstribusi aktif semua
pihak, yang ada dalam organisasi, terutama karyawan sumber daya manusia. Peran
sumber daya manusia akan semakin dihargai terutama dalam hal kompetensi
sumber daya manusia, untuk pengelolaan bisnis. Pengahargaan terhadap
kompetensi sumber daya manusia diperlukan karena akan mempengaruhi
keefektifitasan kegiatan bisnis, the reward of human resources competency will
impact on business activity effectiveness (Schuller dan Jackson, 1996). Sumber
daya manusia yang dihargai akan bekerja dengan sepenuh hati untuk memberikan
yang terbaik bagi organisasi.
Hart (1999:368) menemukan 15 unsur dalam kompetensi para pegawai, yaitu:
1. The performance orientation (Orientasi pencapaian prestasi)
2. The analitical thinking (Pemikiran analitis)
3. To have ability in a uncertainty condition (Memiliki kemampuan dalam
berhadapan dengan kondisi serba tidak pasti)
4. Decision Making (Pengambilan keputusan)
5. Leadership (Kepemimpinan)
6. Networking (Kerja jejaring)
7. Verbal Communication (Komunikasi lisan)
8. Self Stimuli and Inisiative (Dorongan pribadi dan inisiatif)
9. Kemampuan untuk membujuk
10. Perencanaan dan pengorganisasian
11. Kepedulian terhadap hal-hal yang bersifat politik
12. Kesadaran terhadap diri sendiri dan pengembangan diri
13. Kerja kelompok
14. Tingkatan pengetahuan dn keterampilan yang dimiliki
15. Komunikasi tertulis
Penelitian yang dilakukan oleh Gronroos dkk pada tahun 1990 dalam (Johnson,
1995:55a) menunjukan bahwa setidaknya terdapat 6 kriteria yang dipergunakan
untuk mengukur tingkatan kualitas atas suatu pelayanan, masing-masing yaitu :
1. Profesionalisme dan keterampilan pegawai
2. Sikap dan perilaku
3. Aksesabilitas dan kelenturan
4. Kehandalan dan kepercayaan
5. Pemulihan atau recovery
6. Reputasi dan kredibilitas
Sementara itu, dari penelitian Mac Lean (1996:24) berhasil menemukan 4 dimensi
kompetensi pribadi yang menjadi prasyarat bagi keberhasilan suatu entitas bisnis,
yaitu :
1. Perencanaan secara optimal menyangkut kebutuhan untuk berprestasi dan
penyusunan skala prioritas.
2. Melakukan pengelolaan tim kerja
3. Melakukan pengelolaan diri sendiri
4. Menggunakan kemampuan intelektual yang ada untuk melakukan pengambilan
keputusan.
Berbagai pendapat para ahli yang melakukan penelitian sebelumnya, maka dalam
penelitian ini kompetensi pegawai akan di ukur dengan mendasarkan kepada
beberapa karakteristik, sebagaimana yang terlihat pada tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1 Karakteristik Kompetensi Pegawai Menurut Para Ahli
No
Karakteristik Kompetensi Pegawai
Menurut
1
Kompleksitas keterampilan manajerial sekaligus profesional dengan tingkat
tanggung jawab yang tinggi dari para pejabat pelaksananya
Bergenhenegouwen
(1997:58)
2
Berupaya untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi pekerjaan
Denton
(1997:7)
3
Keterampilan, pendapat/ kemampuan mengkritisi permasalahan, sikap dan nilai
yang dianut, pengetahuan, kemampuan dan kapasitas
Gale dan Pol dalam Birdir (2000:205)
4
Memiliki pola-pola pengambilan keputusan, baik dalam kontek perencanaan,
operasional maupun yang bersifat taktikal
Gilmore
(1996:43)
5
Berorientasi pada pencapaian prestasi
Hart
(1999:368)
6
Pengetahuan profesional, orientasi kepada pelanggan, kepedulian kepada bisnis,
kepemimpinan, dn perencanaan serta pengorganisasian
Houtzagers
(1999:29)
7
Kedalaman pengetahuan atas keterampilan tertentu
Hronec
(1993:33)
Sambungan Tabel 2.1
8
Keterampilan teknis, keterampilan manajerial, serta perilaku
Jackson
(1994:26)
9
Keahlian dan profesionalisme yang dipergunakan dalam menjalankan suatu
kegiatan pelayanan jasa
Johnson
(1995a:70)
10
Mampu menempati dengan baik, bersifat spesifik, tulus hati, memiliki kemampuan
untuk berkreasi, memiliki keterampilan mendengar dan menyimak secara efektif
Nelson
(1998:76)
11
Mampu bekerja secara efektif, memiliki motif, bakat, keterampilan pada berbagai
aspek, citra diri, peran sosial dan ilmu pengetahuan tertentu
Robotham
(1996:27)
Sumber : Riyanto (2002)
Menurut Mathis & Jackson (2001), competency is a base characteristic that
correlation of individual and team performance acheivement. Kompetensi adalah
karakteristik dasar yang dapat dihubungkan dengan peningkatan kinerja individu
atau tim. Pengelompokan kompetensi terdiri dari pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skill), dan kemampuan (abilities). Model konseptual akan kompetensi
dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini :
PENGETAHUAN
KETERAMPILAN
KEMAMPUAN
Skala : Terlihat
Tersembunyi
Gambar 2.1 : Model Konseptual Akan Kompetensi
Sumber : Mathis & Jackson (2001)
Kompetensi terlihat dan tersembunyi, mengilustrasikan bahwa ada kompetensi
yang terlihat dan tersembunyi. Pengetahuan, lebih terlihat, dapat dikenali oleh
banyak organisasi dalam mencocokan orang terhadap pekerjaan. Keterampilan,
walaupun sebagian dapat terlihat seperti keterampilan dalam membuat lembar
pekerjaan keuangan, sebagian lain seperti keterampilan negoisasi dapat kurang
teridentifikasi. Akan tetapi kompetensi tersembunyi berupa kecakapan, yang
mungkin lebih berharga, yang dapat meningkatkan kinerja. Sebagai contoh,
kompetensi untuk membuat konsep hubungan strategis dan untuk mengatasi
konflik interpersonal, lebih sulit diidentifikasi dan dinilai.
Kompetensi yang ditetapkan di organisasi merupakan basis dari berbagai aspek
pengembangan sumber daya yang dimiliki, yang dikondisikan sebagai upaya
pendukung dalam pencapaian kinerja organsiasi, dengan keunggulan kinerja
merupakan modal penting untk mengantar organisaasi mencapai tingkat
keunggulan bersaing yang optimal dan efisien.
2.1.2.2 Metodologi Analisis Kompetensi
Tidak seperti pendekatan tradisional untuk menganalisas pekerjaan, yang
mengidentifikasikan tugas, pengetahuan, keterampilan yang berhubungan dengan
suatu pekerjan, pendekatan kompetensi mempertimbangakan bagaimana
pengetahuan dan keterampilan tersebut digunakan. Pendekatan kompetensi juga
mencoba mengidentifikasikan faktor tersembunyi yang sering kali sangat penting
untuk kinerja superior. Pendekatan kompetensi menggunakan beberapa metodologi
untuk membantu supervisor mengidentifikasikan contooh-contoh dari apa yang
mereka maksudkan dengan sikap dan bagaimana faktor-faktor tersebut
mempengaruhi efektivitas kerja.
Menurut Mathis & Jackson beberapa metodologi tersedia dan digunakan untuk
menentukan kompetensi, pada umumnya dengan “behavioral event interviews”
yaitu terdiri dari proses sebagai berikut :
1. Suatu sistem senior manajer mengidentifikasikan bidang-bidang hasil kinerja
masa depan yang penting untuk rencana strategis dan bisnis dari organisasi.
konsep ini dapat lebih luas dari pada yang digunakan dimasa lampau.
2. Grup panel dibentuk, terdiri dari orang-orang yang berpengatahuan tentang
pekerjaan-pekerjaan di organisasi tersebut. Grup ini dapat beranggotakan baik
pegawai yang berkinerja rendah maupun tinggi, supervisor, manajer, trainer, dan
lainnya.
3. Seorang fasilitator dari sumber daya manusia atau seorang konsultan luar
mewawancarai anggota panel tersebut untuk mendapatkan contoh-contoh spesifik
dari kelakuan pekerjaan dan kehadiran sebenarnya dalam pekerjaan. Selama
wawancara orang-orang tersebut juga ditanyai tentang pikiran dan perasaannya
selama setiap kejadian yang digambarkan.
4. Menggunakan kejadian-kejadian tersebut, sang fasilitator membuat uraian rinci
dari setiap kompetensi. Fase deskriptif ini harus jelas dan spesifik, sehingga
pegawai, supervisor, manajer dan lainnya dalam organsiasi mempunyai pengertian
yang lebih jelas mengenai kompetensi yang berhubungan dengan pekerjaan.
5. Kompetensi-kompetensi tersebut diurutkan dan level yang dibutuhkan untuk
mencapainya diidentifikasikan. Kemudian kompetensi dirincikan untuk setiap
pekerjaan.
6. Akhirnya standar kinerja diidentifikasikan dan dihubungkan dengan pekerjaan.
Proses seleksi, pelatihan, pendidikan dan kompetensi yang sesuai terfokus pada
kompetensi ahrus dibuat dan diimplementasikan. Menurut Mathis & Jackson,
kompetensi yang digunakan dalam organisasi bervariasi sekali.
2.1.2.3 Penerapan Kompetensi Berdasarkan Fungsi Sumber Daya Manusia
Setiap oragansisi memiliki kompetensi yang berbeda, karena belum adanya
peryaratan standar untuk menempati suatu posisi, serta penetuan pelatihan bagi
sumber daya manusia belum sistematis maka aplikasi kompetensi diprioritaskan
berdasarkan fungsi sumber daya manusia di organisasi.
Menurut Mitrani, Dalziel, Fitt (1992); Spencer & Spencer (1993), dari pemikiran para
ahli dapat diidentifikasikan beberapa pokok pikiran tentang kualitas yang perlu
dimiliki orang pada eksekutif (executives), manajer (managers), dan karyawan
(employees) dalam penelitian ini yang dibahas adalah mengenai kompetensi tingkat
personil (dosen).
Kompetensi karyawan/ dosen diperlukan untuk mengidentifikasi pekerjaan yang
sesuai dengan prestasi yang diharapkan. Kompetensi tingkat karyawan/ dosen
meliputi :
1. Flexibility
Yaitu kemampuan untuk melihat perubahan sebagai suatu kesempatan yang
menggembirakan ketimbang sebagai ancaman.
2. Information seeking, motivation, and ability to learn
Yaitu kemampuan mencari kesempatan belajar tentang keahlian teknis dan
interpersonal.
3. Achievment motivation
Yaitu kemampuan berinovasi sebagai peningkatan kualitas, produktivitas.
4. Work motivation under time pressure
Yaitu kemampuan menahan stres dalam organisasi, dan komitmen dalam
menyelesaikan pekerjan.
5. Collaborativeness
Yaitu kemampuan pegawai untuk bekerja secara kooperatif di dalam kelompok.
6. Customer service orientation
Yaitu kemampuan melayani konsumen, mengambil inisiatif dalam mengatasi
masalah yang dihadapi konsumen.
Posted by Dr. N.L.Krisnaat 4:05 PM10 comments:
PENDIDIKAN DAN LATIHAN
Secara umum tujuan suatu program pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan
diarahkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi perusahaan serta untuk
menjembatani kesenjangan antara pengetahuan, keterampilan serta sikap pegawai
yang ada dan diharapkan baik pula pada masa sekarang maupun pada masa yang
akan datang disesuaikan dengan kebutuhan individu maupun kebutuhan
perusahaan.
Menurut Handoko (1995, 103) terdapat 2 (dua) tujuan utama dari program
pelatihan, yaitu :
“Pertama, latihan dan pengembangan dilakukan untuk menutup “gap” antara
kecakapan atau kemampuan pegawai dengan permintaan jabatan. Kedua, programprogram tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja
pegawai dalam mencapai sasaran kerja yang telah ditetapkan.”
Tujuan pendidikan dan pelatihan merupakan tolok ukur dari berhasil tidaknya proses
pendidikan yang dilaksanakan perusahaan. Tujuan pendidikan dan pelatihan dapat
digunakan sebagai dasar dan pedoman untuk melakukan penyusunan program
pendidikan, dalam pelaksanaan dan dalam pengawasannya serta evaluasi
keberhasilan. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan dari pendidikan dan pelatihan itu
untuk dapat memenuhi kepentingan bagi organisasi maupun individu.
2.2.2 Proses Sistem Pendidikan dan Pelatihan
Dalam merancang dan mengembangkan program pendidikan dan pelatihan yang
efektif, terdapat beberapa tahap. Beberapa ahli mengemukakan tahapan tersebut,
salah satunya adalah Dessler (1997, 250), yaitu : “We can conveniently think of a
typical training or development program as consisting of five steps : (1) Needs
analysis, (2) Instructional design, (3) Validation, (4) Implementation, (5) Evaluation
and Follow-up.”
Menurut pendapat Milkovich and Boudreau (1991, 408) bahwa bentuk pelatihan
dalam organisasi ada 3 (tiga) tahap, yaitu : “Needs Assessment, Training and
Development, Evaluation.” Sedangkan Bernardin dan Russell (1993, 299)
mengemukakan pendapat yang senada, yaitu : “Needs Assessment, Development,
and Evaluation,” Untuk lebih jelasnya mengenai langkah-langkah dalam tahap
pendidikan dan pelatihan tersebut maka akan diuraikan sebagai berikut :
a. Penilaian Kebutuhan (Need Assessment)
Tujuan penentuan kebutuhan pelatihan ini adalah untuk mengumpulkan sebanyak
mungkin informasi yang relevan guna mengetahui dan/atau menentukan apakah
perlu tidaknya pelatihan dalam organisasi tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh
Bernardin dan Russell (1993, 298) bahwa :
“A needs assessment is a systematic, objective determination of training needs,
which involves conducting threee primary types of analysis. The three analysis
consist of an organizational analysis, a job analysis and a person analysis.”
Pengertian bahwa penilaian kebutuhan adalah suatu sistematika, penentuan
pendidikan dan pelatihan yang diperoleh dari tiga jenis analisis. Ketiga analisis ini
diperlukan dalam menentukan sasaran program pendidikan dan pelatihan. Ketiga
analisis tersebut adalah analisis organisasi, analisis pekerjaan, dan analisis individu.
b. Analisis Organisasi
Sebelum suatu program pendidikan dan pelatihan dilaksanakan oleh perusahaan,
perlu dilakukan suatu analisis yang jelas tentang pendidikan dan pelatihan untuk
kebutuhan perusahaan. Setelah melihat adanya kebutuhan perusahaan perlu dibuat
program yang sesuai dan benar-benar mencapai sasaran kebutuhan perusahaan.
Milkovich dan Boudreau (1991, 409) mengemukakan : “We can categorize
organizational. Level needs as organization maintenance, effciency, and culture.”
Pengertian yaitu analisis organisasi mencakup tiga hal, yaitu : analisis atas
pemeliharaan organisasi, efisiensi, dan budaya organisasi.
Organizational maintenance (pemeliharaan organisasi) bertujuan untuk menjamin
kestabilan/kelancaran di dalam tersedianya keterampilan pegawai yang tidak
memadai. Kurangnya pengetahuan pegawai apabila akan dialih tugaskan akan
menimbulkan adanya kebutuhan akan pendidikan dan pelatihan.
Organization efficiency (efisiensi organisasi) menggambarkan model diagnosa yang
objektif. Seperti keuntungan, biaya tenaga kerja, kualitas kinerja dan dengan
adanya kesenjangan yang ada maka dapat diatasi melalui program pendidikan dan
pelatihan. Dalam kenyataannya salah satu alasan yang penting diadakan
pendidikan dan pelatihan dalam perusahaan yaitu dalam hal kemampuan
memutuskan atau memecahkan masalah, bekerja dalam kelompok dan perilaku
yang dapat meningkatkan mutu/ keterampilan tenaga kerja.
Organizational culture (budaya organisasi), merefleksikan sistem nilai atau filosofi
organisasi. Dilakukan dengan melihat budaya kerja yang mendukung tercapainya
tujuan organisasi. Menurut Dessler (1997, 247) mengemukakan : “Budaya
organisasi dapat diartikan sebagai sikap dan persepsi yang dimiliki pegawai pada
umumnya dalam suatu perusahaan tempat mereka bekerja.”
Dengan perkataan lain, para pegawai menangkap isyarat tentang perusahaan
mereka dan dari syarat-syarat ini mereka membentuk suatu gambaran yang padu
tentang jenis organisasi tempat mereka bekerja.
Menurut Dessler (1997, 251) analisis kebutuhan pelatihan itu adalah :
“The purpose of the needs analysis step is to :
· Identify Specific job performance skill needed to improve performance and
productivity.
· Analyze the audience to ensure that the program will be suited to their specfic
levels of education, experience, and skills, as well as their attitureds and personal
motivations.
· Use research to develop specific measurable knowledge and performance
objectives.”
Tujuan dari langkah analisis kebutuhan pelatihan antara lain, yaitu :
· Mengidentifasikan keterampilan kinerja jabatan khusus yang dibutuhkan untuk
memperbaiki kinerja dan produktivitas.
· Menganalisis peserta untuk memastikan bahwa program akan sesuai dengan
tingkat pendidikan khusus mereka, pengalaman, dan keterampilan juga sikap dan
motivasi pribadi mereka.
· Menggunakan penelitian untuk mengembangkan sasaran pengetahuan dan kinerja
yang dapat diukur.
c. Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan (Evaluation)
Agar program pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan efektif maka program
tersebut harus merupakan suatu solusi yang tepat bagi permasalahan perusahaan,
yaitu bahwa pendidikan dan pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki
kekurangan. Untuk meningkatkan usaha belajar, para pegawai harus menyadari
perlunya memperoleh informasi yang baru atau memperoleh ketrampilan baru dan
berkeinginan untuk belajar hendaknya tetap dapat dipertahankan.
Dessler (1997, 269) mengemukakan mengenai evaluasi sebagai berikut :
“There are two basic issues to address when evaluationg a training program. The
first is the design of the evaluation study and in particular, whether controlled
experimentation will be used. The second is the training effect to be measured.”
Terdapat dua masalah dasar yang harus dikemukakan bila mengevaluasi sebuah
program pendidikan dan pelatihan. Pertama adalah rancangan dari telaah evaluasi
dan terutama apakah eksperimentasi terkendali yang akan digunakan. Kedua
adalah efek latihan yang dapat diukur. Eksperimen terkendali adalah metode
terbaik untuk digunakan dalam mengevaluasi sebuah program pelatihan untuk
menguji efektivitas sebuah program pelatihan, yang lebih disukai adalah dengan tes
sebelum dan sesudahnya.
Bernardin dan Russell (1993, 312) mengemukakan mengenai kriteria dari evaluasi,
yaitu : “Reactions, learning, behaviors, organizational results.”
Uraian dari kriteria tersebut adalah :
a. Reaksi
Untuk mengetahui reaksi para peserta mengenai program pendidikan dan
pelatihan. Dengan menggunakan kuesioner pada akhir pendidikan dan pelatihan
para peserta ditanya tentang seberapa jauh mereka merasa puas terhadap
pelatihan secara keseluruhan. Terutama didasarkan pada beberapa alasan utama,
seperti untuk mengetahui sejauh mana para peserta merasakan kepuasaannya
dengan program tersebut, untuk maksud diadakannya beberapa revisi atas program
pendidikan dan pelatihan, untuk menjamin agar peserta lain bersikap mau
menerima (reseptif).
b. Pelajaran
Informasi yang ingin diperoleh melalui jenis evaluasi ini adalah untuk mengetahui
penguasaan konsep-konsep dari peserta, pengetahuan dan keterampilan yang
diberikan. Ini biasanya dilakukan dengan tes tertulis, tes prestasi, dan latihan
simulasi.
c. Tingkah laku
Perilaku dari para peserta, sebelum dan sesudah pelatihan dapat dibandingkan
guna mengetahui tingkat pengaruh pendidikan dan pelatihan terhadap perubahan
prestasi mereka. Langkah ini penting karena sasaran dari pendidikan dan pelatihan
untuk mengubah perilaku atau prestasi para peserta. Perilaku atau prestasi dari
para peserta dapat diukur berdasarkan sistem evaluasi kinerja guna mendapatkan
tingkat kinerja yang dikumpulkan oleh para supervisor untuk dibandingkan dengan
kinerja sesudah pendidikan dan pelatihan.
d. Hasil
Tujuan dari pengumpulan informasi pada level ini untuk menguji dampak pendidikan
dan pelatihan terhadap kelompok kerja atau organisasi secara keseluruhan. Data
bisa dikumpulkan sebelum dan sesudah pendidikan dan pelatihan atas dasar
kriteria produktivitas, pergantian, tingkat kehadiran, perbaikan kualitas, keluhankeluhan, kepuasan klien, dan sejenisnya.
Ditambahkan pula oleh Milkovich dan Boudreau (1991, 315) mengenai biaya :
“Some of the costs that should be measured for a training program include needs
assessment costs, salaries of training designers, purchase of equipment, program
development costs, evaluation costs, trainers’ costs, facilities rental, trainee wages
during training, and other traineer costs.”
Ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya biaya yang dipakai untuk program
pendidikan dan pelatihan dan apakah besarnya biaya tersebut terhitung kecil atau
besar dibandingkan biaya yang timbul dari permasalahan yang dialami oleh
organisasi. Training program costs adalah pengeluaran – pengeluaran yang terjadi di
dalam pengembangan, implementasi, dan evaluasi program.
Posted by Dr. N.L.Krisnaat 4:02 PMNo comments:
KEPUASAN KERJA
Menurut Herzberg, faktor-faktor yang dapat meningkatkan kepuasan kerja adalah:
pencapaian prestasi (achievement), pengakuan prestasi (recognition for
accomplishment), pekerjaan yang menantang (challenging work), tanggung jawab
yang bertambah (increased responsibility), dan pertumbuhan serta perkembangan
(growth and development).[1] Masing-masing faktor tersebut akan diuraikan di
bawah ini.
Pencapaian prestasi (achievement) adalah suatu perasaan kepuasan atau
keberhasilan dalam menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas. Karyawan dapat
meningkatkan rasa pencapaian prestasinya atas pelaksanaan pekerjaan dengan: (1)
mendorong karyawan menetapkan tujuan-tujuan secara profesional, (2)
menetapkan tujuan-tujuan secara individual dengan mempertimbangkan kegiatan
karyawan secara spesifik, (3) memantapkan tujuan-tujuan unit kerja, dan (4) secara
gradual meningkatkan kompleksitas tugas sehingga karyawan ditantang dan
berusaha mencapai keberhasilan di dalam situasi yang lebih sulit.[2]
Pengakuan prestasi adalah pengakuan pada usaha, prestasi, dan kontribusi dari
individu atau kelompok. Berbagai cara pemimpin dapat mengenali usaha-usaha
karyawan, yakni seperti: (1) mengemukakan usaha dan kontribusi karyawan di
dalam pertemuan-pertemuan unit kerja, (2) merayakan keberhasilan karyawan
dalam mendapatkan nasabah, (3) membiarkan karyawan mengetahui secara verbal
dan atau tertulis bahwa pekerjaannya dihargai, (4) memberikan penghargaan,
sertifikat atau rekomendasi lainnya untuk keberhasilan dan kontribusi tertentu, (5)
membuat catatan di berkas bagian personalia tentang prestasi karyawan dan
menyampaikan tembusannya ke atasan karyawan tersebut, (6) memberikan
evaluasi kinerja yang positif, (7) mempromosikan karyawan atau mendorongnya
agar mengajukan promosi, (8) mengizinkan dan mendorong karyawan menghadiri
program-program pelatihan dan konferensi, dan (9) mengadakan perayaan makan
malam atau makan siang. Bilamana karyawan diakui usaha dan prestasinya maka
mereka akan merasakan perasaan positif tentang diri dan kompetensi
profesionalnya sehingga dapat menciptakan perasaan berharga pada dirinya.[3]
Pekerjaan menantang merupakan tugas-tugas yang bersifat menantang dan
memotivasi karyawan. Setiap karyawan lebih menyukai tugas-tugas tertentu
daripada tugas lainnya sehingga dapat menemukan mana tugas-tugas yang lebih
menantang daripada tugas lainnya. Bagi pemimpin perlu mengidentifikasi tugastugas atau aktivitas-aktivitas karyawannya dengan cara: (1) mengkaji beban tugas
tertentu, (2) pembicaraan dengan masyarakat, (3) berpartisipasi dalam sebuah tim
yang bersifat multidisipliner, (4) mengkoordinasikan program pelayanan yang baru,
dan (5) berperan sebagai jembatan penyedia layanan bagi masyarakat.[4]
Karyawan yang merasa bertanggung jawab atas pekerjaannya sendiri dapat
meningkatkan kepuasan kerjanya. Strategi-strategi untuk meningkatkan tanggung
jawab dan akuntabilitas adalah sebagai berikut: (1) secara gradual meningkatkan
otonomi karyawan dalam melaksanakan aktivitasnya dan dalam pembuatan
keputusan supaya sebagai karyawan akan mendapatkan keahlian, (2) memberikan
karyawan kebebasan untuk menjadi kreatif, (3) mengidentifikasi keputusankeputusan sehingga karyawan dan unit kerja dapat membuat keputusan sendiri dan
terlibat dalam pembuatan keputusan, (4) meminta karyawan tertentu supaya
menduduki jabatan sementara ketika atasannya sedang tidak berada di kantor, (5)
meminta karyawan yang berpengalaman agar berperan sebagai contoh bagi
karyawan baru, (6) mendorong karyawan memberikan kontribusi kepada
pertemuan-pertemuan unit kerja.[5]
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan kebutuhan setiap karyawan.
Sementara itu peluang untuk tumbuh dan berkembang bersifat terbatas. Berikut
beberapa strategi untuk mendorong karyawan tumbuh dan berkembang, yakni: (1)
mendorong karyawan menghadiri program-program pelatihan dan konferensi,
diikuti dengan presentasi pada suatu rapat di unit kerja mengenai apa yang telah
dipelajarinya, (2) mendorong atau memberi kesempatan cuti untuk mengikuti
pendidikan, (3) memelihara dan memperbaharui bagian perpustakaan dan
mendorong karyawan agar membaca buku-buku dan artikel-artikel yang
berhubungan dengan pekerjaannya, (4) memberitahukan karyawan tentang riset
atau isu terbaru termasuk teknik intervensi yang baru dan maju, (5) kasus dan
tugas yang diberikan bersifat menantang pertumbuhan karyawan dan
mempromosikan pengembangan profesionalnya, dan (6) mendorong agar karyawan
kreatif dan inovatif.[6]
Teori dua faktor tersebut terdiri dari dua dimensi. Dimensi pertama disebut faktorfaktor higinis (hygiene factors), meliputi kondisi kerja, gaji/upah dan keamanan,
kebijakan perusahaan, supervisi, dan hubungan antarkaryawan. Dimensi kedua
disebut motivator (motivators), meliputi pencapaian prestasi (achievement),
pengakuan prestasi (recognition), tanggung jawab (responsibility), pekerjaan itu
sendiri (work itself), dan pertumbuhan pribadi (personal growth). Bilamana faktorfaktor higinis tidak ada atau kurang memadai maka terdapat ketidakpuasan. Namun
apabila faktor-faktor higinis ada atau memadai maka tidak
Kata performance dalam bahasa inggris diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
sering berbeda, sampai sekarang belum dibakukan. Ada yang menerjemahkan
sebagai : unjuk kerja, kinerja, hasil karya, karya, pelaksanaan kerja, hasil
pelaksanaan kerja.
Ilyas (1999:65) menerjemahkan performance menjadi unjuk kerja, sedangkan
Wahyudi (1996:34) menerjemahkan menjadi prestasi kerja. Menurut The ScribnerBantam English Dictionary, terbitan Amerika dan Canada tahun 1979, (dalam
Prawirosentono, 1991:1) kinerja berasal dari akar kata “to form” yang mempunyai
beberapa “entries” berikut :
1) To do carry out; execute (melakukan, menjalankan, melaksanakan).
2) To dischange or fulfil; as a vow (memenuhi atau menjalankan kewajiban suatu
nazar).
3) To portray, as a character in a play (menggambarkan suatu karakter dalam suatu
permainan).
4) To render by voice or a musical instrument (menggambarkan dengan suatu atau
alat musik).
5) To execute or complete an undertaking (melaksanakan atau menyempurnakan
tanggung jawab).
6) To act a part in a play (melakukan sesuatu kegiatan dalam suatu permainan).
7) To perform music (memainkan/pertunjukan musik)
8) To do what is expected of a person or machine (melakukan sesuatu yang
diharapkan oleh seseorang atau mesin).
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka arti performance atau kinerja adalah sebagi
berikut : Kinerja (Performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang
atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral
maupun etika.
Disamping itu, kinerja (performance) diartikan sebagai hasil kerja seseorang
pegawai, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan,
dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukan buktinya secara konkrit dan
dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan).
Mangkunegara (2001:67) mendifinisikan kinerja (prestasi kerja) sebagai berikut:
“Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya”. Sedangkan Bernardin dan Russel (1993:397), mengatakan
pengertian bahwa: “kinerja pegawai tergantung pada kemampuan, usaha kerja dan
kesempatan kerja yang dapat dinilai dari out put”. Timpe (1993:ix), mengemukakan
bahwa kinerja (prestasi kerja) adalah: “Tingkat kinerja individu, yaitu hasil yang
diinginkan dari perilaku individu.
Kinerja merupakan penampilan hasil karya seseorang dalam bentuk kualitas
ataupun kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan
individu maupun kelompok kerja pegawai. Tiga hal penting dalam kinerja adalah
tujuan, ukuran, dan penilaian.
Penentuan tujuan setiap unit organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan
kinerja. Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana
seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi dari setiap personel. Tetapi
ternyata tujuan saja tidak cukup, sebab itu diperlukan ukuran apakah seseorang
personel telah mencapai kinerja yang diharapkan. Untuk itu penilaian kuantitatif
dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan jabatan personel memegang
peranan yang penting. Akhir dari proses kinerja adalah penilaian kinerja itu sendiri
yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan.
Dimensi-dimensi yang dijadikan ukuran kinerja, menurut Nawawi (2000:97) adalah :
1. Tingkat kemampuan kerja (kompetensi) dalam melaksanakan pekerjaan baik
yang diperoleh dari hasil pendidikan dan pelatihan maupun yang bersumber dari
pengalaman kerja
2. Tingkat kemampuan eksekutif dalam memberikan motivasi kerja, agar pekerja
sebagai individu bekerja dengan usaha maksimum, yang memungkinkan
tercapainya hasil sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat.
2.1.4.2 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja merupakan suatu proses menilai hasil karya personel dengan
menggunakan instrumen penilaian kinerja dengan membandingkanya dengan
standar baku. Melalui penilaian itu kita dapat mengetahui apakah pekerjaan itu
sudah sesuai atau belum dengan uraian pekerjaan yang telah disusun sebelumnya.
1 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja mencakup faktor-faktor :
a. Pengamatan, yang merupakan proses menilai dan menilik perilaku yang
ditentukan oleh sistem pekerjaan.
b. Ukuran, yang dipakai untuk mengukur prestasi kerja seorang personel
dibandingkan dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan untuk personel
tersebut.
c. Pengembangan, yang bertujuan untuk memotivasi personel mengatasi
kekurangannya dan mendorong yang bersangkutan untuk mengembangkan
kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya.
2. Tujuan Penilaian Kinerja
Tujuan Penilaian kinerja secara umum:
a. Menilai kemampuan personel
Penilaian ini merupakan tujuan yang mendasar dalam menilai personel secara
individu, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk menilai efektivitas
manajemen sumber daya manusia.
b. Pengembangan personel
Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk pengembangan personel
seperti: promosi, mutasi, rotasi, terminasi dan penyesuaian kompensasi.
Ø Secara spesifik penilaian kinerja bertujuan untuk:
· Mengenali SDM yang perlu dilakukan pembinan
· Menentukan kriteria tingkat pemberian kompensasi
· Memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan
· Memperoleh umpan balik atas hasil prestasi karyawan
Ø Tujuan utama sistem penilaian kinerja adalah menghasilkan informasi yang akurat
dan valid sehubungan dengan perilaku dan kinerja karyawan. Semakin akurat dan
valid informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian kinerja, semakin besar potensi
nilainya bagi organisasi.
Ø Tujuan penilaian kinerja secara khusus:
Walaupun semua organisasi masing-masing mempunyai tujuan yang mendasar
mengenai sistem penilaian kinerja, informasi yang dihasilkan oleh sistem tersebut
dapat digunakan secara khusus bagi organisasi. Tujuan khusus tersebut dapat
digolongkan menjadi dua bagian besar yaitu: evaluasi dan pengembangan.
3. Aspek Evaluasi Penilaian Kinerja
Untuk melakukan evaluasi maka manajer akan menilai kinerja massa lalu seorang
karyawan. Evaluator menggunakan informasi untuk menilai kinerja dan kemudian
menggunakan data tersebut dalam keputusan-keputusan promosi, demosi,
terminasi dan kompentensi. Teknik evaluatif membandingkan semua pegawai satu
dengan yang lain atau terhadap beberapa standar sehingga keputusan-keputusan
dapat dibuat berdasarkan catatan-catatan kinerja mereka. Keputusan-keputusan
yang paling sering dilaksanakan berdasarkan tujuan evaluatif adalah keputusankeputusan kompensasi yang mencakup peningkatan balas jasa, bonus pegawai, dan
kenaikan-kenaikan lainya dalam gaji. Tujuan evalutif kedua dari penilaian kinerja
adalah membuat keputusan-keputusan penyusunan pegawai (staffing). Penilaian
kinerja masa lalu merupakan factor kunci dalam menentukan pegawai yang
diinginkan lainya. Penilaian kinerja dapat dipakai untuk mengevaluasi sistem
perekrutan, seleksi dan penempatan.
4. Aspek Pengembangan Penilaian Kinerja
Informasi yang dihasilkan dari sistem penilaian kinerja dapat juga dipakai untuk
lebih memudahkan pengembangan pribadi/karir pegawai. Dalam pendekatan
pengembangan, manajer mencoba meningkatkan kinerja seseorang pegawai di
massa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja mendorong
pertumbuhan pegawai dalam hal keahlian, pengalaman atau pengetahuan yang
dibutuhkan seseorang untuk melaksanakan pekerjaan saat ini secara lebih baik.
Keahlian-keahlian atau pengetahuan yang harus dicapai seseorang untuk
melaksanakan pekerjaan di massa mendatang, dan tipe-tipe tanggung jawab yang
harus diberikan seseorang guna mempersiapkannya terhadap penugasanpenugasan di massa mendatang.
Penilaian kinerja yang bertujuan pengembangan juga mencakup pemberian
pedoman kepada pegawai untuk kinerjanya di massa depan. Umpan balik ini
mengenali kekuatan dan kelemahan dalam kinerja massa lalu dan menentukan arah
yang harus diambil pegawai untuk memperbaikinya. Pegawai ingin mengetahui
secara khusus bagaimana mereka dapat meningkat di massa depan. Karena
penilaian kinerja dirancang untuk menanggulangi masalah-masalah kinerja yang
buruk, penilaian haruslah dirancang untuk mengembangkan pegawai dengan lebih
baik.
5. Konsep Dasar Penilaian Kinerja
a. Memenuhi manfaat penilaian dan pengembangan
b. Mengukur/menilai berdasarkan perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan
c. Merupakan dokumen legal
d. Merupakan proses formal dan nonformal
6. Cara-cara Melakukan Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara yaitu:
a. Penilaian teknik essai
b. Penilaian komparasi
c. Penilaian daftar periksa
d. Penilaian langsung ke lapangan
e. Penilaian berdasarkan perilaku
f. Penilaian berdasarkan insiden kritikal
g. Penilaian berdasarkan keefektifan
h. Penilaian berdasarkan peringkat
7. Karakteristik
Sifat khas dari suatu pengukuran kinerja adalah:
a. Pengukuran kinerja nonfinansial harus dimasukan dalam suatu sistem karena
banyak tujuan organisasi yang tidak mendasarkan pada biaya. Yang termasuk disini
adalah: waktu, ketersedian alat, ketepatan jadwal, dan presentase produk yang
tidak salah.
b. Pengukuran kinerja harus saling menunjang bukan menimbulkan masalah
c. Pengukuran kinerja harus dapat memotivasi pegawai untuk membantu organisasi
mencapai tujuan jangka panjangnya seperti juga jangka pendek.
Pengukuran kinerja harus dapat dipakai di semua bagian. Interval waktu antar
persiapan dan keluarnya produk merupakan suatu pengukuran yang meliputi
beberapa daerah.
Informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian dapat digunakan untuk
memudahkan pengembangan pribadi pegawai. Sistem penilaian yang sehat dapat
menghasilkan informasi yang valid tentang pegawai. Jika informasi ini diumpanbalikan kepada pegawai secara jelas dan dengan cara yang tidak mengancam,
maka informasi itu dapat memenuhi dua tujuan:
1) Bila informasi mengindikasikan bahwa pegawai sudah bekerja secara efektif,
proses-proses umpan balik itu sendiri dapat menguntungkan pegawai karena dapat
meningkatkan rasa percaya diri dan kompetensinya.
2) Bila informasi menemukan adanya kelemahan, maka umpan balik dapat
menstimulasi proses pengembangan untuk mengatasi proses kelemahan yang ada.
Untuk manajemen sumber daya manusia, proses penilaian kinerja dapat
menunjukan adanya kebutuhan akan adanya pengembangan tambahan sebagai
suatu alat untuk meningkatkan kinerja. Dengan adanya hasil penilaian kinerja yang
mengindikasikan bahwa seorang pegawai mempunyai potensi untuk bekerja
dengan baik di suatu posisi yang dipromosikan, maka pegawai tersebut mempunyai
kesempatan untuk menduduki suatu posisi yang lebih tinggi.
Penilaian kinerja yang bertujuan pengembangan juga mencakup pemberian
pedoman kinerja pegawai di kemudian hari. Umpan balik akan menyadarkan
pegawai tentang kelemahan dan kekuatan kinerja massa lalu dan menentukan arah
yang harus dipilih pegawai untuk memperbaikinya. Pegawai ingin mengetahui
secara khusus, bagaimana mereka dapat meningkatkan keterampilan mereka di
massa mendatang. Karena penilaian kinerja dirancang untuk menanggulangi
masalah-masalah kinerja yang buruk, penilaian harus dirancang untuk
mengembangkan pegawai dengan lebih baik.
Posted by Dr. N.L.Krisnaat 4:08 PM7 comments:
KOMPENSASI
Dalam hubungannya dengan peningkatan kesejahteraan hidup para pegawai, suatu
organisasi harus secara efektif memberikan kompensasi sesuai dengan beban kerja
yang diterima pegawai. Kompensasi merupakan salah satu faktor baik secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja pegawai/
dosen. Karena itu semestinya pemberian kompensasi kepada pegawai perlu
mendapat perhatian khusus dari fihak manajemen instansi agar motivasi para
pegawai/ dosen dapat dipertahankan dan kinerja pegawai/ dosen diharapkan akan
terus meningkat. Berkaitan dengan hal tersebut perlu diadakan penelitian mengenai
variabel yang berpengaruh terhadap kompensasi dan kinerja pegawai.
Salah satu fenomena yang muncul dewasa ini adalah adanya kebijakan pemberian
kompensasi yang cenderung masih belum sepenuhnya sesuai dengan harapan
pegawai/ dosen sedangkan kompensasi itu sendiri adalah merupakan salah satu
faktor untuk mendorong pegawai/ dosen agar memiliki kinerja yang tinggi.
Cascio (1993 ; 225) menyatakan bahwa kompensasi itu terbagi menjadi dua,
terdapat kompensasi langsung maupun kompensasi tidak langsung. Kompensasi
langsung terdiri dari gaji, uang transport, tunjangan hari raya, uang lembur, dan
tunjangan langsung lainnya. Sedangkan kompensasi tidak langsung terdiri dari
promosi jabatan, asuransi, tunjangan jabatan, dan mutasi.
Kompensasi merupakan salah satu faktor baik secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi tinggi rendahnya motivasi dan kinerja pegawai/ dosen. Karena itu
semestinya pemberian kompensasi kepada pegawai/ dosen perlu mendapat
perhatian khusus dari fihak manajemen instansi agar motivasi para pegawai/ dosen
dapat dipertahankan dan kinerja dosen diharapkan akan terus meningkat. Berkaitan
dengan hal tersebut perlu diadakan penelitian mengenai variabel yang berpengaruh
terhadap kinerja pegawai/ dosen.
Salah satu fenomena yang muncul dewasa ini adalah adanya kebijakan pemberian
kompensasi yang cenderung masih belum sepenuhnya sesuai dengan harapan
pegawai sedangkan kompensasi itu sendiri adalah merupakan salah satu faktor
untuk mendorong pegawai/ dosen agar memiliki kinerja yang tinggi.
Kompensasi merupakan salah satu fungsi yang penting dalam Manajemen Sumber
Daya Manusia (MSDM), hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (1992:147), yang
mengatakan:
“Incentives, at the end of the motivation cycle is the incentives defined as anything
that will alleviate a need and reduce a drive, thus attaining an incective will tend to
restore physiological and psychological balaance and will reduce or cut off the drive.
Eating food, drinking water, and obtainig friends willtend to resotore the balance
and reduce the corresponding drivers, food, water, and friens are the incentives in
these exemples”
yang berarti: “kompensasi, pada akhir daur motivasi didefinisikan sebagai segala
sesuatu yang akan meringankan kebutuhan dan mengurangi gerakan, dengan
demikian pencapaian kompensasi akan menuju kepada perbaikan keseimbangan
fisiologis dan psikologis dan akan mengurangi atau menghilangkan gerakan.
Memakan makanan, meminum air, dan memperoleh teman akan menuju kepada
perbaikan keseimbangan dan mengurangi penyesuaian gerakan, makan, air, dan
teman adalah kompensasi dari contoh-contoh diatas”
Kompensasi menurut Jones: bases pay on production ( i.e., printers delwered or
revenue targets achieved) healt insurance and social security :
- Pokok yang harus dibayarkan pada suatu produksi para pegawai atau untuk target
pendapatan.
- Pemasukan untuk Federal dan negara seperti asuransi kesehatan dan keamanan
sosial.
Tidak semua pegawai berkehendak untuk dipisahkan dalam waktu yang panjang
dari keluarga, teman-temannya dan sistem yang menunjang kesenangan di rumah.
Begitu pula, dorongan bergerak untuk kewajiban-kewajiban asing yang teratur
dikurangi hal-hal ini meliputi pula pembayaran pelayanan, terhadap perumahan,
mobil, supir dan perangsang lainnya.
Davis dan Newston (1994:135-134) mengemukakan bahwa kompensasi
mengingatkan antara prestasi individu, kelompok atau organisasi yaitu dapat
meliputi: upah potongan, komisi, bonus, bagi laba dan bagi produksi. Sedangkan
Siagian (1999:265) mengemukakan bahwa sistem kompensasi digolongkan
kedalam: (1) Sistem kompensasi pada tingkat individu (Peacework, bonus, komisi,
kurva kematangan, dan kompensasi bagi para eksekutif), (2) Sistem kompensasi
pada kelompok (kompensasi produksi, bagian keuntungan, dan pengurangan biaya).
Selanjutnya Robin (1996:246) mengemukakan kompensasi yang mengandung
pengertian yang sama dengan upah variabel yaitu suatu bagian dari upah
seseorang karyawan yang didasarkan pada suatu ukuran kinerja individual atau
organisasi. Upah variabel tersebut terdiri dari upah berdasarkan potongan, bonus,
berbagai laba dan berbagai hasil.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem kompensasi
adalah kompensasi yang diberikan kepada pegawai atas dasar prestasi kerjanya.
Sistem kompensasi tersebut meliputi: (1) Upah potongan (piecework), (2) Komisi,
(3) Bonus, (4) Bagian laba, (5) Bagi produksi.
1. Upah potongan (pacework), yaitu pemberian kompensasi berdasarkan jumlah
hasil pekerjaan pegawai yang dinyatakan dalam unit produksi. Dasar penghitungan
ialah bahwa makin banyak unit produksi yang dihasilkan, makin tinggi pula
kompensasi yang diterimanya. Sistem ini tidak dapat diterapkan pada pegawai
bagian administrasi, atau pada pekerjaan yang telah ditentukan.
2. Komisi yaitu imbalan yang diberikan kepada pegawai disamping memperoleh gaji
pokok, juga diberikan kompensasi karena keberhasilannya melaksanakan tugas,
atau pegawai yang memperoleh penghasilannya semata-mata berupa komisi.
3. Bonus, yaitu imbalan yang diberikan kepada pegawai yang mampu bekerja
sedemikian rupa sehingga tingkat produktivitas yang berlaku terlampui. Bonus
dibayar secara eksklusif kepada para eksekutif atau kepada semua pegawai. Ada
tiga cara pemberian bonus yaitu: Pertama, berdasarkan jumlah unit produksi yang
dihasilkan dalam kurun waktu tertentu, jika jumlah produksinya melebihi jumlah
yang telah ditetapkan, pegawai menerima bonus atas kelebihan jumlah yang
dihasilkan. Kedua, apabila terjadi penghematan waktu, yaitu jika pegawai dapat
menyelesaikan tugas dalam waktu yang lebih singkat dari waktu yang seharusnya,
dengan alasan bahwa dengan menghemat waktu, lebih banyak pekerjaan yang
harus diselesaikan dan ketiga, berdasarkan perhitungan progresif, yaitu jika
pegawai makin lama makin mampu memproduksikan barang dalam jumlah yang
semakin besar, makin besar pula bonus yang diterimanya untuk setiap kelebihan
produksi yang dihasilkannya.
4. Kurva kematangan (maturity curve), yaitu bagi organisasi yang mengerjakan
tenaga teknikal dan profesional ilmiah. Apabila ada tenaga kerja profesional yang
karena masa kerja dan golongan pangkat serta gaji tidak bisa mencapai pangkat
dan penghasilan yang lebih tinggi lagi, dibuat suatu kurva prestasi kerja. Jika kurva
tersebut menunjukan bahwa prestasi kerja mereka lebih besar dari prestasi kerja
normal diberikan kompensasi tertentu. Dengan demikian meskipun golongan
pangkat dan gaji yang sudah maksimal, penghasilan riilnya masih dapat
ditingkatkan.
5. Bagi laba atau keuntungan, yaitu kompensasi yang diberikan berdasarkan
sesuatu rumus yang telah ditetapkan yang dirancang berdasarkan profitabilitas
atau keuntungan suatu perusahaan atau organisaasi.
6. Bagi produksi, yaitu kompensasi yang diberikan kepada produktivitas kelompok,
jika produktivitas kelompok mampu melampaui target produksi normal maka
diberikan bonus.
Dalam menyusun sistem kompensasi, ada lima faktor yang harus dipertimbangkan
sebagaimana dikemukakan Siagian (1999: 265-267) yaitu sebagai berikut :
1. Tingkat upah dan gaji yang berlaku diberbagai organisasi yang ada dalam satu
wilayah tertentu. Walaupun demikian juga harus dipertimbangkan langka tidaknya
tenaga kerja yang memiliki pengetahuan dan keterampilan tertentu yang
dibutuhkan oleh organisasi.
2. Tuntutan serikat kerja, yaitu sangat memungkinkan serikat pekerja berperan
dalam mengajukan tuntutan tingkat gaji/ upah yang lebih tinggi dari tingkat yang
berlaku disebabkan oleh berbagai faktor kebutuhan pekerja untuk meningkatkan
tarap hidup dan kesejahteraan anggotanya. Peranan dan tuntutan serikat kerja
perlu diperhitungkan, karena apabila tidak, para pekerja memungkinkan akan
melancarkan berbagai kegiatan yang dapat merugikan organisasi dan pegawai itu
sendiri.
3. Produktivitas, yaitu apabila para pegawai merasa tidak memperoleh kompensasi
yang wajar, sangat mungkin pegawai tidak akan bekerja keras, sehingga
produktivitasnya rendah dan dapat menimbulkan kerugian bagi organisasi.
4. Kebijakan organisasi mengenai upah dan gaji, yaitu yang tercermin pada jumlah
uang yang dibawa pulang oleh pegawai tersebut. Berarti bukan hanya gaji pokok
yang penting, akan tetapi berbagai komponen lain dari kebijakan organisasi, seperti
tunjangan jabatan, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan transportasi, bantuan
pengobatan, bonus, tunjangan kemahalan dan sebagainya.
5. Peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu daerah atau negara,
misalnya tingkat upah minimum, upah lembur, mempekerjakan wanita,
mempekerjakan anak dibawah umur, keselamatan kerja, hak cuti, jumlah jam kerja
dalam seminggu, hak berserikat dan sebagainya.
Semua sistem kompensasi yang baik tidak bisa dilihat dari satu sudut kepentingan
organisasi sebagai pemakai tenaga kerja saja atau kepentingan pegawai saja, tetapi
kepentingan dari berbagai pihak yang turut terlibat baik langsung maupun tidak
langsung.
Sedangkan sistem kompensasi merupakan salah satu alat untuk memotivasi para
karyawan untuk mewujudkan tujuan organisasi yang telah ditetapkan itu.
Kompensasi umumnya diberikan sebagai imbalan atas perilaku kerja individual,
tetapi dapat pula diberikan kepada kelompok. Sistem kompensasi menghubungkan
antara kompensasi dan unjuk kerja bukan senioritas ataupun jumlah jam kerja.
Menurut Robbin (1997) menyatakan bahwa program kompensasi yang efektif harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Sederhana : aturan-aturan dalam sistem kompensasi harus ringkas, jelas dan
mudah difahami.
2. Spesifik : jangan hanya mengatakan “hasil lebih banyak” atau “hentikan
kecelakaan”. Para pegawai perlu mengetahui secara tepat tentang apa yang harus
mereka kerjakan.
3. Terjangkau : setiap pegawai harus mempunyai peluang yang wajar untuk
memperoleh kompensasi.
4. Terukur : sasaran-sasaran yang terukur adalah dasar untuk membangun rencanarencana atau program kompensasi. Program kompensasi akan menjadi tidak ada
manfaatnya bila hasil/prestasi kerja spesifik tidak dapat dikaitkan dengan rupiah
yang dikeluarkan.
Posted by Dr. N.L.Krisnaat 4:08 PM2 comments:
KOMPETENSI
2.1.2.1 Pengertian dan Karakteristik Kompetensi
Menurut Mitrani, Palziel and Fitt (1992:112), competency concept is not a new one.
Organisasi industri psikologi Amerika, pergerakan tentang kompetensi telah dimulai
pada tahun 1960 dan awal 1970. Menurut gerakan tersebut, banyak hasil studi
yang menunjukan bahwa hasil test sikap dan pengetahuan, prestasi belajar di
sekolah dan diploma tidak dapat memprediksikan kinerja atau keberhasilan dalam
kehidupan.unsur-unsur tersebut sering menimbulkan bias terhadap minoritas,
wanita, dan orang yang berasal dari strata sosioekonomi yang rendah. Temuan
tersebut telah mendorong dilakukan penelitian terhadap variabel kompetensi yang
diduga meprediksikan individu dan tidak bias karena faktor rasial, jender dan sosio
ekonomi. Oleh sebab itu beberapa prinsip yang perlu diperhatikan adalah :
1. Membandingkan individu yang secara jelas berhasil didalam pekerjaanya dengan
individu yang tidak berhasil
2. Mengidentifikasikan pola fikir dan perilaku individu yang berhasil.
Semua jenis kompetensi yang bersifat non-akademik seperti kemampuan
menghasilkan ide-ide yang inovatif, management skill, kecepatan mempelajari
jaringan kerja. Berhasil memprediksi kinerja individu dalam pekerjaannya. Menurut
Clark (1997a:297), Competensy is a knowladge or know how for doing a effective
job.
Sementara itu menurut Davis (1999:299) : Competency is a capability perspective
and people knowledge, especialy to impact on ability for need in a business via
minimize cost and optimalization services to customer more for less.
Menurut Mitrani, Palziel and fitt, (1992), Spencer & Spencer, (1993), competency
define as people based characteristic and implication on job effetiveness.
Kompetensi dapat dibagi atas dua (2) kategori yaitu “threshold” dan
“differentiating” menurut kinerja yang digunakan memprediksikan kinerja suatu
pekerjaan. (Spencer and Spencer, 1993) yaitu :
1. Threshold competencies adalah karakteristik utama (biasanya pengetahuan atau
keahlian dasar seperti kemampuan untuk membaca) yang harus dimiliki oleh
seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya.
2. Differentiting competencies adalah faktor-faktor yang membedakan individu yang
berkinerja tinggi dan rendah.
Terkait dengan peran strategis sumber daya manusia, kompetensi dilakukan dengan
pemahaman organisasi tentang peran sumber daya manusia yang semula people
issues menjadi people related business issues.
Menurut Schuller, Walker (1990) people issues didefinisikan sebagai isu bisnis yang
hanya dikaitkan dengan orang bisnis saja, (business competence is only business
people), sebagai impilikasi kompetensi karyawan atau eksekutif sumber daya
manusia cenderung kurang diakui, maka pemahaman tersebut berubah menjadi
people relatede business issues (business competence is for every business people
in the organization included human resources management people or executives).
People related business issues disefinisikan sebagai persoalan bisnis yang selalu
dikaitkan dengan peran serta aktif sumber daya manusia. Isu ini berkembanga oleh
karena adanya tendensi seperti : people, service and profit, 100% customer service,
challenge and opportunities, now lay off, guaranted for treatment, survey or feed
back or action, promote for work, profitsharing and open door policy.
Tendensi-tendensi ini memiliki implikasi yang menuntut konstribusi aktif semua
pihak, yang ada dalam organisasi, terutama karyawan sumber daya manusia. Peran
sumber daya manusia akan semakin dihargai terutama dalam hal kompetensi
sumber daya manusia, untuk pengelolaan bisnis. Pengahargaan terhadap
kompetensi sumber daya manusia diperlukan karena akan mempengaruhi
keefektifitasan kegiatan bisnis, the reward of human resources competency will
impact on business activity effectiveness (Schuller dan Jackson, 1996). Sumber
daya manusia yang dihargai akan bekerja dengan sepenuh hati untuk memberikan
yang terbaik bagi organisasi.
Hart (1999:368) menemukan 15 unsur dalam kompetensi para pegawai, yaitu:
1. The performance orientation (Orientasi pencapaian prestasi)
2. The analitical thinking (Pemikiran analitis)
3. To have ability in a uncertainty condition (Memiliki kemampuan dalam
berhadapan dengan kondisi serba tidak pasti)
4. Decision Making (Pengambilan keputusan)
5. Leadership (Kepemimpinan)
6. Networking (Kerja jejaring)
7. Verbal Communication (Komunikasi lisan)
8. Self Stimuli and Inisiative (Dorongan pribadi dan inisiatif)
9. Kemampuan untuk membujuk
10. Perencanaan dan pengorganisasian
11. Kepedulian terhadap hal-hal yang bersifat politik
12. Kesadaran terhadap diri sendiri dan pengembangan diri
13. Kerja kelompok
14. Tingkatan pengetahuan dn keterampilan yang dimiliki
15. Komunikasi tertulis
Penelitian yang dilakukan oleh Gronroos dkk pada tahun 1990 dalam (Johnson,
1995:55a) menunjukan bahwa setidaknya terdapat 6 kriteria yang dipergunakan
untuk mengukur tingkatan kualitas atas suatu pelayanan, masing-masing yaitu :
1. Profesionalisme dan keterampilan pegawai
2. Sikap dan perilaku
3. Aksesabilitas dan kelenturan
4. Kehandalan dan kepercayaan
5. Pemulihan atau recovery
6. Reputasi dan kredibilitas
Sementara itu, dari penelitian Mac Lean (1996:24) berhasil menemukan 4 dimensi
kompetensi pribadi yang menjadi prasyarat bagi keberhasilan suatu entitas bisnis,
yaitu :
1. Perencanaan secara optimal menyangkut kebutuhan untuk berprestasi dan
penyusunan skala prioritas.
2. Melakukan pengelolaan tim kerja
3. Melakukan pengelolaan diri sendiri
4. Menggunakan kemampuan intelektual yang ada untuk melakukan pengambilan
keputusan.
Berbagai pendapat para ahli yang melakukan penelitian sebelumnya, maka dalam
penelitian ini kompetensi pegawai akan di ukur dengan mendasarkan kepada
beberapa karakteristik, sebagaimana yang terlihat pada tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1 Karakteristik Kompetensi Pegawai Menurut Para Ahli
No
Karakteristik Kompetensi Pegawai
Menurut
1
Kompleksitas keterampilan manajerial sekaligus profesional dengan tingkat
tanggung jawab yang tinggi dari para pejabat pelaksananya
Bergenhenegouwen
(1997:58)
2
Berupaya untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi pekerjaan
Denton
(1997:7)
3
Keterampilan, pendapat/ kemampuan mengkritisi permasalahan, sikap dan nilai
yang dianut, pengetahuan, kemampuan dan kapasitas
Gale dan Pol dalam Birdir (2000:205)
4
Memiliki pola-pola pengambilan keputusan, baik dalam kontek perencanaan,
operasional maupun yang bersifat taktikal
Gilmore
(1996:43)
5
Berorientasi pada pencapaian prestasi
Hart
(1999:368)
6
Pengetahuan profesional, orientasi kepada pelanggan, kepedulian kepada bisnis,
kepemimpinan, dn perencanaan serta pengorganisasian
Houtzagers
(1999:29)
7
Kedalaman pengetahuan atas keterampilan tertentu
Hronec
(1993:33)
Sambungan Tabel 2.1
8
Keterampilan teknis, keterampilan manajerial, serta perilaku
Jackson
(1994:26)
9
Keahlian dan profesionalisme yang dipergunakan dalam menjalankan suatu
kegiatan pelayanan jasa
Johnson
(1995a:70)
10
Mampu menempati dengan baik, bersifat spesifik, tulus hati, memiliki kemampuan
untuk berkreasi, memiliki keterampilan mendengar dan menyimak secara efektif
Nelson
(1998:76)
11
Mampu bekerja secara efektif, memiliki motif, bakat, keterampilan pada berbagai
aspek, citra diri, peran sosial dan ilmu pengetahuan tertentu
Robotham
(1996:27)
Sumber : Riyanto (2002)
Menurut Mathis & Jackson (2001), competency is a base characteristic that
correlation of individual and team performance acheivement. Kompetensi adalah
karakteristik dasar yang dapat dihubungkan dengan peningkatan kinerja individu
atau tim. Pengelompokan kompetensi terdiri dari pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skill), dan kemampuan (abilities). Model konseptual akan kompetensi
dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini :
PENGETAHUAN
KETERAMPILAN
KEMAMPUAN
Skala : Terlihat
Tersembunyi
Gambar 2.1 : Model Konseptual Akan Kompetensi
Sumber : Mathis & Jackson (2001)
Kompetensi terlihat dan tersembunyi, mengilustrasikan bahwa ada kompetensi
yang terlihat dan tersembunyi. Pengetahuan, lebih terlihat, dapat dikenali oleh
banyak organisasi dalam mencocokan orang terhadap pekerjaan. Keterampilan,
walaupun sebagian dapat terlihat seperti keterampilan dalam membuat lembar
pekerjaan keuangan, sebagian lain seperti keterampilan negoisasi dapat kurang
teridentifikasi. Akan tetapi kompetensi tersembunyi berupa kecakapan, yang
mungkin lebih berharga, yang dapat meningkatkan kinerja. Sebagai contoh,
kompetensi untuk membuat konsep hubungan strategis dan untuk mengatasi
konflik interpersonal, lebih sulit diidentifikasi dan dinilai.
Kompetensi yang ditetapkan di organisasi merupakan basis dari berbagai aspek
pengembangan sumber daya yang dimiliki, yang dikondisikan sebagai upaya
pendukung dalam pencapaian kinerja organsiasi, dengan keunggulan kinerja
merupakan modal penting untk mengantar organisaasi mencapai tingkat
keunggulan bersaing yang optimal dan efisien.
2.1.2.2 Metodologi Analisis Kompetensi
Tidak seperti pendekatan tradisional untuk menganalisas pekerjaan, yang
mengidentifikasikan tugas, pengetahuan, keterampilan yang berhubungan dengan
suatu pekerjan, pendekatan kompetensi mempertimbangakan bagaimana
pengetahuan dan keterampilan tersebut digunakan. Pendekatan kompetensi juga
mencoba mengidentifikasikan faktor tersembunyi yang sering kali sangat penting
untuk kinerja superior. Pendekatan kompetensi menggunakan beberapa metodologi
untuk membantu supervisor mengidentifikasikan contooh-contoh dari apa yang
mereka maksudkan dengan sikap dan bagaimana faktor-faktor tersebut
mempengaruhi efektivitas kerja.
Menurut Mathis & Jackson beberapa metodologi tersedia dan digunakan untuk
menentukan kompetensi, pada umumnya dengan “behavioral event interviews”
yaitu terdiri dari proses sebagai berikut :
1. Suatu sistem senior manajer mengidentifikasikan bidang-bidang hasil kinerja
masa depan yang penting untuk rencana strategis dan bisnis dari organisasi.
konsep ini dapat lebih luas dari pada yang digunakan dimasa lampau.
2. Grup panel dibentuk, terdiri dari orang-orang yang berpengatahuan tentang
pekerjaan-pekerjaan di organisasi tersebut. Grup ini dapat beranggotakan baik
pegawai yang berkinerja rendah maupun tinggi, supervisor, manajer, trainer, dan
lainnya.
3. Seorang fasilitator dari sumber daya manusia atau seorang konsultan luar
mewawancarai anggota panel tersebut untuk mendapatkan contoh-contoh spesifik
dari kelakuan pekerjaan dan kehadiran sebenarnya dalam pekerjaan. Selama
wawancara orang-orang tersebut juga ditanyai tentang pikiran dan perasaannya
selama setiap kejadian yang digambarkan.
4. Menggunakan kejadian-kejadian tersebut, sang fasilitator membuat uraian rinci
dari setiap kompetensi. Fase deskriptif ini harus jelas dan spesifik, sehingga
pegawai, supervisor, manajer dan lainnya dalam organsiasi mempunyai pengertian
yang lebih jelas mengenai kompetensi yang berhubungan dengan pekerjaan.
5. Kompetensi-kompetensi tersebut diurutkan dan level yang dibutuhkan untuk
mencapainya diidentifikasikan. Kemudian kompetensi dirincikan untuk setiap
pekerjaan.
6. Akhirnya standar kinerja diidentifikasikan dan dihubungkan dengan pekerjaan.
Proses seleksi, pelatihan, pendidikan dan kompetensi yang sesuai terfokus pada
kompetensi ahrus dibuat dan diimplementasikan. Menurut Mathis & Jackson,
kompetensi yang digunakan dalam organisasi bervariasi sekali.
2.1.2.3 Penerapan Kompetensi Berdasarkan Fungsi Sumber Daya Manusia
Setiap oragansisi memiliki kompetensi yang berbeda, karena belum adanya
peryaratan standar untuk menempati suatu posisi, serta penetuan pelatihan bagi
sumber daya manusia belum sistematis maka aplikasi kompetensi diprioritaskan
berdasarkan fungsi sumber daya manusia di organisasi.
Menurut Mitrani, Dalziel, Fitt (1992); Spencer & Spencer (1993), dari pemikiran para
ahli dapat diidentifikasikan beberapa pokok pikiran tentang kualitas yang perlu
dimiliki orang pada eksekutif (executives), manajer (managers), dan karyawan
(employees) dalam penelitian ini yang dibahas adalah mengenai kompetensi tingkat
personil (dosen).
Kompetensi karyawan/ dosen diperlukan untuk mengidentifikasi pekerjaan yang
sesuai dengan prestasi yang diharapkan. Kompetensi tingkat karyawan/ dosen
meliputi :
1. Flexibility
Yaitu kemampuan untuk melihat perubahan sebagai suatu kesempatan yang
menggembirakan ketimbang sebagai ancaman.
2. Information seeking, motivation, and ability to learn
Yaitu kemampuan mencari kesempatan belajar tentang keahlian teknis dan
interpersonal.
3. Achievment motivation
Yaitu kemampuan berinovasi sebagai peningkatan kualitas, produktivitas.
4. Work motivation under time pressure
Yaitu kemampuan menahan stres dalam organisasi, dan komitmen dalam
menyelesaikan pekerjan.
5. Collaborativeness
Yaitu kemampuan pegawai untuk bekerja secara kooperatif di dalam kelompok.
6. Customer service orientation
Yaitu kemampuan melayani konsumen, mengambil inisiatif dalam mengatasi
masalah yang dihadapi konsumen.
Posted by Dr. N.L.Krisnaat 4:05 PM10 comments:
PENDIDIKAN DAN LATIHAN
Secara umum tujuan suatu program pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan
diarahkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi perusahaan serta untuk
menjembatani kesenjangan antara pengetahuan, keterampilan serta sikap pegawai
yang ada dan diharapkan baik pula pada masa sekarang maupun pada masa yang
akan datang disesuaikan dengan kebutuhan individu maupun kebutuhan
perusahaan.
Menurut Handoko (1995, 103) terdapat 2 (dua) tujuan utama dari program
pelatihan, yaitu :
“Pertama, latihan dan pengembangan dilakukan untuk menutup “gap” antara
kecakapan atau kemampuan pegawai dengan permintaan jabatan. Kedua, programprogram tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja
pegawai dalam mencapai sasaran kerja yang telah ditetapkan.”
Tujuan pendidikan dan pelatihan merupakan tolok ukur dari berhasil tidaknya proses
pendidikan yang dilaksanakan perusahaan. Tujuan pendidikan dan pelatihan dapat
digunakan sebagai dasar dan pedoman untuk melakukan penyusunan program
pendidikan, dalam pelaksanaan dan dalam pengawasannya serta evaluasi
keberhasilan. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan dari pendidikan dan pelatihan itu
untuk dapat memenuhi kepentingan bagi organisasi maupun individu.
2.2.2 Proses Sistem Pendidikan dan Pelatihan
Dalam merancang dan mengembangkan program pendidikan dan pelatihan yang
efektif, terdapat beberapa tahap. Beberapa ahli mengemukakan tahapan tersebut,
salah satunya adalah Dessler (1997, 250), yaitu : “We can conveniently think of a
typical training or development program as consisting of five steps : (1) Needs
analysis, (2) Instructional design, (3) Validation, (4) Implementation, (5) Evaluation
and Follow-up.”
Menurut pendapat Milkovich and Boudreau (1991, 408) bahwa bentuk pelatihan
dalam organisasi ada 3 (tiga) tahap, yaitu : “Needs Assessment, Training and
Development, Evaluation.” Sedangkan Bernardin dan Russell (1993, 299)
mengemukakan pendapat yang senada, yaitu : “Needs Assessment, Development,
and Evaluation,” Untuk lebih jelasnya mengenai langkah-langkah dalam tahap
pendidikan dan pelatihan tersebut maka akan diuraikan sebagai berikut :
a. Penilaian Kebutuhan (Need Assessment)
Tujuan penentuan kebutuhan pelatihan ini adalah untuk mengumpulkan sebanyak
mungkin informasi yang relevan guna mengetahui dan/atau menentukan apakah
perlu tidaknya pelatihan dalam organisasi tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh
Bernardin dan Russell (1993, 298) bahwa :
“A needs assessment is a systematic, objective determination of training needs,
which involves conducting threee primary types of analysis. The three analysis
consist of an organizational analysis, a job analysis and a person analysis.”
Pengertian bahwa penilaian kebutuhan adalah suatu sistematika, penentuan
pendidikan dan pelatihan yang diperoleh dari tiga jenis analisis. Ketiga analisis ini
diperlukan dalam menentukan sasaran program pendidikan dan pelatihan. Ketiga
analisis tersebut adalah analisis organisasi, analisis pekerjaan, dan analisis individu.
b. Analisis Organisasi
Sebelum suatu program pendidikan dan pelatihan dilaksanakan oleh perusahaan,
perlu dilakukan suatu analisis yang jelas tentang pendidikan dan pelatihan untuk
kebutuhan perusahaan. Setelah melihat adanya kebutuhan perusahaan perlu dibuat
program yang sesuai dan benar-benar mencapai sasaran kebutuhan perusahaan.
Milkovich dan Boudreau (1991, 409) mengemukakan : “We can categorize
organizational. Level needs as organization maintenance, effciency, and culture.”
Pengertian yaitu analisis organisasi mencakup tiga hal, yaitu : analisis atas
pemeliharaan organisasi, efisiensi, dan budaya organisasi.
Organizational maintenance (pemeliharaan organisasi) bertujuan untuk menjamin
kestabilan/kelancaran di dalam tersedianya keterampilan pegawai yang tidak
memadai. Kurangnya pengetahuan pegawai apabila akan dialih tugaskan akan
menimbulkan adanya kebutuhan akan pendidikan dan pelatihan.
Organization efficiency (efisiensi organisasi) menggambarkan model diagnosa yang
objektif. Seperti keuntungan, biaya tenaga kerja, kualitas kinerja dan dengan
adanya kesenjangan yang ada maka dapat diatasi melalui program pendidikan dan
pelatihan. Dalam kenyataannya salah satu alasan yang penting diadakan
pendidikan dan pelatihan dalam perusahaan yaitu dalam hal kemampuan
memutuskan atau memecahkan masalah, bekerja dalam kelompok dan perilaku
yang dapat meningkatkan mutu/ keterampilan tenaga kerja.
Organizational culture (budaya organisasi), merefleksikan sistem nilai atau filosofi
organisasi. Dilakukan dengan melihat budaya kerja yang mendukung tercapainya
tujuan organisasi. Menurut Dessler (1997, 247) mengemukakan : “Budaya
organisasi dapat diartikan sebagai sikap dan persepsi yang dimiliki pegawai pada
umumnya dalam suatu perusahaan tempat mereka bekerja.”
Dengan perkataan lain, para pegawai menangkap isyarat tentang perusahaan
mereka dan dari syarat-syarat ini mereka membentuk suatu gambaran yang padu
tentang jenis organisasi tempat mereka bekerja.
Menurut Dessler (1997, 251) analisis kebutuhan pelatihan itu adalah :
“The purpose of the needs analysis step is to :
· Identify Specific job performance skill needed to improve performance and
productivity.
· Analyze the audience to ensure that the program will be suited to their specfic
levels of education, experience, and skills, as well as their attitureds and personal
motivations.
· Use research to develop specific measurable knowledge and performance
objectives.”
Tujuan dari langkah analisis kebutuhan pelatihan antara lain, yaitu :
· Mengidentifasikan keterampilan kinerja jabatan khusus yang dibutuhkan untuk
memperbaiki kinerja dan produktivitas.
· Menganalisis peserta untuk memastikan bahwa program akan sesuai dengan
tingkat pendidikan khusus mereka, pengalaman, dan keterampilan juga sikap dan
motivasi pribadi mereka.
· Menggunakan penelitian untuk mengembangkan sasaran pengetahuan dan kinerja
yang dapat diukur.
c. Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan (Evaluation)
Agar program pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan efektif maka program
tersebut harus merupakan suatu solusi yang tepat bagi permasalahan perusahaan,
yaitu bahwa pendidikan dan pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki
kekurangan. Untuk meningkatkan usaha belajar, para pegawai harus menyadari
perlunya memperoleh informasi yang baru atau memperoleh ketrampilan baru dan
berkeinginan untuk belajar hendaknya tetap dapat dipertahankan.
Dessler (1997, 269) mengemukakan mengenai evaluasi sebagai berikut :
“There are two basic issues to address when evaluationg a training program. The
first is the design of the evaluation study and in particular, whether controlled
experimentation will be used. The second is the training effect to be measured.”
Terdapat dua masalah dasar yang harus dikemukakan bila mengevaluasi sebuah
program pendidikan dan pelatihan. Pertama adalah rancangan dari telaah evaluasi
dan terutama apakah eksperimentasi terkendali yang akan digunakan. Kedua
adalah efek latihan yang dapat diukur. Eksperimen terkendali adalah metode
terbaik untuk digunakan dalam mengevaluasi sebuah program pelatihan untuk
menguji efektivitas sebuah program pelatihan, yang lebih disukai adalah dengan tes
sebelum dan sesudahnya.
Bernardin dan Russell (1993, 312) mengemukakan mengenai kriteria dari evaluasi,
yaitu : “Reactions, learning, behaviors, organizational results.”
Uraian dari kriteria tersebut adalah :
a. Reaksi
Untuk mengetahui reaksi para peserta mengenai program pendidikan dan
pelatihan. Dengan menggunakan kuesioner pada akhir pendidikan dan pelatihan
para peserta ditanya tentang seberapa jauh mereka merasa puas terhadap
pelatihan secara keseluruhan. Terutama didasarkan pada beberapa alasan utama,
seperti untuk mengetahui sejauh mana para peserta merasakan kepuasaannya
dengan program tersebut, untuk maksud diadakannya beberapa revisi atas program
pendidikan dan pelatihan, untuk menjamin agar peserta lain bersikap mau
menerima (reseptif).
b. Pelajaran
Informasi yang ingin diperoleh melalui jenis evaluasi ini adalah untuk mengetahui
penguasaan konsep-konsep dari peserta, pengetahuan dan keterampilan yang
diberikan. Ini biasanya dilakukan dengan tes tertulis, tes prestasi, dan latihan
simulasi.
c. Tingkah laku
Perilaku dari para peserta, sebelum dan sesudah pelatihan dapat dibandingkan
guna mengetahui tingkat pengaruh pendidikan dan pelatihan terhadap perubahan
prestasi mereka. Langkah ini penting karena sasaran dari pendidikan dan pelatihan
untuk mengubah perilaku atau prestasi para peserta. Perilaku atau prestasi dari
para peserta dapat diukur berdasarkan sistem evaluasi kinerja guna mendapatkan
tingkat kinerja yang dikumpulkan oleh para supervisor untuk dibandingkan dengan
kinerja sesudah pendidikan dan pelatihan.
d. Hasil
Tujuan dari pengumpulan informasi pada level ini untuk menguji dampak pendidikan
dan pelatihan terhadap kelompok kerja atau organisasi secara keseluruhan. Data
bisa dikumpulkan sebelum dan sesudah pendidikan dan pelatihan atas dasar
kriteria produktivitas, pergantian, tingkat kehadiran, perbaikan kualitas, keluhankeluhan, kepuasan klien, dan sejenisnya.
Ditambahkan pula oleh Milkovich dan Boudreau (1991, 315) mengenai biaya :
“Some of the costs that should be measured for a training program include needs
assessment costs, salaries of training designers, purchase of equipment, program
development costs, evaluation costs, trainers’ costs, facilities rental, trainee wages
during training, and other traineer costs.”
Ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya biaya yang dipakai untuk program
pendidikan dan pelatihan dan apakah besarnya biaya tersebut terhitung kecil atau
besar dibandingkan biaya yang timbul dari permasalahan yang dialami oleh
organisasi. Training program costs adalah pengeluaran – pengeluaran yang terjadi di
dalam pengembangan, implementasi, dan evaluasi program.
Posted by Dr. N.L.Krisnaat 4:02 PMNo comments:
KEPUASAN KERJA
Menurut Herzberg, faktor-faktor yang dapat meningkatkan kepuasan kerja adalah:
pencapaian prestasi (achievement), pengakuan prestasi (recognition for
accomplishment), pekerjaan yang menantang (challenging work), tanggung jawab
yang bertambah (increased responsibility), dan pertumbuhan serta perkembangan
(growth and development).[1] Masing-masing faktor tersebut akan diuraikan di
bawah ini.
Pencapaian prestasi (achievement) adalah suatu perasaan kepuasan atau
keberhasilan dalam menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas. Karyawan dapat
meningkatkan rasa pencapaian prestasinya atas pelaksanaan pekerjaan dengan: (1)
mendorong karyawan menetapkan tujuan-tujuan secara profesional, (2)
menetapkan tujuan-tujuan secara individual dengan mempertimbangkan kegiatan
karyawan secara spesifik, (3) memantapkan tujuan-tujuan unit kerja, dan (4) secara
gradual meningkatkan kompleksitas tugas sehingga karyawan ditantang dan
berusaha mencapai keberhasilan di dalam situasi yang lebih sulit.[2]
Pengakuan prestasi adalah pengakuan pada usaha, prestasi, dan kontribusi dari
individu atau kelompok. Berbagai cara pemimpin dapat mengenali usaha-usaha
karyawan, yakni seperti: (1) mengemukakan usaha dan kontribusi karyawan di
dalam pertemuan-pertemuan unit kerja, (2) merayakan keberhasilan karyawan
dalam mendapatkan nasabah, (3) membiarkan karyawan mengetahui secara verbal
dan atau tertulis bahwa pekerjaannya dihargai, (4) memberikan penghargaan,
sertifikat atau rekomendasi lainnya untuk keberhasilan dan kontribusi tertentu, (5)
membuat catatan di berkas bagian personalia tentang prestasi karyawan dan
menyampaikan tembusannya ke atasan karyawan tersebut, (6) memberikan
evaluasi kinerja yang positif, (7) mempromosikan karyawan atau mendorongnya
agar mengajukan promosi, (8) mengizinkan dan mendorong karyawan menghadiri
program-program pelatihan dan konferensi, dan (9) mengadakan perayaan makan
malam atau makan siang. Bilamana karyawan diakui usaha dan prestasinya maka
mereka akan merasakan perasaan positif tentang diri dan kompetensi
profesionalnya sehingga dapat menciptakan perasaan berharga pada dirinya.[3]
Pekerjaan menantang merupakan tugas-tugas yang bersifat menantang dan
memotivasi karyawan. Setiap karyawan lebih menyukai tugas-tugas tertentu
daripada tugas lainnya sehingga dapat menemukan mana tugas-tugas yang lebih
menantang daripada tugas lainnya. Bagi pemimpin perlu mengidentifikasi tugastugas atau aktivitas-aktivitas karyawannya dengan cara: (1) mengkaji beban tugas
tertentu, (2) pembicaraan dengan masyarakat, (3) berpartisipasi dalam sebuah tim
yang bersifat multidisipliner, (4) mengkoordinasikan program pelayanan yang baru,
dan (5) berperan sebagai jembatan penyedia layanan bagi masyarakat.[4]
Karyawan yang merasa bertanggung jawab atas pekerjaannya sendiri dapat
meningkatkan kepuasan kerjanya. Strategi-strategi untuk meningkatkan tanggung
jawab dan akuntabilitas adalah sebagai berikut: (1) secara gradual meningkatkan
otonomi karyawan dalam melaksanakan aktivitasnya dan dalam pembuatan
keputusan supaya sebagai karyawan akan mendapatkan keahlian, (2) memberikan
karyawan kebebasan untuk menjadi kreatif, (3) mengidentifikasi keputusankeputusan sehingga karyawan dan unit kerja dapat membuat keputusan sendiri dan
terlibat dalam pembuatan keputusan, (4) meminta karyawan tertentu supaya
menduduki jabatan sementara ketika atasannya sedang tidak berada di kantor, (5)
meminta karyawan yang berpengalaman agar berperan sebagai contoh bagi
karyawan baru, (6) mendorong karyawan memberikan kontribusi kepada
pertemuan-pertemuan unit kerja.[5]
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan kebutuhan setiap karyawan.
Sementara itu peluang untuk tumbuh dan berkembang bersifat terbatas. Berikut
beberapa strategi untuk mendorong karyawan tumbuh dan berkembang, yakni: (1)
mendorong karyawan menghadiri program-program pelatihan dan konferensi,
diikuti dengan presentasi pada suatu rapat di unit kerja mengenai apa yang telah
dipelajarinya, (2) mendorong atau memberi kesempatan cuti untuk mengikuti
pendidikan, (3) memelihara dan memperbaharui bagian perpustakaan dan
mendorong karyawan agar membaca buku-buku dan artikel-artikel yang
berhubungan dengan pekerjaannya, (4) memberitahukan karyawan tentang riset
atau isu terbaru termasuk teknik intervensi yang baru dan maju, (5) kasus dan
tugas yang diberikan bersifat menantang pertumbuhan karyawan dan
mempromosikan pengembangan profesionalnya, dan (6) mendorong agar karyawan
kreatif dan inovatif.[6]
Teori dua faktor tersebut terdiri dari dua dimensi. Dimensi pertama disebut faktorfaktor higinis (hygiene factors), meliputi kondisi kerja, gaji/upah dan keamanan,
kebijakan perusahaan, supervisi, dan hubungan antarkaryawan. Dimensi kedua
disebut motivator (motivators), meliputi pencapaian prestasi (achievement),
pengakuan prestasi (recognition), tanggung jawab (responsibility), pekerjaan itu
sendiri (work itself), dan pertumbuhan pribadi (personal growth). Bilamana faktorfaktor higinis tidak ada atau kurang memadai maka terdapat ketidakpuasan. Namun
apabila faktor-faktor higinis ada atau memadai maka tidak