ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENOLAKAN PENDAFTARAN PERNIKAHAN DUDA DI BAWAH UMUR : STUDI KASUS DI KUA KECAMATAN DLANGGU KABUPATEN MOJOKERTO.

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul ‚Analisis Yuridis Terhadap Penolakan
Pendaftaran Pernikahan Duda di Bawah Umur (Studi Kasus di KUA Kecamatan
Dlanggu Kabupaten Mojokerto)‛, merupakan hasil penelitian putusan dan
kepustakaan yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang apa saja yang
dijadikan pertimbangan Kantor Urusan Agama Kecamatan Dlanggu Kabupaten
Mojokerto dalam menolak pendaftaran pernikahan duda yang masih di bawah
umur serta bagaimana analisis yuridis terhadap penolakan pendaftaran
pernikahan tersebut oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Dlanggu.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan
metode deskriptif analisis yakni menguraikan data-data dari hasil wawancara
dengan narasumber serta didukung melalui hasil penelusuran kepustakaan yang
selanjutnya melalui proses pengolahan data dan penarikan kesimpulan secara
umum mengenai beberapa pertimbangan yang dijadikan Kantor Urusan Agama
(KUA) Kecamatan Dlanggu sebagai alasan dalam menolak pendaftaran
pernikahan bagi duda yang masih di bawah umur.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa yang menjadi dasar pertimbangan
penolakan pendaftaran pernikahan duda di bawah umur oleh Kantor Urusan
Agama Kecamatan Dlanggu adalah disebabkan karena usia calon pengantin pria
masih di bawah usia minimum yakni 17 tahun 8 bulan dan tidak melampirkan

izin dispensasi nikah dari Pengadilan ketika mendaftar. Jika ditinjau secara
yuridis, kepala KUA Kecamatan Dlanggu telah melaksanakan wewenangnya
menurut Undang-undang dalam menolak kehendak nikah seorang duda di bawah
umur yang tanpa melampirkan permohonan izin menikah dari Pengadilan Agama.
Berdasarkan teori kedewasaan bahwa seorang yang sudah pernah menikah, untuk
melangsungkan pernikahan selanjutnya tidak perlu mengajukan permohonan izin
menikah ke Pengadilan Agama, meskipun dalam hal usia masih belum mencapai
usia dewasa. KUA hanya memiliki wewenang untuk mematuhi dan menjalankan
peraturan perundangan, serta bukan merupakan suatu kewajiban untuk menilai
atau menafsirkan isi dari perundang-undangan tersebut manakala ada suatu
permasalahan yang menyimpang dari aturan-aturan tersebut.
Berdasarkan pemaparan kasus di atas kiranya bagi para instansi
pemerintah untuk dapat mengkaji ulang secara mendalam sehingga dapat
menemukan kejelasan hukum serta solusi dari permasalahan-permasalahan baru
yang muncul di tengah masyarakat. Untuk menghindari ketumpangtindihan
antara pendapat instansi satu dengan instansi lainnya meskipun sama-sama
berpendapat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia saat ini.

vii


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL DALAM ...............................................................................................

i

PERNYATAAN KEASLIAN................................................................................

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................

iii

PENGESAHAN ......................................................................................................


iv

MOTTO ..................................................................................................................

v

PERSEMBAHAN ..................................................................................................

vi

ABSTRAK .............................................................................................................

vii

KATA PENGANTAR............................................................................................

viii

DAFTAR ISI ..........................................................................................................


x

DAFTAR TRANSLITERASI ...............................................................................

xiii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................

1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah .........................................................

7

C. Rumusan Masalah ................................................................................


8

D. Kajian Pustaka .....................................................................................

8

E. Tujuan Penelitian ..................................................................................

12

F. Kegunaan Penelitian ............................................................................

12

G. Definisi Operasional .............................................................................

13

H. Metode Penelitian ................................................................................


14

I. Sistematika Pembahasan .......................................................................

18

BAB II TINJAUAN TEORETIS PERNIKAHAN DAN BATAS USIA
MINIMAL DALAM PERKAWINAN ...................................................

20

A. Pengertian Perkawinan ........................................................................

20

B. Syarat dan Rukun Perkawinan .............................................................

24

C. Batas Kedewasaan Dalam Perkawinan ...............................................


27

1. Pengertian Kedewasaan .................................................................

27

2. Batas Usia Kedewasaan ................................................................

29

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

D. Tugas dan Kewenangan KUA Dalam Hal Pencatatan Perkawinan ....

35

1. Definisi KUA Kecamatan..............................................................


35

2. Tugas dan Wewenang KUA Kecamatan .......................................

38

E. Dispensasi Nikah .................................................................................

42

BAB III PENOLAKAN PENDAFTARAN PERNIKAHAN DUDA DI
BAWAH UMUR OLEH KUA KECAMATAN DLANGGU
KABUPATEN MOJOKERTO ...............................................................

46

A. Gambaran Umum KUA Kecamatan Dlanggu Kabupaten
Mojokerto ...........................................................................................


46

1. Profil KUA Kecamatan Dlanggu Kabupaten Mojokerto .............

46

2. Struktur Organisasi KUA Kecamatan Dlanggu............................

51

B. Tata Cara Pendaftaran Pernikahan di KUA Kecamatan
Dlanggu ..............................................................................................

52

C. Penolakan Pendaftaran Pernikahan Duda di Bawah Umur
Oleh KUA Kecamatan Dlanggu .........................................................

54


D. Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Agama Mojokerto
Dalam Menolak Permohonan Dispensasi Nikah Oleh Duda di
Bawah Umur .......................................................................................

58

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENOLAKAN PENDAFTARAN
PERNIKAHAN DUDA DI BAWAH UMUR OLEH KUA
KECAMATAN DLANGGU ...................................................................

64

A. Analisis Yuridis Terhadap Pertimbangan KUA Kecamatan
Dlanggu dalam Menolak Pendaftaran Pernikahan Duda di
Bawah Umur ........................................................................................

64

B. Analisis Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Mojokerto
Dalam Menolak Permohonan Dispensasi Nikah Duda di

Bawah Umur ........................................................................................

71

BAB V PENUTUP ................................................................................................

77

A. Kesimpulan .........................................................................................

77

B. Saran ...................................................................................................

78

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................

80

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Inti upacara pernikahan adalah akad nikah. Dari segi bahasa, akad
berasal dari kata ‘aqd yang artinya mempertemukan dua hal, atau
mengukuhkan dua pihak, digunakan untuk menyebutkan transaksi jual beli
(akad jual beli), perjanjian antara dua pihak juga untuk menyebut
pengukuhan dua orang dalam ikatan suami istri (akad nikah). Dalam budaya
modern, akad nikah adalah perjanjian tercatat atau kontrak yang
dokumennya disebut piagam, akta atau sertifikat. Dari segi agama, akad
nikah adalah ketentuan syariat (rukun nikah) yang mengikat seseorang lelaki
dan perempuan. Dalam satu ikatan yaitu perkawinan.1
Tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk memenuhi tuntutan
hajat tabiat kemanusiaan, hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam
ikatan perkawinan untuk membentuk keluarga yang tentram (sakinah), cinta
kasih (mawaddah) dan penuh rahmah, terutama agar dapat melahirkan
keturunan yang shalih/shalihah dan berkulitas menuju terwujudnya rumah
tangga bahagia.2

1

Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4), ‚Perkawinan dan Keluarga‛,

Majalah Bulanan, No.465, 2011, 29.
2

Badan Penasihatan, Pembinaan, Pelestarian Perkawinan (BP4), Tuntutan Praktis Rumah Tangga

Bahagia, (BP4 Provinsi Jawa Timur, 2012), 10.

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

Firman Allah SWT:

Artinya:
‚Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir‛.3
Perkawinan yang sah menurut hukum adalah perkawinan yang
dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN), yang sebelumnya harus
memenuhi rukun dan syarat-syarat yang sesuai dengan syari’at Islam dan
Undang-Undang Perkawinan di Indonesia. Ketentuan syarat dan rukun
tersebut menyangkut kedua belah pihak yang hendak melaksanakan maupun
anggota keluarga yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan.
Diantara beberapa syarat dan rukun perkawinan adalah akad nikah,
masing-masing pihak yang melakukan akad nikah haruslah orang yang
mempunyai kecakapan penuh, yaitu sehat akalnya dan dewasa (baligh).
Karena akad nikah merupakan suatu yang sangat urgen dalam sebuah
perkawinan, serta awal dari membentuk suatu rumah tangga yang bahagia.4
Menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 juga
menjelaskan syarat-syarat dalam perkawinan yang berbunyi:5
(1) Perkawinan harus didasarkan pada persetujuan kedua calon mempelai

3

Departemen Agama RI, Al-Quran Terjemah Al-Hikmah, (Bandung: Diponegoro, 2008), 406.
Al-Hamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, Cet.III, (Jakarta: Pustaka Amant, 1989),
37.
5
Himpunan Peraturan Perundang-Undangan, Undang-Undang Perkawinan Indonesia, Cet.I
(Wacana Intelektual, 2009), 9.
4

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

(2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur
21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua
(3) Apabila kedua orang tua atau salah satunya meninggal dunia, maka izin
diperoleh dari wali
(4) Perkawinan diizinkan jika pria sudah mencapai umur 19 tahun dan
wanita sudah mencapai 16 tahun
(5) Apabila terdapat penyimpangan, dapat meminta dispensasi kepada
Pengadilan oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita.
Penentuan batas usia minimal menikah memang sangatlah penting,
sebab hal ini berdampak pada akibat yang ditimbulkan pasca terjadinya
perkawinan, yakni dari segi kematangan biologis dan psikologis. Dengan
memperhatikan kematangan kedua hal tersebut maka dapat terwujudnya
suatu tujuan krusial dari perkawinan itu sendiri. Namun, berlawanan dengan
kenyataan, di masyarakat masih banyak praktek pernikahan dini dan jelas hal
tersebut tidak sesuai dengan Undang-undang. Dengan demikian, maka
pemerintah membuat suatu peraturan mengenai alternatif bagi seseorang
yang hendak melakukan perkawinan namun masih di bawah umur yakni
disebut dengan dispensasi nikah. Ketentuan tersebut terdapat dalam pasal 7
ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang
menyebutkan bahwa: ‚Dalam hal penyimpangan terhadap pasal 7 ayat (1)
dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk
oleh kedua orang tua pihak laki-laki dan perempuan.‛6
Dispensasi nikah merupakan alternatif yang oleh negara untuk
mempermudah proses perkawinan bagi calon pasangan suami istri yang
masih di bawah umur dengan mangajukan permohonan dispensasi nikah ke
Pengadilan Agama, dengan tujuan agar mendapatkan izin secara tertulis dari
6

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, 18.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

Pengadilan Agama untuk dapat melaksanakan perkawinan dengan usia yang
masih di bawah batas ketentuan perundang-undangan dihadapan Pegawai
Pencatat Nikah (PPN).
Perkawinan di bawah umur merupakan perkawinan yang dilakukan
oleh pasangan yang salah satu atau keduanya berumur masih muda dalam
pandangan kekinian.7 Praktek perkawinan seperti ini dipandang perlu
memperoleh perhatian dan pengaturan yang jelas. Oleh karena itu, umur
minimum untuk perkawinan ditetapkan dalam Undang-undang beserta syarat
dan rukunnya. Bagi masyarakat Indonesia Perkawinan di bawah umur
merupakan peristiwa yang dianggap wajar, terlebih pada daerah-daerah
pedesaan seperti halnya terjadi di Kecamatan Dlanggu Kabupaten
Mojokerto. Hal ini dilatarbelakangi oleh banyak faktor diantaranya adalah
hamil diluar nikah,8 rendahnya kesadaran mayarakat akan pentingnya
pemeliharaan anak, serta rendahnya tingkat pendidikan dan perekonomian
masyarakat.
Pembatasan usia minimal menikah bagi warga negara pada prinsipnya
dimaksudkan agar seseorang yang menikah diharapkan sudah memiliki
kesiapan mental, kematangan berpikir, kesiapan jiwa dan kekuatan fisik
yang memadai. Hal ini dapat menjauhkan berbagai kemungkinan keretakan
rumah tangga yang pada akhirnya perceraian dijadikan sebagai jalan pintas
untuk mengakhiri suatu biduk rumah tangga. Hal tersebut terbentur oleh
7

Asep Saepudin Jahar Dkk, Hukum Keluarga, Pidana & Bisnis, Cet.1, (Jakarta: Kencana, 2013),
43.
8
M. Toha dan Khoirul, Hakim Pengadilan Agama Mojokerto, Wawancara, pada 23 Desember
2015.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

kenyataan dalam masyarakat. Pernikahan dini dipandang sebagai hal wajar
tanpa memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan, akibatnya banyak
pasangan yang menikah pada usia di bawah umur atau pernikahan dini pada
3-5 bulan usia perkawinan tidak dapat mempertahankan keutuhan rumah
tangganya, fakta ini berujung pada banyaknya pasangan yang akhirnya
menyandang status janda atau duda yang masih relatif di bawah umur. Topik
bahasan ini menjadi suatu fenomena menarik ketika difokuskan terhadap
seorang duda yang masih di bawah umur memiliki kehendak untuk
melangsungkan pernikahan berikutnya.
Kewenangan KUA tingkat kecamatan sebagai instansi pelaksana
untuk pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk bagi penduduk yang
beragama Islam merupakan kewajiban yang harus diemban, hal ini diatur
dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan.9 Setelah diberlakukan Undang-undang tersebut, KUA lebih
selektif dalam menerima pendaftaran perkawinan oleh calon pasangan suami
istri. KUA memiliki hak untuk menolak pendaftaran perkawinan bagi calon
pasangan suami istri atau salah satu diantara keduanya yang tidak memenuhi
rukun dan syarat dalam perkawinan yang telah diatur dalam UU Nomor 1
Tahun 1974. Sama halnya dengan KUA di kecamatan Dlanggu kabupaten
Mojokerto, menolak pendaftaran perkawinan yang diajukan oleh seorang
wali yang hendak mendaftarkan perkawinan anaknya dengan alasan anak
tersebut masih belum cukup umur untuk melangsungkan perkawinan dan
9

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

disarankan oleh pihak KUA untuk mengajukan permohonan dispensasi nikah
ke Pengadilan Agama Mojokerto. Namun, ada hal mengganjal terkait status
calon pengantin pria, ia adalah seorang duda yang masih berusia 17 tahun
dan masih di bawah umur untuk batas usia menikah bagi laki-laki. Ia pernah
melangsungkan perkawinan dan bercerai setelah 2 bulan usia perkawinan
pertamanya.
Fenomena ini mendapat perhatian khusus dari Pengadilan Agama
Mojokerto ketika Majelis Hakim memutus perkara pengajuan permohonan
dispensasi nikah oleh wali si pria (duda) untuk anaknya yang sudah berstatus
duda namun masih di bawah umur. Sampai ketika pada pembacaan putusan
oleh Majelis Hakim, perkara pengajuan permohonan dispensasi nikah
tersebut berujung pada tidak diterimanya permohonan dispensasi nikah oleh
majelis hakim dan secara tertulis memerintahkan kepada KUA Kecamatan
Dlanggu untuk menikahkan pria tersebut dengan calon istrinya yang juga
berusia 17 tahun, dengan alasan pria sudah berstatus duda. Secara tidak
langsung seorang yang pernah menikah walaupun usianya belum mencapai
21 tahun tetap dianggap sudah dewasa. Hal ini termuat dalam rumusan Pasal
330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer).10
Berdasarkan pemaparan di atas, yang menjadi polemik pada
penelitian yang akan penulis teliti adalah mengenai penolakan yang
dilakukan oleh KUA Kecamatan Dlanggu untuk menikahkan Mokh. Khoirul
Rizikin (17 tahun) yang berstatus duda dengan Ani Kurniasari (17 tahun)
10

AH. Toha dan Khoirul, Wawancara, Hakim Pengadilan Agama Mojokerto, pada 23 Desember
2015.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

dengan

alasan

usia

pria

belum

mencukupi.

Selanjutnya

yang

melatarbelakangi penelitian berikut yakni mengenai dasar hukum yang
digunakan oleh kepala KUA dalam menolak untuk menikahkan seorang yang
berstatus duda namun masih di bawah umur.
Berangkat dari peristiwa dan fenomena sosial yang kian gencar
terjadi di masyarakat saat ini mengenai pernikahan di bawah umur, maka
penulis tertarik untuk mengkaji sebab dan akibat dari perkawinan tersebut
serta akibat hukum yang

ditimbulkan, dalam bentuk karya tulis ilmiah

berupa skripsi dengan judul Analisis Yuridis Terhadap Penolakan
Pendaftaran Pernikahan Duda Di Bawah Umur

(Studi Kasus di KUA

Kecamatan Dlanggu Kabupaten Mojokerto).

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah di atas, maka penulis
dapat mengidentifikasi masalah antara lain, yaitu:
1. Pengertian mengenai dispensasi nikah bagi pasangan yang hendak
menikah namun masih di bawah umur.
2. Batasan usia minimal menikah bagi seluruh calon pasangan suami istri
yang hendak menikah.
3. Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai instansi pemerintah dalam
menangani masalah dibidang urusan agama Islam kecamatan.
4. Pertimbangan KUA dalam menolak pendaftaran perkawinan oleh duda di
bawah umur.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

5. Tinjauan yuridis terhadap penolakan pendaftaran perkawinan oleh duda
di bawah umur.
Berdasarkan indentifikasi permasalahan yang muncul diatas, maka
untuk membatasi permasalahan agar tidak melebar, penulis merumuskan
batasan-batasan sebagai berikut:
1. Pertimbangan Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Dlanggu
terhadap penolakan pendaftaran pernikahan oleh duda di bawah umur.
2. Analisis yuridis terhadap penolakan dari KUA Kecamatan Dlanggu
tentang pendaftaran pernikahan oleh duda di bawah umur.

C. Rumusan Masalah
Dari pemaparan identifikasi dan batasan masalah di atas, maka
penulis dapat merumuskan beberapa permasalahan yang pokok sebagai
berikut:
1. Apa pertimbangan Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Dlanggu
dalam menolak pendaftaran pernikahan duda di bawah umur?
2. Bagaimana analisis yuridis terhadap pertimbangan KUA Kecamatan
Dlanggu dalam menolak pendaftaran pernikahan duda di bawah umur?

D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan uraian singkat mengenai hasil-hasil
penelitian yang telah dilakukan terdahulu atau sebelumnya tentang tema
yang sejenis, sehingga dapat menghasilkan suatu penelitian yang

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

komprehensif

(menyeluruh)

dan

untuk

memastikan

tidak

adanya

pengulangan dalam penelitian sebelumnya.
Di bawah ini akan disebutkan hasil penelitan dalam bentuk skripsi
yang membahas masalah tentang pernikahan di bawah umur:

Pertama, karya Ubaidillah Cholil (2014), dengan judul Pembatasan
Usia Nikah Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Negara
(Studi Kasus di Pondok Pesantren Al-Usymuni Tararte Pandian Sumenep).
Penelitian ini membahas mengenai: (1) Ada beberapa faktor yang mungkin,
mendorong masyarakat di Madura untuk menikahkan anak-anaknya sedini
mungkin, diantaranya ialah karna faktor ekonomi, pendidikan, agama
(kepercayaan), tradisi, dan keluarga. (2) Ada beberapa strategi yang
digunakan ponpes al-Usymuni, diantaranya ialah; memberikan pemahaman,
membuat peraturan/undang-undang pesantren, mengadakan perjanjian,
mengadakan tradisi, dan membuka lambaga-lembaga pendidikan formal dan
non-formal. (3) beberapa kendala-kendala yang telah dihadapi oleh ponpes
al-Usymuni, diantaranya ialah: rendahnya pemahaman masyarakat di
Madura, tradisi/adat yang kuat, rendahnya perekonomian, dan tidak adanya
ketetapan agama.11

Kedua, karya Faruq Abdil Haq (2013), dengan judul Analisis Yuridis
Terhadap Dalil Hukum Hakim Tentang Dispensasi Nikah Bagi Duda dalam
Penetapan Nomor: 0094/Pdt.P/2012/PA.BJN. Dalam penelitian menemukan

11

Ubaidillah Cholil, ‚Pembatasan Usia Nikah Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam Dan Hukum
Negara (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al-Usyumuni Tarate Pandian Sumenep)‛ (Tesis—UIN
Sunan Ampel, Surabaya, 2014), xiv.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

bahwa hakim menetapkan tentang dispensasi nikah bagi duda yaitu
berpedoman pada semua syarat-syarat usia bagi kedua calon mempelai yang
diatur dalam Pasal 7 UU No.1 Tahun 1974. Hasil penelitian menyebutkan
bahwa keputusan PA Bojonegoro relevan dengan UU No.1 Tahun 1974,
namun penggunaan Pasal 47 ayat (1) dan (2) tidak relevan, karena pasal
tersebut tidak mengatur tentang dispensasi nikah. Dengan demikian, bagi
duda di bawah umur masih diperlukan. Karena dalam Pasal 7 (1) tidak
memberikan pengecualian bagi duda.12

Ketiga, karya Abdul Ghufron (2010), dengan judul Analisis Pendapat
Imam Syafi’I Tentang Wali Nikah Bagi Janda Di Bawah Umur. Penelitian
ini membahas mengenai pendapat Imam Syafi’i yang mengharuskan adanya
wali dalam pernikahan. Jika dibolehkan menikah tanpa wali, maka sebelum
sebelum menikah orang akan berani mengadakan hubungan badan, karena
orang tersebut akan beranggapan nikah itu sangat mudah, dan jika ia sudah
menikah hak dan kewajiban masing-masing menjadi tidak jelas. Kedudukan
hukum wanita menjadi lemah apalagi dalam soal waris mewarisi antara
bapak dengan anakanaknya. Problem madaratnya sudah bisa dibayangkan.
Karenanya untuk mencegah madaratnya, maka adanya wali sangat
diperlukan.13

12

Faruq Abdil Haq, ‚Analisis Yuridis Terhadap Dalil Hukum Hakim Tentang Dispensasi Nikah
Bagi Duda dalam Penetapan Nomor: 0094/Pdt.P/2012/PA.BJN‛ (Skripsi – IAIN Sunan Ampel,
Surabaya, 2013)
13
Abdul Ghofron, ‚Analisis Pendapat Imam Al-Syafi’i Tentang Perwalian Janda Di Bawah
Umur‛ (Skripsi – IAIN Walisongo, Semarang, 2010), 7.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

Keempat, karya Ajeng Irma Baroroh (2014), dengan judul Analisis
Yuridis Tentang Pencatatan Perkawinan Anak Angkat di KUA Kec.
Sawahan Kota Surabaya : Studi Kasus Pencatatan Perkawinan Anak Angkat
Dalam Buku Kutipan Akta Nikah. Penelitian ini membahas mengenai
kesalahan pencatatan dalam buku kutipan akta nikah atas pernikahan yang
dilakukan oleh Farizy Al Fikri dengan Rika Dwi yang berstatus sebagai anak
angkat adalah disebabkan oleh praktik pengangkatan anak secara adat
dilakukan oleh keluarga angkatnya. Pernikahan ini dapat terlaksana dengan
kebijakan dari KUA kec. Sawahan dengan berbagia pertimbangan dan alasan
dengan melihat

faktor-faktor pendukung sehingga diizinkan

untuk

menikah.14
Penelitian yang membahas tentang pernikahan di bawah umur,
batasan usia minimal menikah, kewenangan KUA kecamatan, serta berbagai
macam judul penelitian yang memiliki kesamaan dalam fokus bahasan telah
banyak dijumpai pada karya-karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi, jurnal
maupun buku-buku.
Namun setelah meneliti kajian pustaka tersebut, maka penelitian ini
memiliki sudut bahasan yang berbeda dari yang lain, penulis lebih
memfokuskan pada pertimbangan Kantor Urusan Agama dalam menolak
pendaftaran perkawinan oleh seorang duda namun masih di bawah umur,
selanjutnya beberapa pertimbangan tersebut akan dihubungkan dengan

14

Ajeng Ima Baroroh, ‚Analisis Yuridis Tentang Pencatatan Perkawinan Anak Angkat di KUA
Kec. Sawahan Kota Surabaya : Studi Kasus Pencatatan Perkawinan Anak Angkat Dalam Buku
Kutipan Akta Nikah‛, (Skripsi – UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, yang akan
dikemas melalui penelitian dengan judul ‚Analisis Yuridis Terhadap
Penolakan Pendaftaran Pernikahan Duda Di Bawah Umur (Studi Kasus di
KUA Kecamatan Dlanggu Kabupaten Mojokerto).‛

E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan pertanyaan diatas, maka penelitian ini
memiliki beberapa tujuan antara lain, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan KUA Kecamatan Dlanggu dalam
menolak pendaftaran pernikahan oleh duda yang masih di bawah umur.
2. Untuk menganalisis secara yuridis mengenai pertimbangan KUA
Kecamatan Dlanggu dalam menolak pendaftaran pernikahan oleh duda
yang masih di bawah umur.

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan untuk menambah wawasan serta sebagai kontribusi dalam
pengembangan

keilmuan khususnya dalam bidang hukum Keluarga

Islam yang lebih dispesifikkan kedalam lingkup Peradilan yang dikaitkan
dengan hukum positif di Indonesia.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu dijadikan sebagai solusi terhadap
problematika yang muncul akibat gejala sosial yang terjadi di masyarakat
saat ini terutama di kalangan masyarakat dengan tingkat pendidikan
rendah dan memilih untuk menikah di usia dini untuk mendapatkan
kehidupan yang lebih baik tanpa memperhatikan akibat hukum yang
akan ditimbulkan.

G. Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya kerancauan dan perbedaan pemahaman
terhadap pokok bahasan skripsi yang berjudul ‚Analisis Yuridis Terhadap
Penolakan Pendaftaran Pernikahan Duda di Bawah Umur (Studi Kasus di
KUA Kecamatan Dlanggu Kabupaten Mojokerto)‛, terlebih dahulu penulis
menjelaskan variabel penelitian untuk mempermudah pemahaman terhadap
isi pembahasan yang dimaksud, di antaranya:
1. Analisis yuridis, ialah penelitian hukum dengan cara membandingkan
antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan lainnya yang
bertentangan.
2. Duda di bawah umur, ialah pria yang tidak beristri lagi dikarenakan
bercerai ataupun karena ditinggal mati istrinya15 dengan usia yang masih
di bawah 19 tahun bagi laki-laki atau belum mencapai usia dewasa
berdasarkan Undang-undang yang berlaku.
15

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (Jakarta:
1991), 702.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

3. Kantor Urusan Agama (KUA), adalah kantor yang melaksanakan
sebagian tugas kantor Kementerian Agama Indonesia di Kabupaten dan
kotamadya di bidang urusan agama Islam dalam wilayah kecamatan.
Jadi maksud penulis mengangkat judul ini adalah untuk mengetahui
tinjauan yang berlandaskan Undang-undang Perkawinan, Komplasi Hukum
Islam (KHI), dan KUHPerdata terhadap pertimbangan dari Kantor Urusan
Agama Kecamatan Dlanggu mengenai penolakan pendaftaran pernikahan
duda di bawah umur.

H. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah seperangkat pengetahuan tentang langkahlangkah yang sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan
dengan masalah tertentu yang diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan
selanjutnya dicari cara penyelesaiannya.16
1. Data yang dikumpulkan
Sesuai permasalahan di atas, maka beberapa data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data tentang pertimbangan
Kantor Urusan Agama Kecamatan Dlanggu dalam menolak pendaftaran
pernikahan duda yang masih di bawah umur.
2. Sumber Data
Adapun sumber data yang digunakan sebagai bahan rujukan
pencarian data, yaitu berupa dua hal antara lain:
16

Wardi Bahtia, Metodologi Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 2001), 1.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

a. Sumber Data Primer
Sumber primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
subyek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat
pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi
yang dicari.17 Dalam penelitian ini data yang diperoleh berdasarkan
pertimbangan Kantor Urusan Agama dalam menolak pendaftaran
pernikahan duda di bawah umur, serta pertimbangan hakim dalam
menyikapi pengajuan permohonan dispensasi nikah oleh duda di
bawah umur.
b. Sumber Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari sumber yang telah ada atau data
tersebut sudah tersedia yang berfungsi untuk melengkapi data
primer.18 Seperti buku-buku, kitab-kitab Fiqh, kitab Undang-Undang
serta literatur lain yang berkenaan dengan penelitian ini, antara lain:
-

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

-

Kompilasi Hukum Islam (KHI)

-

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer)

-

Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Amir Syarifuddin

-

Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, Al-Hamdani

-

Sumber-sumber lain yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini

3. Teknik Pengumpulan Data
a. Interview
17
18

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogykarta: Pustaka Pelajar, Cet. IV, 2003), 91.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-PRESS, Cet. III, 2008), 101.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

Interview atau wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan
oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dengan pelaku dalam
tanya jawab.19 Dalam hal ini penulis mengadakan wawancara dan
tanya

jawab

dengan

sebagaimana

untuk

Hakim

Pengadilan

kepentingan

Agama

pertimbangan

Mojokerto

beliau

dalam

menyikapi permohonan dispensasi dan Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan

Dlanggu

Kabupaten

Mojokerto

yang

menolak

pendaftaran pernikahan duda di bawah umur tersebut.
b. Studi Literatur
Merupakan suatu kegiatan mengumpulkan dan memeriksa
informasi atau keterangan yang berhubungan dengan bahasan
penelitian.20 Penulis menggunakan metode pengumpulan data melalui
telaah buku-buku, karya tulis ilmiah berupa skripsi dan jurnal, serta
naskah dokumen peraturan perundang-undangan.
4. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data meliputi kegiatan sebagai berikut:21
a. Editing, adalah pengecekan data yang telah dikumpulkan, karena
kemungkinan data yang masuk (raw data) atau data terkumpul itu
tidak

logis

dan

meragukan.

Tujuan

editing

adalah

untuk

menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan di
lapangan dan bersifat koreksi. Pada kesempatan ini, kekurangan data
19

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: PT. Adi Mahasatya, 2002), 132.
Syamsuddin, Operasional Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), 101.
21
M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Gralia
Indonesia, 2002), 121.
20

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

atau kesalahan data dapat dilengkapi atau diperbaiki baik dengan
pengumpulan data ulang atau pun dengan interpolasi (penyisipan).
b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data-data yang diperoleh
dalam

kerangka

paparan

yang

direncanakan

kemudian

dikonfirmasikan dengan rumusan masalah.
5. Teknik Analisis Data
Teknik yang dipakai dalam analisis adalah dengan menggunakan
metode:
a. Metode deskriptif analitis, yaitu teknik yang diawali dengan
menjelaskan dan menggambarkan data hasil penelitian yang diperoleh
penulis dari lapangan dengan perbandingan data atau bahan pustaka
yang berkaitan dengan masalah yang diangkat.
b. Teknik pola Deduktif, yaitu pola berfikir yang didasarkan pada
penarikan kesimpulan dari data penelitian yang telah diambil dari
pengertian umum yang bersumber dari Undang-undang yang berkaitan
dengan

masalah

perkawinan

beserta

akibat

hukum

yang

ditimbulkannya, selanjutnya dikemukakan kenyataan yang bersifat
khusus mengenai masalah yang diangkat. Dalam hal ini mengenai
kewenangan KUA sebagai instansi pemerintah yang bekerja dibidang
urusan agama Islam, salah satunya ialah sebagai Pegawai Pencatatan
Nikah. Selanjutnya dapat ditarik kesimpulan mengenai pertimbangan
KUA Kecamatan Dlanggu dalam menolak pendaftaran pernikahan
karena alasan calon pengantin belum memenuhi rukun dan syarat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

perkawinan yang telah diatur dalam perundang-undangan di
Indonesia.

I. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah penulisan dan pemahaman skripsi ini, maka
penulis perlu menyusun sistematika pembahasan agar penulisan skripsi
terarah dan menjadi suatu gambaran umum mengenai isi skripsi. Penulisan
skripsi ini penulis bagi menjadi lima bab, yaitu:
Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang
latar belakang masalah, rumusan masalah, identifikasi masalah, batasan
masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi
operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, merupakan tinjauan umum tentang perkawinan meliputi
pengertian perkawinan, syarat dan rukun dalam perkawinan, batasan usia
kedewasaan dalam perkawinan menurut beberapa pandangan, definisi
tentang Kantor Urusan Agama, tugas pokok dan fungsi serta kewenangan
yang diemban Kantor Urusan Agama kecamatan, dan teori dispensasi nikah
oleh Pengadilan Agama.
Bab ketiga, menguraikan data hasil penelitian, meliputi profil Kantor
Urusan Agama Kecamatan Dlanggu kabupaten Mojokerto, struktur
organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan Dlanggu, pertimbangan yang
digunakan oleh kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Dlanggu dalam
menolak pendaftaran pernikahan seorang duda yang masih di bawah umur,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

beserta landasan hukum yang digunakan dalam menolak pendaftaran
penikahan tersebut, pertimbangan dan landasan hukum majelis hakim
Pengadilan Agama Mojokerto dalam memutus permohonan dispensasi yang
diajukan oleh wali duda di bawah umur.
Bab keempat, pemaparan analisis terhadap pertimbangan kepala
Kantor Urusan Agama dalam menolak pendaftaran pernikahan duda di
bawah umur, dan landasan hukum yang digunakan. Yang akan disejajarkan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, khususnya
Undang-undang Perkawinan. Juga pertimbangan hakim Pengadilan Agama
Mojokerto dalam menangani perkara pengajuan dispensasi nikah bagi duda
di bawah umur.
Bab kelima yakni memuat kesimpulan, yang merupakan rumusan
jawaban yang ringkas atas masalah yang dipertanyakan dalam penelitian,
serta saran-saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
TINJAUAN TEORETIS PERKAWINAN DAN BATAS USIA MINIMAL
DALAM PERKAWINAN

A. Pengertian Perkawinan
Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam
masyarakat. Eksistensi institusi ini adalah melegalkan hubungan hukum
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan.1 Perkawinan dalam
Islam merupakan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara
seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin
antara kedua pihak, dengan dasar suka rela dan keridhaan kedua belah pihak
untuk mewujudkan suatu kebahagiaan dan hidup berkeluarga yang diliputi
rasa kasih sayang dan ketentraman (sakinah) dengan cara-cara yang diridhai
oleh Allah. Oleh sebab perkawinan tidak hanya dipertalikan oleh ikatan lahir
saja namun ikatan batinpun juga, maka Islam menjadikan perkawinan itu
sebagai basis suatu masyarakat yang baik, teratur, dan tentram.2
Perkawinan menurut Islam tidaklah hanya sebagai suatu bentuk
ikatan atau perjanjian biasa seperti jual-beli atau sewa menyewa dan lainlain, melainkan merupakan suatu perjanjian suci atau disebut miitsaaqon

gholiidhan, yang mana seorang laki-laki dan seorang perempuan
dihubungkan menjadi suami istri melalui suatu akad atau perjanjian suci
menjadi pasangan hidup dengan mempergunakan nama Allah SWT.
1
2

Salim H,S., Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), 61.
Badan Penasihatan, ..., 10.

20

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

Beberapa firman Allah yang bertalian dengan disyariatkannya
pernikahan ialah:
1) Firman Allah SWT, Surah An-Nur: 32
          
        
Artinya:
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika
mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.
dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.3
2) Firman Allah Surah An-Nisa’: 3
             

               


Artinya:
Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hakhak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau
empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil,
Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
3) Firman Allah Surah Ar-Rum: 21
           

         

3

Departemen Agama RI, Al-Quran Terjemah Al-Hikmah, (Bandung: Diponegoro, 2008), 354.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

Artinya:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Beberapa Hadist Nabi saw yang bertalian dengan disyari’atkannya
pernikahan ialah:

)

(

Artinya:
Takutlah kepada Allah akan urusan perempuan, sesungguhnya kamu
ambil mereka dengan amanah Allah dan kamu halalkan mereka
dengaan kalimat Allah. (H.R. Muslim).4

)

(
.

,

Artinya:
Dan akupun juga nikah, maka siapa benci pada sunnahku berarti
bukan masuk umatku. (H.R. Muttafaqun alaih). Di dalam syarah
targhibi dan tahdzib, nikah itu sunnah Nabi.5
Adapun menurut peraturan perundang-undangan, Undang-undang
Pokok Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 merumuskan pengertian perkawinan
dalam Pasal 1 yang berbunyi: ‚Perkawinan ialah kata lahir bathin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

4
5

Badan Penasihat, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4),..., 9.
Ibid, 10.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

Ketuhanan Yang Maha Esa.‛6 Dengan demikian, hakikat perkawinan
menurut UU No. 1 Tahun 1974 adalah adanya ikatan lahir batin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dalam suatu perkawinan.
Terjalinnya ikatan lahir dan batin merupakan fondasi dalam membentuk dan
membina keluarga yang bahagia dan kekal. Tujuan perkawinan menurut
Undang-undang No.1 Tahun 1974 adalah membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal, untuk itu suami-istri perlu saling membantu, melengkapi agar
masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan
mencapai kesejahteraan material dan spiritual.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga merumuskan tentang definisi
perkawinan yang termuat dalam Pasal 2 yang berbunyi: ‚Perkawinan
menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau

miitsaaqon

gholiidhan

untuk

menaati

perintah

Allah

SWT

dan

melaksanakannya merupakan ibadah‛.7 Dalam hal ini hakikat perkawinan
menurut

KHI

adalah

untuk

mentaati

perintah

Allah

SWT

dan

melaksanakannya merupakan suatu ibadah.
Tujuan yang dicapai dalam membina suatu biduk rumah tangga
menurut KHI telah dijelaskan pada pasal 3 Kompilasi Hukum Islam yang
berbunyi: ‚Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga yang

6

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam (Bandung: Citra Umbara, 2007), 2.
7

Himpunan Peraturan Perundang-Undangan, (Wacana Intelektual, 2009), 278.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

sakinah, mawaddah wa rahmah.‛8 Artinya tujuan perkawinan tersebut sesuai
dengan konsep yang diajarkan oleh hukum Islam.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang perkawinan diatas menurut
hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,
maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan merupakan suatu persetujuan
atau perjanjian seorang pria dengan seorang wali pihak wanita. Hal ini harus
didasari dengan adanya kerelaan dan kesukaan dari kedua belah pihak yang
akan melangsungkan perkawinan, yang berdasarkan pada ketentuanketentuan perundang-undangan yang diatur oleh negara dan agama yang
terdapat dalam hukum fikih.9

B. Syarat dan Rukun Perkawinan
Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu. Perkawinan sah apabila
dilakukan oleh seorang pria dan seorang wanita yang telah mendapat
pengakuan hukum dari negara dan sah menurut agama. Hal ini tidak terlepas
dari terpenuhinya rukun dan syarat oleh kedua calon pasangan suami dan
istri yang berlaku bagi orang Islam menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia.
Rukun perkawinan merupakan unsur yang melekat pada suatu
perbuatan hukum (perkawinan) yang memiliki akibat hukum ketika proses

8

Ibid.
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana,
2010), 103.
9

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

perkawinan tersebut berlangsung. Rukun yakni menentukan sah atau tidak
sahnya suatu perbuatan tersebut. Jika salah satu rukun tidak terpenuhi atau
terlaksana dalam suatu perbuatan atau peristiwa hukum tersebut maka akan
berdampak pada akibat hukum yang ditimbulkan yakni tidak sahnya suatu
perbuatan hukum dan statusnya ‘batal demi hukum’.10 Yang termasuk rukun
dalam melaksanakan perkawinan adalah: Calon suami, Calon istri, Wali
nikah, Dua orang saksi, dan Ijab dan qabul (akad).
Sedangkan syarat merupakan segala sesuatu yang tergantung adanya
hukum dengan sesuatu tersebut, dan tidak adanya sesuatu itu mengakibatkan
tidak ada pula hukum.11 Jika terdapat salah satu atau beberapa syarat yang
tidak terpenuhi maka bukan berarti suatu perkawinan akan semerta-merta
batal begitu saja, namun perkawinan tersebut dalam status ‘dapat
dibatalkan’. Seperti yang termuat dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974
Pasal 22 menegaskan: ‚Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak
tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan‛.
Dan pasal 27 ayat (1): ‚Seseorang suami atau istri dapat mengajukan
permohonan pembatalan perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang
melanggar hukum‛.
Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan, ada dua macam syarat
perkawinan, yaitu syarat materiil dan syarat formal. Syarat materiil adalah
syarat yang melekat pada masing-masing pihak yang bersangkutan dapat

10

Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan & Perkawinan Tidak Dicatat, (Jakarta: Sinar Grafika,
2012), 90.
11
Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), 50.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

disebut juga dengan syarat subyektif, sedangkan syarat formal yakni
mengenai prosedur pelaksanaan perkawinan menurut hukum agama dan
negara disebut dengan syarat obyektif.12
Syarat materiil diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 12
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan adalah sebagai
berikut:13
a. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai
(Pasal 6 ayat (1))
b. Pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita
sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun (Pasal 7 ayat (1))
c. Harus mendapat izin masing-masing dari kedua orang tua, kecuali dalam
hal-hal tertentu dan calon pengantin telah berusia 21 tahun atau lebih,
atau mendapat dispensasi dari Pengadilan Agama apabila umur para
calon kurang dari 19 dan 16 tahun (Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (2))
d. Tidak melanggar larangan perkawinan sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 8 yaitu perkawinan antara dua orang yang :
1) Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun
keatas.
2) Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara
saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang
dengan saudara neneknya.
3) Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan
ibu/bapak tiri.
4) Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara
susuan dan bibi/paman susuan.
5) Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan
dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang.
6) Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang
berlaku, dilarang kawin.
e. Seseorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak
dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut dalam Pasal 3 ayat (2)
dan Pasal 4 Undang-undang ini (Pasal 9)
f. Suami isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan
bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka di antara mereka tidak boleh
dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing agama

12

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdat