Amicus Brief 1 2015 Final

Amicus Brief 1/2015
Mewujudkan Keadilan di dalam
Kawasan Hutan Indonesia
Ket erangan Tert ulis sebagai sahabat pengadilan (Amicus Curiae) unt uk Perkara Permohonan
Hak Uji M at eriil Nomor 53 P/ HUM / 2015 terhadap Perat uran Bersama M ent eri Dalam Negeri,
M enteri Kehut anan, M ent eri Pekerjaan Umum dan Kepala Badan Pert anahan Nasional
Nomor 79 Tahun 2014, Nomor PB.3/ M enhut -II/ 2014, Nomor 17/ PRT/ M / 2014, Nomor 8/ SKB/ 2014
t ent ang Tat a Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang Berada di dalam Kaw asan Hut an
dan Perat uran M ent eri Agraria dan Tat a Ruang/ Kepala Badan Pert anahan Nasional
Nomor 9 Tahun 2015 t entang Tat a Cara Penet apan Hak Komunal at as Tanah
M asyarakat Hukum Adat dan M asyarakat yang Berada di dalam Kaw asan Tert ent u

Amicus Brief 01/ 2015
M ew ujudkan Keadilan di dalam Kaw asan Hutan Indonesia

Keterangan Tertulis
Epist ema Inst it ut e, AruPa, RM I, KPA, HuM a, LP3ES, JKPP, BRWA,
Auriga, Pusaka, Walhi, YBB, LSPP, LSDP, Elsam
sebagai sahabat pengadilan (Amicus Curiae)

Nomor Perkara 53 P/ HUM / 2015 t ent ang Permohonan Hak Uji M at eriil t erhadap


Perat uran Bersama M ent eri Dalam Negeri, M ent eri Kehut anan, M ent eri Pekerjaan Umum
dan Kepala Badan Pert anahan Nasional Nomor 79 Tahun 2014,
Nomor PB.3/ M enhut -II/ 2014, Nomor 17/ PRT/ M / 2014, Nomor 8/ SKB/ 2014
t ent ang Tat a Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang Berada di dalam Kawasan Hut an,
dan Perat uran M ent eri Agraria dan Tat a Ruang/ Kepala Badan Pert anah an Nasional
Nomor 9 Tahun 2015 t ent ang Tat a Cara Penet apan Hak Komunal
at as Tanah M asyarakat Hukum Adat dan M asyarakat yang Berada
di dalam Kawasan Tert ent u

Jakart a, 2 Okt ober 2015

Amicus Brief ini dit erbit kan oleh Epist ema Inst it ut e bekerja sama dengan AruPa, RM I, KPA, HuM a, LP3ES, JKPP,
BRWA, Auriga, Pusaka, Walhi, YBB, LSPP, LSDP dan ELSAM .

Penyusun:

Dr. M yrna A. Safit ri
Asep Y. Firdaus, S.H., M .H.
M umu M uhajir, S.H.

Grahat Nagara, S.H., M .H.
Desi M art ika Vit asari, S.H.
Sit i Chaakimah, S.KPm

Tata letak: Andi Sandhi
Foto sampul: Andi Sandhi

Penerbit:
Epist ema Inst it ut e

Jalan Jat i Padang Raya No. 25
Jakart a 12540
Telepon: 021-78832167
E-mail: epist ema@epist ema.or.id
Websit e: w ww.epist ema.or.id
Cet akan pert ama, Okt ober 2015.

Daftar Isi

Pengant ar M engapa kami menjadi Sahabat Pengadilan ( Amicus Curiae) ................................. 1

1. Ident it as Para Amicis.............................................................................................................. 3
2. Ringkasan Pendapat ............................................................................................................... 6
3. Ringkasan Permohonan Hak Uji M at eriil ............................................................................... 8
4. Pendapat Kami ..................................................................................................................... 11
Pendapat #1: M ahkamah Agung wajib menghent ikan pemeriksaan t erhadap permohonan
uji mat eriil pemohon berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
t ent ang M ahkamah Konst it usi ....................................................................................... 11
Pendapat #2 Ihwal kedudukan hukum ( legal st anding ) Pemohon ...................................... 12
Pendapat #3: M engenai legalit as dan legit imasi Kawasan Hut an ....................................... 12
Pendapat #4: Perat uran Bersama M ent eri a quo sebagai kebijakan korekt if ..................... 16
Pendapat #5: M engenai st at us Perat uran Bersama ............................................................ 16
Pendapat #6: Perat uran Bersama a quo t idak bert ent angan dengan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 dan Perat uran Pemerint ah Nomor 10 Tahun 2010 .................. 18
Pendapat #7: Perat uran Bersama a quo t idak bert ent angan dengan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2013 .................................................................................................... 20
Pendapat #8: Perat uran Bersama a quo t idak bert ent angan dengan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 .................................................................................................... 21
Pendapat #9: Perat uran Bersama a quo t idak bert ent angan dengan Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 .................................................................................................... 21
Pendapat #10: Perat uran Bersama a quo t idak bert ent angan dengan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 dan Perat uran Pemerint ah Nomor 24 Tahun 1997 .................... 22

i

1

Pengantar
M engapa kami menjadi Sahabat Pengadilan (Amicus Curiae)
Amicus Curiae (jamak: Amici ) adalah sebuah ist ilah hukum yang berasal dari Bahasa Lat in

yang secara harafiah dapat diart ikan sebagai sahabat pengadilan at au “ friends of t he court ” .
Amicus Curiae merujuk pada seseorang at au sekelompok orang yang t idak t erkait dengan

perkara namun mempunyai kepent ingan yang sangat relevan dengan mat eri perkara. Orang
at au kelompok orang dimaksud dapat menyampaikan pendapat / opini hukum secara
sukarela dan independen kepada M ajelis Hakim.

1

Dalam sist em hukum Indonesia, Amicus Curiae dapat dikait kan dengan ket ent uan Pasal 28

ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 2004 t ent ang Kekuasaan Kehakiman, yang menyat akan bahwa
“ Hakim w ajib menggali, mengikut i, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat ” . Pasal ini dapat dipakai sebagai dasar hukum bagi pengajuan
Amicus Curiae.

2

Dalam prakt ik t elah ada beberapa Amicus Curiae yang menyampaikan pandangan pada
beberapa perkara di pengadilan umum at au pada M ahkamah Konst it usi. Beberapa yang
menonjol sepert i Amicus Curiae yang diajukan kelompok penggiat kemerdekaan pers
kepada M ahkamah Agung t erkait dengan Peninjauan Kembali kasus majalah Time versus
Soehart o, Amicus Curiae dalam kasus “ Upi Asmaradana” di Pengadilan Negeri M akasar dan
Amicus Curiae yang paling baru diajukan oleh ELSAM , ICJR, IM DLN, PBHI dan YLBHI at as
Kasus “ Prit a M ulyasari Vs. Negara Republik Indonesia” .

3

Amicus Curiae mempunyai fungsi yang lebih luas daripada sekedar membant u pengadilan.

Fungsi lainnya adalah memajukan perkembangan hukum. Amicus Curiae ini memberikan

gambaran hukum dan kasusnya khususnya dampaknya t erhadap pihak lain di luar para
pihak yang t idak ikut berperkara di pengadilan, juga menilai hukum dan kasusnya secara
independen.

4

Keput usan kami unt uk menjadi Sahabat Pengadilan dalam Perkara Nomor 53 P/ HUM / 2015
t ent ang Permohonan Hak Uji M at eriil t erhadap Perat uran Bersama M ent eri Dalam Negeri,

M ent eri Kehut anan, M ent eri Pekerjaan Umum dan Kepala Badan Pert anahan Nasional
Nomor 79 Tahun 2014, Nomor PB.3/ M enhut -II/ 2014, Nomor 17/ PRT/ M / 2014, Nomor
8/ SKB/ 2014 t ent ang Tat a Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang Berada di dalam

1
2

3
4

ht t ps:/ / w ww.law.cornell.edu/ wex/ amicus_curiae, diakses 28-9-2015.

ELSAM , 2010. Pidana Penghinaan adalah Pembat asan Kemerdekaan Berpendapat yang Inkonst it usional.
Briefing Paper Nomor 2/ 2010.
Ibid.
Aminah, S. 2014. M enjadi Sahabat Keadilan. Panduan menyusun Amicus Brief. Jakart a: ILRC – HiVOS.

1

Kawasan Hut an dan Perat uran M ent eri Agraria dan Tat a Ruang/ Kepala Badan Pert anahan
Nasional Nomor 9 Tahun 2015 t ent ang Tat a Cara Penet apan Hak Komunal at as Tanah
M asyarakat Hukum Adat dan M asyarakat yang Berada di dalam Kawasan Tert ent u dilandasi
keprihat inan pada besarnya konflik agraria di dalam kawasan hut an dan ket iadaan
inst rumen hukum yang efekt if unt uk mengat asinya. Kami memahami bahwa kedua
Perat uran yang menjadi objek hak uji mat eriil dalam perkara ini mencoba menem bus
kebunt uan hukum yang ada dan diprakt ikkan selama puluhan t ahun.
Pert imbangan lain adalah pent ingnya lembaga pengadilan di Indonesia memahami kont eks
hist oris dan sosial dari penguasaan dan pemanfaat an kawasan hut an secara menyeluruh
unt uk membant u menganalisis perkara-perkara kehut anan yang dit angani, khususnya yang
berkait an dengan masyarakat di dalam dan sekit ar kawasan hut an.
Pada akhirnya kami menyampaikan bahwa secara umum pendapat -pendapat yang kami
sampaikan dalam dokumen ini juga bert ujuan unt uk membangun kesepahaman mengenai

konst ruksi negara hukum yang demokrat is dan berkeadilan sosial dan lingkungan.

Jakart a, 2 Okt ober 2015

Epist ema Inst it ut e, ARuPa, RM I,
KPA, HuM a, LP3ES, JKPP, BRWA
Auriga, Pusaka, Walhi, YBB,
LSPP, LSDP, Elsam

2

1. Identitas Para Amicis

Ket erangan t ert ulis at au amicus brief ini diajukan oleh sejumlah pihak ( amicis) yang masingmasing dapat dijelaskan ident it as dan kepent ingannya sebagai berikut :

1. Epistema Institute

Epist ema Inst it ut e merupakan lembaga kajian dan pengelolaan penget ahuan yang
mempromosikan prinsip-prinsip keadilan eko-sosial melalui riset dan lingkar belajar t ent ang
hukum, masyarakat dan lingkungan. Epist ema Inst it ut e didirikan pada t anggal 1 Sept ember

2010. Kegiat an yang dilakukan ant ara lain riset kebijakan, pendampingan pada pemerint ah
daerah, penerbit an, pelat ihan yang t erkait dengan t ema pluralisme hukum, pengakuan
masyarakat hukum adat , resolusi konflik dan pengelolaan sumber daya alam.
2. Aliansi Relaw an untuk Penyelamatan Alam (ARuPA)

ARuPA merupakan Lembaga Swadaya M asyarakat yang bergerak di bidang pelest arian
sumber daya alam dan lingkungan hidup. Lembaga ini dibent uk pada t anggal 16 M ei 1998 di
Yogyakart a oleh beberapa mahasiswa dan alumni muda Fakult as Kehut anan Universit as
Gajah M ada sebagai sebuah komit e aksi yang bermaksud mewadahi mahasiswa dan
pemerhat i lingkungan dalam mendorong t erjadinya reformasi. ARuPA mendorong perbaikan
t at a kelola kehut anan, ut amanya di Pulau Jawa sert a pengelolaan hut an berbasis
masyarakat dan perubahan iklim.
3. Rimbaw an M uda Indonesia (RM I)

RM I adalah lembaga swadaya masyarakat yang didirikan pada t anggal 18 Sept ember 1992
di Bogor, Jawa Barat . RM I mengembangkan program -program berbasis masyarakat dalam
pengelolaan Sumberdaya Alam dan konservasi keanekaragaman h ayat i di kawasan hulu
Jawa Barat dan Bant en, t erut ama di daerah Ekosist em Halimun, yait u t ermasuk Taman
Nasional Gunung Halimun-Salak dan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango.
4. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)


Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) berkedudukan di seluruh wilayah Indonesia dan
didirikan pada t anggal 24 Sept ember 1994 di Jakart a. KPA disahkan pada t anggal 10
Desember 1995. KPA merupakan konsorsium yang beranggot akan organisasi pet ani,
organisasi masyarakat adat , organisasi nelayan, organisasi p erempuan, NGO, individu, dan
akademisi yang memperjuangkan perwujudan Pembaruan Agraria Sejat i di Indonesia. KPA
memperjuangkan pemenuhan hak-hak rakyat t erut ama pet ani/ buruh t ani, nelayan,
masyarakat adat , dan rakyat miskin.

3

5. Perkumpulan HuM a

HuM a didirikan pada 19 Okt ober 2001. HuM a memiliki visi mendukung pembaruan sist em
dan prakt ik hukum yang adil bagi masyarakat marginal dan lingkungan, sert a menghormat i
nilai-nilai kemanusiaan dan keragaman sosial budaya. Kegiat an yang dilakukan meliput i
ant ara lain pengembangan Sekolah Pendampingan Hukum Rakyat ; mengembangkan
mekanisme resolusi konflik sumber daya alam berbasiskan inisiat if masyarakat lokal dan
adat . HuM a melakukan kajian dan int ervensi dalam bent uk advokasi di t ingkat lokal dan
nasional dalam isu kehut anan dan perubahan iklim.

6. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)

LP3ES adalah sebuah Lembaga Swadaya M asyarakat yang didirikan oleh sekelompok
cendekiawan dan akt ivis mahasiswa pada t anggal 19 Agust us 1971. LP3ES memiliki
pengalaman dan kompet ensi dalam melaksanakan kegiat an-kegiat an penerbit an, penelit ian,
st udi kebijakan dan riset aksi t erut ama yang berhubungan dengan kepent ingan masyarakat
t ingkat bawah dan memfasilit asi pendidikan polit ik dan sosial ekonomi.
7. Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP)

JKPP didirikan pada t ahun 1996 oleh akt ifis gerakan pet ani dan nelayan di berbagai t empat
di Indonesia yang menggunakan pemet aan part isipat if sebagai alat pengorganisasian dan
sekaligus menjadi inst rumen dalam penat aan basis produksi masyarakat secara kolekt if.
JKPP dimaksudkan sebagai wadah bersama bagi CSO dan organisasi rakyat dalam
pencapaian t egaknya kedaulat an rakyat at as ruang sebagai cit a-cit a bersama.
8. Badan Registrasi W ilayah Adat (BRW A)

BRWA adalah lembaga t empat pendaft aran (regist rasi) wilayah adat yang dibent uk pada
t ahun 2010. BRWA mendokument asikan dat a dan informasi keberadaan masyarakat adat
dan w ilayah adat hasil pemet aan part isipat if sebagai bahan pent ing dalam mendorong
pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat .
9. Yayasan Auriga

Yayasan Auriga dahulu bernama Yayasan Silvagama adalah sebuah Lembaga Swadaya
M asyarakat yang bergerak di bidang pelest arian sumberdaya alam dan lingkungan demi
peningkat an kualit as hidup umat manusia. Yayasan Auriga mendorong ket erlibat an
komunit as lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan melalui pendekat an pendekat an kesejaht eraan dan konservasi.
10. Perkumpulan Pusaka

PUSAKA didirikan pada t ahun 2002 dengan fokus bekerja melakukan riset advokasi,
pendokument asian

dan

mempromosikan

hak-hak masyarakat

adat , pengembangan

kapasit as, pendidikan dan pemberdayaan yang berhubungan dengan t ema hak-hak
masyarakat adat , hak at as t anah, hak ekonomi, sosial dan budaya, sert a penguat an
organisasi masyarakat .

4

11. W ahana Lingkungan Hidup Indonesia (W ALHI)

WALHI merupakan organisasi lingkungan t ert ua dan t erbesar di Indonesia. WALHI didirikan
pada t anggal 15 Okt ober 1980. Kegiat an WALHI meliput i kampanye dan advokasi beragam
dan luas ant ara lain isu air, pangan dan keberlanjut an; hut an dan perkebunan; energi dan
t ambang; pesisir dan laut sert a isu-isu perkot aan.
12. Yayasan Betang Borneo (YBB)

Yayasan Bet ang Borneo didirikan pada t anggal 2 Sept ember 1998. YBB mendorong
pengelolaan sumber daya alam yang t ransparan dan dapat diakses oleh masyarakat sert a
dikelola berbasiskan ekosist em dan kearifan lokal yang holist ik dan mendorong kemandirian
masyarakat dalam mengelola sumber daya alam ant ar lain melalui pemet aan part isipat if
dan perencanan t at a ruang di t ingkat desa.
13. Lingkar Studi Pengembangan Pedesaan (LSPP) Temanggung

LSPP didirikan pada t anggal 30 April 2015, namun jauh sebelumnya melakukan
pendampingan masyarakat yang berkonflik di dalam kawasan hut an. LSPP juga giat dalam
membuka ruang dialog dengan Pemerint ah Kabupat en dalam m endorong t ransparansi
anggaran dan perbaikan kebijakan kabupat en yang lebih melindungi dan menghormat i hakhak masyarakat dalam pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam.
14. Lembaga Studi Desa untuk Petani (LSDP) SD INPERS, Jember

Lembaga St udi Desa unt uk Pet ani – SD INPERS didirikan pada t anggal 14 Desember 1994.
Lembaga ini bergerak pada penguat an masyarakat di wilayah pedesaan. Program lembaga
menit ikberat kan pada penguat an pet ani dan masyarakat pedesaan dari ket idakberdayaan
dalam bidang sosial, ekonom i, polit ik dan budaya.
15. Lembaga Studi dan Advokasi M asyarakat (ELSAM )

Elsam

adalah

organisasi

advokasi

kebijakan

yang bert ujuan

mewujudkan

t at anan

masyarakat yang berpegang kepada nilai-nilai hak asasi manusia, keadilan, dan demokrasi.
ELSAM

melakukan

mengembangkan

pengkajian

gagasan

dan

t erhadap
konsepsi

kebijakan-kebijakan

at au

alt ernat if

dan/ at au

kebijakan

hukum,

melakukan

dan

menyebarluaskan informasi berkenaan dengan hak asasi manusia, demokrasi, dan keadilan.

5

2. Ringkasan Pendapat

Permohonan hak uji mat eriil yang disampaikan oleh Asosiasi Pengusaha Hut an Indonesia
(APHI) t erkait dengan Perat uran Bersama M ent eri Dalam Negeri, M ent eri Kehut anan,
M ent eri Pekerjaan Umum dan Kepala Badan Pert anahan Nasional Nomor 79 Tahun 2014,
Nomor PB.3/ M enhut -II/ 2014, Nomor 17/ PRT/ M / 2014, Nomor 8/ SKB/ 2014 t ent ang Tat a
Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang Berada di dalam Kawasan Hut an dan Perat uran
M ent eri Agraria dan Tat a Ruang/ Kepala Badan Pert anah an Nasional Nomor 9 Tahun 2015
t ent ang Tat a Cara Penet apan Hak Komunal at as Tanah M asyarakat Hukum Adat dan
M asyarakat yang Berada di dalam Kawasan Tert ent u kepada M ahkamah Agung dalam
Perkara Nomor 53 P/ HUM / 2015 merupakan upaya pent ing dalam membangun negara
hukum yang demokrat is dan berkeadilan sosial dan lingkungan melalui proses peradilan.
Kelompok M asyarakat Sipil yang t erdiri dari Epist ema Inst it ut e, AruPa, RM I, KPA, HuM a,
LP3ES, JKPP, BRWA, Auriga, Pusaka, Walhi YBB, LSPP, LSDP dan ELSAM memandang pent ing
dan mendesak unt uk menjadi sahabat pengadilan bagi M ajelis Hakim di M ahkamah Agung
dalam memeriksa perkara ini mengingat adanya sejumlah syarat formil, kont eks hist oris dan
sosial sert a analisis hukum yang pent ing diket ahui oleh M ajelis Hakim pada khususnya, sert a
Pemerint ah, Pemerint ah Daerah dan seluruh rakyat Indonesia.
Kami memandang adanya syarat formil yang perlu diperhat ikan ket erpenuhannya t erkait
permohonan

dan

pemohon

perkara

ini.

M ahkamah

Agung

wajib

menghent ikan

pemeriksaaan permohonan karena belum adanya put usan M ahkamah Konst it usi t erkait
dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013
yang dijadikan dasar permohonan perkara ini (Pasal 55 Undang-Undang t ent ang M ahkamah
Konst it usi). Selain it u, dengan st at us pemohon sebagai perhimpunan/ perkumpulan perlu
diperiksa keabsahannya sesuai dengan ket ent uan pendaft aran badan hukum perkumpulan.
Keberadaan dua perat uran yang dimohon-ujikan dalam perkara ini perlu dilihat dalam
kont eks hist oris pembent ukan kawasan hut an. Kawasan hut an menurut Und ang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 t ent ang Kehut anan dibent uk melalui proses pengukuhan.
Pengukuhan ini dalam kenyat aannya t idak berlangsung dengan sempurna, t erut ama dalam
hal penyelesaian klaim penguasaan t anah. Akibat nya banyak konflik penguasaan (t enurial)
di dalam kawasan hut an yang belum t erselesaikan t unt as hingga kini. Legalit as kawasan
hut an masih belum sempurna karena di beberapa t empat masih ada kawasan hut an yang
belum dit et apkan. Sement ara it u pada kawasan yang sudah dit et apkan, legit imasinya juga
belum kuat karena masih banyak klaim penguasaan t anah masyarakat yang belum
diselesaikan dengan t epat .
Upaya Pemerint ah mewujudkan kawasan hut an yang mant ap sert a kepast ian hukum pada
berbagai bent uk penguasaan t anah yang sah t erkendala karena banyaknya klaim yang
belum selesai dit angani. Selain permukiman dan areal pert anian warga, juga banyak fasilit as
umum, sosial dan gedung-gedung inst ansi pemerint ah dan Pemerint ah Daerah yang berada
6

di dalam kawasan hut an dan belum dilepaskan. Perat uran a quo bert ujuan memberikan
jalan keluar pada sit uasi st agnasi pembangunan ini.
Dalam prakt ik penyelenggaraan negara, t elah banyak dit et apkan dan dijalankan Perat uran
Bersama M ent eri. Di sekt or kehut anan, misalnya sejak t ahun 1990-an t elah ada beberapa
Perat uran Bersama unt uk pelepasan kawasan hut an bagi kepent ingan t ransmigrasi,
perkebunan, dan pembangunan Transmigrasi Hut an Tanaman Indust ri. Seandainya
Perat uran Bersama a quo t idak diakui maka hal serupa dapat berlaku pula pada Perat uran
Bersama lainnya di sekt or kehut anan.
Tidak dit emukan alasan yang kuat unt uk menyat akan bahwa Perat uran Bersama a quo
bert ent angan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 t ent ang Pemerint ahan
Daerah. Apa yang dlaksanakan pemerint ah daerah dalam kerangka Perat uran Bersama ini
adalah dalam hal pelaksanaan kewenangan di bidang pert anahan, bukan dalam hal
pengukuhan kawasan hut an. Tim yang menangani verifikasi dan validasi klaim di daerah pun
hanya berwenang memberikan rekomendasi penyelesaian klaim, sement ara it u keput usan
akhir ada pada Kement erian Lingkungan Hidup dan Kehut anan.
Perat uran a quo juga t idak bert ujuan unt uk mengurangi kawasan hut an t anpa pert imbangan
yang mat ang. Pengakuan dan penegasan hak at as t anah masyarakat yang benar dan
berit ikad baik t idak sert a-mert a berart i pelepasan kawasan hut an, t et api hanyalah
pengeluaran dari kawasan hut an negara. Perat uran Bersama a quo mengembalikan konsep
dan t ujuan pembent ukan kawasan hut an sebagaimana dimaksudkan oleh Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 dan Put usan M ahkamah Konst it usi Nomor 35/ PUU-X/ 2012 bahwa
kawasan hut an t erdiri dari hut an negara dan hut an hak. Di dalam hut an hak t erdapat hut an
yang dikuasai oleh orang perorangan/ badan hukum dan masyarakat hukum adat .
Perat uran Bersama a quo bert ujuan mengakui dan melindungi hak-hak warga negara at as
t anah, menyelesaikan konflik dan memberikan kepast ian hukum pada penguasaan t anah
oleh inst ansi pemerint ah dan pemerint ah daerah. Perat uran Bersama a quo adalah unt uk
mereka yang berhak dan berit ikad baik. Dengan demikian Perat uran ini t idak sama sekali
bert ujuan melegalkan perambahan di dalam kawasan hut an.
Lebih jauh dari it u, apa yang diat ur dalam Perat uran a quo merupakan rint isan unt uk
mewujudkan kesat uan administ rasi pert anahan dan t at a ruang di Indonesia yang selama ini
dit andai dualisme pengat uran ant ara ket ent uan di bidang pert anahan-t at a ruang dan
kehut anan .

7

3. Ringkasan Permohonan Hak Uji M ateriil

Permohonan hak uji mat eriil at as Perat uran Bersama M ent eri Dalam Negeri, M ent eri
Kehut anan, M ent eri Pekerjaan Umum dan Kepala Badan Pert anahan Nasional Nomor 79
Tahun 2014, Nomor PB.3/ M enhut -II/ 2014, Nomor 17/ PRT/ M / 2014, Nomor 8/ SKB/ 2014
t ent ang Tat a Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang Berada di dalam Kawasan Hut an
dan Perat uran M ent eri Agraria dan Tat a Ruang/ Kepala Badan Pert anahan Nasional Nomor 9
Tahun 2015 t ent ang Tat a Cara Penet apan Hak Komunal at as Tanah M asyarakat Hukum Adat
dan M asyarakat yang Berada di dalam Kawasan Tert ent u diajukan oleh Asosiasi Pengusaha
Hut an Indonesia (APHI) selanjut nya disebut Pemohon kepada M ahkamah Agung dalam
Perkara Nomor 53 P/ HUM / 2015. Sebagai Termohon dalam perkara t ersebut adalah:
M ent eri Dalam Negeri Republik Indonesia, Plt . M ent eri Kehut anan Republik Indonesia,
M ent eri Pekerjaan Umum Republik Indonesia dan Kepala Badan Pert anahan Nasional
Republik Indonesia (Termohon I) dan M ent eri Agraria dan Tat a Ruang/ Kepala Badan
Pert anahan Nasional Republik Indonesia (sebagai Termohon II).
Objek permohonan adalah sejumlah ket ent uan dalam Perat uran Bersama M ent eri Dalam
Negeri, M ent eri Kehut anan, M ent eri Pekerjaan Umum dan Kepala Badan Pert anahan
Nasional Nomor 79 Tahun 2014, Nomor PB.3/ M enhut -II/ 2014, Nomor 17/ PRT/ M / 2014,
Nomor 8/ SKB/ 2014 t ent ang Tat a Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang Berada di
dalam Kawasan Hut an, dan Perat uran M ent eri Agraria dan Tat a Ruang/ Kepala Badan
Pert anahan Nasional Nomor 9 Tahun 2015 t ent ang Tat a Cara Penet apan Hak Komunal at as
Tanah M asyarakat Hukum Adat dan M asyarakat yang Berada di dalam Kawasan Tert ent u
(lihat t abel 1) yang didalilkan oleh Pemohon bert ent angan dengan:
a. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 t ent ang Pembent ukan Perundang-Undangan
b. Lampiran Huruf BB. Pembagian Urusan Pemerint ahan Bidang Kehut anan UU Nomor 23
Tahun 2014 t ent ang Pemerint ahan Daerah
c. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 t ent ang Kehut anan sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013
d. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 t ent ang Penat aan Ruang
e. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 t ent ang Pencegahan dan Pemberant asan
Perusakan Hut an
f.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 t ent ang Perat uran Dasar Pokok-Pokok Agraria

g. Perat uran Pemerint ah Nomor 10 Tahun 2010 t ent ang Tat a Cara Perubahan Perunt ukan
dan Fungsi Kawasan Hut an
h. Perat uran Pemerint ah Nomor 16 Tahun 2004 t ent ang Penat agunaan Tanah
i.

Perat uran Pemerint ah Nomor 24 Tahun 1997 t ent ang Pendaft aran Tanah

8

j.

Arahan dan Perint ah Presiden dalam Rapat Terbat as t anggal 5 Januari 2014 dan Sidang
Kabinet Paripurna Tanggal 16 Januari 2014 sebagaimana dimaksud dalam Surat Nomor
SE - 05/ Seskab/ IV/ 2014 Tanggal 23 April 2014 yang dikeluarkan dan dit andat angani oleh
Sekret aris Kabinet RI
Tabel 1
Objek Permohonan Uji M at eriil
Perat uran Bersama M ent eri Dalam Negeri,
M ent eri Kehut anan, M ent eri Pekerjaan
Umum dan Kepala Badan Pert anahan
Nasional Nomor 79 Tahun 2014, Nomor
PB.3/ M enhut -II/ 2014, Nomor 17/ PRT/ M /
2014, Nomor 8/ SKB/ 2014 t ent ang Tat a
Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang
Berada di dalam Kawasan Hut an

Perat uran M ent eri Agraria dan Tat a
Ruang/ Kepala Badan Pert anahan Nasional
Nomor 9 Tahun 2015 t ent ang Tat a Cara
Penet apan Hak Komunal at as Tanah
M asyarakat Hukum Adat dan M asyarakat
yang Berada di dalam Kawasan Tert ent u

a. Ket ent uan Pasal 1 angka 6, angka 8,
angka 12, angka 13, angka 16 dan
angka 17,

a. Ket ent uan Pasal 1 angka 1, angka 2,
angka 3, angka 9, angka 11 dan angka
15,

b. Ket ent uan Pasal 2 ayat (1) dan ayat
(2),

b. Ket ent uan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2),
c. Ket ent uan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2),

c. Ket ent uan Pasal 3 ayat (1) dan ayat
(2),

d. Ket ent uan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2),

d. Ket ent uan Pasal 4,

e. Ket ent uan Pasal 5 ayat (1), ayat (2) dan
ayat (3),

e. Ket ent uan Pasal 5,
f. Ket ent uan Pasal 7,
g. Ket ent uan Pasal 8 ayat (1), ayat (2)
dan ayat (3),
h. Ket ent uan Pasal 11,
i. Ket ent uan Pasal 12,

f.

g. Ket ent uan Pasal 7,
h. Ket ent uan Pasal 8 ayat (1), ayat (2),
ayat (3) dan ayat (4),
i.

Ket ent uan Pasal 9,

j.

Ket ent uan Pasal 10 ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6) dan
ayat (7),

j. Ket ent uan Pasal 14,
k. Ket ent uan Pasal 15 ayat (1), ayat (2)
dan ayat (3),
l. Ket ent uan Pasal 16 ayat (1) dan ayat
(2)

Ket ent uan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2),

k. Ket ent uan Pasal 12 ayat (1) dan ayat
(2),
l.

Ket ent uan Pasal 13 ayat (1), ayat (2)
dan ayat (3),

m. Ket ent uan Pasal 14,
n. Ket ent uan Pasal 15,
o. Ket ent uan Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2)

9

Selanjut nya Pemohon menyampaikan bahwa pelaksanaan kedua perat uran yang menjadi
objek permohonan t ersebut t elah menimbulkan sejumlah akibat yang t idak diinginkan,
ant ara lain meningkat kan klaim at as t anah di kawasan hut an dari masyarakat hukum adat
at au kelompok masyarakat lain t erhadap areal yang t elah dibebani izin, sehingga
menyebabkan ket idakpast ian usaha dan menimbulkan konflik ant ara masyarakat dengan
perusahaan. Selain it u juga mengancam kepast ian hukum at as areal Izin Usaha Pemanfaat an
Hasil Hut an Kayu (IUPHHK) karena mendorong kemudahan persyarat an pengajuan
permohonan penegasan hak at as t anah oleh masyarakat hukum adat at au kelompok
masyarakat . Hal ini akan menimbulkan ancaman t erhadap kawasan hut an secara nasional.
Objek permohonan juga dipandang berpot ensi merusak hut an karena mengabaikan fungsi
pokok hut an, berpot ensi memicu konflik vert ikal maupun horizont al akibat t umpang t indih
klaim

at as t anah. Pemohon

juga berpendapat

bahwa

kedua perat uran

m emicu

penyalahgunaan wewenang oknum Kepala Desa at au Camat , melemahkan penegakan
hukum t erhadap perusakan hut an dan menghambat indust ri kehut anan.

10

4. Pendapat Kami

Pada bagian ini kami menyampaikan pendapat t erhadap beberapa hal yang kiranya dapat
memberikan t ambahan informasi dan sudut pandang lain kepada M ajelis Hakim dalam
memeriksa permohonan hak uji mat eriil dalam Perkara Nomor 53 P/ HUM / 2015. Pendapat
di bawah ini lebih banyak berkenaan dengan Perat uran Bersama M ent eri Dalam Negeri,
M ent eri Kehut anan, M ent eri Pekerjaan Umum dan Kepala Badan Pert anahan Nasional
Nomor 79 Tahun 2014, Nomor PB.3/ M enhut -II/ 2014, Nomor 17/ PRT/ M / 2014, Nomor
8/ SKB/ 2014 t ent ang Tat a Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang Berada di dalam
Kawasan Hut an, namun berlaku pula unt uk Perat uran M ent eri Agraria dan Tat a
Ruang/ Kepala Badan Pert anahan Nasional Nomor 9 Tahun 2015 t ent ang Tat a Cara
Penet apan Hak Komunal at as Tanah M asyarakat Hukum Adat dan M asyarakat yang Berada
di dalam Kawasan Tert ent u unt uk analisis pada perat uran perundang-undangan yang sama.
Pendapat ini kami bagi ke dalam t iga kelompok. Kelompok pert ama (Pendapat #1 dan #2)
t erkait dengan aspek formil dari permohonan dan pemohon dalam perkara Nomor 53
P/ HUM / 2015. Kelompok kedua (Pendapat #3 dan #4) menjelaskan kont eks sosial-polit ik dari
mat eri persoalan yang t erkait dengan pembent ukan kedua perat uran yang diujikan.
Kelompok t erakhir (Pendapat #5 hingga #10) merupakan analisis hukum kami t erhad ap
kait an ant ara kedua perat uran yang diujikan dengan perat uran perundang-undangan lain
yang lebih t inggi.
Pendapat #1: M ahkamah Agung w ajib menghentikan pemeriksaan terhadap permohonan
uji materiil pemohon berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang M ahkamah Konstitusi

1. Kami menget ahui bahwa pada saat permohonan uji mat eriil ini diajukan, dua dari
Undang-undang yang dijadikan dasar pengujian dalam perkara ini yait u UndangUndang Nomor 18 Tahun 2013 t ent ang Pencegahan dan Pemberant asan Perusakan
Hut an dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 t ent ang Kehut anan sebagaimana
t elah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2004 saat ini sedang
dilakukan pengujian di M ahkamah Konst it usi Republik Indonesia (Perkara Nomor
95/ PUU-XII/ 2014 dan Perkara Nomor 98/ PUU-XIII/ 2015). Berdasarkan Pasal 55
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 t ent ang M ahkamah Konst it usi disebut kan
bahwa pengujian perat uran perundang-undangan di bawah undang-undang yang
sedang dilakukan M ahkamah Agung w ajib dihentikan apabila undang-undang yang
menjadi dasar pengujian perat uran t ersebut sedang dalam proses pengujian
M ahkamah Konst it usi sampai ada put usan M ahkamah Konst it usi.
2. Kami juga perlu menyampaikan informasi kepada M ajelis Hakim bahwa saat ini,
berdasarkan Keput usan Presiden Nomor 9 Tahun 2015 t ent ang Program Penyusunan
Perat uran Pemerint ah Tahun 2015, Pemerintah sedang melakukan perubahan pada
Perat uran Pemerint ah Nomor 24 Tahun 1997 t ent ang Pendaft aran Tanah dan
11

Perat uran Pemerint ah Nomor 10 Tahun 2010 t ent ang Tat a Cara Pengubahan Fungsi
dan Perunt ukan Kawasan Hut an. Kedua Perat uran Pemerint ah ini dijadikan dasar
dalam permohonan hak uji mat eriil dalam perkara ini.
3. Demikian

pula, t elah

ada kesepakat an

ant ara Kement erian

Dalam

Negeri,

Kement erian Agraria dan Tat a Ruang/ Badan Pert anahan Nasional dan Kement erian
Lingkungan Hidup dan Kehut anan dengan Komisi Pemberant asan Korupsi unt uk
melakukan penyempurnaan t erhadap Perat uran Bersama M ent eri Dalam Negeri,
M ent eri Kehut anan, M ent eri Pekerjaan Umum dan Kepala Badan Pert anahan
Nasional

Nomor

79

Tahun

2014,

Nomor

PB.3/ M enhut -II/ 2014,

Nomor

17/ PRT/ M / 2014, Nomor 8/ SKB/ 2014 t ent ang Tat a Cara Penyelesaian Penguasaan
Tanah yang Berada di dalam Kawasan Hut an (rapat koordinasi 21 Agust us 2015).
Pendapat #2 Ihw al kedudukan hukum ( legal standing) Pemohon

1. Berdasarkan Pasal 31 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 t ent ang
M ahkamah Agung, permohonan pengujian perat uran perundang-undangan di
bawah undang-undang t erhadap perat uran yang lebih t inggi dapat diajukan ant ara
lain oleh badan hukum privat . Berdasarkan St aat sblad 1870 Nomor 64 dan Perat uran
M ent eri Hukum dan Hak Asasi M anusia Nomor 6 Tahun 2014 t ent ang Pengesahan
Badan Hukum Perkumpulan, sebuah perkumpulan unt uk dapat melakukan kegiat an
hukum keperdat aan harus mendapat kan pengesahan badan hukum perkumpulan
dari M ent eri Hukum dan Hak Asasi M anusia.
2. Kami mengusulkan kepada M ajelis Hakim unt uk melakukan pemeriksaan apakah
pemohon dalam perkara ini yakni Asosiasi Pengusaha Hut an Indonesia yang
menyat akan

diri

sebagai

perhimpunan

t elah

memenuhi

syarat

pengesahan

sebagaimana dimaksud oleh Perat uran M ent eri Hukum dan Hak Asasi M anusia
Nomor 6 Tahun 2014, sehingga oleh karenanya memiliki kedudukan hukum ( legal
st anding ) dalam mengajukan permohonan uji mat eriil a quo . Apabila t idak dapat

dibukt ikan maka sangat beralasan unt uk menyimpulkan bahwa pemohon t idak
mempunyai kedudukan hukum ( legal st anding ) dalam permohonan ini.
Pendapat #3: M engenai legalitas dan legitimasi Kaw asan Hutan

1. Kawasan hut an di Indonesia meliput i areal seluas 120.773.42 hekt ar at au sekit ar 64
persen dari luas wilayah darat an Indonesia. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor
41 Tahun 1999 t ent ang Kehut anan sebagaimana t elah diubah dengan UndangUndang Nomor 19 Tahun 2004 t ent ang Penet apan Perat uran Pemerint ah Penggant i
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 t ent ang Perubahan at as Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 t ent ang Kehut anan menjadi Undang-Undang, kaw asan hutan
merupakan

wilayah

tertentu

yang

ditetapkan

oleh
5

dipertahankan keberadaanya sebagai hutan tetap .
5

Pemerintah

untuk

Kawasan hut an t ersebut

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 sebagaimana t elah diubah sesuai dengan Put usan
M ahkamah Konst it usi Nomor 45/ PUU-IX/ 2011.
12

dibent uk sebagai hasil dari pengukuhan kawasan hut an.
2. Sebelum melakukan pengukuhan kawasan hut an, Pemerint ah t erlebih dahulu harus
menyelesaikan

invent arisasi

hut an.

6

Invent arisasi

dimaksud

bert ujuan

unt uk

mendapat kan dat a dan informasi mengenai sumber daya, pot ensi kekayaan hut an
dan lingkungan secara lengkap. Invent arisasi dilaksanakan melalui survey yang
memuat st at us dan keadaan fisik hut an, flora dan fauna, sumber daya manusia, sert a
kondisi sosial masyarakat di dalam dan di sekit ar hut an.

7

3. Pengukuhan kawasan hut an merupakan rangkaian kegiat an yang diawali dengan
penunjukan kemudian dilakukan penat aan bat as, pemet aan dan penet apan (lihat
grafik 1). Penunjukan merupakan upaya administ rat if pert ama yang dilakukan oleh
Pemerint ah unt uk menent ukan kawasan hut an secara indikat if. Set elah it u,
Pemerint ah melaksanakan penat aan bat as di lapangan dimana ident ifikasi, verifikasi
dan penyelesaian hak-hak masyarakat dilakukan. Barulah set elah it u dilaksanakan
pemet aan dan diakhiri dengan penerbit an keput usan administ rat if mengenai
penet apan kawasan hut an secara definit if.
4. M elihat pada proses it u maka
pengukuhan

kawasan

hut an

dapat dikat akan sebagai upaya
membent uk hut an secara polit is
dan

administ rat if.

demikian

karena

Dikat akan
penunjukan

kawasan hut an dan set erusnya
sarat

dengan

kepent ingan

8

pemerint ah. Namun, di luar it u,
ket ika

penunjukan

penet apan

kawasan

dilegalkan

dengan

hingga
hut an
sebuah

keput usan administ rat if, dalam hal ini adalah Keput usan M ent eri Kehut anan
(sekarang M ent eri Lingkungan Hidup dan Kehut anan), maka pengukuhan kawasan
hut an juga menjadi ranah kegiat an pembent ukan hut an secara administ rat if selain
secara polit is (politic-administrative forest ).

6
7
8

9

9

Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999.
Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
Penyebut an polit ical forest dapat dit emukan dalam karya Peluso dan Vandergeest , 2001 ‘Genealogies of t he
polit ical forest and cust omary right s in Indonesia, M alaysia, and Thailand’ , The Journal of Asian St udies 60
(3): 761-812.
Lihat Safit ri, M .A. 2010. Forest Tenure in Indonesia: The socio-legal challenges of securing communit ies’
right s. Leiden: Leiden Universit y Press.

13

5. Dalam prakt iknya, pengukuhan kawasan hut an t idak sepenuhnya t aat pada
ket ent uan-ket ent uan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999. Invent arisasi
hut an, misalnya, belum banyak dilakukan. Invent arisasi kondisi sosial masyarakat di
dalam dan sekit ar hut an adalah hal yang pent ing namun sayangnya masih belum
dilakukan dengan sempurna. Baru sekit ar t ahun 2011, Kement erian Kehut anan pada
saat it u mengakui keberadaan desa-desa di dalam dan sekit ar kawasan hut an. Desadesa yang kini jumlahnya hampir mencapai 35.000 it upun t idak diket ahui dengan
t epat demografi dan et nografi (aspek sosial-ekonomi-budayanya).
6. Penat aan bat as kawasan hut an (lihat

Grafik 2. Konflik di Kaw asan Hut an

kembali grafik 1), sejat inya merupakan

180

160

fase dimana penyelesaian klaim at as
t anah

dari

masyarakat

dilakukan.

Dalam

kenyat aannya,

banyak

penat aan

bat as

Konflik Kehut anan, data Januari 2015

Hut an Konser vasi
Areal izin
Non-areal izin

: 102 kasus
: 319 kasus
: 152 kasus
: 573 Kasus

Total

140

120

100

yang

80

menafikan

60

40

keberadaan klaim dan hak masyarakat

20

0

sert a keberat an mereka. Hal inilah

Sum atera

yang menjadi salah sat u penyebab

Jawa

Bali Nusa Tenggara

Kalimant an

Sulaw esi

M aluku

Papua

Klaim kaw asan hut an

Perambahan kaw asan hut an

M asyarakat dengan per usahaan

Antar pemegang izin

Pemerint ah dengan pem erintah

Perusahaan dengan pemerint ah

Sumber: Dit jen Planologi Kehut anan, Dit jen BUK dan Dit jen PHKA (2015)

dari

berbagai

pengukuhan

konflik

kawasan

t erkait

hut an. Pada

kot ak 1 dapat dilihat bagaimana prakt ik penat aan bat as yang memicu konflik
t ersebut . Sement ara it u pada grafik 2 dapat dilihat jumlah dan sebaran konflik
menurut Kement erian Lingkungan Hidup dan Kehut anan.
7. Selain disebut kan dalam
pengukuhan

kawasan

Undang-Undang Nomor

hut an

sudah

dit egaskan

41 Tahun 1999, t ahapan

pula dalam

Undang-Undang

Kehut anan sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 dan Perat uran
Pemerint ah Nomor 33 Tahun 1970 t ent ang Perencanaan Hut an yang kemudian
diubah dengan Perat uran Pemerint ah Nomor 44 Tahun 2004. Kendat i demikian,
perint ah pengukuhan kawasan hut an t ersebut t idak dit aat i sepenuhnya oleh
Kement erian Kehut anan. Pada t ahun 1970, misalnya t erdapat Keput usan M ent eri
Pert anian

10

Nomor

291/ Kpt s/ UM / 1970

t ent ang Penet apan

Areal

Kerja Hak

Pengusahaan Hut an sebagai hut an produksi. Hal ini dilakukan unt uk membenarkan
keberadaan izin-izin pemanfaat an hasil hut an kayu (yang saat it u disebut sebagai
Hak Pengusahaan Hut an) yang ada pada kawasan hut an yang masih belum
dit et apkan, bahkan belum dit unjuk perunt ukan fungsinya.

10

Sebelum menjadi Kement erian yang berdiri sendiri, Kement erian Kehut anan adalah bagian dari Kement erian
Pert anian.

14

8. Ket ika Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 dit et apkan, kekeliruan yang dibuat
oleh Keput usan M ent eri Pert anian Nomor 291/ Kpt s/ UM / 1970 t ersebut t idak
diperbaiki t et api dibenarkan dengan ket ent uan peralihan dalam Pasal 81 yang
menyat akan: “ Kawasan hut an
yang t elah dit unjuk dan at au
dit et apkan

berdasarkan

perat uran perundangundangan
yang

berlaku

sebelum

berlakunya undang-undang ini
dinyat akan

t et ap

berdasarkan

berlaku

undang-undang

ini.”
9. Ket ent uan

Pasal

81

Undang-Undang

dalam

Nomor

41

Tahun 1999 ini kerap dijadikan
dasar

bagi

Kement erian

Kehut anan dan para pemegang
Hak

Pengusahaan

Hut an

(sekarang pemegang Izin Usaha
Pemanfaat an Hasil Hut an Kayu)
unt uk membenarkan keabsahan
st at us kawasan hut an dimana
izin-izin

t ersebut

berada.

Namun

demikian,

ket ent uan

Pasal

81

dimaknai
yang

ini

seharusnya

sebagai

ket ent uan

membenarkan

penunjukan

semata

kaw asan
dimana

hutan

status
pada

selanjut nya,

sebagaimana

diperint ahkan

oleh Undang-Undang Nomor 41
Tahun 1999, perlu dilakukan
penat aan bat as dan penet apan
kawasan hut an. Jika hal ini t idak
dilakukan
izin-izin

Kawasan hutan di Kabupaten Barito Selatan,
Kalimantan Tengah meliputi areal seluas 541.431
hektar. Pada tahun 2013, dilakukan penataan
batas di di Hutan Lindung Sungai Barito-Sungai
Kapuas. Kawasan ini melewati tiga kecamatan
dengan beberapa desa di dalamnya. Ketika
dilakukan
pemancangan
batas
sementara,
sebagian besar masyarakat menolak. Hal ini
disebabkan patok batas itu berada di lahan-lahan
dimana terdapat rumah, sawah dan kebun mereka.
Proses penataan batas tidak diawali dengan
sosialisasi yang baik. Selain itu, sikap dari petugas
tata batas di lapangan bertentangan dengan tujuan
penataan batas. Alih-alih menyelesaikan klaim
masyarakat, petugas ini mencoba membujuk
masyarakat untuk menerima kebijakan perhutanan
sosial. Ini berarti mereka bersedia tanahnya
dimasukkan ke dalam kawasan hutan negara
dengan janji akan dapat mengakses lahan dan
sumber daya melalui berbagai izin. Hal ini
menunjukkan
adanya
distorsi
informasi.
Perhutanan sosial adalah bentuk pemberdayaan
masyarakat di hutan negara. Sementara itu,
masalah yang seharusnya diselesaikan adalah
verifikasi dan penyelesaian klaim hak atas tanah.
Kecuali jika klaim masyarakat tidak terbukti maka
opsi memberikan akses pemanfaatan hutan melalui
izin hutan kemasyarakatan dapat diberikan.

produksi

IUPHHK itu berada .

Unt uk

Kotak 1. Konflik dan penataan batas kawasan
hutan di Kabupaten Barito Selatan

maka

keberadaan

t ersebut

merupakan

Kasus Barito Selatan memberikan pelajaran bahwa
penataan batas bukan sekedar persoalan teknis
pemetaan. Lebih dari itu, penataan batas adalah
proses sosial dan hukum. Di dalamnya perlu
dilakukan banyak dialog berdasarkan data yang
akurat dan informasi yang benar, serta
kesepakatan yang tidak dipaksakan.
Sumber: Policy Paper Epistema Institute, RMI dan
Yayasan Betang Borneo, 2/2015.

pelanggaran hukum karena menurut Pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1999:

15

Ayat (1): Berdasarkan hasil pengukuhan kawasan hut an sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 dan Pasal 15, Pemerint ah menyelenggarakan penat agunaan
kawasan hut an.
Ayat (2): Penat agunaan kawasan hut an meliput i kegiat an penet apan fungsi dan
penggunaan kawasan hut an.
10. Berdasarkan hal-hal yang dijabarkan di at as maka kami menyimpulkan bahwa
legalitas kaw asan hutan masih belum sempurna karena di beberapa tempat masih
ada kaw asan hutan yang belum ditetapkan. Sementara itu pada kawasan yang
sudah ditetapkan, legitimasinya juga belum kuat karena masih banyak klaim
penguasaan tanah masyarakat yang belum diselesaikan dengan tepat .
Pendapat #4: Peraturan Bersama M enteri a quo sebagai kebijakan korektif

1. M enyadari banyaknya kekurangan dalam pengukuhan kawasan hut an sert a konflik
dan t erhambat nya pembangunan di daerah, maka Perat uran Bersama M ent eri
Dalam Negeri, M ent eri Kehut anan, M ent eri Pekerjaan Umum dan Kepala Badan
Pert anahan Nasional Nomor 79 Tahun 2014, Nomor PB.3/ M enhut -II/ 2014, Nomor
17/ PRT/ M / 2014, Nomor 8/ SKB/ 2014 t ent ang Tat a Cara Penyelesaian Penguasaan
Tanah yang Berada di dalam Kawasan Hut an menurut pendapat kami adalah sebuah
upaya melakukan koreksi t erhadap perat uran dan prakt ik pengukuhan kawasan
hut an di masa lalu.
2. Perat uran
keberadaan

Bersama a quo memberikan jalan keluar unt uk menyelesaikan
t anah-t anah

yang dikuasai

orang perorangan, Pemerint ah

dan

pemerint ah daerah, masyarakat hukum adat dan badan sosial/ keagamaan di dalam
kawasan hut an negara. Selain it u Perat uran Bersama ini bert ujuan unt uk
menyelesaikan konflik di t engah ket iadaan inst rumen penyelesaian konflik yang
t erint egrasi ant ar Kement erian/ Lembaga.
3. Perat uran Bersama a quo mengembalikan konsep dan tujuan pembentukan
kaw asan hutan sebagaimana dimaksudkan oleh Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1999 dan Putusan M ahkamah Konstitusi Nomor 35/ PUU-X/ 2012 bahwa kaw asan
hutan terdiri dari hutan negara dan hutan hak . Di dalam hut an hak t erdapat hut an

yang dikuasai oleh orang perorangan/ badan hukum dan masyarakat hukum adat .
Pendapat #5: M engenai status Peraturan Bersama

1. Kami berpendapat bahwa meskipun dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 t ent ang Pembent ukan Perat uran Perundang-undangan t idak
disebut kan mengenai Perat uran Bersama M ent eri dalam jenis dan hierarki perat uran
perundang-undangan,

keberadaan

Perat uran

Bersama

M ent eri

sebenarnya

mempunyai kekuat an hukum yang sama dengan Perat uran M ent eri/ Kepala Badan.
Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 menyebut kan bahwa Jenis
Perat uran Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)

16

mencakup perat uran yang dit et apkan oleh M ent eri/ Kepala Badan. Dalam hal ini
ket ent uan Pasal 8 ayat (1) t ersebut t idak membat asi apakah perat uran yang
dit et apkan oleh M ent eri it u hanyalah perat uran yang dibuat sendiri at au dapat pula
bersama-sama. Dengan demikian, kami berpendapat bahwa Peraturan Bersama
M enteri itu sama jenis dan hierarkinya dengan Peraturan M enteri sesuai dengan
ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.

2. Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menyebut kan bahwa
Perat uran yang dit et apkan oleh M ent eri diakui keberadaannya dan mempunyai
kekuat an hukum mengikat sepangang sepanjang diperint ahkan oleh Perat uran
Perundang-undangan yang lebih t inggi atau dibentuk berdasarkan kew enangan .
Dalam hal ini, Perat uran Bersama a quo adalah perat uran yang dit et apkan bersamasama oleh M ent eri Dalam Negeri, M ent eri Kehut anan, M ent eri Pekerjaan Umum dan
Kepala Badan Pert anahan Nasional sesuai dengan kewenangannya. M at eri muat an
yang t erkandung dalam

Perat uran

Bersama a quo mendukung dan

t idak

bert ent angan dengan kewenangan masing-masing Kement erian/ Lembaga.
3. Perat uran Bersama a quo dapat pula dipandang sebagai salah sat u bent uk diskresi
pemerint ah.

Undang-Undang

Nomor

30

Tahun

2014

t ent ang

Administ rasi

Pemerint ahan menyat akan bahwa diskresi merupakan Keput usan dan/ at au Tindakan
yang dit et apkan dan/ at au dilakukan oleh Pejabat Pemerint ahan unt uk mengat asi
persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerint ahan dalam hal
perat uran perundang-undangan yang memberikan pilihan, t idak mengat ur, t idak
lengkap at au t idak jelas, dan/ at au adanya st agnasi pemerint ahan (Pasal 1 angka 9).
Dalam hal ini, Perat uran Bersama a quo mengat ur upaya mengat asi st agnasi dalam
penyelenggaraan fungsi pemerint ahan di kawasan hut an akibat t idak diselesaikannya
penguasaan

t anah

oleh

masyarakat ,

inst ansi

pemerint ah

dan

badan

sosial/ keagamaan.
4. M eskipun dit et apkan pada saat Pemerint ahan Presiden Susilo Bambang Yud hoyono,
Perat uran Bersama a quo diakui sebagai salah sat u sasaran kebijakan pent ing
Pemerint ahan Presiden Joko Widodo unt uk mempercepat pemberant asan kerusakan
hut an (penebangan liar) melalui upaya pembent ukan kawasan hut an yang
legit imat e. Hal t ersebut dit egaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka M enengah

(RPJM N) 2015-2019 (Perat uran Presiden Nomor 2 Tahun 2015). Dengan demikian,
Perat uran Bersama a quo harus dijalankan unt uk menunjang pelaksanaan rencana
pembangunan nasional 2015-2019.
5. Dalam prakt ik penyelenggaraan negara, t elah banyak dit et apkan dan dijalankan
Perat uran Bersama M ent eri. Di sekt or kehut anan, misalnya sejak t ahun 1990-an
t elah ada beberapa Perat uran Bersama. Sebagai cont oh adalah Perat uran Bersama
M ent eri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan M ent eri Kehut anan Nomor Per. 23
/ M EN/ XI/ 2007 dan Nomor P. 52/ M ENHUT-II/ 2007 t ent ang Pelepasan Kawasan Hut an

17

dalam rangka penyelenggaraan transmigrasi. Selain itu, ada pula Keput usan

11

Bersama

M ent eri Kehut anan, M ent eri Pert anian dan Kepala Badan Pert anahan Nasional Nomor
364/ Kpt s-II/ 1990, Nomor 519/ Kpt s/ HK.050/ 90, Nomor 23 – VIII – 1990 t ent ang
Ket ent uan Pelepasan Kawasan Hut an dan Pemberian Hak Guna Usaha unt uk
pengembangan usaha pert anian dan Keput usan Bersama M ent eri Transmigrasi dan
M ent eri Kehut anan Nomor SKB.81/ M EN/ 1990 dan Nomor 376/ Kpt s-II/ 1990 t ent ang
Pedoman

Pelaksanaan

Pembangunan

Transmigrasi

Hut an

Tanaman

Indust ri.

Seandainya Perat uran Bersama a quo t idak diakui maka hal serupa dapat berlaku
pula pada Perat uran Bersama lainnya. Jika hal ini t erjadi maka akan menghambat
pembangunan di sekt or kehut anan.
Pendapat #6: Peraturan Bersama a quo tidak bertentangan dengan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010

1. Kami berpandangan bahwa Perat uran Bersama M ent eri Dalam Negeri, M ent eri
Kehut anan, M ent eri Pekerjaan Umum dan Kepala Badan Pert anahan Nasional
Nomor 79 Tahun 2014, Nomor PB.3/ M enhut -II/ 2014, Nomor 17/ PRT/ M / 2014,
Nomor 8/ SKB/ 2014 t ent ang Tat a Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang Berada
di dalam Kawasan Hut an sama sekali t idak bert ujuan unt uk mempercepat kerusakan
hut an,

bahkan

sebaliknya

Perat uran

a

quo

bert ujuan

unt uk

mewujudkan

kemant apan st at us dan legit imasi kawasan hut an.
2. Pelaksanaan Perat uran Bersama a quo bert ujuan unt uk mewujudkan t ujuan
penyelenggaraan kehut anan agar memberikan kemakmuran bagi rakyat secara
berkeadilan dan berkelanjut an (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999).
Secara

khusus,

Perat uran

penyelenggaraan

Bersama

kehut anan

a

unt uk

quo

mendukung t ercapainya

meningkat kan

part isipasi

t ujuan

masyarakat ,

mewujudkan ket ahanan sosial dan ekonomi rakyat sert a menjamin dist ribusi
manfaat hasil hut an yang berkeadilan dan berkelanjut an (huruf d dan huruf e Pasal 3
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999).
3. Pelaksanaan Perat uran Bersama a quo bukan sebagai upaya mengurangi kawasan
hut an. Ket ent uan pada Bab IV Perat uran Bersama a quo t ent ang Perubahan Kawasan
Hut an harus dipahami sebagai perubahan batas kaw asan hutan negara . Hal ini
didasarkan pada cakupan kawasan hut an yang digunakan oleh Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999, Put usan M ahkamah Konst it usi Nomor 35/ PUU-X/ 2012 dan
Perat uran

M ent eri

Lingkungan

Hidup

dan

Kehut anan

Nomor

P.32/ M enlhk-

Set jen/ 2015 t ent ang Hut an Hak bahwa kawasan hut an meliput i hut an negara dan
hut an hak. Dengan demikian bahwa penegasan dan pengakuan hak at as t anah di
dalam kawasan hut an t idak berart i pelepa